You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta
melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu
penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang
walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh
lainnya. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul,
yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan
deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini.
Walaupun faktor genetik, hormon seks, infeksi, dan umur telah diketahui berpengaruh
kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini, hingga etiologi AR yang sebenarnya
tetap belum dapat diketahui dengan pasti.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini terbatas pada definisi, epidemiologi, etiologi, patafisologi, gejala klinis,
diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana dan prognosis
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengenal dan memahami Artiris Reumatoid.
1.4 Manfaat Penulisan
Referat ini dapat menjadi bahan referensi untuk mahasiswa yang ingin lebih
memahami tentang Artritis Reumatoid.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan referat ini berdasarkan tinjauan pustaka dari berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinis
klasik AR adalah poliartritis simetris yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan
dan kaki. Selain lapisan sinovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ di luar persendian
seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata.1
2.2 Epidemiologi
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif konstan yaitu berkisar antara
0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapat di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-masing
sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi AR di india dan di negara barat kurang lebih sama yaitu
sekitar 0,75%. Sedangkan di China, Indonesia, Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%,
baik di daerah urban maupun rural. 2

Gambar 1.Prevalence of rheumatoid arthritis in various populations. 2

Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2%
di daerah rural dan 0,3% di daerah urbam. Sedangkan penelitian yang dilakukan di malang
pada penduduk berusia diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,5% di daerah
Kotamadya dan 0,6% di daerah kabupaten. Di poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, kasus baru AR merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun
2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus AR dari
2

jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%). Prevalensi AR lebih banyak
ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat
terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada
dekade keempat dan kelima. 1

2.3 Etiologi
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui, namun dicurigai terdapat beberapa faktor
yang dapat menimbulkan Artritis rheumatoid. Kemungkinan penyebab Artritis reumatoid adalah faktor
genetik dan beberapa faktor lingkungan (sistem kekebalan tubuh). Hal ini terbukti dari terdapatnya
hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan
Artritis reumatoid seropositif.. Selain itu kombinasi dari hormonal dan faktor sistem reproduksi
juga menjadi penyebab dari reumatod arthritis, Namun faktor pencetus terbesar adalah
faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus 3
Sejak tahun 1930, infeksi diduga menjadi penyebab Artritis reumatoid. Dugaan faktor infeksi
sebagai penyebab Artritis reumatoid juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara
mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Penyebab rematik
disebabkan sel-sel kekebalan tubuh, seperti limfosit, normalnya melindungi tubuh dari serangan asing. Akan
tetapi dalam penyakit rematik, sel ini justru menyerang persendian dan jaringan yang sehat .3
Adapun Faktor risiko yang akan mening katkan risiko terkenanya artritis reumatoid adalah 3:

Jenis Kelamin
Perempuan lebih mudah terkena Artritis Reumatoid daripada laki-laki.
Umur
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga
dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)

Riwayat Keluarga
Apabila anggota keluarga ada yang menderita penyakit artritis rematoid maka kemungkinan

besar akan terkena juga.


Radikal bebas
Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang keluarnya

prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan pembengkakan


Faktor genetik dan lingkungan
Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu penderita mempunyai
resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini
3

2.4 Patofisiologi
Arthritis Rheumatoid terjadi akibat perubahan regulasi komponen humoral yang dimediasi sistem
imun. Kebanyakan pasien menghasilkan antibodi yang disebut faktor rheumatoid seropositif cenderung
untuk lebih memiliki agressive sourse dibandingkan pasien yang seronegatif. .
Immunoglobulin dapat mengaktivasi sistem komplemen, yang meningkatkan respon imun melalui
peningkatan kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan limfokin oleh sel mononuklear yang disajikan kepada
limfosit T akibat adanya antigen. Antigen yang diproses dikenali oleh protein major hiscompatibility
complex (MHC) pada permukaan limfosit, yang menyebabkan aktivasi sel T dan sel B.Tumor nekrosis
faktor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6(IL6) merupakan sitokin proinflamasi yang penting
dalam inisiasi dan proses inflamasi. 4
Antigen penyebab Artritis Reumatoid yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh
antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel
dendritik atau makrofag yang semuanya m engekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya.
Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD 4+ bersama dengan determinan HLADR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular.
Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau
makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD 4+.4
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor
interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD 4 +. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD 4+ akan mengikatkan
diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan
proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD 4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam
lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD 4+yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti
gamma-interferon,tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4(IL-4),granulocytemacrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang
makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk
memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.4
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks
imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponenkomplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga
dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan
histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada Artritis
4

Reumatoid adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan
pengendapan fibrin pada membran sinovial. Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral
(collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.8,10 Radikal
oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya
penurunan viskositas cairan sendi . Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan
proteoglikan rawan sendi. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin) dilepaskan pada daerah
inflamasi, meningkatkan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa
hangat, erythema, dan rasa sakit dan membuat granulosit lebih mudah untuk keluar dari pembuluh darah
menuju daerah inflamasi. 4
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dandapat merangsang terjadinya
resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya
akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada Artritis
Reumatoid antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga
proses destruksi sendi akan berlangsung terus.Tidak terhentinya destruksi persendian pada Artritis
Reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah
suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien Artritis Reumatoid. 4
Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga
proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya
degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamine dan berbagai enzim proteolitik
serta aktivasi jalur asam arakidonat. Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam
patogenesis Artritis Reumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Pannus menyerang kartilago dan permukaan
tulang, menghasilkan erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan destruksi sendi. pada akhirnya dapat
menyebabkan kehilangan ruang sendi, kehilangan pergerakan sendi, fusi tulang (ankilosis), dislokasi sendi,
penyusutan tendon dan kelainan bentuk yang kronik. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan
sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen
dan proteoglikan 4
2.5 Manifestasi Klinik

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh
karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. 5
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua
sendi diatrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata terutama
menyerang sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis,
yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1
jam.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat
dilihat pada radiogram
5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga
dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam
melakukan gerakan ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita arthritis Reumatoid. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang
permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga
timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan
suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
6

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,
bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas
dan gangguan fungsi secara menetap
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi walaupun terjadi pada stadium penyakit yang
dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada
sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan
dan pasien cendrung menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi.
Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi
deformitas jaringan lunak.
Adapun Kriteria American Rheumatism Association (ARA) untuk Artritis
Reumatoid adalah 5:
1. Kaku pagi hari
Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1
jam sebelum perbaikan maksimal
2. Artritis pada 3 daerah
Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan
tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh
seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria
yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.
3. Artritis pada persendian tangan
Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang
tertera diatas.
4. Artritis simetris

Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah
sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak
bersifat simetris.
5. Nodul Reumatoid
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah jukstaartrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
6. Faktor Reumatoid serum
Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang
memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.
7. Perubahan gambaran
Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada
periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau
daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak
memenuhi persyaratan).
Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia
sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat
minimal selama 6 minggu.
2.6 Penegakan Diagnosis
Rheumatoid arthritis umumnya hadir dengan nyeri dan kekakuan pada
beberapa sendi, biasanya pasien mengalami gejala awalnya hanya di satu lokasi atau
beberapa lokasi persendian.6
Sendi yang paling sering terkena adalah persendian dengan rasio tertinggi
sinovium pada tulang rawan artikular. Peradangan sinovium dapat menyerang dan
merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat
mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan
kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan
bergerak.6

Atritis Reumatoid biasanya mengalami kekakuan, bengkak, dan eritematosa.


Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang
merupakan penyakit autoimun.

Beberapa pasien mengeluh "bengkak" pada

persendian tangan, bengkak tersebut terjadi dikarenakan untuk peningkatan aliran


darah ke daerah meradang. Otot di dekat sendi meradang sering atrofi. Kekakuan pada
pagi hari yang berlangsung setidaknya 45 menit sebelum melakukan aktivitas. Pada
umunya persendian dengan posisi fleksi dapat meminimalkan distensi menyakitkan
dari kapsul sendi. Beberapa penelitian mengatakan, Seseorang dapat didiagnosis AR
jika onsetnya telah 6 bulan dengan beberapa kriteria gejala AR. Biasanya diagnosis
disertai dengan gejala-gejala non spesifik seperti, malaise, kelemahan otot, berat
badan turun, demam ringan, kelelahan, dan keluhan sistemik lainnya mungkin timbul,
terutama dalam presentasi akut.1
Kurang lebih 70% penderita AR mengalami erosi tulang dalam 2 tahun
pertama penyakit , dimana hal ini menunjukan penyakit berjalan progresif.
Keterlibatan sendi pergelangan tangan, metacarpophalangeal (MCP) dan proximal
inter phalangeal (PIP) hampir selalu dijumpai, sementara keterlibatan distal
interphalangeal (DIP) lebih jarang dijumpai. Bentuk awal dari deformitas adalah
tenosinovitis yang menyebabkan tendon menjadi lemah, memanjang, bahkan ruptur.
Selain itu, penderita AR dengan keterbatasan mobilitas memiliki kemungkinan
terjadinya penurunan kekuatan otot sebesar 30-70% dibandingkan orang normal,
dengan penurunan endurans mencapai 50%.1
1. Anamnesis :
Beberapa pemeriksaan anamnesis yaitu:7
a. Riwayat penyakit, diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis.
b. Umur, penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi
penyakit terdapat pada umur tertentu, penyakit rheumatoid atritis banyak
ditemukan pada usia lanjut.
c. Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak diderita oleh wanita
dari pada pria dengan perbandingan 3:1.

d. Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasien dengan reumatik..
Pada pasien RA, nyeri paling sering terjadi pada pagi hari, membengkak
disiang hari, dan sedikit lebih berat dimalam hari.
e. Kaku sendi, merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk
menggerakan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang
berada disekitar jaringan yang mengalami inflamasi.
f. Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami bengkak sendi,
perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi struktur ekstremitas
(dislokasi atau sublukasi).
g. Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ, atau
sistem tidak dapat bekerja secara adekuat. Handicap adalah apabila disabilitas
menyebakan aktivitas sehari-hari terganggu, termasuk aktivitas sosial.
h. Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak
disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan peningkatan reaktan fase
akut seperti peninggian LED atau CRP. Selain itu akan disertai dengan gejala
siskemik seperti panas, penuruanan berat badan, kelelahan, lesu, dan mudah
terangsang. Kadang-kadang pasien mengeluhkan hal yang tidak spesifik
seperti merasa tidak enak badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan
mental.
i. Gangguan tidur dan depresi, ganguan tidur dapat disebabkan oleh adanya
nyerikronik, terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi nonsteroid.
2. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:
1) Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan segera
mengangkat tungkai yang nyeri atau deformasi, sementara tungkai yang
nyeriakan lebih lama diletakkan dilantai, biasanya diikut oleh gerakan
lengan yang asimetris, disebut gaya berjalan antalgik.

10

2) Sikap/postur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan artikular


pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendiri tersebut senyaman
mungkin, biasanya dalam posisi fleksi.
3) Deformasi, akan lebih terlihat pada saat bergerak.
4) Perubahan kulit, kemerahan disertai dengan

kemerahan

disertai

deskuamasi pada kulit disekitar sendi menunjukan adanya inflamasi pada


sendi.
5) Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi di
daerah sendi tersebut.
6) Bengkak sendi bisa disebabkan karena cairan, jaringa lunak, atau tulang.
7) Nyeri raba
8) Pergerakan sinovitis menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada
semua arah.
9) Krepitus, merupakan bunyi yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur
yang diserang.
10) Atrofi dan penurunan kekuatan otot.
11) Ketidakstabilan.
12) Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi pada
penggunaan

normal

seperti

bangkit

dari

kursi

atau

kekuatan

menggenggam.
13) Nodul sering ditemukan dalam berbagai atopic, umunya ditemukan pada
permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang, sacrum).
14) Perubahan kuku, adanya jari tangan, timble pitting onycholysis atau
serpihan darah.
15) Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang pergerakan
sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi lainnya.
16) AR mempengaruhi berbagai organ dan sistem lainnya yaitu :
a) Kulit : nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada banyak pasien
dengan RA yang nilai RF-nya normal, sering lebih dari titik-titik
tekanan (misalnya, olekranon. Lesi kulit dapat bermanifestasi sebagai
purpura teraba atau ulserasi kulit).
b) Jantung : morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang meningkat
pada pasien RA. Faktor resiko non tradisional tampak memainkan
peran penting. Serangan jantung, disfungsi miokard, dan efusi
perikrdial tanpa gejala yang umum dan gejala perikarditis konstriktif
jarang. Miokarditis, vaskulitis koroner, penyakit katup, dan cacat
konduksi kadang-kadang diamati.

11

c) Paru : RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk termasuk


efusi pleura, fibrosis interstisial, nodul (Caplan sindrom), dan
obliterans bronchiolitis-pengorganisasian pneumonia.
d) Ginjal : ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung.
Umumnya akibat pengaruh obat-obatan (misalnya : obat antiinflamatory peradangan (amyloidosis)).
e) Vascular : lesi vaskuler dapat terjadi diorgan mana saja namun yang
paling sering ditemukan di kulit. Lesi dapat hadir sebagai perpura
gambling, borok kulit, atau infak digital.
f) Hematologi : sebagian besar pasien aktif memiliki penyakit anemia
kronis, termasuk anemia normokromik-normositik, trombositiosis, dan
eosinofilik, meskipun yang terakhir ini sering terjadi. Leukopenia
ditemukan pada pasien dengan sindrom Felty.
g) Neurologis : biasanya saraf jeratan, seperti padasaraf median di carpal,
lesi vasculitis, multiple mononeuritis, dan myelopathy leher rahim
dapat menyebabkan konsekuensi serius neurologis.
h) Okular : keratoconjunctivitis siscca adalah umum pada orang dengan
RA dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjogren sekunder. Mata
mungkin juga episkleritis uveitis, dan scleritis nodular yang dapat
menyebabkan scleromalacia.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratoris
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis artritis
reumatoid. Beberapa hasil uji serologis laboratorium menunjukan adanya kenaikan
titer antibodi IgM yang bereaksi terhadap perubahan IgG -1 dan IgG -2 yang juga
meningkat. Faktor reumatoid (RF) ditemukan negatif (<5%) pada 30% penderita AR
stadium dini, meskipun begitu tidak serta-merta mematahkan diagnosis AR selama
masih memenuhi 4 dari 7 kriteria utama. Kenaikan C-Reactive Protein (CRP)
umumnya terjadi sampai >0,7 pg/mL.1
Pada pemeriksaan darah rutin sering ditemukan kenaikan laju endap darah
(LED) hingga >30mm/jam. Kenaikan CRP atau LED dapat digunakan untuk
memonitor perjalanan penyakit .1 Pada AR sering pula ditemukan penurunan kadar Hb
yang bila kemudian diperiksa melalui apusan darah tepi menunjukan anemia
normositik normokrom akibat pengaruhnya pada sumsum tulang.8 Hitung sel leukosit
12

(WBC) meningkat mencapai 2000/L dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini
merupakan karakteristik peradangan pada artritis, namun hal tersebut tidak
mendiagnosis RA.9
Pemeriksaan cairan sinovial diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR
tidak ditemukan kristal, kultur negatif, dan kadar glukosa rendah.1 Analisi cairan
sinovial tidak menunjukkan satupun temuan spesifik untuk artritis reumatois, namun
menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi. Cairan sinovial biasanya keruh, dengan
kekentalan yang menurun, dan peningkatan kandungan protein.9

b. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos sendi mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi
dekat celah sendi pada stadium dini penyakit, Foto pergelangan tangan dan
pergelangan kaki penting untuk data dasar, sebagai pembanding dalam penelitian
selanjutnya. Setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat
penyempitan ruang sendi karena hilangnya struktur rawan sendi. Juga dapat terjadi
erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini
biasanya irreversibel.1

c. Pemeriksaan MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan gambaran yang jelas dari
perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang
dihubungkan dengan artritis reumatoid. MRI mampu mendeteksi adanya erosi sendi
lebih awal dibandingkan dengan foto polos dan dilengkapi dengan tampilan struktur
sendi yang lebih rinci.1

13

Gambar 2. Pasien RA menunjukkan adanya penebalan jaringan ikat dan penyempitan


celah sendi interphalanx proksimal (sumber: American Journal of Roentgenology)
Gambaran patognomonik artritis reumatoid
Patognomonik adalah tanda atau gejala khas yang tipikal tehadap suatu
penyakit sehingga dapat dijadikan tolak ukur dan spesifikasi penyakit tersebut.
Patognomonik RA adalah munculnya nodul-nodul reumatoid yang merupakan massa
jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek ulnar
pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat diatas
prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang
sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain,
sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.10 Kekakuan selama minimal 1 jam
dan artritis yang simetrk juga menjadi gejala khas dari RA.1

14

Gambar 3. Nodul reumatoid di zona persendian lutut (sumber: University of California,


Sandiego)
4. Gold Standart Diagnosis atau Kriteria Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dapat berdasarkan kriteria ARA
(American Rheumatism Association), yaitu1:
a. Kaku pagi hari di sendi dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam
sebelum perbaikan maksimal.
b. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) 3 daerah
sendi atau lebih secara bersamaan yang diobservasi oleh dokter.
c. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu
pembengkakan

persendian

tangan

yaitu

PIP

(proximal

interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau pergelangan


tangan.
d. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi
misalnya PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal),
atau MTP (metatarsophalangeal).
e. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi
dokter.
f. Faktor rheumatoid serum positif, terdapat titer abnormal faktor
rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang membrikan hasil
positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.
g. Perubahan gambaran radiologis, perubahan gambaran radiologis yang
khas pada AR pada pemeriksaan sinar X tangan posterior atau
pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang
berdekatan sendi.
Diagnosa AR, jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas dan
kriteria 1 sampai 4 harus ada minimal 6 minggu.
2.7 Diagnosis Banding
Tabel 1. Perbandingan Gambaran Radiologi Pada Artritis Reumatoid, Gout, dan
Osteoartritis.1

15

Gambaran
Radiologi

Artritis
Reumatoid

Soft tissue
swelling

Periartrikular,
simetris

Subluksasi

Ya
Menurun di
periartrikular

Mineralisasi

Gout

Osteoartritis

Esentrik, tophi

Intermitten,
tidak sejelas
yang lain

Tidak biasa

Kadang-kadang

Baik

Baik

Kadangkadang pada
tophi
Baik hingga
menyempit
Punched out
dengan garis
sklerotik
Menjalar ke
tepi korteks

Kalsifikasi

Tidak

Celah sendi

Menyempit

Erosi

Tidak

Produksi
tulang

Tidak

Simetri

Bilateral,
simetri

Asimetri

Bilateral, simetri

Proksimal ke
distal

Kaki,
pergelangan
kaki, tangan
dan siku

Distal ke
proksimal

Poliartrikular

Pembentukan
Kristal

Seagull
appearance pada
sendi
interfalangeal

Lokasi
Karakteristik
yang
membedakan

Tidak
Menyempit
Ya, pada
intraartikular
Ya

2.8 Penatalaksanaan
1. Non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi yang cukup penting bagi pasien, keluarga, dan orang-orang yang
berhubungan dengan penderita.:
1) Pengertian tentang patofisiologi
2) Penyebab penyakit
3) Prognosis penyakit
4) Semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat
yang kompleks
5) Sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini
6) Metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan. 8
b. Istirahat

16

Perencanaan aktivitas mutlak diperlukan bagi pasien rheumatoid arthritis


karena penderita biasanya disertai dengan rasa lelah yang hebat. Kekakuan dan
rasa kurang nyaman biasanya dapat diperingan dengan beristirahat.8
c. Latihan-latihan spesifik
Latihan spesifik ini dapat berupa :
1) Gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, minimal dua kali
dalam sehari.
2) Kompres panas pada sendi. Tujuan dari kompres panas ini untuk
mengurangi nyeri pada sendi.
3) Mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur. Latihan ini paling baik
diatur dan diawasi oleh tenaga kesehatan yang sudah mendapat latihan
khusus, seperti fisioterapi atauterapis kerja.
Latihan latihan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi.8
d. Alat pembantu dan adaptif
Alat pembantu dan adaptif ini mungkin diperlukan saat melakukan
aktivitas sehari-hari, seperti tongkat untuk membantu berdiri dan berjalan.8

e. Terapi yang lain


Terapi lain yang dimaksud yaitu : terapi puasa, suplementasi asam lemak
esensial, terapi spa dan latihan, suplementasi minyak ikan (cod liver oil)
sebagai NSAID-sparing agent.1
2. Farmakologis
a. Aspirin dan semua golongan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
Tujuan : terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. 1
b. Glukokortikoid
Steroid dengan prednisone dengan dosis kurang 10 mg/hari.
Mekanisme kerja : untuk meredakan gejala dan memperlambat kerusakan
sendi. Pemberian glukokortikoid harus disertai pemberian kalsium 1500 mg
dan vitamin D 400-800 IU/hari. 1
c. DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)
Pemberian DMARD harus mempertimbangkan aspek :
1) Kepatuhan pasien
2) Beratnya penyakit
3) Pengalaman dokter
4) Adanya penyakit penyerta
Tabel 2. DMARD yang paling banyak digunakan.1

17

DMARD

Mekanisme

Dosis

kerja

Waktu

Efek

timbulnya

samping

respon
Hidroksikl

Menghambat

200-400

or-okuin

sekresi sitokin,

mg p.o.

sakit

per hari

kepala,

(Plaquenil), enzim
klorokuin

lisosomal, dan

fosfat

fungsi makrofag

2-6 bulan

Mual,

sakit

250 mg

perut,

p.o. per

myopati,

hari

toksisitas
pada
retina

Methorexat

Inhibitor

7,5-25

1-2 bulan

Mual,

e (MTX)

dihidrofolat

mg p.o,

diare,

reduktase,

IM atau

kelemaha

hambat

SC per

n, ulkus

kemotaksis,

minggu

mulut,

efek anti

gangguan

inflamasi

fungsi
hati, dll

sulfasalazin Menhambat

2-3 gr

1-3 bulan

Mual,

respon sel B

p.o. per

diare,

dan hambat

hari

leukopeni

angiogenesis

,
gangguan
fungsi
hati, dll

Azathiopri

Mengahambat

50-150

2-3 bulan

Mual,

ne(Imuran)

sintesis DNA

mg p.o.

leukopeni

per hari

sepsis,

limfoma

18

Cyclospori

Menghambat

2,5-5

2-4 bulan

Mual,

ne

sintesis IL-2

mg/kgB

parestesia

dan sitokin sel

B p.o.

T lainnya

per hari

gangguan
ginjal,
hipertensi
, sepsis,
dll

d. Terapi kombinasi
Kombinasi terbukti memiliki efikasi terapi yang lebih tinggi daripada
terapi tunggal. Beberapa kombinasi yang sudah banyak diteliti dan memiliki
efektivitas yang lebih besar yaitu :
1) MTX + hidroksiklorokuin
2) MTX + hidroksiklorokuin + sulfasalazine
3) MTX + sulfasalazine + prednisolon
4) MTX + leflunomide
5) MTX + infiximab
6) MTX + etanercept
7) MTX + adalimumab
8) MTX + anakinra
9) MTX + rituximab
Terapi kombinasi ini memberikan respon yang lebih baik dan efektif dalam
menghambat progresivitas penyakit dan kerusakan radiografi.1
e. Emas
Natrium auritiomalat diberikan melalui injeksi IM dengan dosis 50
mg/minggu sampai terdapat bukti remisi (biasanya setelah pemberian 500
mg). pasien yang memberikan respons, interval dosis ditingkatkan secara
bertahap setiap bulan. Pengobatan bisa dilanjutkan sampai mencapai 5 tahun.
Diperlukan pemeriksaan darah dan urinalisis rutin. Leucopenia dan
trombositopenia atau proteinuria biasanya bersifat reversible jika pemberian
emas dihentikan.11
f. Penatalaksanaan bedah
Tindakan bedah perlu dipertimbangkan bila :1
1) Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang
ekstensif
2) Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat
19

3) Ada ruptur tendon


Sinovektomi, khususnya pada sendi lutut berguna untuk meluruskan
kembali dan memperbaiki tendon. Sendi buatan dapat dilakukan misalnya
pada sendi panggul, lutut, jari-jari tangan. Artrodesis mungkin perlu dilakukan
pada nyeri atau deformitas yang berat11
2.9 Prognosis
Perjalanan penyakit arthritis rheumatoid sangat bervariasi, tergantung pada ketaatan
pasien untuk berobat dalam jangka waktu lam. Sekitar 50-75 % pasien arthritis rheumatoid
akan mengalami remisi dalam 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih
buruk. Golongan ini umumnya meninggal 10-15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa
rheumatoid arthritis. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal
pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna.
Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi
yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan
rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang
yang luas dapat terjadi dalam dua tahun pertama.12
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang
bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan selanjutnya akan
mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid
akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa
remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis
reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap
pada setiap eksaserbasi.

20

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun progresif yang di tandai dengan

peradangan membran persendian. Autoimun merupakan gangguan pada sistem imun yang
menyebabkan kekebalan tubuh justru menyerang jaringan tubuh sendiri.penyebab rematoid
arthritis belum diketahui, namun di lihat dari patofisiologinya disebabkan oleh faktor genetik
dan lingkungan diduga timbulnya penyakit ini. Faktor infeksi sebagai penyebab artritis
rheumatoid patogenesisnya dimulai dengan terdapatnya suatu antigen yang berada pada
membran sinovial.
Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian,
namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas / cacat yang
menetap. Selain itu karena penyakit ini bersifat kronis dan sering kambuh, maka penderita
akan mengalami penurunan produktivitas pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul
menyebabkan gangguan aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas hidup menderita. Meskipun
prognosis untuk kehidupan penderita tidak membahayakan, akan tetapi kesembuhan penyakit
sukar tercapai.
Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat
mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari program terapi
adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
dan/atau memeperbaiki deformitas.
3.2.

Saran
Pasien harus mengetahui dan memahami tentang penyakit AR yang dideritanya, sehingga

akan lebih mudah bagi pasien menerima kondisi dan prognosis dari penyakitnya.
21

DAFTAR PUSTAKA
1. Suarjana, I Wayan. Artritis Reumatoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V, Jilid III.
Interna Publishing. Jakarta. 2009. Hal: 2495-2503.
2. Silman, Alan J., Pearson, Jacqueline E. Supplement Review Epidemiology and genetics
of rheumatoid arthritis. Arthritis Research. ARC Epidemiology Unit, School of
Epidemiology & Health Sciences, University of Manchester, Manchester, UK. Vol 4
Suppl 3. 2002.
3. Lemone & Burke. Medical surgical Nursing, Critical Thinking in Client Care Third
Edition. Addison Wesley Nursing. California. 2001.
4. Corwin, E, j. Buku Saku Patofisiologi, jakarta : EGC. 2009
5. SIGN. Management of Early Rheumatoid Arhtritis A National Clinical Guideline. SIGN
(Scottish Intercollegiate Guidelines Network). Edinburgh. 2011.
6. Kasper LK, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL. 2005.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill.
7. Shopia, Enny. 2009. Kenali Rheumatoid Actritis. Available at :
http://medicastore.com/seminar/95/Kenali_Reumatoid_Artritis_Si_Sistem_Imun_yang_ta
k_lagi_Menjalankan_Fungsinya.html
8. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M.. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
9. Kasper LK, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL. 2005.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill.
10. Eisenberg RL, Johnson NM. 2003. Comprehensive Radiographic Pathology. Ed 4.
Philadelphia: Mosby Elsevier
11. Rubenstein, David., Wayne, David. et al. 2006. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Jakarta :
Erlangga.
12. Mansjoer A., et all., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, 2000, Jakarta : Media
Aeaculapius. h.536-9

22

23

You might also like