You are on page 1of 3

SEJARAH BERDIRINYA

MUHAMMADIYAH DI INDONESIA
Standar
Desember 14, 2012 Tinggalkan Komentar
A. SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH DI INDONESIA
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan
KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh
dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu
beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib
dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat
sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung
ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman
bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut
maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi
pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut Sidratul Muntaha. Pada
siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak
yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu
masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin
Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga
tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun
1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini
Menjadi Muktamar 5 tahunan.

K.H. AHMAD DAHLAN


A. Latar Belakang Kehidupan

K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan tanggal 1 Agustus 1868 di Kauman Yogyakarta dan wafat tanggal
23 Februari 1923. Nama kecilnya adalah Muhammad Darwis. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar
(seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan ibunya Siti
Aminah (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan
anak ke-empat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim,
seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor
pertama
dari
penyebaran
dan
pengembangan
Islam
di
Tanah
Jawa.
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH.
Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo
bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin
Maulana Muhammad Fadlulllah (Prapen) bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin
Maulana
Malik
Ibrahim.
Permulaan pendidikan Muhammad Darwis adalah memperoleh pengajaran dan pendidikan
membaca (mengaji) al-Quraan dari ayahnya, K.H. Abu Bakar di rumah sendiri, dan pada usia 8
tahun di sudah lancar dan tamat membaca al-Quran. Seiring dengan perkembangn usia yang
semakin bertambah, M. Darwis yang sudah tambah remaja mulai belajar agama Islam tingkat
lanjut. Tidak sekedar membaca al-Quran, dia jug belajar fiqih dari K.H. M. Soleh dan belajar
nahwu dari K.H. Muhsin. Selain itu M. Darwis juga belajar ilmu agama Islam lebih lanjut dari
K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan K.H. M. Nuh. Ia juga belajar ilmu hadis kepada K.H.
Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraati dan falak kepada K.H. Dahlan
Semarang.
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini,
Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti
Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya
tahun
1888,
beliau
berganti
nama
menjadi Ahmad
Dahlan.
Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa
ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H.
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,
Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu
Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan
pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam
orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.
Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la
juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga
mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu)
Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta.

You might also like