You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tingginya

angka

merokok

pada

masyarakat

akan

menjadikan kanker paru sebagai salah satu masalah kesehatan di


Indonesia, seperti masalah keganasan lainnya. Data yang dibuat
WHO menunjukan bahwa kanker paru adalah jenis penyakit
keganasan

yang

menjadi

penyebab

kematian

utama

pada

kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki


tetapi juga pada perempuan2. Buruknya prognosis penyakit ini
mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita datang ke
dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal
penyakit. Hasil penelitian pada penderita kanker paru pascabedah
menunjukkan bahwa, rerata angka tahan hidup 5 tahunan stage I
sangat jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II,
apalagi jika dibandingkan dengan staging lanjut yang diobati adalah
9 bulan (PDPI, 2003).
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang
memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.
Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan
sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan
multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama
yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi
diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah
toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan
atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan
ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker
paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan
penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan
penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam

perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya.


Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya
respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan
dalam beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan
penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat
ditegakkan (PDPI, 2003).
Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen.
Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai
sebab terjadi ketidak seimbangan antara fungsi onkogen dengan
gen tumor suppresor dalam proses tumbuh dan kembangnya
sebuah sel.Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan
terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi
gen tumor suppresor menyebabkan sel tumbuh dan berkembang
tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau
yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan
pada kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau
LOH

juga

diduga

sebagai

mekanisme

ketidak

normalan

pertumbuhan sel pada sel kanker. Dari berbagai penelitian telah


dapat dikenal beberapa onkogen yang berperan dalam proses
karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras
sedangkan kelompok gen tumor suppresor antaralain, gen p53, gen
rb. Sedangkan perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p dan 9p
sering ditemukan pada sel kanker paru (PDPI, 2003).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit

keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru


sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di
paru). Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang dimaksud dengan
kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic
carcinoma) (PDPI, 2003).
Kanker paru terjadi pada bronkus akibat respon terhadap
iritasi,

inflamasi

dan

stimulus

karsinogenik

yang

berulang.

Gangguan perkembangan sel terjadi pada lapisan mukosa dan


berlanjut menjadi elevasi atau terkikisnya basal membran (Ball,
2004).
2.2

Etiologi dan Faktor Resiko


Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab pasti dari

kanker

paru

belum

diketahui,

tapi

paparan

atau

inhalasi

berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan


faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti
kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan
mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :
1. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang
berperan paling penting, yaitu sekitar 85% dari seluruh kasus.
Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah
diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru
pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang
rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan
lamanya berhenti merokok. Mantan perokok juga memiliki resiko

memiliki

kanker

paru

sepanjang

hidupnya

(Stoppler, 2010;

Jankowich & Aliotta, 2010).


2. Perokok pasif
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orangorang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain,
risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali. Diduga ada 3.000
kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi
pada perokok pasif (Stoppler, 2010)
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi
udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok.
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di
daerah

perkotaan

dibandingkan

dengan

daerah

pedesaan

(Stoppler, 2010)
4. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon,
arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat
menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru di antara pekerja
yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum (Amin, 2006)
5. Diet
Beberapa
konsumsi

penelitian

terhadap

melaporkan

betakaroten,

bahwa

selenium,

dan

rendahnya
vitamin

menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006)


6. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru
berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan
genetik

molekuler

memperlihatkan

bahwa

mutasi

pada

protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting


dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya
adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan

myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,


p53, dan CDKN2) (Stoppler, 2010; Tan & Harris, 2014)
7. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan PPOK juga dapat
menjadi resiko kanker paru. Seseorang dengan PPOK beresiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru (Stoppler,
2010)
2.3

Patogenesis
Kanker paru sama dengan kanker pada daerah anatomis

yang lain, terjadi karena akumulasi bertahap abnormalitas genetik


yang menghasilkan transformasi epitel bronkial jinak menjadi
jaringan neoplastik. Tahapan perubahan molekular tidak terjadi
secara random tapi mengikuti suatu jalur terprediksi yang paralel
dengan perubahan histologisnya menuju kanker. Oleh karena itu,
inaktivasi gen penekan tumor yang terletak pada kromososm 3p
adalah peristiwa yang sangat awal, dimana mutasi p53 atau
aktivasi onkogen KRAS biasanya terjadi lebih lambat. Beberapa
perubahan genetik seperti hilangnya material kromosom 3p, dapat
terlihat pada epitel bronkial jinak individu dengan kanker paru
maupun pada epitel respirasi perokok tanpa kanker paru, yang
menunjukkan bahwa suatu area besar pada mukosa respirasi
mengalami mutasi setelah terpapar karsinogen (Field Effect).
Pada daerah ini, sel yang mengalami mutasi akan berkembang
menjadi kanker (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).
Merokok

dapat

menginisiasi

maupun

mencetuskan

karsinogenesis. Peristiwa inisiasi terjadi lebih awal, sebagai bukti


adanya mutasi gen pada perokok (misalnya delesi 3p, mutasi p53).
Merokok menyebabkan field effect pada epitel paru-paru,
mengakibatkan populasi besar dari sel yang terinisiasi dan
meningkatkan

peluang

transformasi.

Paparan

rokok

yang

berkelanjutan mengakibatkan mutasi tambahan untuk akumulasi

karena adanya pencetusan oleh iritasi kronis dan bahan-bahan


pencetus pada asap rokok (misalnya nikotin, fenol, formaldehid).
Waktu penundaan dari onset merokok dan onset kanker secara
tipikal adalah lama, membutuhkan sekitar 20-25 tahun untuk
pembentukan kanker. Resiko kanker menurun setelah berhenti
merokok, tetapi sel-sel yang sudah ada dan terinisiasi dapat
berprogresi jika ada karsinogen lain yang berperan pada proses
tersebut (Tan, Harris, 2014)
SCLC dan NSCLC diterapi berbeda karena berasal dari selsel yang berbeda, mengalami proses patogenesis yang berbeda,
dan mutasi genetik yang berbeda. SCLC seringkali terjadi mutasi
pada MYC, BCL2, c-KIT, p53, dan RB. Sedangkan NSCLC sering
terjadi mutasi pada EGFR, KRAS, CD44, dan P16. Semuanya
adalah gen supresor tumor atau onkogen (NCHS, 2005; Corwin,
2008)
SCLC berasal dari tumor sentral sedangkan NSCLC dapat
berasal

dari

tumor

sentral

maupun

perifer.

SCLC

dapat

bermetastasis dengan cepat, tetapi seringkali berespon baik


terhadap kemoterapi. NSCLC kurang bermetastasis dan kurang
responsif terhadap kemoterapi, hal ini membuat reseksi bedah
menjadi terapi utama. Baik

SCLC maupun NSCLC dapat

menyebabkan paraneoplastic syndromes, SIADH dan ectopic


cushing syndrome berhubungan dengan SCLC (NCHS, 2005; Tan,
Harris, 2014)
Patogenesis kanker paru (Tan, Harris, 2014)

2.4

Klasifikasi
Kanker paru dibagi menjadi small cell lung cancer (SCLC)

dan non-small cell lung cancer (NSCLC). Klasifikasi ini digunakan


untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan NSCLC
adalah epidermoid, adenocarcinoma, large cell carcinoma, atau
campuran dari ketiganya (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).
Squamous cell carcinoma (epidermoid) merupakan tipe
histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari
7

permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia,


atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Squamous cell carcinoma biasanya
terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronkus
besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan
cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering
pada laki-laki daripada perempuan (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell,
2007).
Adenocarcinoma, memperlihatkan susunan selular seperti
kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis
tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadangkadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh
darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh
sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala (Kumar, Abbas,
Fausto, Mitchell, 2007).
Bronchoalveolar carcinoma dimasukkan sebagai subtipe
adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO.
Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti
bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru
perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat-tempat yang jauh (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).
Small cell carcinoma umumnya tampak sebagai massa abuabu pucat yang terletak di sentral dengan perluasan ke dalam
parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan
mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat
hingga

lonjong,

sedikit

sitoplasma,

dan

kromatin

granular.

Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis


dan

mungkin

luas.

Sel

tumor

sangat

rapuh

dan

sering

memperlihatkan fragmentasi dan crush artifact pada sediaan

biopsi. Gambaran lain small cell carcinoma yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel
tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar,
Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).
Large cell carcinoma adalah sel-sel ganas yang besar dan
berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan
ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada
jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif
dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Kumar, Abbas, Fausto,
Mitchell, 2007).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma,
sarkoma, dan mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor
ini penting karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan
mengancam jiwa (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).

2.5

Gejala Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan

gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien


dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :
Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis dengan/
tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Atelektasis
Invasi lokal :
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia

Sindrom vena cava superior (sakit kepala, sesak nafas, batuk,


sinkope, nyeri telan, dan batuk darah)
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan
saraf simpatis servikalis
Gejala Penyakit Metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :
Sistemik

: penurunan berat badan, anoreksia, demam

Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi


Hipertrofi osteoartropati
Neurologik : demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologik : eritema multiforme, hiperkeratosis, jari tabuh
Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
Asimtomatik dengan kelainan radiologis
Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi
secara radiologis.
Kelainan berupa nodul soliter (Amin, 2006)
2.6

Diagnosis

Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menentukan jenis


histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang
selanjutnya diperiukan untuk menetapkan kebijakan pengobatan.
(PDPI, 2003)

Deteksi dini

10

Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk


darah, batuk kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga
dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain. Penernuan dini
penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya
keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki
stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis ketika
penyakit telah berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya
kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan
meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka
pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. (PDPI, 2003)

Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek


dengan risiko tinggi yaitu:
Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok
Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala: batuk
darah, batuk kronik, sesak napas,nyeri dada dan berat badan
menurun. (PDPI, 2003)
Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan
perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang
dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada,
penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang
anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu jadi
faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio
toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. Jika ada kecurigaan
kanker paru, penderita sebaiknya segera dirujuk ke spesialis paru
agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan lebih cepat
dan terarah. (PDPI, 2003)

11

1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan
kunci untuk diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan
merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Gambaran klinik
penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari
anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit,
serta faktorfaktor lain yang sering sangat membantu tegaknya
diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :
Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga

purulen)
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.
(PDPI, 2003)
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau
keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul
karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah
tulang kaki.
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary
osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.
(PDPI, 2003)
2. Pemeriksaan Fisik

12

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan


teliti. Hasil yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat
pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di
perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan.
Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis
sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan
vena

kava

akan

memberikan

hasil

yang

lebih

informatif.

Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan


stadium penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru.
Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan
hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian
tekanan

intrakranial

dan

terjadinya

fraktur

sebagai

akibat

metastasis ke tulang. (PDPI, 2003)


Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan
penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor
primer

dan

metastasis,

serta

penentuan

stadium

penyakit

berdasarkan sistem TNM (PDPI, 2003)


a. Foto Toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat
bila masa tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai indentasi
pleura, satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan
telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi pericardial dan
metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk
menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja. (PDPI,
2003)
Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru
pada seorang penderita penyakit paru dengan gambaran yang
tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita
yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan
diagnosis penyakit paru, harus disertai difollow up yang teliti.
13

Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan


memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan
kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang
tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga
harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia
tersebut(PDPI, 2003)
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang
luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi
berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila
ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus dipikirkan
bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik. (PDPI,
2003)

b. CT-Scan Toraks
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru
secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi
tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat.
Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar
secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap
bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak
14

masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada


meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan
KGB yang sangat berperan untuk menentukan stadium juga lebih
baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi.
Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner. (PDPI, 2003)

c. Pemeriksaan radiologis lain


Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak
mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologis lain, misalnya Brain-CT untuk
mendeteksi metastasis di tulang kepala/ jaringan otak, bone scan
dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh
jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya
metastasis di hepar, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga
abdomen. (PDPI, 2003)
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :

15

a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker


paru. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan
faal paru atau pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker
paru pada organ-organ lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker
paru pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya
maupun oleh karena metastasis (Christine, 2009)

4. Pemeriksaan Khusus
Sitologi Sputum
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang
rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada
jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran
perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker.
Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.
(PDPI, 2003)
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan
yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan
sputum adalah pemeriksaan yang paling sederhana dan murah
untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif.
Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk
kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering
digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan
risiko tinggi. (PDPI, 2003)

Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus
merupakan indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan
Fiber Optic Bronchoscopy (FOB), perubahan mikroskopik mukosa
bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging.

16

Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya


di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung
bronkoskop. (PDPI, 2003)

Biopsi Aspirasi Jarum


Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan,
misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena
biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif. (PDPI, 2003)

Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)


TBNA di karina, atau 2 cincin di atas karina pada posisi jam
1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni
didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB
subkarina atau paratrakeal. (PDPI, 2003)

Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)


Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana
untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus
dilakukan. (PDPI, 2003)

Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)


Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB
dengan bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih
kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan
tuntunan CT-scan. (PDPI, 2003)

Biopsi Lain
Biopsi

jarum

halus

dapat

dilakukan

bila

terdapat

pembesaran KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial.


Biopsi KGB harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB
supraklavikula, leher, atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/
histologi tumor primer di paru belum diketahui. Punksi dan biopsi
pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura. (PDPI, 2003)

17

Torakoskopi Medik
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan
guna pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi
adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari
kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil
sebagian jaringan paru yang tampak (PDPI, 2003).
Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung
ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari
jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor
yang ada. (PDPI, 2003)

1. Pemeriksaan Lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan untuk
evaluasi hasil pengobatan (PDPI, 2003).
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara
paling sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk
gen yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan
lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah
menentukan prognosis penyakit. (PDPI, 2003)
Jenis histologis
Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai
klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1999
Klasifikasi Histologis Kanker Paru Menurut WHO tahun 1999
1. Squamous carcinoma (epidermoid carcinoma), with varians :

Papillary
Clear cell
Small cell
Basaloid

18

2. Small cell carcinoma, with varians :

Combined small cell carcinoma

3. Adenocarcinoma, with varians :

Acinar
Papillary
Bronchoalveolar carcinoma
Non-mucinous
Mucinous
Mixed mucinous and non-mucinous or intermenate
Solid adenocarcinoma with mucin
Adenocarcinoma with mixed subtypes
Varian dari Adenocarcinoma with mixed subtypes
Well diffrentiated fetal adenocarcinoma
Mucinous (colloid) adenocarcinoma
Mucinous cystadenocarcinoma
Signet ring adenocarcinoma
Clear cell adenocarcinoma

4. Large cell carcinoma, with varians :

Large cell neuroendocrine carcinoma


Combined large cell neuroendocrine carcinoma
Basaloid carcinoma
Lymphoepithelioma-like carcinoma
Clear cell carcinoma
Large cell carcinoma with rhabdoid phenothype

5. Adenosquamous carcinoma
6. Carsinoma with pleomorphic, sarcomatoid atau
sarcomatous with elemets

Carcinoma with spindle and/or giant cell


Pleomorphic carcinoma
Spindle cell carcinoma
Giant cell carcinoma
Carcinosarcoma
Pulmonary blastoma
Other types

7. Carcinoid tumours

Typical carcinoid
Atypical carcinoid

8. Salivary gland type carcinoma

19

Mucoepidermoid carcinoma
Adenoid cystic carcinoma
Other types

9. Unclassified carcinoma
(PDPI, 2003)

Tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika hanya dapat diketahui :


1.
2.
3.
4.

Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)


Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)
Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis
Patologi

Anatomi

mengalami

kesulitan

menetapkan

jenis

sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan


pemilihan jenis terapi, minimal harusditetapkan, apakah termasuk
kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK atau small cell lung
cancer, SCLC) atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC). (PDPI, 2003)
Penderajatan (Staging) Kanker Paru
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem
TNM menurut International Union Against (IUAC)/The American
Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :
STADIUM
Karsinoma tersembunyi
Stadium 0
Stadium IA
Stadium IB
Stadium IIA
Stadium IIB
Stadium IIIA

TNM
Tx, N0, M0
Tis, N0, M0
T1, N0, M0
T2, N0, M0
T1, N1, M0
T2, N1, M0
T3, N0, M0

Stadium IIIB

T3, N2, M0
T berapa pun, N3, M0

20

Stadium IV
(PDPI, 2003)

T4, N berapa pun, M0


T berapa pun, N berapa pun, M1

Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T

: Tumor Primer

To

: Tidak ada bukti ada tumor primer.


Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari
penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner
tetapi tidak tampak secara radilogis atau bronkoskopik.

Tx

: Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari


penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner
tetapi tidak tampak secara radilogis atau bronkoskopik.

Tis

: Karsinoma in situ

T1

: Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,


dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara
bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus
(belum sampai ke bronkus lobus (belum sampai ke bronkus
utama). Tumor supervisial sebarang ukuran dengan
komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang
meluas ke proksimal bronkus utama

T2

: Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut


- Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
- Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari
karina mengenai pleura viseral
- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis
obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum
mengenai seluruh paru.

T3

: Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada


dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma,
pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang
jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor

21

yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis


obstruktif seluruh paru.
T4

: Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau


jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra,
karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau
satelit tumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan
tumor primer.

(PDPI, 2003)
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0

: Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening


regional.

N1

: Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus


ipsilateral.

N2

: Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah


bening subkarina.

N3

: Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening


hilus kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau
supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

(PDPI, 2003)
Metastasis Jauh (M)
M0

: Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1

: Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya


otak

(PDPI, 2003)
Tampilan
Tampilan penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif dan
obyektif yang dapat dinilai oleh dokter. Ada beberapa skala
international untuk menilai tampilan ini, antara lain berdasarkan
Karnofsky Scale yang banyak dipakai di Indonesia, tetapi juga
dapat dipakai skala tampilan WHO. Tampilan inilah yang sering jadi

22

penentu dapat tidaknya kemoterapi atau radioterapi kuratif


diberikan.

(PDPI, 2003)
Alur Tindakan Diagnosis Kanker Paru

(PDPI, 2003)
2.7
Penatalaksanaan
Pembedahan

23

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk


NSCLC stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari
combine modality therapy, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk
NSCLC stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang
memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan
sindroma vena kava superior berat. (Christine, 2009)
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin

tumor

direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner. Pembedahan


dapat juga dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat
paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan
kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita
kanker paru dapat menjadi lebih baik. (Christine, 2009)
Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan
dengan cara :
a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan
bagian paru yang berisi tumor, bersamaan dengan
margin jaringan normal.
b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus
dari satu paru.
c.

Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara


keseluruhan. Hal ini dilakukan jika diperlukan dan jika
pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru

(Christine, 2009).
Syarat untuk reseksi paru

Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru

kontralateral baik, VEP1>60%


Risiko sedang pneumonektomi, bilaKVP paru

kontralateral > 35%, VEP1 > 60%


(PDPI, 2003)
Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada
kanker paru dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru.
24

Radioterapi dapat dilakukan pada NSCLC stadium awal atau


karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan pembedahan,
misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik
pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak
mendukung untuk dilakukan pembedahan. (Christine, 2009)
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk
membunuh sel kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari
luar tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara
internal dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam
jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam atau
dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai
kombinasi dengan pembedahan atau kemoterapi. (Christine, 2009)
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl1
(PDPI, 2003)
Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling
umum diberikan pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut
yang telah bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati.
Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil sel kanker,
memperlambat pertumbuhan, dan mencegah penyebaran sel
kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi diberikan sebagai
kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi (Christine,
2009)
Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika)
untuk membunuh sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya
diberikan dalam satu seri pengobatan, dalam periode yang

25

memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan agar


kondisi tubuh penderita dapat pulih (Christine, 2009)
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi :
1. Tampilan > 70-80 skala Karnofsky, pada penderita
dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan obat
antikanker dengan regimen tertentu dan/ atau jadwal
tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa
perdarahan akut, meski Hb < 10 g% tidak pertu
tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai
dengan penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6.

Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70


ml/menit)

(PDPI, 2003)
Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan
meskipun belum ada hasil penelitian di Indonesia yang menyokong
manfaatnya (PDPI, 2003)
Terapi Hormonal
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan
meskipun belum ada hasil penelitian di Indonesia yang menyokong
manfaatnya. (PDPI, 2003)
Terapi Gen
Teknik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian.
(PDPI, 2003)
Pengobatan Paliatif
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah
tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik

26

mungkin.

Pengobatan

paliatif

radioterapi,

kemoterapi,

psikososial.

Pada

untuk

kanker

medikamentosa,

beberapa

keadaan

paru

meliputi

fisioterapi,
intervensi

dan
bedah,

pemasangan stent dan cryotherapy dapat dilakukan. (PDPI, 2003)


Rehabilitasi Medik
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan
muskuloskeletal

terutama

akibat

metastasis

ke

tulang.

Manifestasinya dapat berupa infiltrasi ke vetebra atau pendesakan


syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan, rasa tebal, nyeri dan
bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan akibat
akhir terjadinya gangguan mobilisasi. (PDPI, 2003)
Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah
operabel atau tidak.
-

Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif

dan restoratif.
Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif
dan paliatif (PDPI, 2003)
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu

dilakukan rehabilitasi medik prabedah dan pascabedah, yang


bertujuan membantu memperoleh hasil optimal tindakan bedah dan
mempercepat mobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk
kasus

yang

nonoperabel

adalah

untuk

memperbaiki

dan

mempertahankan kemampuan fungsional penderita yang dinilai


berdasarkan skala Karnofsky. Upaya ini juga termasuk penanganan
paliatif penderita kanker paru dan layanan hospis (dirumah sakit
atau dirumah). (PDPI, 2003)

2.8

Evaluasi

27

Angka kekambuhan (relaps) kanker paru paling tinggi terjadi


pada 2 tahun pertarna, sehingga evaluasi pada pasien yang telah
diterapi optimal dilakukan setiap 3 bulan sekali. Evaluasi meliputi
pemeriksaan klinis dan radiologis yaitu foto toraks PA / lateral dan
CT-scan toraks, sedangkan pemeriksaan lain dilakukan atas
indikasi. (PDPI, 2003)
2.9

Komplikasi
Kanker paru dapat menyebabkan komplikasi antara lain :
Shortness of breath (nafas pendek).
Seseorang dengan kanker paru dapat mengalami nafas pendek jika
kanker tumbuh dan mengeblok jalan nafas utama. Kanker paru
dapat juga menyebabkan akumulasi cairan di sekitar paru, hal ini
membuat paru-paru yang terkena sulit untuk mengembang ketika

bernafas.
Batuk darah
Kanker paru dapat menyebabkan perdarahan pada jalan nafas
sehingga dapat menyebabkan batuk darah (hemoptisis). Kadang-

kadang perdarahan terjadi sangat parah.


Nyeri
Kanker paru stadium lanjut yang menyebar ke lapisan paru atau
area lain dari tubuh, misalnya tulang dapat menyebabkan nyeri.
Nyeri pada awalnya dapat ringan dan intermiten, tetapi dapat juga

menjadi menetap.
Efusi pleura
Kanker paru dapat menyebabkan akumulasi cairan dalam ruangan
yang mengelilingi paru-paru yang terkena pada rongga dada

(pleural space).
Kanker menyebar ke bagian lain dari tubuh (metastasis)
Kanker paru sering menyebar (metastasis) ke bagian lain dari
tubuh, seperti otak dan tulang. Kanker yang menyebar dapat
menyebabkan nyeri, nausea, sakit kepala, atau gejala lain
tergantung pada organ yang terkena.
(Tan, Harris, 2014)
2.10

Prognosis

28

Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah


menentukan stadium penyakit. Pada kasus kanker paru jenis
NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan hidup
5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup
setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I,
sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III,
dan kurang dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata
tumor metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun.
Hal ini tergantung pada status penderita dan luasnya tumor.
Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup rata-rata
adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup
SCLC tanpa terapi hanya 3-5 bulan. (PDPI, 2003)
Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit
meningkat dari 35 % pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun
2000-2003. Walaupun begitu, angka harapan hidup 5 tahun untuk
semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar 49% untuk
kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi
hanya 16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini. (PDPI,
2003)
2.11

Prevensi
Level pencegahan menurut WHO terbagi menjadi :
Primer : Prevensi (eliminasi/ blocking karsinogen)
Secara epidemiologik terlihat kaitan kuat antara kebiasaan
merokok dengan insidens kanker paru, maka tidak dapat disangkal
lagi

menghindarkan

asap

rokok

adalah

kunci

keberhasilan

pencegahan yang dapat dilakukan. Keterkaitan rokok dengan kasus


kanker paru diperkuat dengan data bahwa risiko seorang
perempuan perokok pasif akan terkena kanker paru lebih tinggi
daripada mereka yang tidak terpajan asap rokok. Dengan dasar
penemuan di atas adalah wajar bahwa pencegahan utama kanker
paru berupa upaya memberantas kebiasaan merokok
Menurut National Cancer Center of Japan, kebiasaan hidup
yang dapat mencegah terjadinya kanker antara lain :

29

1. Diet seimbang (hindari lemak berlebihan, membatasi garam,


2.
3.
4.
5.
6.

konsumsi vitamin dan serat)


Higienitas personal yang baik
Olah raga
Kebiasaan hidup sehat dan optimis
Tidak merokok
Menghindari minuman beralkohol
Sekunder : Diagnosa dini
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek
dengan risiko tinggi yaitu:
Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok
Paparan industri tertentu
dengan satu atau lebih gejala : batuk darah, batuk kronik, sesak
nafas, nyeri dada dan berat badan menurun.
Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok
pasif dengan salah satu gejala di atas dan seseorang dengan
gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan
berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat anggota keluarga
dekat yang menderita kanker paru juga perlu menjadi faktor

pertimbangan.
Tersier : Terapi kuratif (kesembuhan)
Kuarter : Penanganan paliatif (mengatasi gejala/ keluhan)
(Margono, 2010).

30

DAFTAR PUSTAKA
Albert K, 2010. Lung Cancer. Misc vol. 25 no. 6, p: 1-14.
Amin Z, 2006. Kanker Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV.Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI.
Ball D, 2004. Clinical practice guidelines for the prevention,
diagnosis and management of lung cancer. New Zealand: The
Cancer Council Australia.
Christine NSS, 2009. Hubungan Merokok dengan Kanker Paru di
RSUP Haji Adam Malik Viewed 1 juni 2014.
Corwin EJ, 2008. Handbook of Patophysiology. 3 rd Ed. Ohio:
Lippincott William & Wilkins.
Jankowich MD, Aliotta JM, 2010. Andreoli and Carpenters Cecil
essentials of medicine. 8th Ed. Philadelphia: Elsevier.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007. Robbins Basic Pathology. 8 th
Ed. Philadelphia: Elsevier.

31

Margono BP, 2010. Kanker Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair
RSUD Dr. Soetomo.
NCHS, 2005. Management of Patients with Lung Cancer. Edinburg:
Scottish Intercollegiate Guidelines Network.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI
Soeroso, L. & Tambunan, G.W.1992.Beberapa Aspek Deteksi Dini
Karsinoma Paru.Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus
No.80.
Stoppler MC, 2010. Lung Cancer. http://www.emedicinehealth/
Viewed 30 mei 2014
Tan

WW,

Harris

JE,

2014.

Small

Cell

Lung

Cancer.

http://emedicine.medscape.com/article/280104-overview.
Viewed 15 May 2014.

32

You might also like

  • Panduan Triage IGD RS Indera TERBARU
    Panduan Triage IGD RS Indera TERBARU
    Document72 pages
    Panduan Triage IGD RS Indera TERBARU
    ifandistyajaya
    100% (12)
  • Sistem Triase
    Sistem Triase
    Document8 pages
    Sistem Triase
    Elsy Selvia Rahma Putri
    No ratings yet
  • Sistem Triase
    Sistem Triase
    Document8 pages
    Sistem Triase
    Elsy Selvia Rahma Putri
    No ratings yet
  • Panduan Triase
    Panduan Triase
    Document12 pages
    Panduan Triase
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Minpro
    Minpro
    Document6 pages
    Minpro
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Sistem Triase
    Sistem Triase
    Document8 pages
    Sistem Triase
    Elsy Selvia Rahma Putri
    No ratings yet
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Document1 page
    Kata Pengantar
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Minpro 2016
    Minpro 2016
    Document34 pages
    Minpro 2016
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Sistem Triase
    Sistem Triase
    Document8 pages
    Sistem Triase
    Elsy Selvia Rahma Putri
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document2 pages
    Bab I
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Demam Tifoid
    Demam Tifoid
    Document16 pages
    Demam Tifoid
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Case I Blok Trauma
    Case I Blok Trauma
    Document8 pages
    Case I Blok Trauma
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Fraktur Femurr Fixed
    Fraktur Femurr Fixed
    Document20 pages
    Fraktur Femurr Fixed
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Typhoid
    Typhoid
    Document23 pages
    Typhoid
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Latihan 2
    Latihan 2
    Document13 pages
    Latihan 2
    dhimar dwi
    No ratings yet
  • Aaaa
    Aaaa
    Document1 page
    Aaaa
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • 86ca1 6. DEWIi Jadi
    86ca1 6. DEWIi Jadi
    Document6 pages
    86ca1 6. DEWIi Jadi
    Dhini Andriyani
    No ratings yet
  • Aaaa
    Aaaa
    Document1 page
    Aaaa
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Anestesi
    Anestesi
    Document48 pages
    Anestesi
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet
  • Anestesi
    Anestesi
    Document48 pages
    Anestesi
    Mario Hendry Wongso
    No ratings yet