You are on page 1of 7

Peritonitis

Defenisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,
defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi
kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh
infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks
atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu
juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi
ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Padawanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.
Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah SpontaneousBacterial Peritonitis (SBP) dan
peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi biasanya terjadi
pada pasien yangasites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingganmenjadi
translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.
Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan
abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,
Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri
gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,dan
golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis
(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritonealterutama
disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier
terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis
sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasienperitonisis tersier
biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat
peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia,
misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural
dari organ-organ dalam.
Ada beberapa hal yang merupakan etiologi/penyebab timbulnya peritonitis, yaitu sebagai
berikut :
1.
Infeksi bakteri

Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya :


Appendisitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung / dudenum)
Tukak thypoid
Tukan disentri amuba / colitis
Tukak pada tumor
Salpingitis
Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan b hemolitik, stapilokokus
aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
2.

Secara langsung dari luar.

Operasi yang tidak steril


Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing,
disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.

Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa.

Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula


peritonitis granulomatosa.
3.
Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah
streptokokus atau pnemokokus.
KLASIFIKASI
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
1.
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis
2.
Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau
tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yangfatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi
ini. Bakteriianaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri
aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
Kuman dapat berasal dari:

Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.

Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh


bahankimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.


C. Peritonitis tersier, misalnya:
-Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
-Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah
lambung, getah pankreas, dan urine.
D. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis
Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang
kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya
dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara
retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebutmeninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus
serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan
suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya
gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha
untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaituobstruksi usus yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan
berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. Tifus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang
masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus
biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai
nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defansmuskuler,
dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam
lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh
perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsanganperitoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Pada
apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalamibendungan,makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga
udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan
akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat
mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra
peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,
mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan
kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan
terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula
tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untukberkembang biak baru
setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan, masalah
pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem sirkulasi
mengalami tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke
area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan
tekanan dan sekresi cairan ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang,
meningkatkan kebutuhan oksigen, ventilasi berkurang dan meninggikan tekanan abdomen
yang meninggikan diafragma.
Manifestasi klinik
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak
sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karenairitasi peritoneum.

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis
umum.

Demam

Distensi abdomen

Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.

Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh
dari lokasi peritonitisnya.

Nausea

Vomiting

Penurunan peristaltik.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan
paraplegia dan penderita geriatric. Adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang
tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral). Kemudian lama kelamaan
menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit
tertentu, misalnya : perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat/ iskemia.
Tanda-Tanda Peritonitis, yaitu sebagai berikut :
Demam tinggi
Pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia
Takikardi
Dehidrasi
Hipotensi
Pemeriksaan Diagnostik
a. Test laboratorium
1.
2.
3.

Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis
didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
4.
X. Ray
Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1.
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
3.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen
3 posisi, yaitu :
1.
2.

Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah
horizontal proyeksi anteroposterior.

3.

Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi
anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 3543 cm.
Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan
dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid
level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak
tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang
diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level
dan step ladder appearance.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul dari peritonitis adalah sebagai berikut :
- Eviserasi Luka.
- Pembentukan abses.
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut
dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1.

Komplikasi dini.
A.
Septikemia dan syok septic.
B.
Syok hipovolemik.
C.
Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem.
D.
Abses residual intraperitoneal.
E.
Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut.
A.
Adhesi.
B.
Obstruksi intestinal rekuren.
PENGOBATAN
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analgesik diberikan untuk
mengatasi nyeri anti emetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi
oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat,
tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan.
Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru
dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah
atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis
atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa
tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan

abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum, maka tindakan
laparotomi diperlukan.
Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam
lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang
positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus
diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan
laparotomi.
penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a.
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan
medik.
b.
Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
c.
Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
d.
Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
e.
Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
f.
Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
g.
Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
h.
Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
PROGNOSIS

Mortalitas tetap tinggi antara 10 % 40 %.


Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari
48 jam.
Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.

You might also like