You are on page 1of 43

PENGGUNAAN KOMPRES DINGIN

DALAM PENATALAKSANAAN NYERI


PADA PASIEN POST ORIF 1/3 MEDIAL FEMUR SINISTRA
DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT WALED
KABUPATEN CIREBON
TAHUN 2014

LITERATUR REVIEW

Disusun Oleh :
Akhmad Mabruri
Angga Anggara
Fitriyati Kartika Sari
M. Hidayat

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON

STIKes CIREBON
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan telaah jurnal ini dengan
judul
PENGGUNAAN
KOMPRES
DINGIN
DALAM
PENATALAKSANAAN NYERI PADA PASIEN POST ORIF 1/3 MEDIAL
FEMUR SINISTRA DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT WALED
KABUPATEN CIREBON .
Penulis menyadari bahwa dalam telaah jurnal ini masih banyak
kekurangannya, lebih dari sisi materi yang disajikan maupun dari cara penulisan.
Namun penulis selalu berusaha semaksimal mungkin untuk mendekati
kesempurnaan dalam penyusunannya, oleh karena itu saran dan kritik sangat
penulis harapkan untuk perbaikan telaah jurnal ini.
Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan
telaah jurnal ini, khususnya kepada :
1.
2.
3.
4.

5.

Direktur Utama RSU Waled Kabupaten Cirebon.


H. M. Firman Ismana, MM, Selaku Ketua STIKes Cirebon.
Supriatin, S.Kep, Ners Selaku Ketua Program Studi Profesi Ners STIKes
Cirebon.
Rokhmatul Hikhmat, S. Kp., M. Kes. selaku Pembimbing Akademik dengan
penuh kesabaran dan ketekunan dalam meluangkan waktunya untuk
memberikan dorongan, perhatian, bimbingan, pengarahan, serta saran-saran
dalam pembuatan telaah jurnal ini.
Hendi Mulyono, S.Kep., Ners Pembimbing Klinik Ruang Anggrek yang
telah berkorban banyak waktu, pikiran serta perhatian dalam membimbing
sehingga terselesaikan jurnal ini.

Semoga segala kebaikan serta amal baik yang telah diberikan menjadi
amal sholeh dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Akhir kata semoga ada
manfaatnya terutama bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Amin
Cirebon, Januari 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................

ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................

B. Rumusan Masalah .................................................................

C. Tujuan ...................................................................................

D. Ruang Lingkup .....................................................................

E. Manfaat .................................................................................

BAB II TINJAUAN JURNAL DAN TEORITIS


A. TINJAUAN JURNAL
1. Jurnal Review 1 .............................................................

2. Jurnal Review 2 .............................................................

3. Jurnal Review 3 .............................................................

B. KONSEP DASAR PENYAKIT : FRAKTUR FEMUR


1. Pengertian ......................................................................

2. Anatomi dan Fisiologi ...................................................

3. Klasifikasi ......................................................................

12

4. Etiologi ...........................................................................

16

5. Patofisiologi ...................................................................

17

6. Manifestasi Klinis ..........................................................

18

7. Pemeriksaan Penunjang .................................................

18

8. Komplikasi ....................................................................

18

9. Penatalaksanaan .............................................................

19

10. Dampak Penyakit Terhadap KDM ................................

19

iii

BAB III TINJAUAN KASUS


A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien ................................................................

21

2. Riwayat Kesehatan ........................................................

21

3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik ..................................

22

4. Pola Aktivitas Sehari hari ...........................................

24

5. Data Penunjang ..............................................................

25

6. Analisa Data ...................................................................

26

7. Diagnosa Keperawatan ..................................................

26

8. Intervensi Keperawatan .................................................

27

9. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ......................

28

B. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


1. Hasil pengamatan ...........................................................

30

2. Pembahasan ...................................................................

31

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ...............................................................................

34

B. Saran .....................................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA

iv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,
fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap
atau tidak lengkap (Helmi, 2012). World Health Organization (WHO)
mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Kecelakaan memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden
fraktur ekstremitas bawah sekitar 40% (Depkes RI, 2011).
Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di
bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Menurut hasil data Riset
Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2011, di Indonesia terjadi fraktur yang
disebabkan oleh cidera seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma
tajam/tumpul. Riset Kesehatan Dasar (2011) menemukan ada sebanyak
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8
%). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus, dan yang mengalami
fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda
tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).
Salah satu manifestasi klinik pada penderita fraktur adalah nyeri.
Nyeri

merupakan

gejala

paling

sering

ditemukan

pada

gangguan

muskuloskletal. Nyeri pada penderita fraktur bersifat tajam dan menusuk.


Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot atau
penekanan pada saraf sensoris (Helmi, 2012).
Salah satu manajemen non farmakologi untuk menurunkan nyeri yang
dirasakan pada pasien fraktur adalah dengan kompres dingin (Potter & Perry,
1

2005). Pemberian kompres dingin dipercaya dapat meningkatkan pelepasan 2


endorfin yang memblok transmisi stimulus nyeri dan juga menstimulasi
serabut saraf berdiameter besar A-Beta sehingga menurunkan transmisi
implus nyeri melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C. tindakan
kompres dingin selain memberikan efek menurunkan sensasi nyeri, kompres
dingin juga memberikan efek fisiologis seperti menurunkan respon inflamasi
jaringan, menurunkan aliran darah dan mengurangi edema (Tamsuri, 2007).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis
merumuskan masalah sebagai

berikut

: Bagaimanakah efektivitas

penggunaan kompres dingin dalam penatalaksanaan nyeri pada pasien post


orif 1/3 medial femur sinistra ?

C. Tujuan
Tujuan dari telaah jurnal ini adalah mengidentifikasi efektifitas
kompres dingin dalam penatalaksanaan nyeri pada pasien fraktur tertutup di
ruang Anggrek RSUD Waled Kabupaten Cirebon.

D. Ruang Lingkup
Lingkup penerapannya yaitu keperawatan medikal bedah, terapi
komplementer. Telaah jurnal ini mengenai bagaimanakah efektivitas
penggunaan kompres dingin dalam penatalaksanaan nyeri pada pasien post
orif 1/3 medial femur sinistra di ruang perawatan bedah umum Anggrek
RSUD Waled tahun 2014 .

E. Manfaat
1. Bagi profesi keperawatan sebagai bahan masukan bagi bidang

keperawatan

dalam

melaksanakan

asuhan

keperawatan

untuk

mengurangi nyeri pada pasien fraktur tertutup secara non farmakologi


melalui terapi komplementer kompres dingin pada pasien fraktur
tertutup.
2. Bagi institusi kesehatan RSUD Waled, hasil penelitian ini dapat memberi

sumbangan pemikiran tentang terapi kompres dingin sebagai salah satu


bentuk terapi nyeri pada pasien fraktur tertutup.

BAB II
TINJAUAN JURNAL DAN TEORITIS

A. Tinjauan Jurnal
Dari hasil jurnal yang penulis telaah didapat 3 jurnal yang relevan
dengan penelitian yang kami amati yaitu tentang kompres dingin dengan
intensitas nyeri pada pasien fraktur.
1. Jurnal Review 1
Jurnal penelitian yang berjudul Efektivitas Kompres Dingin
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP
H. Adam Malik Medan oleh Siti Khodijah .
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang disebabkan
oleh rudapaksa. Nyeri adalah sensasi subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadiankejadian di mana terjadi kerusakan. Kompres dingin merupakan salah
satu intervensi yang dapat dipilih untuk mengurangi nyeri fraktur yang
dialami oleh pasien. Kompres dingin diberi dengan menggunakan
kantong karet yang diisi es batu dengan suhu awal 12oC selama 10 menit.
Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen yang
bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas kompres dingin terhadap
penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam
Malik

Medan.

Pengambilan

sampel

dilakukan

dengan

teknik

convenience sampling sehingga diperoleh sampel berjumlah 8 orang


pada masing-masing kelompok yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini diuji
dengan perhitungan statistik menggunakan program aplikasi komputer.
Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase,
dan mean. Intensitas nyeri pasien fraktur sebelum dan sesudah pemberian
kompres dingin pada kedua kelompok dianalisis dengan uji paired t-test.
4

Sedangkan perbedaan penurunan intensitas nyeri pasien fraktur antara


kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dianalisis dengan uji
independent t-test.
Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa intensitas nyeri
pasien fraktur di Rindu B RSUP. H Adam Malik Medan yang diberikan
kompres dingin mengalami penurunan nyeri yang signifikan, nilai p =
0,000 (p< 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi kompres
air biasa tidak mengalami penurunan yang signifikan p=0,080 (p>0,05)
dan hasil analisa data yang menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah
diberi kompres dingin dengan nilai p=0,000 (p< 0,05).

2. Jurnal Review 2
Jurnal penelitian yang berjudul Efektifitas Kompres Dingin
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia
RSUD Arifin Achmad oleh Andi Nurchairiah, Yesi Hasneli dan Ganis
Indriati.
The purpose of this research study to analized effectivity of cold
compress due to patients pain with closed fractures in Dahlia room at
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. This research used quasy experimental
design with non-equivalent control group that devided into experimental
group and control group. The samples are 30 patients which taken by
purposive sampling technique with concern to inclusion criteria. The
instrument tools that applied for both of group was observation form
such as Numeric Rating Scale (NRS). The experimental group was given
the cold compress for 5-10 minutes. The data was analysed used
univariate and bivariate with dependent sample t test and independent
sample test. The result of this research found that mean of intensity of
pain towards experimental group before the compress is 7.00 and after
compress is 5.47 was p value 0,000< (0,05). Its mean there was
significsnt differences about interisty of pain before and after giving cold

compress in experimental group. Wereas interisty of pain towards


control group before and after giving cold compress was constant at
7.27. comparison mean of interisty of pain fracture experimental and
control group have significant differences with p value 0,000 < (0,05).
This research found that giving cold compress to decrease interisty of
pain toward patient with closed fracture at RSUD Arifin Achmad is
effective.
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa efektifitas kompres
dingin karena rasa sakit pasien dengan patah tulang tertutup di Dahlia
kamar di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Penelitian ini menggunakan
desain eksperimen kuasi dengan kelompok kontrol non-ekuivalen yang
terbagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sampel
adalah 30 pasien yang diambil dengan teknik purposive sampling dengan
perhatian kriteria inklusi. Alat instrumen yang digunakan untuk kedua
kelompok adalah bentuk observasi seperti Numeric Rating Scale (NRS).
Kelompok eksperimen diberi kompres dingin selama 5-10 menit. Data
dianalisis digunakan univariat dan bivariat dengan uji sampel t dependen
dan uji sampel independen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ratarata intensitas nyeri terhadap kelompok eksperimen sebelum kompres
adalah 7,00 dan setelah kompres adalah 5.47 adalah p value 0,000 <
(0,05). Ini berarti ada perbedaan yang signifikan tentang intensitas nyeri
sebelum dan sesudah pemberian kompres dingin di kelompok
eksperimen. Daerah intensitas nyeri terhadap kelompok kontrol sebelum
dan sesudah pemberian kompres dingin konstan pada 7.27. rata-rata
perbandingan interisty fraktur nyeri kelompok eksperimen dan kontrol
memiliki perbedaan yang signifikan dengan p value 0,000 < (0,05).
Penelitian ini menemukan bahwa pemberian kompres dingin untuk
mengurangi interisty sakit terhadap pasien dengan fraktur tertutup di
RSUD Arifin Achmad efektif.

3. Jurnal Review 3
Jurnal penelitian Cold and compression in the Management of
musculoskeletal injuries and orthopedic operative procedures: a
narrative

review

(Kompres

Dingin

Dalam

Manajemen

Cedera

Muskuloskeletal Dan Prosedur Operasi Orthopedi) oleh Jon E Block,


PhD.,
Cold and compression are routinely applied immediately after
acute injury or following surgery to alleviate pain, reduce swelling and
speed functional recovery. The objective of this literature review is to
describe the published clinical findings regarding combined cold and
compression therapy in the management of musculoskeletal injuries and
after orthopedic operative procedures. Of 33 potential articles triaged,
the findings of 21 randomized controlled trials were assessed and
summarized. The findings reported by these 21 studies were largely
subjective pain outcomes and, to a lesser degree, swelling and range of
motion, and were inconsistent and divergent, making it difficult to
recommend the most appropriate, effective clinical application of cold
and compression. Further, 18 of the 21 reported studies evaluated cold
and static compression, where the extent and duration of the compression
was not uniform within or across studies. Operative procedures may
offer a more controlled environment for rigorous investigations.
However, such studies must be powered sufficiently to account for
variations in surgical procedure that could affect outcomes. More
uniform operative procedures, such as total knee arthroplasty, represent
a well circumscribed intervention for studying the clinical utility of cold
compression therapy because the operative technique is standardized,
surgical tissue damage is extensive, intraoperative blood loss is high,
and post-operative edema and pain are severe. Findings from
randomized controlled trials of knee arthroplasty generally showed cold
compression therapy provides better outcomes such as pain relief than
alternative interventions. While the effects of cold and static compression

are clearly better than no treatment, they do not appear to be directly


additive.
Kompres dingin secara rutin diterapkan segera setelah cedera akut
atau setelah operasi untuk mengurangi rasa sakit, mengurangi
pembengkakan dan mempercepat fungsi pemulihan. Tujuan dari tinjauan
literatur ini adalah untuk menggambarkan temuan klinis yang diterbitkan
mengenai terapi kombinasi kompres dingin dalam pengelolaan cedera
muskuloskeletal dan setelah prosedur operasi ortopedi. Dari 33 artikel
potensial diprioritaskan, temuan 21 uji coba terkontrol acak dinilai dan
diringkas. Temuan yang dilaporkan oleh 21 studi dengan hasil nyeri
sebagian besar subjektif, pada tingkat yang lebih rendah, pembengkakan
dan rentang gerak, tidak konsisten dan divergen, sehingga sulit untuk
menentukan yang paling tepat dalam aplikasi klinis efektivitas kompres
dingin. Selanjutnya, 18 dari 21 studi kompres dingin yang dilaporkan
dievaluasi statis, di mana tingkat dan durasi kompresi tidak seragam
dalam penerapannya. Prosedur operasi mungkin menawarkan lingkungan
yang lebih terkontrol untuk penyelidikan ketat. Namun, penelitian
tersebut harus didukung cukup untuk menjelaskan variasi dalam prosedur
bedah yang dapat mempengaruhi hasil. Prosedur operasi yang lebih
seragam, seperti total artroplasti lutut, merupakan intervensi berbatas
tegas untuk mempelajari utilitas klinis terapi kompresi dingin karena
teknik operasi standar, kerusakan jaringan bedah luas, kehilangan darah
intraoperatif tinggi, dan edema pasca-operasi dan nyeri yang parah.
Temuan dari percobaan terkontrol acak dari artroplasti lutut umumnya
menunjukkan terapi kompresi dingin memberikan hasil yang lebih baik
seperti nyeri dibandingkan intervensi alternatif. Sedangkan efek
kompresi dingin dan statis jelas lebih baik daripada tidak ada perawatan,
mereka tidak tampak secara langsung aditif.

F. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalahterputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Samsul Hidayat, 2005)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, 2000).
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya
kontinuitas tulang.
Menurut Suddarth (2002), fraktur adalah diskontinuitas jaringan
tulang yang banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau
kecelakaan.
Disimpulkan bahwa, fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan
oleh rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
trauma.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi tulang
Tulang terdiri dari sel- sel yang berada pada ba intraseluler.
Tulang berasal dari embrionic hyalin cartilage yang mana melalui
proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh selsel

disebut

osteoblas.

Proses

mengerasnya

tulang akibat

penimbunan garam kalsium.


Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :
1) Tulang panjang (femur, humerus) terdiri dari batang tebal
panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut
epifisis. Disebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis,
diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
tumbuh,

yang

disebut

lempeng

epifisis

atau

lempeng

pertumbuhan.tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang


rawan di lempeng epifisis.tulang rawan digantikan oleh sel sel
tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang.
Batang di bentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
terbentuk dari spongi bone (cancellous atau trabeculer). Pada
akhirnya tahun tahun remaja tulang rawan habis lempeng
epifisis

berfusi,

pertumbuhan,

dan

tulang

esterogen

berhenti

dan

tumbuh.

testosteron

Hormon

merangsang

pertumbuhan tulang panjang. Esterogen bersama dengan


testosteron merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu
tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis.
Kanalis medularis berisi sumsum tulang
2) Tulang pendek ( carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang
padat.
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang
padat dengan lapisan luar adalah tulang cancellous.
4) Tulang yang tidak beraturan ( vertebrata) sama dengan tulang
pendek.
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak disekitar
tlang yang berdekatan dengan persendian dan didukung oleh
tendon dan jaringan fasial misalnya patella (kap lutut)
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral.
Sel yang terdiri dari tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan menskresi
matriks tulang. Matriks terdiri dari 98% kolagen dan 2% substansi
dasar

(glukosaminoglikan,

asam

polisakarida

dan

poliiteoglikan).matriks merupakan kerangka dimana garam mineral


anorgaik ditimbun.osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam
pemeliharaan funsi tulang dan terletak dalam osteon ( unit matriks

10

tulang).osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang


berperan dalam penghancuran, reabsorbsi dan remodeling tulang.
Osteon merupakan unit funsionalmikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler, dikeliling kapiler tersebut
merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella
terdapat osteosit yang memperolehnutrisi melalui prosesus yang
berlanjut

kedalam

kanalikuli

yang

halus

(kanal

yang

menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh


kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti oleh membran fibrouspadat yang dinamakan
periosteum.

Periosteum

memberi

nutrisi

ke

tulang

dan

memungkinkan tumbuh, selain sebagai tempat perekatan tendon dan


ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah dan
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi
rongga sumsum tulang panjang dan rongga dalam tulang kanselus.
Osteoklas yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum
terletak dekat endosteum dan dalam lacuna howship (cekungan pada
permukaan tulang).
b. Fisiologi tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantunng, otak, dan paru
paru) dan jaringan lunak.
3) Memberikan pergrrakan (otot yang berhubungan dengan
kontraksi dan pergerakan)
4) Membentuk sel sel darah merah didalam sum sum tulang
belakang ( hemaptopoesis)
5) Menyimpan garam mineral misalnya kalsium, fosfor.

11

3. Klasifikasi Fraktur Femur


Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. Fraktur collum femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung
yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah
trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan)
ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan
exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
1) Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
2) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar
sembuh karena bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas
sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu yang cukup lama.
b. Fraktur subtrochanter femur
Fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari
trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding &
Magliato, yaitu :
1) tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2) tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
3) tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas
trochanterminor.
c. Fraktur batang femur (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung
akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari
ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock,
salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya
luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
1) Tertutup

12

2) Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat


hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam
tiga derajat, yaitu :
1. Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul
luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang
dari dalam menembus keluar.
2. Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan
karena benturan dari luar.
3. Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor,
jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf,
pembuluh darah)
Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup
luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis
penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga
karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah
terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian
proksimal sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak.
Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup,
dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.
Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur
intertrokanter dan subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan
kominutif, serta fraktur suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan
fraktur kondilus femur. Yang tidak dapat ditangani dengan traksi
adalah dislokasi tertentu berat.
Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi buck, tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah
yang patah.
Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi
non operatif, karena akan menyambung dengan baik, pemendekan
kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan

13

sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal ini kemungkinan


karena daya proses remodeling pada anak-anak.
d. Fraktur supracondyler femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi
dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya
tarikan

dari

otot

otot

gastrocnemius,

biasanya

fraktur

supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan


tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.
Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang
femur. Seperti halnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler
dapat dikelola secara konservatif dengan traksi skeletal dengan lutut
dalam posisi fleksi 90O. Traksi ini juga memerlukan waktu istirahat
di tempat tidur yang lama sehingga lebih disukai reposisi terbuka
dan pemasangan fiksasi interna dengan pelat suprakondiler yang
kokoh, yang memungkinkan mobilisasi segera dan menggerakkan
sendi lutut. Hal yang terakhir ini penting karena gerakan sendi lutut
yang segera dapat mencegah sendi kejur akibat perlekatan otot dan
atau perlekatan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.
e. Fraktur intercondylair
Biasanya

fraktur

intercondular

diikuti

oleh

fraktur

supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y


fraktur. Fraktur ini juga relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai
akibat jatuh dengan lutut dalam keadaaan fleksi dari ketinggian.
Permukaan belakang patella yang berbentuk baji , melesak ke dalam
sendi lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu
atau keduanya retak. Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat
komponen melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur
berbentuk seperti huruf T atau Y.
Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan
biasanya disertai goresan atau memar pada bagian depan lutut yang

14

menunjukkan adanya trauma. Di sini patella juga dapat mengalami


fraktur.
f. Fraktur condyler femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi
dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
g. Fraktur leher
Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun
dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.
Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan basal, yang
kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau
interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak
ekstrakapsuler.

Fraktur

intrakapsuler

umumnya

sulit

untuk

mengalami pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler kaput


femur.

Pendarahan

kolum

yang

terletak

intraartikular

dan

pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa


femoris lateralis melalui simpai sendi. Sumber perdarahan ini putus
pada fraktur intraartikular. Pendarahan oleh arteri di dalam
ligamentum teres sangat terbatas dan sering tidak berarti. Pada
luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter cukup kaya
vaskularisasi nya, karena mendapat darah dari simpai sendi,
periosteum, dan a. nutrisia diafisis femur. Semua fraktur di daerah
ini umumnya tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi tertutup
terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik yang
subservikal maupun yang basal.
Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai
kiri dengan kanan. Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka
anterior superior lebih pendek karena trokanter terletak lebih tinggi
akibat pergeseran tungkai ke kranial. Penderita umumnya datang
dengan keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri.
Umumnya penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan

15

sedikit fleksi dan eksorotasi serta memendek. Gambaran radiologis


menunjukkan fraktur leher femur dengan dislokasi pergeseran ke
kranial atau impaksi ke dalam kaput.
Kegalian fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar
dan kuat antara tungkai dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu
m. iliopsoas, kelompok otot gluteus, quadriceps femur, flexor femur,
dan adductor femur. Inilah yang menggangu keseimbangan pada
garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak
tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah
lagi, periosteum fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga
kemampuannya terbatas dalam penyembuhan tulang. Oleh karena
itu, pertautan fragmen fraktur hanya bergantung pada pembentukan
kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum dan
kaput femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.

4. Etiologi
Trauma dapat bersifat:
a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
b. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung bila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
c. Tekanan pada tulang dapat berupa:
1) Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau
spiral
2) Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3) Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan
fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi

16

4) Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau


memecah,

misalnya

pada

badan

vertebra

talus

atau

fraktur buckle pada anak-anak


5) Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak
tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
6) Fraktur oleh karena remuk
7) Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menraik
sebagian tulang

5. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi terjadi karena benturan tubuh, jatuh
atau trauma. Baik itu karena trauma langsung maupun tidak langsung dan
juga bisa karena trauma akibat tarikan otot. Perdarahan patah tulang akan
terjadi disekitar tempat patahan dan kedalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul setelah fraktur. Sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa sisa sel mati akan
dimulai.ditempat patah tersebut akan terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala jala untuk melekatkan sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati .
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanann serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer,
bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun kompartemen
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan
dangaya pegas untuk menahan tekanan, tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang , maka terjadilah

17

trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atauterputusnya


kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, porioseteum dan pembuluh
darah serta syaraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak . perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut
dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera akan berdekatan ke bagian tulang yang patah, jaringan yang
mengalami kerusakan atau nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, infiltrasi sel darah putih. Kejadianini yang merupakan dasar dari
penyembuhan tulang ( doenges 2000)

6. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinik


a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens
ginjal

8. Komplikasi
a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.

18

b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi


dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

9.

Penatalaksanaan
a. Pembedahan Ortopedi.
b. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmenfragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak semula.
c. Imobilisasi fraktur, dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna
d. Graf tulang : penggantian tulang patah untuk memperbaiki
penyembuhan, menstabilisasikan atau mengganti tulang yang patah.
e. Mempertahankan

dan

mengembalikan

fungsi,

reduksi

dan

imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.


f. Amputasi : penghilangan bagian tubuh
g. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
h. Status neurovaskuler (misal: peredaran darah, nyeri, perabaan
gerakan) dipantau
i. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

10. DAMPAK

PENYAKIT

TERHADAP

MANUSIA
a. Kebutuhan oksigenasi
1) Sesak nafas
2) Lemas
3) Pucat
4) CRT > 3 detik
b. Kebutuhan nutrisi
1) Mual muntah

19

KEBUTUHAN

DASAR

2) Nafsu makan menurun


c. Kebutuhan aktivitas
1) kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
2) Keterbatasan mobilitas
d. Konsep diri
1) Kurang bersosialisasi
2) Kehilangan percaya diri
e. Kebutuhan rasa aman
1) nyeri tiba-tiba saat cidera
2) spasme/ kram otot
3) laserasi kulit
4) perdarahan
5) perubahan warna
6) pembengkakan lokal
f. Pertumbuhan dan perkembangan

20

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian

: Jumat, 14 Desember 2014

Tempat

: Ruang Perawatan Bedah Umum Anggrek RSU Waled

1. Identitas Klien
Nama

: Tn. H

No. RM

: 754384

Umur

: 31 Th

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Kedung jati, Purwodadi

Pekerjaan

: Wiraswasta

Tanggal masuk

: 11 Desember 2014

Tanggal Pemeriksaan

: 12 Desember 2014

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dirawat di RSUD Waled dengan keluhan kaki sebelah kiri, nyeri
dirasakan pada saat kaki coba untuk di gerakkan, nyeri dirasakan seperti di
sayat sayat dengan skala nyeri 6, nyeri hilang timbul 10 menit sekali,
klien mengatakan mengalami patah tulang setelah bus yang di tumpangi
mengalami kecelakaan. Setelah sampai di IGD RSUD Waled klien di
berikan terapi infus RL dan di pindahkan ke ruang Anggrek akhirnya
dilakukan operasi, klien kemudian dilakukan perawatan.

21

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien mengatakan tidak pernah mengalami sakit seperti sekarang, tidak
pernah dirawat di rumah sakit, hanya sakit ringan biasa.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien dan keluarga mengatakan tidak ada

keluarga

yang

menderita

penyakit seperti yang di derita klien, tidak ada penyakit menular maupun
penyakit keturunan yang ada di keluarga tersebut.

3.

Observasi Dan Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
GCS

: tampak sakit sedang


: E4 V5 M4

2. Kesadaran

: Compos mentis

3. Vital Sign
Tekanan Darah

: 130/ 80 mmHg

Nadi

: 89 x / menit

RR

: 22 x /menit

: 36.5 C

4. Kepala
Normochepal, tidak ada lesi atau oedema, tidak ada perdarahan, tidak ada
nyeri tekan di area kepala,
5. Mata
Conjunctiva

: An anemis

Sklera

: An Ikterik

Pupil

: Bulat isokor

Reflek Cahava : langsung / tidak langsung positif


Gerakan Bola Mata: Aktif ke segala arah
6. Telinga
Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada penumpukan serumen,
7. Hidung
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada polip, bentuk simetris

22

8. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, ada refleks menelan, tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid
9. Thorax
Pergerakan paru kanan dan kiri simetris, tidak ada krepitasi, Sonor di
seluruh lapang paru, BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada galop,
bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada weezing.
10. Abdomen
Permukaan datar, tidak ada massa, tidak nyeri tekan, tidak lesi / luka, tidak
ada memar, Timpani saat di perkusi, Bising usus 7 x / menit.
11. Ekstrimitas
Atas kanan dan kiri

: terpasang infus disebelah kanan tangan


dengan cairan RL, CRT < 3 detik, tidak ada
lesi, tidak ada oedema.

Bawah kanan dan kiri

: terdapat luka jahitan di femur kaki kiri, luka


lecet yang mulai mengering, tidak ada
oedema, nyeri tekan pada fraktur, krepitasi
tidak dilakukan, denyut arteri dorsalis pedis
teraba, gerakan fleksi dan ekstensi tidak
dapat dinilai

Tonus Otot
5
5

5
2

23

4. Pola Aktivitas Sehari Hari


a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Sebelum Sakit

Saat Sakit

klien mengatakan dapat makan


secara normal 3x sehari, setengah
porsi sedang, selalu habis, dengan
komposisi nasi, sayur dan lauk

klien mengatakan makan 3x sehari


dengan porsi RS dan diit lunak
yaitu bubur, makan setengah porsi,
tidak ada mual dan muntah,
terpasang infus RL 20tpm.

b. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit

Saat Sakit

klien mengatakan BAK dan BAB


normal, tidak terdapat BAK dan
BAB darah, konsistensi lembek

klien mengatakan dapat belum bisa


BAB selama di rumah sakit, klien
terpasang kateter untuk BAK

c. Pola Aktivitas dan Latihan


Sebelum Sakit

Saat Sakit

klien mengatakan dapat melakukan


kegiatan
sehari hari dengan
normal, tanpa bantuan keluarga,
klien sebagai kepala keluarga yang
bekerja mencukupi kebutuhan
keluarga nya, klien bekerja di luar
kota dan pulang 1 bulan sekali

klien mengatakan aktivitas


sekarang sangat bergantung pada
keluarga nya , terutama pada
istrinya. Klien dibantu istrinya
untuk melakukan hal yang
sekiranya klien tidak dapat
lakukan.

d. Personal Higine
Sebelum Sakit

Saat Sakit

klien mengatakan mandi 2 kali


sehari, sikat gigi selalu dilakukan
setelah mandi, ganti baju dilakukan
setelah mandi, klien melakukan
kebersihan diri secara mandiri.

klien mengatakan hanya dibantu


keluarganya, diganti baju sehari
sekali, sikat gigi belum dilakukan,
kebersihan kulit kepala kurang,
tidak ada luka dikepala

e. Aspek psikologi
Klien mengatakan ingin segera sembuh dan pulang karena jauh dari
keluarga, sehingga hanya istri yang menungguinya, sedangkan keluarga
lain tidak ada.
24

5. DATA PENUNJANG
a. Terapi
Cefotaxime

1 gr/12 jam IV

Ketorolac

30 gr/8 jam IV

Ranitidin

20 gr/12 jam IV

Infus RL

20 tts/menit

IV

b. Hasil Laboratorium
No

Jenis Pemeriksaan

Hasil

Hemoglobin

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

4,0

Ilematokrit

31

L : 40-54 P :37- 47 (%)

Basofil

01

Eosinofil

14

Netrofil batang

35

Netrofil segmen

75

35 70

10

Limfosit

23

20 40

11

Monosit

2 10

12

Golongan darah

13

Albumin

4,0

4,0 5,7

14

Bilirubin total

0,6

< 1 (mg/dl)

15

SPGT

L : < 22 P : < 17

16

SGOT

14

L : <18

17

Natrium

138

135 155

18

Kalium

4,2

3,6 5,5

19

Klorida

100

97 111

11

Nilai Normal
L : 14

P : 12 (gr%)

8700

5000 10.000 (mm3)

230.000

50.000 450.000 (mm3)

25

L:4,66,2

P :4,25,4 (mm3)

P : <15

6. ANALISA DATA
No

Data

Etiologi

Problem

1.

DS : klien mengatakan nyeri


di kaki sebelah kiri
sejak
mengalami
kecelakaan,
nyeri
hilang timbul, nyeri
seperti disayat sayat,
nyeri semakin di
rasakan saat kaki
coba
untuk
di
gerakkan,nyeri hilang
timbul 10 menit.

Fraktur

Nyeri

DO : klien terlihat meringis


kesakitan saat kaki
kiri coba untuk di
gerakkan,
ekspresi
wajah tampak tegang,
skala nyeri 6 , nadi :
89 x / menit, tekanan
darah : 100x / menit.

Pergeseran
fragmen tulang
Tindakan
pembedahan
Post orif
Trauma jaringan
Stimulasi
neurotransmiter
nyeri
Pelepasan
mediator
prostaglandin
Nociceptor
Medula spinal
Korteks serebri
Nyeri

7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang insisi post Orif

26

8. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
keperawatan
Nyeri
berhubungan
dengan
pergeseran
fragmen tulang,
insisi post orif

Tujuan & kriteria


hasil

Intervensi

Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam di
harapkan nyeri yang
dirasakan
dapat
berkurang atau hilang
dengan kriteria hasil :
1. klien
men- 1. Kaji
skala
nyatakan
nyeri
nyeri,
berkurang / hilang
intensitas dan
kualitas nyeri
2. tampak rileks.
2. Pertahankan
immobilisasi
bagian
yang
sakit
dengan
tirah baring

3. skala
berkurang

nyeri 3. Lakukan terapi


komplementer
kompres dingin
pada
sekitar
area yang sakit

4. TTV normal

4. Pantau
vital
sigi
sebelum
dan
sesudah
dilakukan
kompres dingin

27

Rasional

Mengidentifikasi
nyeri

Mengurangi
nyeri
dan
mencegah posisi
tulang
dan
tegangan
dari
jaringan
yang
cidera.
Mempertahankan
kekuatan
otot
serta
memberikan
efek
relaksasi
dan mengurangi
nyeri
memantau
keefektifan
tindakan
pada
klien .

9. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa
Tindakan
keperawatan
keperawatan
14/12 Nyeri berhubungan 1. Mengkaji skala S :
Tgl

2014

dengan
fragmen

pergeseran
tulang,

insisi post Orif

Evaluasi

mengatakan
nyeri, intensitas pasien
nyeri berkurang
dan
kualitas
O:
nyeri
2. Mempertahankan 1. klien tampak rileks
2. klien
merasa
immobilisasi
nyaman
bagian yang sakit
3. skala nyeri 4
dengan
tirah
4. TD : 130/80
baring.
N : 80 x/ mnt
3. Melakukan terapi
R : 19 x / mnt
komplementer
S : 36,5oC
kompres

dingin

pada sekitar area


yang sakit
4. Memantau
sigin

28

A:
masalah
sebagian

teratasi

vital P :
lanjutkan intervensi

15/12 Nyeri berhubungan 1. Mengkaji


2014

dengan
fragmen

pergeseran
tulang,

insisi post Orif

skala S :

mengatakan
nyeri, intensitas pasien
nyeri berkurang
dan
kualitas
O:
nyeri
2. Mempertahankan 1. klien tampak rileks
immobilisasi
bagian yang sakit
dengan

2. klien
nyaman

merasa

tirah 3. skala nyeri 2

4. TD : 120/80
N : 80 x/ mnt
3. Melakukan terapi
R : 20 x / mnt
komplementer
S : 36 oC
kompres dingin
A:
pada sekitar area
masalah
teratasi
yang sakit
sebagian
4. Memantau vital
P:
sigin
Intervensi dihentikan
baring.

29

B. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


1.

Hasil Pengamatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien post orif
femur penulis mencoba menggunakan kompres dingin

untuk

menurunkan intensitas nyeri. Peneliti mengaplikasikan kompres dingin


kepada 1 orang pasien yaitu Tn. H.
Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Intensitas Nyeri pada Tn. H
Sebelum dan sesudah diberikan kompres dingin
Tanggal
Jam
11.00 / 11.20
11.30 / 11.50
12.00 / 12.20

Tanggal
Jam
08.00 / 13.00
16.00 / 22.00
22.00 / 06.00

: Minggu, 14 Desember 2014


Skala Nyeri
Pre
Post
6
5
5
5
5
4

: Senin , 15 Desember 2014


Skala Nyeri
Pre
Post
4
3
3
2
2
2

Intensitas
Menurun
Tetap
Menurun

Intensitas
Menurun
Menurun
Tetap

Berdasarkan hasil pengamatan di atas maka secara deskriptif


penggunaan kompres dingin sebagian besar dapat menurunkan intensitas
nyeri pada pasien fraktur post orif. Pada pasien Tn. H dari 6 kali
pengamatan didapat 4 kali intensitas nyeri menurun dan 2 kali intensitas
nyeri tetap.

30

2.

Pembahasan
Nyeri merupakan gejala paling sering ditemukan pada gangguan
muskuloskletal. Nyeri pada penderita fraktur bersifat tajam dan menusuk.
Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot
atau penekanan pada saraf sensoris (Helmi, 2012). Nyeri merupakan
suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan
oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat
individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan
atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau
pada fungsi ego seseorang individu (Potter & Perry 2006, h.1502). Nyeri
dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yaitu cara meringankan nyeri
atau mengurangi nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima
klien. Penatalaksanaan nyeri meliputi dua tipe dasar intervensi
keperawatan yaitu intervensi farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier &
Berman 2009, h.426).
Salah satu manajemen non farmakologi untuk menurunkan nyeri
yang dirasakan pada pasien fraktur adalah dengan kompres dingin (Potter
&

Perry,

2005).

Pemberian

kompres

dingin

dipercaya

dapat

meningkatkan pelepasan 2 endorfin yang memblok transmisi stimulus


nyeri dan juga menstimulasi serabut saraf berdiameter besar A-Beta
sehingga menurunkan transmisi implus nyeri melalui serabut kecil Adelta dan serabut saraf C. tindakan kompres dingin selain memberikan
efek menurunkan sensasi nyeri, kompres dingin juga memberikan efek
fisiologis seperti menurunkan respon inflamasi jaringan, menurunkan
aliran darah dan mengurangi edema (Tamsuri, 2007).
Dari hasil observasi tim selama 2 hari, didapatkan hasil bahwa
pemberian kompres dingin ini dapat menurunkan intensitas nyeri yang
diderita pasien akibat fraktur post orif.
Keberhasilan penerapan terapi kompres dingin terhadap intensitas
nyeri fraktur post orif ini diharapkan penerapannya di ruangan perawatan

31

bedah untuk mengefektifkan penatalaksanaan nyeri dalam pemberian


asuhan keperawatan terhadap klien .
Hasil ini sesuai atau sinkron dengan penelitian penelitian
sebelumnya yang menunjukkan gambaran bahwa pemberian kompres
dingin dapat mengurangi rasa nyeri pada pasien post operasi maupun
pada berbagai kondisi fisik lainnya.
1) Penelitian ini mengidentifikasi efektivitas kompres dingin terhadap
penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H.
Adam Malik Medan. Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa
intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H Adam Malik
Medan yang diberikan kompres dingin mengalami penurunan nyeri
yang signifikan, nilai p = 0,000 (p< 0,05).
2) Penelitian ini untuk menganalisis efektifitas kompres dingin karena
rasa sakit pasien dengan patah tulang tertutup di Dahlia kamar di
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Hasil penelitian ini menemukan
bahwa rata-rata intensitas nyeri terhadap kelompok eksperimen
sebelum kompres adalah 7,00 dan setelah kompres adalah 5.47
adalah p value 0,000 < (0,05). Ini berarti ada perbedaan yang
signifikan tentang intensitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian
kompres dingin di kelompok eksperimen. Daerah intensitas nyeri
terhadap kelompok kontrol sebelum dan sesudah pemberian kompres
dingin konstan pada 7.27. rata-rata perbandingan interisty fraktur
nyeri kelompok eksperimen dan kontrol memiliki perbedaan yang
signifikan dengan p value 0,000 < (0,05). Penelitian ini menemukan
bahwa pemberian kompres dingin untuk mengurangi interisty sakit
terhadap pasien dengan fraktur tertutup di RSUD Arifin Achmad
efektif.
3) Temuan yang dilaporkan oleh ini 21 studi yang hasil nyeri sebagian
besar subjektif dan, pada tingkat yang lebih rendah, pembengkakan
dan rentang gerak, dan tidak konsisten dan divergen, sehingga sulit
untuk merekomendasikan yang paling tepat, aplikasi klinis efektif

32

dingin dan kompresi. Selanjutnya, 18 dari 21 studi yang dilaporkan


dievaluasi kompresi dingin dan statis, di mana tingkat dan durasi
kompresi tidak seragam dalam atau di studi. Temuan dari percobaan
terkontrol acak dari artroplasti lutut umumnya menunjukkan terapi
kompresi dingin memberikan hasil yang lebih baik seperti nyeri
dibandingkan intervensi alternatif. Sedangkan efek kompresi dingin
dan statis jelas lebih baik daripada tidak ada perawatan, mereka tidak
tampak secara langsung aditif.

33

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Pemberian kompres khususnya kompres dingin terbukti efektif
mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien dengan post operasi orif.
Dengan. Pemberian kompres dingin dipercaya dapat meningkatkan
pelepasan 2 endorfin yang memblok transmisi stimulus nyeri dan juga
menstimulasi serabut saraf berdiameter besar A-Beta sehingga menurunkan
transmisi implus nyeri melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C.
tindakan kompres dingin selain memberikan efek menurunkan sensasi nyeri,
kompres dingin juga memberikan efek fisiologis seperti menurunkan respon
inflamasi jaringan, menurunkan aliran darah dan mengurangi edema. Dari
hasil penelitian selama 2 hari membuktikan kompres dingin berpengaruh
terhadap penurunan intensitas nyeri intensitas nyeri.

B. Saran
1. Bagi Profesi Perawat
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat
mengidentifikasi masalah, menerapkan prinsip dan metode serta
memenfaatkan hasil penerapan ini untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan atau pelayanan terhadap klien
2. Bagi RSUD Waled
Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar teknik kompres
dingin dapat diaplikasikan di Rumah Sakit sebagai terapi non
farmakologi untuk mengatasi nyeri pada pasien fraktur.

34

DAFTAR PUSTAKA

Helmi, Z. N. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika,


2012
Khodijah, S. (2011). Efektivitas kompres dingin terhadap Penurunan intensitas
nyeri pada pasien fraktur. Diperoleh tanggal 20 Desember 2014. Dari
http://repository.usu.ac.id.http://repository.usu.ac.id.
Kowalak, Jennifer P. Buku Ajar Patofisiologi, alih bahasa oleh Andry Hartono.
Jakarta : EGC, 2011
Smeltzer Suzanne, C. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Vol 3. Jakarta. EGC, 2010
Wilkinson, Judith M. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi Revisi, Vol 9, alih
bahasa oleh Esty Wahyuningsih. Jakarta : EGC, 2011

35

PROSEDUR PENGGUNAAN KOMPRES DINGIN


DALAM PENETALAKSANAAN NYERI PADA PASIEN POST
ORIF 1/3 MEDIAL FEMUR SINISTRA

A.

Persiapan Alat
1. Kirbat Es/ eskap dengan sarungnya
2. Kom berisi potongan potongan kecil es dan satu sendok garam agar es
tidak cepat mencair
3. Air dalam kom
4. Lap kerja
5. Perlak pengalas

B.

Prosedur Tindakan
1. Bawa alat alat ke dekat klien
2. Cuci tangan
3. Masukan batang es ke dalam kom air agar pinggir es tidak tajam
4. Isi eskap dengan potongan es kurang lebih setengah bagian eskap
tersebut
5. Keluarkan udara dari eskap dengan melipat bagian yang kosong, lalu
ditutup rapat.
6. Periksa eskap, adakah kebocoran atau tidak
7. Keringkan eskap dengan lap, lalu masukan ke dalam sarungnya.
8. Pasang perlak pengalas pada bagian tubuh yang akan di kompres
9. Letakkan eskap pada bagian yang akan di kompres dan atur posisi yang
nyaman pada klien
10. Kaji setiap 20 menit terhadap nyeri, mati rasa dan suhu tubuh
11. Angkat eskap bila sudah selesai
12. Atur posisi klien kembali pada posisi yang nyaman
13. Bereskan alat setelah selesai

36

14. Cuci tangan


15. Dokumentasikan

C.

Hal Hal Yang Perlu Di Perhatikan


1. Bila klien kedinginan atau sianosis, eskap harus segera di angkat
2. Bila tidak ada eskap bisa menggunakan kantong plastik
3. Bila es dalam eskap sudah mencair segera diganti (bila perlu)

D.

Evaluasi
1. Klien mengatakan nyeri berkurang
2. Klien merasa relaks, tenang, dan nyaman

37

LEMBAR OBSERVASI
PENGGUNAAN KOMPRES DINGIN DALAM
PENATALAKSANAAN NYERI PADA PASIEN POST ORIF
FRAKTUR FEMUR

Nama Klien

: Tn. H

No Medrek

: 754384

Tanggal

: Minggu, 14 Desember 2014


Skala Nyeri
4
5

Jam

Pre dan
Post

11.00

Pre

11.20

Post

11.30

Pre

11.50

Post

12.00

Pre

12.20

Post

Tanggal

Ket.

menurun

tetap

menurun

: Senin , 15 Desember 2014

Jam

Pre dan
Post

08.00

Pre

08.20

Post

08.30

Pre

08.50

Post

09.00

Pre

09.20

Post

Skala Nyeri
4
5

Ket.

Menurun

Menurun

Tetap

38

Keterangan

Skala Nyeri :
0
1
2
3
4
5
6
7-9
10

: Tidak Nyeri
: seperti Gatal, kesemutan atau Nyut-nyut
: Seperti Melilit,/terpukul
: Seperti Perih
: Seperti Keram
: Seperti tertekan/tersesak
: Seperti Terbakar/tertusuk-tusuk
: Sangat nyeri tapi bisa dikontrol dengan aktivitas yang biasa
dilakukan
: Sangat Nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh klien

Kriteria Nyeri :
0-3
4-6
7-9
10

: Nyeri Ringan
: Nyeri Sedang
: Nyeri Berat
: Nyeri Berat Sekali

39

You might also like