You are on page 1of 18

A.

Pendahuluan
Produk suatu permesinan mempunyai kualitas geometric tertentu. Kualitas yang

dihasilkan sangat dipengaruhi oleh pengendalian mutu dan proses produksi. Mutu yang baik
tidak saja bergantung pada kualitas bahannya, tetapi juga sangat bergantung pada proses
produksi. Proses

produksi yang baik juga sangat ditentukan oleh control kualitas dimensi

produk. Sedangkan kualitas dimensi produk ditentukan oleh penggunaan alat-alat ukur yang
presisi dan teliti, dan cara pengukurannya pun harus benar.
Alat ukur yang presisi (tepat) dan teliti (akurat) merupakan suatu yang harus dipenuhi
guna menghasilkan pengukuran (measuring) yang benar. Tentunya didukung oleh kepiawaian
mengukur dari sipembuat produk selama proses produksi berlangsung hingga menghasilkan
produk sesuai dimensi tertentu yang dikehendaki (job sheet). Di industri manufaktur, hal tersebut
biasanya dilakukan oleh bagian produksi. Sedangkan control kualitas produk biasanya menjadi
kewenangan QA (Quality Assurance) atau Laboratorium Metrologi.
Produk pemesinan mempunyai kualitas geometric tertentu yang selalu membutuhkan
pemeriksaan. Untuk memeriksanya diperlukan metrologi dalam arti umum. Sedangkan
Metrologi Industri adalah ilmu untuk melakukan pengukuran karakteristik geometric suatu
produk atau komponen mesin dengan alat dan cara yang tepat sehingga hasil pengukurannya
dianggap sebagai hasil yang paling dekat dengan geometri sesungguhnya dari komponen mesin
tersebut.
Di Indonesia, mempunyai sebuah lembaga yang berwenang menangani secara khusus
bidang metrology yaitu, Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (Puslit KIM-LIPI). Lembaga ini berada di kawasan Puspiptek SerpongCilegon, Banten. Berperan sebagai Pengelola Teknis Ilmiah Standar Nasional untuk Satuan
Ukuran (SNSU) atau dikenal dengan sebutan Lembaga Metrologi Nasional. Di dunia
internasional dikenal sebagai National Metrology Institute (NMI).

B. Terminologi Pengukuran
1. Devinisi Instrumentasi
Ada beberapa pendapat tentang definisi instrumentasi, tetapi pada dasarnya mengarah
pada pengertian yang sama. Salah satu definisi instrumentasi ini dikemukakan oleh Franklyn W,
Kirk dan Nicholas R. Romboy (KIM-LIPI,2007:3), yang berbunyi : Instrumentation is the
technology of using instrument to measure and control the physical and chemical properties of
material .
2. Defininisi Pengukuran
Definisi pengukuran menurut Vocabulary of Basic and General Terms in MetrologyVIM
1993: 2.1 dalam Renanta Hayu (2007:2) adalah: serangkaian operasi yang bertujuan untuk
menetapkan nilai besaran ukur.
Besaran ukur (measurand) adalah besaran tertentu yang nilainya diukur sedangkan
hasil pengukuran ( result of measurement ) adalah nilai yang diberikan pada besaran ukur, yang
diperoleh melalui proses pengukuran .
Dari kajian beberapa referensi dapat disarikan mengenai pengukuran sbb:

Pengukuran merupakan bagian penting dalam perkembangan teknologi, sedangkan


teknologi sendiri sudah menjadi demikian komlpeksnya, sehingga pengukuran menjadi lebih
canggih.

Makin maju teknik pengukuran dari suatu negara menandakan semakin majunya
negara tersebut dalam bidang ilmu pengetahuan.

Baik buruknya suatu mutu dari suatu produksi sangat tergantung pada baik buruknya
pengukuran yang dihasilkan, karena salah satu alasan inilah maka pengukuran dilakukan di
industri mulai dari bahan masuk ke dalam produksi sampai dengan pengukuran hasil
produksi.

Di satu pihak pengukuran demikian pentingnya dilain pihak ada pengukuran yang
bebas dari kesalahan, dimana dilakukuan pengukuran, maka disitulah terjadi kesalahan.

Dengan demikian sebelum pengukuran dilakukan, terlebih dahulu perlu diketahui


keandalan dari alat ukur yang akan dipakai sampai seberapa jauh penyimpangan yang

mungkin dihasilhan oleh alat ukur tersebut tidak boleh melebihi penyimpangan yang
disyaratkan

Pengukuran suatu kualitas pada hakekatnya merupakan kegiatan membandingkan


antara kualitas tersebut dengan suatu standar yang telah diketahui karakteristiknya.

Alat ukur baru (belum pernah dipakai) keandalannya dapat dipertanggungjawabkan


dengan catatan pemakaiannya sesuai dengan yang telah ditentukan oleh pabrik, akan tetapi
alat ukur tersebut akan menurun keandalannya jika pemakaian yang sudah terlalu sering
(lama). Dengan demikian alat ukur yang telah lama dipakai harus dikalibrasi ulang terhadap
alat standar yang mempunyai ketelitian lebih tinggi.

2.1. Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran adalah :


Standar yang dipakai harus mempunyai ketelititan yang sesuai dengan kebutuhan dan secara
umum standar tersebut dapat diterima.
Tata cara pengukuran dan alat-alat yang digunakan harus memenuhui syarat.
Adapun penggunaan alat-alat ukur industri pada dasarnya adalah untuk mendapatkan mutu
hasil produksi dan efisiensi produksi.
2.2. Instrumen pada dasarnya terdiri dari :
Primary Elemen
Adalah bagian dari alat ukur yang berhubungan langsung dengan medium yang diukur.
Besaran fisis yang diukur dirubah menjadi besaran fisis lain yang dapat diterima oleh elemen
seanutnya (scondary element). Energi yang diperlukan untuk merubah besaran fisis diatas
diambil dari medium yang diukur.
Secondary Element
Berfungsi merubah kondisi yang dihasilkan oleh Primary Elemant menjadi kondisi lain
yang berguna bagi alat ukur dalam melaksanakan fungsinya.
Manipulated Element
Fungsi dari eleman ini adalah sebagai elemen pembantu/tambahan agar output Secondary
Element dapat dipakai untuk menjalankan Function Elemen.

Function Element
Adalah bagian terakhir dari suatu alat ukur yang digunakan untuk penunjukan,
pencatatan/perekaman, atau pengiriman Function Elemen.
3. Standar Pengukuran

Standar
Harga yang secara universal diterima sebagai harga yang benar atau eksak untuk
besaran fisis dimana keluaran lainnya dibandingkan terhadap besaran fisis lain.

Pengukuran
Proses perbandingan besaran yang tidak diketahui dengan besaran standar yang
diterima/diketahui.

Standar Internasional
Standar yang didefinisikan menurut standar pengukuran kese pakatan internasional.

Standar Primer
Standar yang dipelihara pada laboratorium standar nasional diberbagai negara. Standar

primer ini tidak untuk digunakan diluar laboratorium nasiaoal. Fungsi utama dari standar primer
ini adalah untuk kebutuhan kalibrasi dan verfikasi Secondary Standar.

Standar Kerja
Peralatan uji yang sangat akurat yang digunakan untuk kalibrasi instrumen
dilapangan.
Akuarat/Ketelitian
Kedekatan suatu pembacaan terhadap harga sebenarnya.
Toleransi
Maksimim eror yang diperoleh.
Presisi/Ketepatan

Ukuran konvensional atau repeatability dari serangkaian pengukuran, walupun

akurasi

menujukan presisi namun sebaliknya presisi tidak harus menujukan akurasi. Instrumen yang
persisi bisa tidak akurat sama sekali.
Sentivitas
Ukuran perubahan dalam pembacaan sebuah instrumen jika suatu perubahan

terjadi

pada besaran yang diukur.


Resolusi
Perubahan terkecil pada besaran terukur yang akan memberikan perubahan yang bisa
dideteksi dalam pembacaan instrumen.
Karakteristik Statik Alat Ukur

Karakteistik alat ukur tidak selamanya tetap, mungkin saja berubah. Perubahan
karakteristik alat ukur tersebut disebabkan karena berrbagai macam faktor diantaranya sepeti
telah disebutkan diatas yaitu kondisi pemakaian tidak sesuai dengan kondisi pada saat alat ukur
tersebut dikalibrasi dan juga dapat disebabkan pemakaian yang sudah cukup lama. Dengan
demikian tidak menutup kemungkinan alat ukur yang baru untuk dikalibrasi sebelum dipakai
untuk mengukur.
Yang dimaksud dengan karakteristik statik dari suatu alat ukur adalah hal-hal yang harus
diperhitungkan jika alat ukur dipergunakan pada suatu kondisi yang tidak berubah terhadap
waktu atau berubah sangat kecil sehingga dapat dikatakan tidak berubah.
Karakteristik statik suatu alat dapat ditentukan dengan mengkalibrasi pada proses yang
statik.

Macam standar pengukuran dibedakan atas :


1. Standar Internasional
2. Standar Nasional
3. Standar Sekunder
4. Standar Kerja

4. Definisi Kalibrasi
Serangkaian kegiatan untuk menetapkan hubungan, dalam kondisi tertentu, antara nilai suatu
besaran yang ditunjukkan oleh peralatan ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang

direpesentasikan oleh bahan ukur atau bahan acuan, dengan nilai terkait yang direalisasisan oleh
standar
( Vocabulary of Basic and General Terms in Metrology VIM 1993 )
Hasil kalibrasi dapat berupa :
- penetapan nilai besaran ukur, atau
- penetapan koreksi yang berkaitan dengan penunjukkan alat ukur
Hasil kalibrasi biasanya direkam dalam dokumen yang sering disebut Sertifikat Kalibrasi
Konsep dasar kalibrasi
Konsep Dasar-1
Menentukan hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur atau sistem pengukuran
atau bahan ukur atau bahan acuan (dalam kondisi tertentu) dengan nilai yang direalisasikan
oleh standar.
Nilai yang direalisasikan oleh standar = ( taksiran ) nilai benar
Kalibrasi
F Menentukan perbedaan ( deviasi ) antara pembacaan alat ukur atau bahan ukur ( yang
digunakan sebagai standar ) dengan ( taksiran ) nilai benar
Konsep Dasar-2
penyimpangan (deviation) dapat dinyatakan sebagai koreksi (correction) atau
kesalahan (error), dengan model matematis :
E=RT
atau
C=TR
E = kesalahan
C = koreksi
R = pembacaan alat ukur atau nilai nominal bahan ukur
T = ( taksiran ) nilai benar

C. PENGUKURAN SUHU
Pengukuran suhu dibagi menjadi dua metode : metode kontak dan non kontak
1. Metode Kontrak

Kontal Langsung

Objek ukur : diam, tidak berbahaya, mudah dijangkau

Hasil ukur teliti

Dapat mengukur suhu suatu kedalaman

2. Jenis termometer Kontak

Termometer Gelas

Termokopel

Termometer Tahanan Platina (RTD)

Termistor

Termometer Digital

Termometer bimetal

2.1. Termometer Digital

Temperatur indicator + Sensor

Sensor : termokopel, termistor, termometer tahanan platina (RTD)

Rentang ukur : tergantung sensor yang digunakan

2.2. Termometer Bimetal

2 jenis output

4 ~ 20 mA

Setara dengan termokopel type K

Sensor : bimetal

Rentang ukur : -20 ~ 290 oC

3. Metode Non-Kontak

Kontak termal melalui radiasi panas yang dipancarkan obejek ukur

Objek ukur : bergerak, berbahaya, susah dijangkau

Hasil ukur kurang teliti

Hanya dapat mengukur suhu permukaan

4. Termometer Non-Kontak

1.

Pirometer optik

Termometer radiasi

Total

Spektral

Termometer Cairan dalam Gelas

Konstruksi
Terdapat empat bagian Utama pada sebuah termometer cairan dalam gelas (gambar 1).

Bulb
Tabung gelas tipis pada bagian ujung bawah termometer. Berfungsi sebagai tempat cairan.

Cairan
Merkuri atau bahan organik seperti etanol, pentana dan lain-lain.

Stem / Batang
Mempunyai lubang kapiler sebagai tempat pemuaian cairan pada suhu naik

Markings
Skala dan informasi lain yang terdapat pada batang

Gambaran Termometer Gelas


Tabel
Cairan

Koefisien muai*), (oC-1)

Rentang suhu, (oC)

Air raksa

0,00016

- 35 s.d. 510

Etanol

0,00104

- 80 s.d. 60

Pentana

0,00145

- 200 s.d. 30

Toluen

0,00103

- 80 s.d. 100

*) Pada suhu ruang


Catatan :
a. Cairan yang tidak membasahi dinding dalam pipa kapiler dapat memberikan ketelitian
pengukuran yang lebih baik dari pada yang membasahi
b. Air raksa paling banyak dipakai, karena :
Dapat dilihat dengan jelas

I.

Gambaran

Jenis Cairan
Cairan yang ideal sebagai cairan termometrik harus memiliki sifat-sifat fisika dan kimia sbb. :
Masih berbentuk cairan pada seluruh rentang ukur termometer
Memiliki koefisien muai yang linier
Memiliki warna atau tidak transparan, agar mudah dalam pembacaan
Tidak membahasi gelas, sehingga dapat bergerak dengan mulus tanpa melapisi
permukaan gelas
Tidak beracun, sehingga aman dalam pemakaian
Memiliki miniskus yang cembung dan jelas, agar mudah dalam pembacaan
Secara kimia stabil, sehingga tidak berubah seiring dengan bergulirnya waktu
II.

Prinsip Kerja

Volume cairan setelah dipanaskan :


V = V0(1 + .t) = V0 + V0..t = V0 + AV
Dengan :
V0

: Volume cairan sebelum dipanaskan = volume bulb (tetap)

: Koefisien muai volume cairan termometer relatif terhadap gelas

: perubahan volume = V0..t = .I.d2/4

: diameter batang (stem)

: tinggi cairan pada batang

t = .I.d2/ (4.V0.), atau t ~ I


Sensitivitas : S = I/t = 4.V0. / (.I.d2)

BIMETAL (DWILOGAM)
Metode pengukuran suhu yang sangat luas pemakaiannya ialah bilah dwi logam (bimetallic
strip). Dua keping logam yang mempunyai koefisien ekspansi (muai) termal yang berbeda yang
terikat (disatukan) sehingga membentuk piranti. Bila bilah itu dikenai oleh suhu yang lebih tinggi
dari suhu pengikatnya, ia akan membengkok ke satu arah; bila dikenakan pada suhu yang lebih
rendah dari suhu pengikatan, ia membelok ke arah lain. Eskin dan Fritz memberikan metode
perhitungan untuk bilah dwi logam. Jari-jari pembengkokan r dapat dihitung sebagai
2
2
r = t3(1 + m) + (1 + mm)m + (1/mn)
6(2 - 1)(T T0)(1 + m)2

Dimana

= tebal gabungan bilah terikat

m = perbandingan tebal bahan ekspansi (muai) rendah denngan yang ekspansi


tinggi
n

perbandingan modulus elastisitas bahan ekspansi rendah dengan yang


ekspansi tinggi

1 = koefisien ekspansi yang rendah


2 = koefisien ekspansi yang tinggi
T = Suhu

T0 = suhu pengikat awal

Koefisien ekspansi-termal beberapa bahan yang lazim dipakai diberikan dalam tabel dibawah
ini :
Tabel : Sifat-sifat mekanik beberapa bahan termal yang lazim dipakai
Modulus
elastisitas psi

GN/m2

1,7 x 106

21,4 x 106

147

Kuningan kuning

2,02 x 106

14,0 x 106

96,5

Model 400

1,35 x 106

26,0 x 106

179

Inconel 702

1,25 x 106

31,5 x 106

217

1,6 x 106

28 x 106

193

Bahan
Invar

Baja anti karat jenis 316

Koefisien ekspansi
termal per C

Contoh 8-1. Sebuah bila dwi-logam terbuat dari bilah kuningan kuning dan Invar yang terikat
satu sama lain pada 30C. Masing masing bilah tebalnya 0,3 mm. Hitunglah jari-jari
pembengkokan bila bilah itu dikenakan pada suhu 100C.
Penyelesaian. Kita gunakan Persamaan (8-5) dengan sifat-sifat dari Tabel 8-1.
T T0 = 100 30 = 700C
M = 1,0

Jenis-jenis bentuk bimetal(dwilogam) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar- Bentuk dwilogam

TERMOKOPEL
Pendahuluan
Pada tahun 1821 seorang ilmuwan Jerman bernama Thomas Johann Seebeck melakukan
percobaan seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
A

Gambar : Rangkaian tertutup kawat A dan B

Seebeck mendeteksi adanya tegangan pada rangkaian tertutup kawat tembaga (A) dan bismuth
(B) apabila salah satu sambungan kawat dipanaskan. Apabila sambungan tersebut didinginkan,
terdeteksi adanya perubahan polaritas teganngan. Rangkaian ini kemudian dikenal dengan nama
termokopel (thermocouple), yang merupakan kependekan dari thermo-electri couple.
Pada awal 1900-an Le Chateleir memperkenalkan apa yang sekarang dikenal sebagai termokopel
tipe S, yaitu kawat termokopel yang tervuat dari platinum murni dan campuran platinum dan
10% rodium. Sampai dengan tahun 1990, termokopel tipe S dipakai sebagai alat interpolasi skala
suhu internasional untuk rentang suhu 660,3238C sampai dengan 1064,188C.
Termokopel merupakan salah satu sensor nesaran suhu yang terdiri dari sepasang kawat yang
terbuat dari bahan yang berbeda. Kedua kawat tersebut disambungkan pada salah satu ujungnya
sementara ujung yang lain disambungkan ke alat ukur tegangan melalui kawat tembaga, seperti
gambar dibawah ini :

T1
Measuring
junction

Cu

Cu

voltmeter

Referensi
junction

Gambar : Rangkaian sederhana termokopel


Kawat yang disambung disebut sambungan ukur (measuring junction) atau sambungan panas
(hot junction) sementara pada ujung yang lain dibiarkan terbuka dan disebut sambungan acuan
(reference junction) atau sambungan dingin (cold junction). Termokopel adalah alat yang
mengubah perbedaan suhu kedua sambungan ke tegangan listrik.

Tabel : Perbandingan antara termometer tahanan dan termokopel


Parameter
Akurasi/Ketidakpastian

Termometer tahanan
Lebih akurat

Termokopel
Kurang akurat

Rentang ukur

Lebih sempit

Lebih luas

Stabilitas

Bagus

Sedang

Harga

Lebih mahal (3x)

Lebih murah

Sensor

Stem

Ujung / sambungan

Respon

Lebih lambat (> 1 detik)

Lebih cepat

Ukuran

Lebih besar

Sangat kecil

Titik acuan

Tidak diperlukan

Diperlukan

Efek getaran

Ada

Lebih tahan

Efek self heating

Kawat tembaga

Tidak ada

Kawat sambungan

Lebih lemah

Kawat termokopel sampai

Kekuatan

Tahanan

dengan sambungan acuan

Luaran

Pt100: 0,4c/8C

Base metal: 40uV/8C

Pt25: 0,1c/8C

Noble metal: 10uV /8C

Gejala Seebeck (Seebeeck Effect)


Konduksi Panas
Apabila seutas kawat dipanaskan pada satu ujung, panas akan mengalir dari ujung yang
dipanaskan menuju ujung yang lebih dingin. Aliran panas ini terjadi dengan dua proses. Pertama
adalah tumbukan antar elektron, dimana elektron dengan energi kinetik yang lebih tinggi
menyalurkan energinya kepada elektron terdekat yang mempunyai energi kinetik lebih rendah.
Kedua adalah aliran panas melalui awan elektron yang bergerak menuju ujung yang lebih dingin
yang disebut sebagai Peltier flow. Proses pertama lebih dominandan dikenal sebagai proses
konduksi panas. Proses kedua jauh lebih kecil (0,015%) dan merupakan penyebab timbulnya
tegangan pada termokopel.
Pergerakan awan elektron ini menyebabkan terkumpulnya ion megatif pada ujung dingin dan ion
positif pada ujung panas yang kemudian menimbulkan medan listrik. Medang listrik yang terjadi
karena adanya gradien suhu ini disebut gejala Seebeck (Seebeck effect)

T2

Awan elektron bergerak ke sambungan dingin


meyebabkan polarisasi dan timbulnya medan listrik

T1

Sumber panas
Gambar : Proses terjadinya gejala Seebeck

Tegangan Seebeck sebuah kawat logam


Medan listrik, E, yang terjadi berbanding lurus dengan gradien suhu kawat,

E = S(x,T)

T
x

Dimana S (x, T) adalah koefisien Seebeck.


Diketahui beda potensial antara kedua ujung logam ditentukan oleh E =
Sehingga

V = S(x,T) T

, sehingga :

Untuk logam homogen, S merupakan fungsi dari T saja; S = S(T).


Sehingga tegangan Seebeck adalah :

2
= termokopel
S (T)dT
Tegangan Seebeck
T A
1

Untuk sebuah termokopel, tegangan Seebeck dapat dihitung sebagai berikut


A
Cu
A
t2

t1

t3

VAB

B
Cu

Gambar. Perhitungan tegangan Seebeck termokopel


t2

V = A - B = [SA(T) - SB(T)]dT
t1

V = a1(t2 t1) + a2 (t22 - t 21 ) + ...... an(t 2n

V = a1 t2 +a2 t 22 - t 21 + ...... a

nt

- t1

n
2

Nilai tegangan listrik yang dihasilkan oleh sepasang kawat termokopel tidak bergantung kepada
panjang kawat maupun diameter kawat, tetapi bergantung kepada bahan kawat dan beda suhu
antara sambungan ukur (t2) dan sambungan acuan (t1) atau t2 saja apabila t1 dijaga pada suhu
tetap (biasanya 0oC).

Oleh karena itu, untuk suhu yang sama, nilai tegangan listrik yang

dihasilkan adalah unique (berbeda) untuk masing-masing tipe termokopel, bergantung bahan dari
kawat termokopel tersebut.

Dokumen ASTM volume 14.03 memberikan beberapa tipe termokopel yang sudah
distandardisasikan beserta tabel dan persamaan matematika yang menghubungkan antara suhu
dan tegangan berikut konstanta yang diperlukan (ASTM E230 96). Tabel tyersebut dapat
langsung digunakan untuk termokopel dengan sambungan acuan pada suhu 0 oC. Tabel 5 adalah
cuplikan dari tabel ASTM E230 96 untuk termokopel tipe S

Tabel 2. Tipe-tipe termokopel yang populer *)


Jenis bahan
Tipe

Kaki positif

Kaki negatif

Paduan Platina 30% Rhodium

Platina (Pt)

Paduan Nikel-Chromium (Chromel)

Paduan Tembaga-Nikel (Constantan)

Besi (Fe)

Paduan Tembaga-Nikel (Constantan)

Paduan Nikel-Chromium (Chromel)

Paduan Nikel-Alumunium (Alumel)

Nicrosil

Nisil

Paduan Platina-13% Rhodium

Platina (Pt)

Paduan Platina-10% Rhodium

Platina (Pt)

Tembaga (Cu)

Paduan Tembaga-Nikel (Constantan)

*) ASTM E230-96 : Kaki positif suatu termokopel diberi notasi P dan kaki negatifnya diberi
notasi N.
Contohnya kaki positif termokopel tipe K diberi notasi KP dan kaki negatifnya adalah KN, dst.

Tabel 3. Batas maksimum suhu (0oC)*


Tipe

3.25

1.53

871

760

Diameter Kawat ( mm)


0.81

0.51

0.33

1705

649

538

427

427

593

482

371

371

1260

1093

982

871

871

1482

1482

371

260

204

204

*) ASTM E230-96 : Suhu di atas dicapai dengan memasang insulasi keramik yang tertutup pada
satu ujung. Suhu yang lebih tinggi dapat dicapai dengan kompensasi umur dan kestabilan
termokopel

You might also like