You are on page 1of 58

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
ANALISA UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAERAH
GEJAWAN , GAMPING , SLEMAN , YOGYAKARTA
( FORMASI SENTOLO )

Disusun Oleh :
Nama

: ISKANDAR TUASAMU

No.Mhs

: 4100090

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2011

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
ANALISA UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAERAH
GEJAWAN , GAMPING , SLEMAN , YOGYAKARTA
( FORMASI SENTOLO )

OLEH :
LUKMAN CAHYANINGTYAS
410009020

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan
hidayah-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
MIKROPALEONTOLGI ANALISISA UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN ini tepat
pada waktunya.

Pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan dorongan
kepada:
1.
2.
3.
4.

Allah SWT yang telah menberikan semua rahmat-Nya


Dosen mata kuliah Mikropaleontologi
Para kakak-kakak asisten Praktikum Mikropaleontologi
Rekan-rekan Geologi 2009

Menyadri tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, begitu pula dengan
penulisan laporan ini, apa yang terdapat di dalamnya masih banyak kekurangan.
Maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca.
Akhir kata, praktikan berharap laporan resmi ini dapat berguna bagi para
pembaca pada umumnya dan bagi praktikan sendiri pada khususnya.

Yogyakarta, 02 Juni 2011


Praktikan

( Lukman Cahyaningtyas )

KATA PENGANTAR

Sebagai prakata,puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT ,karena atas berkat dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan tugas ini. Tugas ini di susun untuk melengkapi semua teori yang
telah diberikan dalam materi kuliah agar kami lebih mengerti dan dapat menerapkannya.
Disini,yang sangat ingin penulis sampaikan adalah ucapan terima kasih yang sangat mendalam
kepada bapak dosen,yang telah membimbing saya untuk dapat menyelesaikan tugas ini,serta
kepada pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu proses penulisan
tugas makalah Petrografi yangb LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLGI
ANALISISA UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN Akhirnya,penulis juga tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, yang tentunya selalu berdoa demi
kesuksesan putra-putrinya.
Harapan penulis,semoga tugas ini bermanfaat dalam materi perkuliahan , dan dijadikan referensi
sekaligus acuan bagi para pembaca untukdapat diterapkan dalam pembelajaran.
Sesuaidengan pepatah, Tak Ada Gading Yang Tak Dapat Retak,maka kritik dan saran yang
bersifat konstruksif sangat penulis harapkan demi kemajuan dan kualitas tugas ini,agar di
kesempatan lain saya dapat membuat yang lebih baik dari ini.

Yogyakarta, 01 juni 2011


Penulis

( Lukman Cahyaningtyas )

HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan

untuk

melengkapi

MIKROPALEONTOLGI

menyelesaikan
LAPORAN
RESMI
PRAKTIKUM
ANALISISA UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN pada

smester IV tahun 2011 Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional STTNAS
Yogyakarta.

Disusun oleh:
Nam : Iskandar Tuasamu
NIM : 410009033
Jurusan : T. Geologi

Disahkan oleh

Mahasiswa

(Asisten Mikropaleontologi)

(Iskandar Tuasamu)

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini disusun untuk melengkapi menyelesaikan Laporan Resmi Praktikum


Mikropaleontologi Analisa Umur dan Lingkungan Pengendapan, jurusan teknik Geologi, Sekolah
Tinggi Teknologi Nasional STTNAS Yogyakarta.
Di susun oleh:

Lukman Cahyaningtyas
410009020

Di sahkan oleh :

Asisten Mikropaleontologi

LABORATORIUM SOFTROCK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2011

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...............................................................................................................


Halaman Pengesahan......................................................................................................
Kata Pengantar...............................................................................................................
Daftar Isi.........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................


1.2 Maksud dan Tujuan....................................................................................................
1.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian................................................................
1.3.1 Lokasi...................................................................................................................
1.3.2 Daerah Kesampaian..............................................................................................
1.4 Metode Penelitian.......................................................................................................
1.5 Alat dan Bahan...........................................................................................................
1.6 Metode Preparasi........................................................................................................
1.7 Jumlah Sample............................................................................................................
1.8 Fosil yang Digunakan.................................................................................................

1
3
3
3
4
4
5
5
6
7

BAB II DASAR TEORI................................................................................................

2.1 Mikropaleontologi dan Mikrofosil.............................................................................

2.2 Kegunaan dari Mikrofosil..........................................................................................

2.3 Makna dan Tatanama Penamaan Fosil.......................................................................

16

2.4 Pengenalan Cangkang Foraminifera Plangton dan Bentos........................................

20

2.4.1

Septa dan Suture....................................................................................................

23

2.4.2

Jumlah Kamar dan Jumlah Putaran......................................................................

24

2.4.3

Aperture................................................................................................................

25

2.4.4

Ornamen (hiasan) Foraminifera.....................................................................

30

2.4.5

Komposisi Test Foraminifera.............................................................................

35

2.5 Beberapa Contoh Foraminifera Plangtonik dan Bentonik........................................

36

2.6

46

Aplikasi Foraminifera...............................................................................

BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................

47

3.1 Pendeskripsian Foraminifera......................................................................................

49

3.2 Aplikasi Dari Pemanfaatan Foraminifera..

78

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................................

53

SARAN ......

54

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

56

LAMPIRAN.....................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau

test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil,

setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari
kamar-kamar yang tersusun sambung-menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada
yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan
satu lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikelpartikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO 3 (kalsit atau aragonit)
tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100
mikrometer sampai 20 sentimeter.
Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus
berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera
bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas
bumi.
a. Biostratigrafi
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan
bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan
umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada
di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu.
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies
yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai
populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua
lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan
atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.

b. Paleoekologi dan Paleobiogeografi


Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena
spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang ahli
paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau

tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan
posisi daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan
perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es.
Sebuah contoh kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang masih
hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat
digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau - di tempat kumpulan fosil foraminifera
diperoleh - ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika sebuah perconto mengandung
kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada
beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk
tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik
(prosentase foraminifera plangtonik dari total kumpulan foraminifera plangtonik dan bentonik),
rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia
material penyusun cangkang.
Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan sifat
kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perban-dingan isotop oksigen
stabil tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih
banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera
plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia
telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa lampau. Data
tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah berubah di masa lampau
dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang akan datang (keakurasiannya
belum teruji).
1.2.

Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui umur dan
lingkungan pengendapan pada daerah penelitian tersebut

berdasarkan keterdapatan

mikrofosil (foraminifera plangtonik) didaerah tersebut menggunakan prisnsip biostratigrafi.


1.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian
1.3.1 Lokasi

Lokasi tempat penelitian adalah di Desa (Dusun) Gejawan, Jalan Wates KM


8,5,Kecamatn Gamping, Kabupaten Sleman, Provinsi daerah istimewa Yogyakarta.Lokasi
secara geologi regional termasuk kedalam Formasi Sentolo dengan litologi batugamping
klastik.

Gambar 2. Peta daerah penelitian Kecamatan Gamping (Gejawan,Sleman,Yogyakarta)

Gambar 3. Daerah Penelitian di desa (dusun) Gejawan.


1.3.2 Daerah Kesampaian
Untuk menempuh daerah penelitian berjarak kira- kira 30 km dari Kampus
STTNas Yogyakarta, atau sekitar 20 km dari kota Yogyakarta, memakan waktu sekitar 45
menit dan

kesampaian daerah di tempuh dengan sepeda motor berombongan atau

berkelompok.

1.4 Metode Penelitian


Adapun Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Channel Sampling
yaitu teknik sampling pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m). Biasanya dilakukan
pada litologi yang seragam atau pada perselingan yang cepat. Sampel diambil pada setiap
perubahan unit litologi.Metode tersebut sudah cukup untuk mewakali bagian atas, tengah
dan bawah.

1.5 Alat dan Bahan

Peralatan yang dipakai selama sampling dan analisa lab adalah :


Pada saat Sampling di lapangan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Palu Sedimen
Meteran
Larutan HCl
Kantong Plastik dan label
Buku lapangan
Kamera digital

Palu sedimen dan HCl dipakai untuk sampling di lapangan


Pada saat preparasi diperlukan alat dan bahan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Mesh ukuran 60,80 dan 100


Palu Sedimen (palu besi)
Wadah / cawan tempat sedimen
Larutan H2O2 (10 - 15%)
Air ( Air kran )
Oven
Wadah kecil ( dari besi ), sebagai tempat sedimen setelah dicuci
Label
Kantong kecil sebagai tempat sedimen setelah dikeringkan di oven

Pada saat analisa fosil di Laboratorium Mikropaleontologi diperlukan alat dan bahan
seperti berikut ini :
a.
b.
c.
d.

Mikroskop binokuler
Kertas sample ( sebagai tempat mikrofosil yang akan di analisa )
Peralatan tulis ( kertas deskripsi, bolpen)
Wadah kecil sebagai tempat pencarian mikrofosil

1.6 Metode Preparasi


Untuk

proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor lainnya

digunakan metode residu, digunakan paling cocok karena batuannya berupa batuan
sedimen befraksi halus seperti: batulempung, serpih, batulanau, batupasir gampingan,
dan batugamping klastik halus
Langkah- langkah dalam preparasi mikrofosil (metode residu) yaitu :
1. Ambil + 100 - 300 gram sedimen kering.
2. Jika keras atau agak keras ditumbuk pelan-pelan dengan palu besi / porselen.
3. Larutkan sedimen tersebut dengan H2O2 (10 - 15%) agar mikrofosil
terpisah dari matrik pengikatnya.
4. Tunggu 2-5 jam sampai tidak ada reaksi lagi.
5. Cuci dengan air deras di atas saringan berukuran 30 - 60 - 100 mesh.
6. Ambil dan keringkan residu yang teringgal pada searingan 60 dan 100
mesh dengan menggunakan oven (+ 600 C).
7. Setelah kering masukkan kedalam kantong plastik dan diberi label sesuai
nomor sampel yang dipreparasi.
8. Sampel siap dideterminasi.

1.7 Jumlah Sample

Jumlah sample ada 6 buah kantong sample yang berisi persample lapisan setiap
batuan sebesar genggaman tangan. Setiap dua sample mencirikan satu lapisan yang
nantinya mewakili dengan ukuran mesh yang berbeda (mesh 60 dan mesh 100). Ada 3
lapisan dan 6 sample.Ke enam sample tersebut cukup untuk mewakili bagian bawah,
tengah, dan atas.
1.8 Fosil yang Digunakan
Fosil yang digunakan dalam determinasi dan tahapan dalam penelitian umur dan
lingkungan pengendapan lebih lanjut adalah mikrofosil : Foraminifera Plangtonik dan
foraminifera benthonik, tetapi untuk lebih diutamakan Fosil Foraminifera plangtonik
karena akan dihubungkan dengan tujuan akhir penentuan umur batuan,sedangkan fosil
benthonik hanya untuk zone pengendapan (terbentuknya).

BAB II
DASAR TEORI
1.2.

Mikropalenteologi dan Mikrofosil

Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua sisa-sisa


organisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara laian adalah mikrofosil, klasifikasi,
morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap stratigrafi.
Paleontology adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari kehidupan masa lampau yang
didasarkan atas fosil tanaman atau hewan.yang terbagi atas:
2. Makropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil dengan ukuran relatif

besar sehingga

mempelajarinya tidak menggunakan alat bantu seperti loupe dan mikroskop.


3. Mikropalenteologi yaitu mempelajari fosil-fosil yang berukuran relatif kecil sehingga dalam
pengamatan menggunakan alat bantu seperti mikroskop binokuler, mikroskop elektron dll.

Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936)


Setiap fosil (biasanya kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di
bawah mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran
sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki
organisme, embrio dari foil-fosil makro

serta bagian-bagian tubuh dari fosil makro yang

mengamainya menggunakan mikroskop serta sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari
golongan

foraminifera

kenyataannya

foraminifera

mempunyai

fungsi/berguna

untuk

mempelajarinya.
Dari cara hidupnya dibagi menjadi 2 :
1. Pellagic (mengambang)
a. Nektonic (bergerak aktif)
b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya
2. Benthonic (pada dasar laut)
a. Secile (mikro fosil yang menambat/menepel)
b. Vagile (merayap pada dasar laut)
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu identik
dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi struktur dimana dapat
digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta lipatana.
2.3.

Kegunaan dari Mikro Fosil

1.

Beberapa manfaat fosil antara laian sebagai berikut:


Dalam korelasi untu membantu korelasi penampang suatu daerah dengan daerah lain baik

2.

bawah permukaan maupun di permukan.


Menentukan umur misalnya umur suatu lensa batu pasir yang terletak di dalam lapisan
serpih yang tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil yang ada dalam batuan yang

3.
4.

melingkupi.
Membantu studi mengenai species.
Dapat memberikan keterangan-keterengan palenteologi yang penting dalam menyusun

5.

suatu standar section suatu daerah.


Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi/regresi serta tebal/tipis lapisan.

Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :


1. Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu
Yaitu fosil yang dipergunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini mempuyai
penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal.
Contohnya : Globorotalina Tumida penciri N18 atau Miocen akhir.
2. Fosil bathymetry/fosil kedalaman
Yaitu fosil yang dipergunakan untuk menentukan lingkungan kedalaman pengendapan.
Umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar. Contohnya : Elphidium spp
penciri lingkungan transisi.
3. Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic
Yaitu fosil yang mencirikan khas yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan. Contoh :
Globorotalia tumida penciri N18.
4. Fosil lingkungan
Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan sedimentasi. Contohnya :
Radiolaria sebagai penciri lingkungan laut dalam.
5. Fosil iklim
Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk iklim pada saat itu. Contohnya :
Globigerina Pachyderma penciri iklim dingin.
2.4.

Makna dan Tata Nama Penamaan Fosil


Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (1707-1778) yang kemudian melatinkan namanya

menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang dikenal dengan LAW OF PRIORITY,
1958 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan pada suatu
individu tidak dipergunakan untuk individu yang lain.

Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan tingkat spesies
terdiri dari dua kata, tingkat subspesies terdiri dari tiga kata. Nama-nama kehidupan selalu
diikuti oleh nama orang yang menemukannya. Contoh penamaan fosil sebagai berikut:
- Globorotalia menardi exilis Blow, 1998
Arti dari penamaan adalah fosil hingga subspesies diketemukan oleh BLOW pada tahun 1969
- Globorotalia ruber elogatus (D Orbigny), 1826
Arti dari n. sp adalah spesies baru.
- Pleurotoma carinata GRAY, Var Woodwardi MARTIN
Arti dari penamaan adalah GRAY memberikan nama spesies sedangkan MARTIN
memberikan nama varietas.
- Globorotalia acostaensis pseudopima n sbsp BLOW, 1969
Arti dari n.sbsp adalah subspecies.
- Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Arti dari penamaan adalah fosil tersebut sinonim dengan dentalium rutteni yang diketemukan
MARTIN.
- Globorotalia of tumda
Arti dari penamaan ini adalah penemu tidak yakin apakah bentuk tersebut betul Globorotalia
tumida tetapi dapat dibandingkan dengan spesies ini.
- Spaeroidinella aff dehiscens
Arti dari penamaan tersebut adalah fosil ini berdekatan (berfamily) dengan sphaeroidinella
dehiscens. (aff = affiliation)
- Ammobaculites spp
Artinya mempunyai bermacam-macam spesies
- Recurvoides sp
Artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)
2.5.
Pengenalan Cangkang Foraminifera Plankton dan Bhentos
2.5.1. Susunan kamar
1. Susunan kamar foraminifera plankton
Susunan kamar foraminifera plankton dibagi menjadi :
Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat dan
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh: Hastigerina
Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contohnya : Globigerina.
Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral menutupi
sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh: Pulleniatina.

Gambar 2.1. Penampang Ventral, Dorsal dan Sentral Foraminifera


2. Susunan kamar foraminifera benthos
Susunan kamar foraminifera benthonik memiliki kemiripan dengan foraminifera plantonik,
susunan kamar dan bentuknya dapat dibedakan menjadi :

a. Monothalamus yaitu susunan dan bentuk kamar-kamar akhir foraminifera yang hanya
terdiri dari satu kamar. Macam-macam dari bentuk monothalamus antara lain adalah :
Bentuk globular atau bola atau spherical, terdapat pada kebanyakan subfamily
saccaminidae. Contohnya: Saccammina

Gambar 2.2. Saccammina


Berbentuk botol (flarkashaped), terdapat pada kebanyakan subfamily proteonaniae.
Contoh: Lagena.

Gambar 2.3. lagena


Berbentuk tabung (tabular), terdapat pada kebanyakan subfamily Hyperminidae.
Contoh: Hyperammina, Bathysiphon.

Gambar 2.3. Hyperammina


Berbentuk antara kombinasi botol dan tabung.
Contohnya : Lagena

Gambar 2.4. Lagena


Cyclical atau annular chamber

Planispiral pada awalnya kemudian terputar tak teratur.


Contoh : Orthovertella, Psammaphis.

Gambar 2.5. Orthovertella


Planispiral kemudian lurus (uncoiling).
Contoh : Rectocornuspira.

Gambar 2.6. Rectocornuspira


Cabang (bifurcating).
Contohnya : Rhabdamina abyssorum.

Gambar 2.7. Rhabdamina abyssorum


Zig-zag. Contohnya Lenticulina sp.

Gambar 2.8. Lenticulina sp.


Stellate
Fistoluse
Arburescent. Contohnya : Dendrophyra crecta.

Gambar 2.9. Dendrophyra crecta


Radiate. Contohnya : Astroshizalimi colasandhal.

Gambar 2.10. Astroshizalimi colasandhal


Tak teratur (irregular). Contohnya : Planorbulinoides reticnaculata.

Gambar 2.11. Planorbulinoides reticnaculata


Setengah lingkaran (hemispherical) contoh : Pyrgo murrhina.

Gambar 2.12. Pyrgo murrhina


Inverted v-shaped chamber (palmate). Contohnya : Flabellina rugosa.

Gambar 2.13. Flabellina rugosa

Dishotomously branched.
Milioline
Close coliled.
Seperti kerucut. Contohnya : Textularia cretoa.

Gambar 2.14. Textularia cretoa


Fusiform. Contohnya : Vaginulina laguman.

Gambar 2.15. Vaginulina laguman


Pyriform. Contohnya : Elipsoglandulina velascoensis.
Semicircular. Contohnya : Pavanina flabelliformis.

Gambar 2.16. Pavanina flabelliformis


b. Polythalamus
Polythalamus merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar foraminifera yang
memiliki lebih dari satu kamar. Misalnya uniserial saja atau biserial saja. Macam-macam
polythalamus antara lain :
Uniformed yang terbagi menjadi:
1. Uniserial yang terbagi lagi mejadi:
Rectilinear (linear punya leher) test uniserial terdiri atas kamr-kamar bulat
yang dipisahkan dengan stolonxy atau neck. Contohnya : Siphonogerina,
Nodogerina.

Gambar 2. 17. Siphonogerina

Linear tanpa leher yaitu kamar tidak bulat dan satu sama lain tidak
dipisahkan leher-leher. Contohnya : Nodosaria.

Gambar 2.18. Nodosaria


Equitant unserial yaitu test uniserial yang tidak memiliki leher tetapi
sebaliknya kamarnya sangat berdekatan sehingga menutupi sebagian yang
lain. Contohnya : Glandulina.

Gambar 2.19. Glandulina


Curvilinier/uniserial arcuate yaitu test uniserial tetapi sedikit melengkung
dan garis batas kamar satu dengan yang lain atau suture membentuk sudut
terhadap sumbu panjang. Contohnya: Dentalina.

Gambar 2.20. Dentalina


Kombinasi antara rectilinier dengan linier tanpa leher.
Coiled test atau test yang terputar, macam-macamnya antara lain :
Involute yaitu test yang terputar dengan putaran akhir menutupi putaran
yang sebelumnya, sehingga putaran akhir saja yang terlihat. Contoh :
Elphidium.

Gambar 2.21. Elphidium


Evolute yaitu test yang terputar dengan seluruh putarannya dapat
terihat. Contohnya : Anomalia
Nautiloid yaitu test yang terputara dengan kamr-kamar dibagian
umbirical (ventral) menumpang satu sama lain. Sehingga kelihatan
kamar-kamarnya lebih besar dibagian peri-peri dibandingkan dibagian
umbilicus. Contoh: Nonion.

Gambar 2.22. Nonion


Rotaloid test merupakan test yang terputar tidak pada satu bidang
dengan posisi pada dorsal seluruh putaran terlihat, sedangkn pada
ventral hanya putaran terakhir terlihat. Contoh : Rotalia.

Gambar 2.23. Rotalia


Helicoids test merupakan test yang terputar meninggi dengan
lingkarannya

cepat

menjadi

besar.

Terdapat

Globigeriniidae (plankton) contoh: Globigerina.

pada

subfamily

Gambar 2.24. Globigerina.


2. Biserial yaitu test yang tersusun oleh dua baris kamar yang terletak berselangseling. Contoh : Textularia.

Gambar 2.25. Textularia


3. Teriserial yaitu test yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak berselangseling. Contoh : Uvigerina, Bulmina.

Gambar 2. 26. Uvigerina


Biformed test merupakan dua macam susunan kamar yang sangat berbeda satu
dengan yang lainnya dalam sebuah test, misalnya biserial pada awalnya kemudian
menjadi uniserial pada akhirnya. Contoh : Bigerina.

Gambar 2. 27. Bigerina.


Triformed test yaitu tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test misalnya permulan
biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya menjadi uniserial. Contohnya :
Vulvulina.

Gambar 2.28. Vulvulina


Multiformed test merupakan dalam sebuah test lebih dari tiga susunan kamar, bentuk
ini jarang ditemukan.
2.6.2. Bentuk test dan kamar foraminifera
Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera, sedangkan bentuk kamar
merupakan bentuk masing-masing kamar pembentuk test.

Macam-macam pembentuk test antara lain :


Tabular (berbentuk tabung), contohnya Bathyspiral rerufescens
Bifurcating (bentuk cabang), contohnya Rhabdammina abyssorum.
Radiate (bentuk radial), contohnya Astrorizalimicola sandhal.
Arborescent (bentuk pohon), contohnya Dendrophrya crecta.
Irregular (bentuk tak teratur), contohnya Planorbulinoides sp.
Hemispherical (bentuk setengah bola), contohnya Pyrgo murrhina.
Zig-zag (bentuk berbelok-belok), contohnya Lenticulina.
Lancealate (bentuk seperti gada), contohnya Guttulina sp.
Conical (bentuk kerucut), contohnya Textularilla cretos.
Spherical (bentuk bola), contohnya Orbulina universa.
Discoidal (bentuk cakram), contoh Cycloloculina miocenica.
Fusiform (bentuk gabungan), contohnya Vaginulina leguman.
Biumbilicate (mempunyai dua umbilicus), contohnya Anomalinella rostrata.
Biconvex (bentuk cembung di kedua sisi), contohya Robulus nayaroensis.
Flaring (bentuk seperti obor), Goesella rotundeta.
Spiroconvex (bentuk cembung di sisi dorsal), contohnya Cibicides refulgens.
Umbilicoconvex (bentuk cembung di sisi ventral), contohnya Pulvinulinella pacivica.
Lenticular biumbilicate (bentuk lensa), contohnya Cassidulina laevigata.
Palmate (bentuk daun), contohnya Flabellina frugosa.
Macam-macam bentuk kamar antara lain :
Spherical, contohnya Ellipsobulimina sp
Pyriform, contohnya Ellipsoglandulina velascoensis.
Tabular, contohnya Pleurostomella subhodosa.

Gambar 2.29. Bentuk-bentuk test foraminifera


Globular, contohnya Globigerina bulloides.

Ovate, contohnya Guttlina problema.


Angular truncate, contohnya Virgulina gunteri.
Hemispherical, contohnya Pulleniatina obliquiloculata.
Angular rhomboid, yaitu Globorotalia tumida.
Radial elongate, contohnya Clavulina insignis.
Clavate, contohnya Hastigerinella bermudezi.
Tubulospinate, contohnya Hantkeninaalabamensis.
Cyclical, contohya Cycloloculina miocenica.
Flatulose, contohnya Pleurostamella clavata.
Semicircular, contohnya Pavonina flabelliformis.
2.6.3. Septa dan suture
Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan lainnya, biasanya terdapat
lubang-lubang halus yang disebut foramen. Septa tidak dapat terlihat dari luar test, sedangkan
yang tampak pada dinding luar test hanya berupa garis yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terlihat pada dinding luar test, merupakan perpotongan septa
dengan dinding kamar. Suture penting dalam pengklasifikasian foraminifera karena beberapa
spesies memiliki suture yang khas.
Macam-macam bentuk suture :
Tertekan (melekuk), rata atau muncul dipermukaan test. Contohnya: Chilostomella colina.

Gambar 2.30. Chilostomella colina.

Lurus, melengkung lemah, sedang atau kuat. Contoh: Orthomorphina challegeriana

Gambar 2.31. Orthomorphina challegeriana

Suture yang mempunyhai hiasan. Contohnya: Elphidium incertum untuk hiasan berupa
bridge.

Gambar 2.32. Elphidium incertum


2.6.4. Jumlah kamar dan jumlah putaran
Mengklasifikasikan foraminifera berdasarkan jumlah kamar dan jumlah putaran perlu
diperhatikan. Karena spesies tertentu mempunyai jumlah kamar pada sisi ventral yang hampir
pasti sedang dan pada bagian sisi dorsal akan berhubungan erat dengan jumlah putaran. Jumlah
putaran yang banyak umumnya mempunyai jumlah kamar yang banyak pula , namun jumlah
putaran itu juga jumlah kamarnya dalam satu spesies mempunyai kisaran yang hampir pasti.
Pada susunan kamar trochospiral jumlah putaran dapat diamati pada sisi dorsal, sedangkan pada
planispiral jumlah putaran pada sisi ventral dan dorsal mempunyai kenampakan yang sama.
Cara menghitung putaran adalah dengan menentukan arah putaran dari cangkang. Kemudian
menentukan urutan pertumbuhan kamar-kamarnya dan menarik garis pertolongan yang
memotong kamar 1 dan 2 dan menarik garis tegak lurus yang melalui garis pertolongan pada
kamar 1 dan 2.

Gambar 2.33. Formar perhitungan kamar foraminifera


2.6.5. Aperture
Aperture foraminifera plankton
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar terakhir. Khusus
foraminifera plankton mempunyai bentu aperture maupun variasinya lebih sederhana. Umumnya
mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal yang terletak pada dasar (tepi) kamar terakhir
(septal face) dan melekuk kedalam, terdapat pada bagian ventral (perut).
Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton :
1. Primary aperture interiomarginal, yaitu :
Primary aperture interiomarginal umbilical adalah aperture utama interiomarginal
yang terletak pada daerah umbilical atau pusat putaran. Contoh : Globigerina.
Primary aperture interiomarginal umbilical extra umbilical yaitu aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus melebar sampai peri-peri.
Contohnya : Globorotalia.
Primary aperture interiomarginal equatorial yaitu aperture utama interiomarginal
yang terletak pada daerah equator, dengan cirri-ciri dari samping terlihat simetri dan

hanya dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran
akhir dengan putaran sebelumnya pada peri-peri. Contohnya : Hestigerina.
2. Secondary aperture/supplementary aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang tambahan dari aperture
utama.contoh : Globigerinoides.
3. Accessory aperture
Yaitu aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture tambahan.
Contohnya : Catapsydrax.
Aperture foraminifera benthos
Golongan benthos memiliki bentuk aperture yang bervariasi dan aperture itu sendiri merupakan
bagian penting dari test foraminifera, karena merupakan lubang yang protoplasma organisme
tersebut bergerak keluar dan masuk. Macam-macam aperture foraminifera benthos antara laian :
1. Simple aperture
Open end of tube/at end of tabular chamber.
At base of aperture face.
In middle apertural face.
Aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak diujung sebuah
test (terminal) lubangnya bulat. Contoh : Lagena, Frondioularia.. Falmula.
Aperture
Virgulina/Loop
shaped/comma
shaped,
mempunyai
koma/melengkung,

tetapi

tegak

lurus

pada

permukaan

s eptum/s eptal face. Contoh: Virgulina, Bulim ina.


With neck and phialine lip.
Aperture Phyaline, merupakan sebuah lubang yang terletak di ujung neck
yang pendek tapi menyolok.
Entosolenia tube.
Aperture
slit like, berbentuk lubang sempit yang memanjang,
dijumpai pada

foraminifera

yang

bertest

h ya l i n e .

umum
Contoh:

N o n i o n , F u l l e n i a , N o n i o n e l a , Tex t u l a r i a .
Lateral/Hooded, Subterminal.
Cruciform.
Aperture Crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda. Contoh: Nodosarella.
2. Apertural teeth
Sangle/With single tooth.
Apertural flap/with valvular tooth.
Pleurostomelline bifid /bifid tooth.
Umbilical teeth.
Modified tooth.
Lateral flanges .
3. Supplementary aperture

Sangle/With single tooth.


Apertural flap/with valvular tooth.
Pleurostomelline bifid /bifid tooth.
Umbilical teeth.
Modified tooth.
Lateral flanges .
Dendritik.
Apertur yang memancar (radiate), terminal sangat umum pada famili
Nodosaridae dan ' Yolymorphinidae merupakan sebuah lubang yang,bulat,
tetapi mempunyai pematang yang memancar

dari

pusat

lubang.

Contoh

Nodosaria, Folymorphina.
Radiate with apertural chamberlet.
Median and peripheral/peripheral and areal.
4. Multiple aperture
M ultiple sutural, aperture yan g terdiri dari ban ya k, lubang, terletak di
sepanjang suture.
Multiple equatorial, Interiomarginal at base of apertural face.
Aperture
cribrate/areal, cribrate/inapertural face cribrate. Bentuknya
seperti saringan, lubang umumnya halus dan terdapat pada permuk aan

5.

kamar akhir. Contoh Cribostomun.. Hiliola., Ammomassilina.


At base and in apertural face/areal multiple.
Terminal.
Areal supplementary.
Sutural and umbilical canal openings
Primary aperture
Umbilical.
Interiomarginal'umbilical extra umbilical/simple aperture lip/ventral
peripheral.
Spilo umbilical/interiomarginal equatorial

and

Gambar 2.34. Macam-macam aperture foraminifera

2.6.6. Oranamen (hiasan) foraminifera


Ornament atau hiasan juga dapat dipakai sebagi penciri khas untuk genus atau spesies tertentu
contohnya pada genus Globoquadina yang memiliki hiasan pada aperture yaitu flap.
Berdasarkan letak hiasannya dapat dibagi mejadi :
1. Pada suture antara lain
Suture bridge (bentuk suture yang menyerupai jembatan), contohnya Sphaeroidinella
dehiscens

Gambar 2.35. Sphaeroidinella dehiscens


Suture limbate (bentuk suture yang tebal), contohnya Globotruncana angusticarinata.
Retral processes (bentuk suture zig-zag), contohnya Elphidium incertum.

Gambar 2.36. Elphidium incertum


Raised bosses (bentuk suture benjol-benjol), contohnya Globotruncana calcarat.

Gambar 2.37. Globotruncana calcarat.


2. Pada umbilicus, antara lain :
Depply umbilicus (umbilicus yang berlubang dalam), contohnya Globoquadrina
dehiscens.

Gambar 2.38. Globoquadrina dehiscens


Open umbilicus (umbilicus yang terbuka lebar), contohnya Spaerodinella dehiscens.

Gambar 2.39. Spaerodinella dehiscens


Umbilical flap (umbilicus yang mempunyhai penutup), contohnya Robulus sp.

Gambar 2.40. Robulus sp


Ventral umbo (umbilicus yang menonjol di permukaan), contohnya Cibicides.

Gambar 2.41. Cibicides.


3. Pada peri-peri antara lain
Keel (lapisan tipis dan bening), contohnya Globorotalia menardi.

Gambar 2.42. Globorotalia menardi


Spine (bentuk menyerupai duru), contohnya Hantkenina alabamensis.

Gambar 2.43. Hantkenina alabamensis


4. Pada aperture antara lain
Lip/rim (bibir aperture yang menebal), contohnya Globogerina nepenthes.

Gambar 2.44. Globogerina nepenthes.


Flap (bentuk menyerupai anak lidah), contohnya Globoquadrina dehiscens.

Gambar 2.45. Globoquadrina dehiscens.


Tooth (bentuk menyerupai gigi), contohnya Globorotalia nana.

Gambar 2.46. Globorotalia nana.


Bulla (bentuk segi enam yang teratur), contohnya Catapydrax dissimilis

Gambar 2.47. Catapydrax dissimilis


Tegilla (bentuk yang tak teratur), contohnya Catapsydrax stainforty.

Gambar 2.48. Catapsydrax stainforty


5. Pada permukaan test
Smooth (permukaan yang licin), contohnya Pulleniatina primalis.

Gambar 2.49. Pulleniatina primalis.


Punotate (permukaan bintik-bintik), contohnya Orbulina bilobata

Gambar 2. 50. Orbulina bilobata


Reticulate (permukaan seperti sarang madu), contohnya Hedbergelina washitensis.

Gambar 2.51. Hedbergelina washitensis.


Pustulose (permukaan dengan tonjolan-tonjolan bulat), contohnya Rugoglobigerina
rotundata.

Canceliate (permukaan dengan tonjolan yang memenjang), contohnya Rugoglobigerina


rugosa.

Gambar 2.52. Rugoglobigerina rugosa


Axial costae (permukaan dengan garis searah sumbu), contohnya Amphicoryna
separans.
Spiral costae (permukaan dengan garis searah putaran kamar), contohnya Lenticulina
costata.

Gambar 2.53. Lenticulina costata.


2.6.7. Komposisi test foraminifera
Berdasarkan komposisnya test foraminifera dikelompokkan menjadi empat, yaitu ;
1. Dinding chitin/tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera dengan dinding
seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai dinding chitin, antara
lian :
Golongan allogromidae
Golongan miliolidae
Golongan lituolidae
Beberapa golongan Astroizidae
Cirri-ciri dinding chitin adalah fleksibel, transparan, berwarna kekuningan dan imperforate.
2. Dinding arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan agglutinin terbuat dari zat atau material asing disekelilingnya kemudian
direkatkan satu sama lain dengan zat perekat oleh organisme tersebut. Pada dinding arenaceous
materialnya diambil dari butir-butir pasir saja, sedangkan agglutinin materialnya diambil dari
butir-butir pasir, sayatan-sayatan mika, spone specule, fragmen-fragmen foraminifera lainnya
dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin, oksida besi, silica dan gampingan. Zat perekat
gampingan adalah cirri khas dari foraminifera yang hidup di perairan tropis, sedangkan zat
perekat silica khas untuk foraminifera yang hidup di perairan dingin.
Contoh :
Dinding aglitinous
: Ammobaculites aglutinous
Dinding Arenaceous : Psammosphaera
3. Dinding siliceous

Beberapa ahli (Brady, Hubler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding silicon dihasilkan
oleh organisme itu sendiri. Menurut Glessner dinding silicon berasal dari zat primer (organisme
itu sendiri)maupun zat skunder. Tipe dinding ini jarang ditemukan, hanya dijumpai pada
beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies dari Miliolidae.
4. Dinding calcareous/gampingan
Dinding yang terbuat dari zat gampingan dijumpai pada sebagian besar foraminifera. Dinding
gampingan dapat dikelompokkan menjadi :
Gampingan porselen : adalah dinding gampingan yang tidak berpori, mempunyai
kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar berwarna putih opaque. Contohnya
Quingueloculina, Pyrgo.

Gambar 2.54. Quingueloculina


Gamping granular : adalah dinding yang terbuat dari Kristal-kristal kalsit yang granular,
pada sayatan tipis terlihat gelap. Contohnya Endothyra.
Gamping komplek : dinding yang dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari satu
lapis yang homogen, kadang terdiri dari dua bahkan empat lapis. Terdapat pada glongan
Fussulinidate.
Gamping hyaline : terdiri dari zat-zat gamping yang trasparan dan berpori. Kebanyakan
dari foraminifera plankton yang mempunyai dinding seperti ini.

2.7. Beberapa Contoh Foraminifera Planktonik dan Benthonik


2.7.1. Foraminifera Planktonik
2.7.1.1.
Family Globigerinidae
Family globigerinidae terdiri dari beberapa genus antara lain:
1. Genus Cribohantkenina
Cirri-ciri morphologi sama dengan hantkenina tetapi kamar akhir sangat gemuk dan mempunyai
CRISRATE yang terletak pada plular apertural face. Contoh: Cribrohantkenina bermudesi
(p16)

Gambar 2.55. Cribrohantkenina bermudesi


2. Genus Hastigerina
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test biumbilicate, susunan kamar
planispiral involute atau Loosely Coiled. Aperture berbentuk parabola, terbuka lebar dan
terletak pada apertural face. Contoh: Hastigerina aequilateralis (N14- N23)
3. Genus Clavigerinella
Dengan cirri-ciri morphologi dinding test hyaline. Bentuk test pipih panjang, susunan kamar
involute, radial elongate atau clavate. Contoh: Clavigerinella jarvisi (P13- P15).

Gambar 2.56. Clavigerinella jarvisi


4. Genus Pseudohastigerina
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test biumbilicate, susunan kamar
planispiral involute atau Loosely Coiled. Aperture terbuka lebar, berbentuk parabol dan
terletak pada apertureal face. Genus ini dipisahkan dari Hastigerina karena testnya yang lebih
pipih.
5. Genus Cassigerinella
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline. Susunan kamar pada permulaan planispiral
dan seterusnya tersusun secara biserial. Aperture berbentuk parabol dan terletak didasar apertural
face.Contoh: Cassigerinella chipolensis

(P18-N13).

Gambar 2.57. Cassigerinella chipolensis


2.7.1.2.
Famili Globorotaliidae
Family ini umumnya mempuyai test biconvex, bentuk kamar subglobular, susunan kamar
trochospiral , Aperture memanjang dari umbilicus ke pinggir test dan terletak pada dasar
apertural face. Pinggir test ada yang mempunyai keel dan ada yang tidak.

Berdasarkan bentuk test, bentuk kamar, aperture dan keel, maka family ini dapat dibagi atas dua
genus, yaitu :
1. Genus Globorotalia
Cirri-ciri morphologi dengan test hyaline, bentuk test biconvex, bentuk kamar subglobular, atau
angular conical. Aparture memanjang dari umbilicus ke pinggir test. Pada pinggir test terdapat
keel dan ada yang tidak. Berdasarkan ada tidaknya keel maka genus ini dapat dibagi menjadi
dua sub genus, yaitu :
- Subgenus Globorotalia
Subgenus ini mencakup seluruh glabarotalia yang mempunyai keel. Membedakan subgenus ini
dengan yang lainnya maka dalam penulisan spesiesnya, biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh: Globorotalia (G) tumida (N18-N23)
A
b
c
a. Menrangkan genus.
B. Menerangkan subgenus.
C. Menerangkan species.
- Suibgenus Turborotalia
Subgenus mencakup seluruh globorotalia yang tidak memiliki keel. Membedakannya, maka
subgenus turborotalia dalam penulisan spesiesnya diberi kode :
Contoh : Globorotalia (ST) Siakensis (N2- N14)
2. Genus truncorotaloides
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline bentuk test truncate , bentuk kamar angular
truncate. Susunan kamar umbilical convex trochospiral dengan deeply umbilicus. Aperture
terbuka lebar yang memanjang dari umbilicus ke pinggir test. Cirri-ciri khasnya dari genus ini
ialah terdapatnya sutural supplementary aperture dan dinding test yang kasar (seperti berduri)
yang pada genus globorotalia hal ini tidak akan dijumpai. Subgenus ini tidak dibahas lebih
lanjut, karena terdapat pada lapisan tua Eosen Tengah.
Contoh: Truncorotaloides rahri
(P13- P14)
2.7.1.3.
Family Globigeriniidae
Family ini pada umumnya mempunyai bentuk test sperichal atau hemispherical, bentuk kamar
glubolar dan susunan kamar trochospiral rendah atau tinggi. Apaerture pada umumnya terbuka
lebar dengan posisi yang terletak pada umbilicus dan juga pada sutura atau pada apertural face.
Berdasarkan bentuk test, bentuk kamar, bentuk aperture dan susunan kamar maka family ini
dapat dibagi atas 14 genus yaitu:
1. Genus Globigerina

Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test speroical, bentuk kamar globural,
susunan kamar trochospiral. Aperture terbuka lebar dengan bentuk parabol dan terletak pada
umbilicus. Aperture ini disebut umbilical aperture.
2. Genus Globigerinoides
Ciri-ciri morphologi sama dengan Globigerina tetapi mempunyai supplementary aperture,
dengan demikian dapat dikatakan bahwa globigerinoides ini adalah Globigerina yang
mempunyai supplementary aperture. Contohnya: Globigerinoides primordius. (N4)
3. Genus globoquadina
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar globural, dan
susunan kamar trochoid. Aperture terbuka lebar dan terletak pada umbilicus dengan segi empat
yang kadang-kadang mempunyai bibir. Contohya: Globoquadrina alrispira
4. Genus Globorotaloides
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Globorotalia tetapi umbilicusnya tertutup oleh Bulla
(bentuk segi enam yang tertutup).
5. Genus Pulleniatina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar globural,
susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang dari umbilicus ke arah
dorsal dan terletak di dasar apertural face. Contohnya: Pulleniatina obliquiloculate (N19 N23)
6. Genus Sphaeroidinella
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar
globural dengan jumlah kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture
terbuka lebar dan memanjang didasar sutura. Pada dorsal terdapat supplementary aperture.
Salah satu spesies yang termasuk genus ini beserta gambar dan keterangan. Spaeroidinella
dehiscens (N19 N23)
Test trochospiral, equatorial peri-peri lobulate sangat ramping, sumbu peri-peri membulat.
Dinding berlubang kasar, permukaan licin. Kamar subglobular menjadi bertambah melingkupi
pada saat dewasa, tersusun dalam tiga putaran, tiga kamar dari putaran terakhir bertambah
ukurannya secara cepat. Suture tidak jelas tertekan radial. Aperture primer interiomarginal
umbirical, atau 2 aperture skunder pada sisi belakang terdapat pada kamar terakhir.
7. Genus Sphaeroidinellopsis
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Spaeroidinella tetapi tidak mempunyai supplementary
aperture, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Spaeroidiniellopsis itu adalah Spearoidinella
yang tidak mempunyai supplementary aperture.
8. Genus Orbulina

Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline dan bentuk test spherical, serta aperture tidak
kelihatan (small opening). Aperture ini adalah akibat dari terselumbungnya seluruh kamar-kamar
sebelumnya oleh kamar terakhir. Beberapa speies yang termasuk pada genus ini beserta gambar.
Urbulina universa
Orbulina bilobata
9. Genus Biorbulina
Cirri-ciri morphologi sama dengan genus orbulina, tetapi gandeng dua.
10. Genus Praeorbulina
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical atau agak lonjong. Bentuk
lonjong ini diakibatkan oleh kamar-kamar terakhir yang menyelumbungi kamar-kamar
sebelumnya. Aperture utama tidak terlihat lagi, yang terlihat hanya supplementary aperture saja
yang berbentuk strip-strip.
11. Genus Candeina
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar globural. Jumlah
kamar tiga buah dan di sepanjang sutura terdapat sutural supplementary aperture. Contohnya:
Candeina nitida
12. Genus Globigerinatheca
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, dan bentuk kamar globular.
Susunan kamar pada permulaan trochospiral dan kemudian berangkuman (embracing).
Umbilicus tertutup dan terdapat secondary aperture yang berbentuk parabol dan kadang-kadang
tertutup bulla.
13. Genus Globigerinita
Cirri-ciri morphologi sama dengan genus globigerina tetapi dengan bulla.
14. Genus Globigerinatella
Cirri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, susunan kamar pada permulaan
trochospiral dan kemudian berangkuman. Umbilicus samar-samar karena tertutup bulla. Terdapat
sutural secondary aperture bullae dengan infralaminal aperture.
15. Genus Catapsydrax
Cirri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical, susunan kamar
trochospiral. Memiliki hiasan pada aperture yaitu berupa bulla pada catapsydrax dissimilis dan
tegilla pada catapsydrax stainforthi. Dengan memiliki accessory aperture yaitu infralaminal
accessory aperture pada tepi hiasan aperturenya. Contohnya: Catapsydrax dissimilis (N1 N8)
2.7.2. Pengenalan genus dan spesies foraminifera benthonik
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara vagile
(merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang digunakan untuk merayap pada benthos
yang vagile adalah pseudopodia. Terdapat yang semula sesile dan berkembang menjadi vagile

serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material penyusun test
merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan.
Foraminifera benthonik sangat baik digunakan untuk indikator paleoecology dan bathymetri,
karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ekologi dari foraminifera benthonic ini adalah :
Kedalaman laut
Suhu/temperature
Salinitas dan kimia air
Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis
Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)
Makanan yang tersedia
Tekanan hidrostatik dan lain-lain.
Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipe dari lautan yang
mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya. Streblus biccarii adalah tipe yang hidup pada
daerah lagoon dan daerah dekat pantai. Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena
merupakan percampuran antara air laut dengan air sungai.
Foraminafera benthos yang dapat digunakan sebagai indikator lingkungan laut secara umum
(Tipsword 1966) adalah :
Pada kedalaman 0 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak dijumpai genusgenus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella, Ammobaculites dan bentuk-bentuk
lain yang dinding cangkangnya dibuat dari pasiran.
Pada kedalaman 15 90 m (3-16 C), dijumpai genus Cilicides, Proteonina, Ephidium,
Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
Pada kedalaman 90 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna, Robulus, Nonion,
Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
Pada kedalaman 300 1000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina, Nonion,
Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Macam-macam genus dari foraminifera benthos yang sering dijumpai :
Genus Ammobaculites Chusman 1910
Termasuk famili Lituolidae, dengan cirri-ciri test pada awalnya terputar, kemudian menjadi
uniserial lurus, komposisi test pasiran, aperture bulat dan terletak pada puncak kamar akhir.
Muncul pada karbon resen.
Genus Amondiscus Reuses 1861
Termasuk famili Ammodiscidae dan ciri ciri test monothalamus, terputar palnispiral, kompisisi
test pasiran, aperture pada ujung lingkaran. Muncul Silur Resent.
Genus Amphistegerina d Orbigny 1826

Famili berbentuk lensa, trochoid, terputar involut, pada ventral terlihat surture bercabang tak
teratur, komposisi test gampingan, berpori halus, aperture kecil pada bagian ventral kecil pada
bagian ventral
Genus Bathysiphon Sars 1972
Termasuk famili Rhizamminidae dengan test silindris, kadang kadang lurus, monothalamus,
komposisi test pasiran, aperture di puncak berbentuk pipa. Muncul Silur Resent.
Genus Bolivina
Termasuk famili Buliminidae dengan test memanjang, pipih agak runcing, beserial, komposisi
gampingan, berposi aperture pada kamar akhir, kadang berbentuk lope, muncul Kapur Resent.
Genus d Orbigny 1826
Termasuk famili Buliminidae, test memanjang, umunya triserial, berbentuk kamar sub globular,
komoposisi gampingan berpori.
Genus Cibicides Monfort 1808
Termasuk famili Amonalidae, dengan cirri cirri test planoconvex rotaloid, bagian dari dorsal
lebih rata, komposisi gampingan berpori kasar, aperture di bagian ventral, pemukaan akhir
sempit dan memanjang.
Genus Decalina d Orbigny 1826
Termasuk famili Lageridae, dengan ciri ciri test pilythalamus, uniserial, curvilinier, suture
menyudut, komposisi test gampingan berpori halus, aperture memancar, terletak pada ujung
kamar akhir.
Genus Elphidium Monfort 1808
Termasuk famili Nonionidae dengan ciri cirri test planispiral, bilateral simetris, hampir
seluruhnya involute, hiasan suture bridge dan umbilical, komposisi test gampingan berpori,
aperture merupakan sebuah lubang/lebih pada dasar pemukaan kamar akhir.
Genus Nodogerina Chusman 1927
Termasuk famili Heterolicidae, degan test memanjang, kamar tersusun uniserial lurus, kompisi
test gampingan berpori halus, aperture terletak di puncak membulat mempunyai leher dan bibir.
Muncul Kapur Resen.
Genus Nodosaria Lamark 1812
Termasuk famili Lagenidae degan test lurus memajang, kamar tersusun uniserial, suturenya tegak
lurus, terhadap sumbu, pada pemulaaan agak bengkok kemudian lurus, komposisi gampingan
berpori, aperture di puncak berbentuk radier, muncul Karbon Resent.
Genus Nonion Monfort 1888

Termasuk famili Nonionidae dengan test cenderung involute, bagian tepi membulat, umumnya
dijumpai umbilical yang dalam, komposisi gampingan berpori , aperture melengkung pada
kamar akhir. Muncul Yura Resent.
Genus Rotalia Lanmark 1804
Umumnya suture menebal pada bagian dorsal, bagian ventral suturenya tertekan ke dalam,
komposisi test gampingan berpori, aperture pada bagian ventral membuka dari umbilical pinggir.
Genus Saccamina M. Sars 1869
Termasuk famili Sacanidae degan test globular, komposisi test dari material kasar, biasanya oleh
khitin berwarna coklat, aperture di puncak umumnya degan leher. Muncul Silur Resent.
Genus Textularia Derance 1824
Termasuk famili Textularidae test memanjang kamar tersusun biserial, morfologi kasar,
komposisi pasiran, aperture sempit memanjang pada permukaan kamar akhir. Muncul Devon
Resent.
Genus Uvigerina d Obigny 1826
Termasuk famili uvigeridae degan test fusiform, kamar triserial, komposisi berpori, aperture di
ujung dengan leher dan bibir. Muncul Eosen Resent.
2.7.3. Foraminifera Besar Bhentonik
Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di bandingkan degan yang lainnya.
Sebagian besar hidup didasar laut degan kaki semu dan type Letuculose, juga ada yang hidup di
air tawar, seperti family Allogromidae. Memiliki satu kamar atau lebih yang dipisahkan oleh
sekat atau septa yang disebut suture . aperture terletak pada permukaan septum kamar terakhir.
Hiasan pada permukaan test ikut menentukan perbedaan tiaptiap jenis. Foraminifera besar
benthonik baik digunakan untuk penentu umur.
Pengamatan dilakukan degan mengunakan sayatan tipis vertical, horizontal, atau, miring di
bawah miroskop. Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum ( A. Chusman
1927).
2.7.3.1.
Famili Discocyclidae
Genus Aktinocyclina : kenampakan luar bulat, tidak berbentuk bintang, di jumpai rusak
rusak yang memancar.
Genus Asterocyclina : kenampakan luar seperti bintang polygonal, dijumpai rusak rusak
radier.
Genus Discocyclina : kenampakam luar merupakan lensa, kadang bengkok menyerupai
lensa, kadang bengkok menyerupai pelana, kelilingnya bulat degan/ tanpa tonggak
tonggak.

2.7.3.2.
Famili Camerinidae
Genus Asslina : kenampakan luar pipih (lentukuler) discoidal, test besar ukuran 2 50
mm, di jumpai tonggak tonggak.
Genus Cycloclypeus : kenampakan luar seperti lensa dan kamar sekunder yang siku
siku terlihat dari luar.
Genus Nummulites : kenampakan luar seperti lensa, terputar secara planispiral, hanya
putaran terluar yang terlihat, pada umumnya licin.
2.7.3.3.
Famili Alveolinelliadae
Genus Alveolina : kenampakan luar berbentuk telur/slllips (fusiform), panjang kurang
lebih 1 cm.
Genus Alveolinella : bentuk sama degan Alveolina panjang sumbunya 0,5 1,5 cm serta
ada suatu kanal (pre septa). Celah celahnya tersusun menjadi 3 baris dan tersusun
bergantian, tetapi sambung menyambung.
2.7.3.4.
Famili Miogpsinidae
Genus Miogypsian : kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong hingga bulat, kadang
seperti bintang/pligonal, permukaan papilliate, sering di jumpai tongkak.
Genus Miogypsinoides ; kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong dan kulit luarnya
datar.
2.7.3.5.
Famili Calcarinidae
Genus Biplanispira : kenampakan luar pipih hingga seperti lensa, discoidal, hampir
bilateral simetri dengan/tanpa tonggak.
Genus Pellatispira : kenampakan luar seperti lensa (lentikuler) dan bulat sering dijumpai
tonggak.
2.7.3.6.
Famili Orbitoididae
Genus Lepidocyclina : kenampakan seperti lensa (lentiluler) pipih cembung, discoidal,
permukaan test papilate, halus reticulate, pinggirnya bisa bulat, kadang seperti batang
atau polygonal.
2.8. Aplikasi Foraminifera
Masalah masalah Geologi yang menghubungkan dengan umur suatu batuan sampai sekarang
masih mempergunakan foraminifera planktonik di samping juga mengunakan metode metode
lain yang lebih teruji dan lebih tepat.
Penentuan kisaran umur dengan mengunakan foraminifera planktonik, dilakukan degan langkah
langkah sebagai berikut :
a. Mengenalisa fosil foraminifera palakton dari suatu batuan sampai ke tingkat spesiesnya.

b. Mempergunakan acuan Blow (1969) dalam penetuan kisaran umum dari fosil foram
plankton yang telah diamati dan dianalisa.
c. Menetukan kisaran umur fosil foram plankton yang muncul akhir dan umur yang punah
awal.
d. Maka umur batuan yang didapatkan merupakan suatu range dari hasil nomor C

BAB III
PEMBAHASAN
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil. Mikrofosil
adalah fosil yang umumnya berukuran tidak lebih besar dari empat millimeter, dan umumnya
lebih kecil dari satu milimeter, sehingga untuk mempelajarinya dibutuhkan mikroskop cahaya
ataupun elektron. Fosil yang dapat dipelajari dengan mata telanjang atau dengan alat berdaya
pembesaran kecil, seperti kaca pembesar, dapat dikelompokkan sebagai makrofosil. Secara tegas,
sulit untuk menentukan apakah suatu organisme dapat digolongkan sebagai mikrofosil atau tidak,
sehingga tidak ada batas ukuran yang jelas.
3.1. Pendeskripsian Foraminifera
Mempelajari mikrofosil (foraminifera) ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya
adalah :
1. Susunan kamar

Susunan kamar foraminifera plankton dibagi menjadi tiga yaitu:


Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat dan
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama.
Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama.
Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral menutupi
sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh: Pulleniatina
2. Bentuk test dan bentuk kamar
Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera, sedangkan bentuk kamar
merupakan bentuk masing-masing kamar pembentuk test.

Gambar 3.1. Bentuk Test


Penghitungan kamar foraminifera dimulai dari bagian dalam dan pada again terkecil dimana
biasanya mendekati aperturenya.

Gambar 3.2. Bentuk kamar


3. Septa dan Suture
Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan lainnya, biasanya terdapat
lubang-lubang halus yang disebut foramen. Septa tidak dapat terlihat dari luar test, sedangkan
yang tampak pada dinding luar test hanya berupa garis yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terlihat pada dinding luar test, merupakan perpotongan septa
dengan dinding kamar. Suture penting dalam pengklasifikasian foraminifera karena beberapa
spesies memiliki suture yang khas

Gambar 3.3. Suture


4. Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar terakhir.

Gambar 3.4. Aperture


Pengamatan foraminifera mikro (plankton dan benthos ini dilakukan dengan menggunakan
mikroskop. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
- Menyiapkan Alat dan bahan berupa mikroskop, lampu, serta alat tulis untuk
mendeskripsikan dan menggambar fosil yang diamati.
- Meletakkan fosil pada mikroskop yang ada pada plate fosil dan lamp dinyalakan.
- Mengatur letak fosil dan perbesaran lensa mikroskop.
- Mengamati dan menggambar bentuk fosil serta bagian-bagiannya.
- Mendeskripsikan berdasarkan literatur yang ada.
3.2. Aplikasi Dari Pemanfaatan Foraminifera
Foraminifera dapat digunakan untuk menentukan umur batuan serta untuk mengetahui struktur
geologi apa aja yang terjadi pada suatu daerah seperti sesar, lipatan dan kekar. Berikut ini adalah
contoh penggunaan foraminifera dalam menetukan umur batuan.
Contoh :
Dari sampel batuan diperoleh fosil plankton sebagai berikut:

Gambar 3.5. Peta satuan batuan


Keterangan:
A. Satuan Batu pasir dengan kandungan fosil sebagai brerikut:
Fosil a N2 N8

Fosil b N5 N7
Fosil c N6 N11
No Fosil
1
2
3

Umur
N1

N2

N3

N4

N5

N6

N7

N8

N9

N10

N11

N12

a
b
c

Tabel 3.1. Penentuan umur satuan batuan batu pasir


Umur batuan adalah N6 N7
B. Satuan batu lempung dengan kandungan fosil sebagai brerikut:
Fosil d N1 N12
Fosil e N8 N 10
Fosil f N6 N9
No Fosil
1
2
3

Umur
N1

N2

N3

N4

N5

N6

N7

N8

N9

N10

N11

N12

d
e
f

Tabel 3.2. Penentuan umur satuan batu lempung


Umur satuan batu lempung tersebut adalah N8 N9
C. Satuan batu gamping dengan kandungan fosil sebagai brerikut:
Foisil g N8 N10
Fosil h N7 N15
Fosil i N9 N14
No Fosil
1
2
3

Umur
N6

N7

N8

N9

N10

N11

N12

N13

N14

N15

N16

g
h
i

Tabel 3.3. Penentuan umur satuan batu gamping


Umur satuan batu gamping tersebut adalah N9 N10
Selaian menggunakan tabel diatas dalam menentukan umur batuan dapat menggunakan cara
umur fosil paling akhir mucul dan punah awal.

Gambar 3.6. satuan batuan yang disayat dengan umur batuannya

Dengan sayatan sebagai berikut:

Gambar 3.7. sayatan satuan batuan


Dari uraian di atas maka dapat didisimpulkan sebagai berikut:
- Sesuai dengan hukum superposisi yaitu lapisan yang berda paling bawah merupakan
-

lapisan batuan yang paling tua dan lapisan yang paling muda berada di paling atas.
Satuan batuannya selaras karena susunan lapisan batuannya dari yang tua sampai yang
muda berurutan

NO

Tidak terjadi gap(waktu yang terputus).

Nama Foraminifera

Umur

Clavigerinella jarvisi

P13 P15

Cribrohantkenina bermudesi

P16

Hastigerina aequilateralis

N14 N23

Cassigerinella chipolensis

P18 N13

Globoratalia (G) tumida

N18 N23

Globoratalia (T) siakensis

N2 N14

Truncorotaloides rahri

P13 P14

Globigerinoides primordius

N4

Pulleniatina obliquiloculate

N19 N23

10

Spaeroidinella dehiscens

N19 N23

11

Orbulina universa

N9 N23

12

Orbulina bilobata

N9 N23

13

Candeina nitida

N17 N23

14

Catapsydrax dissimilis

N1 N8

15

Genus Ammobaculites Chusman 1910

Karbon - resent

16

Genus Ammodicus Reuss 1861

Silur - resent

17

Genus Bathysiphon Sars 1972

Silur - resent

18

Genus Bolivina

Kapur - resent

19

Genus Nodogerina Chusman 1927

Kapur - resen

20

Genus Nodosaria Lamark 1812

Karbon - resen

21

Genus Nonion Monfort 1888

Yura - resent

22

Genus Saccamina M. Sars

Silur - resent

23

Genus Textularia Derance 1824

Devon - resent

24

Genus Uvigerina dOrbigny 1826

Eosin - resent

Tabel 3.4. Tabel umur fosil

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau
test (istilah untuk cangkang internal).
2. Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus
berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi. Fosil
foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan
eksplorasi minyak dan gas bumi.
3. Fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19 mm seperti genus
fusulina yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari foilfosil makro serta bagian-bagian tubuh.
4. Dalam membedakan foraminifera yang satu dengan yang lainnya harus memperhatikan
bentuk test, susunan kamar, bentuk kamar, ornament , suture dan aperturenya.
5. Dlam menentukan suatu umur batuan menggunakan fosil dapat dilaukan dengan melihat
fosil muncul akhir dan punah awal.
6. Masalah masalah Geologi yang menghubungkan dengan umur suatu batuan sampai
sekarang masih mempergunakan foraminifera planktonik di samping juga mengunakan
metode metode lain yang lebih teruji dan lebih tepat.
4.2. Saran
Praktikum yang akan datang diharapkan lebih ditingkatkan lagi dalam penyajian materi serta
literatur yang disediakan agar mahasiswa lebih paham sehingga tujun dari dilaksanaknnya
prktikum dapat tercapai secara.

BAB IV
KESIMPULAN
Lokasi sampling terletak di desa Gejawan jalan Wates km 17. Lokasi sampling termasuk
dalam formasi Sentolo.Pada lokasi ini terdapat suatu singkapan yang secara umum merupakan
batupasir Karbonatan (kalkarenit).Ketebalan lapisan secara keseluruhan dari bawah sampai atas

kira kira 10 meter.Batupasir Karbonatan yang terdapat pada lokasi ini sangat bervariatif dari
wama yang berbeda ukuran butir yang berbeda dengan porositas dalam permeabilitas yang relatif
berbeda, struktur masif, dan ada yang berlapis, dan umunnya mempunyai komposisi yang sama
dan mengandung karbonat.
Dari hasil analisis mikropaleontologi, dapat disimpulkan bahwa data yang diambil dari
lapangan atau dari hasil analisa sampel mikrofosil yang telah diamati dilaboratorium banyak
terdapat fosil plankgtonik dengan genus berupa Hastigerinella, Globigerina, Orbulina,
Globigerinoides dan Globoquadrina. Dengan menggunakan fosil foraminifera plantonik
tersebut maka dapat diketahui bahwa umur singkapan batuan tersebut adalah dari Miosen akhir
sampai Plistosen atau umur singkapan batuan tersebut dari lapisan bawah sampai lapisan atas
adalah N16 N19 (Miosen awal - Plistosen) atau sekitar 23 juta tahun yang lalu untuk lapisan
yang paling bawah (yang paling tua), dan lapisan teratas yang paling muda berumur 5,3 juta
tahun yang lalu.
Untuk mengetahui lingkungan pengendapan digunakan foraminifera bentonik dan
diperoleh banyak fosil dengan genus Nodosaria, Bolivina, Bigerina,Bathysiphon dimana
lingkungan pengendapannya yakni Neritik tengah Neritik akhir (untuk lapisan teratas) dan
sampai dengan Bathyal dengan kedalaman

kira- kira

200m - 1400m (untuk lapisan

bawah).Karena ditemukannya fosil benthonik dengan genus Bathysiphon dapat diperkirakan


daerah tersebut pernah terendapkan di zona Abbisal sampai Hadal.Sehingga dari hasil tersebut
daerah lingkungan pengendapannya kurang lebih berada pada lingkungan laut dengan kedalaman
antara >200m 800m, dan pernah pada kedalaman <5000m.

Lokasi penelitian dulunya adalah daerah laut. Singkapan batupasir karbonatan pada
lokasi ini merupakan hasil sedimentasi normal yang diendapkan di lingkungan laut bersamasama organisme foraminifera yang mencirikan kondisi laut selain unsur karbonat dan kemudian
mengalami pengangkatan dan tersingkap di permukaan sehingga tampak seperti sekarang.

DAFTAR PUSTAKA
Pandita Hita, 2010.Buku Panduan Praktikum Mikropaleontologi.Jurusan Teknik

Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional.Yogyakarta.

www.alfonsussimalango.blogspot. /mikropaleontologi-biostratigafi.com
www.ceritageologi.blogspot.com/pegunungan selatan/pegunungan kulon progo.com

Nurmala Adithitia Devi, 2005.Laporan Akhir Mikropaleontologi.Jurusan Teknik

Geologi Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran


Yogyakarta.Yogyakarta.
Blow, W.H. 1979. The Cenozoik Globigerinida. A Study of The Morphology, Taxonomy,

Evolutionary Relationship and The Stratigraphical Distribution of Some Globigerinida.


E.J.Brill Ed., Leiden, Netherlands.
Adisaputra, M.K. 1992. Penentuan Umur Berdasarkan Biometri dan Lingkungan

Penegndapan Foraminifera Besar Tersier-Kuarter. Pusat Pengembangan Geologi


Kelautan.

www.foraminifera.ac.uk

LAMPIRAN

You might also like