You are on page 1of 24

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. PENGERTIAN
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah
sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung
kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih (Fillingham dan
Douglass, 2000).
Ureter dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis
(Brunner dan Suddarth,2003).
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sjabani, 2006). Batu ini
bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih
(batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia
dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi
(Muslim, 2007).
Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai
dari system kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin
terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau
memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine
seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang
terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di
tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan
bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu
saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).
2. KLASIFIKASI
Teori pembentukan batu renal :

a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi
organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan
mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu.
b. Teori SupersaturasI
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam
urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam
urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya Batu Saluran Kencing.
3. ETIOLOGI
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air
kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air
kemih kekurangan penghambat pembentuka batu yang normal (Sjabani,
2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai
bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit (Sjabani, 2006). Batu
struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu
infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi
(Muslim, 2007). Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu
yang besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir
keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu:
a. Faktor Endogen

Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan


hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
dalam air minum.
Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi
pembentukan saluran kemih antara lain:
a. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan
ginjal dan akan menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi
bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan
mengubah pH Urine menjadi alkali.
b.

Stasis dan Obstruksi Urine


Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan
mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).

c.

Jenis Kelamin
Lebih

banyak

terjadi

pada

laki-laki

dibanding

wanita

dengan

perbandingan 3:1.
d. Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
e.

Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran
kemih memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding
dengan yang tidak memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.

f. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari
minum air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan

mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum


menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
g.

Pekerjaan
Pekerja

keras

yang

banyak

bergerak

mengurangi

kemungkinan

terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.


h.

Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas
sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung
oleh hidrasi yang adekuat akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.

i.

Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium,
natrium klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan
resiko pembentukan batu karena mempengaruhi saturasi urine.

4. MANIFESTASI KLINIS
Batu terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di
dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu
yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di
daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut,
daerah kemaluan dan paha sebelah dalam (Brunner dan Suddarth, 2003).
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung,
demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi
sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa
menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih,
bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung
lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan

penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada


akhirnya bias terjadi kerusakan ginjal.
Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu menghambat
dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila
nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan
muncul mual muntah maka klien sedang mengalami episode kolik renal.
Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat reflex dan proxsimitas anatomik ginjal kelambung,
pangkereas dan usus besar.
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri
luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien
sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu gejala ini disebabkan
kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa menyebar di sekitar testis,
sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung kemih
(Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth (2003)).
Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai
dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya
harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan
dan saluran urin membaik dan lancar. ( Brunner and Suddarth. 2001).

5. PATOFISIOLOGI
a. Teori Intimatriks

Sjabani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing


memerlukan adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri
dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b.

Teori Supersaturasi
Sjabani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi pembentuk batu
dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.

c.

Teori Presipitasi-Kristalisasi
Sjabani (2006) menyebutkan perubahan pH urine akan mempengaruhi
solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan
mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.

d.

Teori Berkurangnya Faktor Penghambat


Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kemih. (Muslim, 2007).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu


saluran kemih adalah (American Urological Association, 2005) :
a. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi
urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 6,8
(rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat),
Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau
sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran
Kencing , BUN hasil normal 5 20 mg/dl tujuan untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular
Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin
serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70
sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi
pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Laboratorium
Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH)
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.
c. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan
adanya batu di sekitar saluran kemih.
d. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.

e. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
f. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g. Foto Rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
h. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan
derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan
penebalan abnormal otot kandung kemih dan memberikan konfirmasi
cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul.
Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
i. Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih,
urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan
urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin,
natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat
diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung
kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang
mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.

7. KOMPLIKASI
a. Sumbatan : akibat pecahan batu
b. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi

c. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan


dan pengangkatan batu ginjal
8. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi
infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu (Sjabani, 2006). Cara yang
biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah terapi
konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi terbuka.
a. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm.
Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan
(Fillingham dan Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil
tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American
Urological Association, 2005):
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya
keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik
berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan.
Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien
tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi
ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi (American Urological Association, 2005).
b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih.
Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu
saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan
oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh

mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai


cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas
energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk
memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya
keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit. Al-Ansari (2005)
menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak
ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu keras
(misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu beberapa kali tindakan,
dan sulit pada orang bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk terapi
batu

ureter

distal

pada

wanita

dan

anak-anak

juga

harus

dipertimbangkan dengan serius karena ada kemungkinan terjadi


kerusakan pada ovarium.
c. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah
secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan
pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses
dalam memecah batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk
ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga diperlukan alat
pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk
menggunakan

jenis

pemecah

batu

tertentu,

tergantung

pada

pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.


d. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat
digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL
menjadi pilihan pertama sebelum melakukan PCNL. Meskipun
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat
memiliki peluang untuk dipecahkan dengan PCNL (Al-Kohlany,
2005).
Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah membuat akses
ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut

dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk


selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah. Keuntungan
dari PCNL adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu pasti dapat
diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua karena
ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNL berlangsung cepat dan
dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan PCNL
adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
2. Keperawatan
a. Promotif : Memberikan penjelasan dan informasi tentang penyakit,
penyebab dampak terhadap kesehatan dan pencegahan melalui metode
penyuluhan kesehatan atau pendidikan kesehatan
b. Preventif : Menyarankan untuk mengurangi dan menghindari merokok
dan mengurangi minum minuman beralkohol dan bersoda, minum air
putih minimal 8 gelas perhari.
c. Kuratif : Menganjurkan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan
pemasangan pengontrolan diperlukan, melakukan manajemen nyeri,
d. Rehabilitatif :Menfalisitasi klien untuk melakukan pengecekan kembali
kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan terdekat.

ASKEP UROLITHIASIS
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan

:
: Paling sering 30 50 tahun
: 3 x Lebih banyak pada pria
: Tinggal di daerah panas, daerah berkapur
: perkerja berat, pekerja tambang

b. Keluhan Utama
a) Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.
b) Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
a) Pernah menderita infeksi saluran kemih.

b) Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi.


c) Bekerja di lingkungan panas.
d) Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium.
e) Olahragawan.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri, Mual / Muntah, Hematuria, Diare, Oliguria, Demam, Disururia
e. Riwayat Penyakit Keluarga
a)
Pernah menderita urolitiasis
b)
Riwayat ISK dalam keluarga
c)
Riwayat hipertensi
Pemahaman

pasien

mengenai

perawatan

harus

digali

untuk

mengidentifikasi kesalahan konsepsi atau kesalahan informasi yang


dapat dikoreksi sejak awal.

f. Pemeriksaan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan

persepsi

memunculkan

tentang

persepsi

yang

kesehatan,
salah

tapi

terhadap

kadang

juga

pemeliharaan

kesehatan.Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum


alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan Batu Ginjal akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
nyeri

dan

penekanan

pada

struktur

abdomen.

Peningkatan

metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan Batu


Ginjal keadaan umumnya lemah.
c) Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai


kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya, penilaian dan resiko jatuh atau
cidera menurut skala morse
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien
tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus
mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien
di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang

awam,

pasien

mungkin

akan

beranggapan

bahwa

penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal


ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse


akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di
rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada
perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin
dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya
kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu
cobaan dari Tuhan.
g. Pengkajian Head To Toe
a) Sistem Integumen
Inspeksi
: kulit terlihat kering dan bersisik
Palpasi
: turgor kulit tidak elastis
Perkusi
: Auskultasi
:b) Kepala
Inspeksi
: tidak terdapat lesi, terdapat
terkadang rontok
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
c) Mata
Inspeksi
berkurang
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
d) Telinga
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
e) Hidung

ketombe,

: tidak terjadi nyeri tekan


::: konjungtiva anemis, ketajaman pengelihatan
: cekung, sinus
::: tidak terdapat lesi
: tidak terdapat benjolan
::-

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
f) Mulut
Inspeksi

: tidak terdapat sekret


: tidak ada benjolan
:::

mukosa

bibir

kering,

tidak

terlihat

pembengkakan. Bibir pucat


Palpasi
: tounge spatel
Perkusi
: Auskultasi
:g) Leher
Inspeksi
: tidak ada lesi
Palpasi
: tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe
Perkusi
: Auskultasi
:h) Dada
Inspeksi
: simetris kiri dan kanan
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan
Perkusi
: vocal premitus normal
Auskultasi
: jantung S2 terdengar lebih keras
i) Abdomen
Inspeksi
: tidak terdapat lesi
Palpasi
: hepar tidak teraba, spline tidak teraba, teraba

pembengkakan pada ginjal, nyeri tekan pada ginjal


Perkusi
: hipertimpani pada abdomen
Auskultasi
: bising usus 4x/menit, peristaltic
20x/menit

j) Kandung kemih
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: terlihat cembung
: nyeri tekan
::-

k) Ekstermitas
Inspeksi
Palpasi

: apakah terdapat edema di kedua kaki


: kembali > 3 detik jika disentuh

usus

Perkusi
Auskultasi

::-

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi :
a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
uretral.
b) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih
oleh batu,iritasi ginjal atau uretral.
c) Hipertermi berhubungan dengan Pelepasan mediator inflamasi (Pirogen)
d) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan, tindakan pembedahan
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat
salah interpertasi informasi.
Post operasi
a) Nyeri b.d insisi bedah

b) Gangguan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter


c) Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.
3.

INTERVENSI KEPERAWATAN

No

Tujuan Dan

Intervensi

Rasional

Kriteria hasil
1

Pre Operasi
dilakukan 1. Catat
lokasi, 1. Membantu

Setelah

asuhan keperawatan

lamanya

selama

(0-10)

3x24

diharapkan

jam
nyeri

intensitas
dan

penyebaran

:
-

nyeri

berkurang 0-3 (0-

penyebab

nyeri dan pentingnya


Skala
10)
Klien
rileks

tampak

tempat

abstruksi dan kemajuan


gerakan kalkulus
2. Berikan
kesempatan

hilang/berkurang
dengan Kriteria hasil 2. Jelaskan

mengevaluasi

melaporkan tentang

untuk

pemberian

analgesic sesuai waktu


(membantu

dalam

meningkatkan

perubahann
kejadian

karakyeristik nyeri.

pasien

dan

tindakan

nyaman

contoh

pijatan

dapat

menurunkan ansietas).
3. Menaikkan
relaksasi
menurunkan

3. Berikan

koping

otot

dan

tegangan
menaikkan

koping
punggung 4. Obstruksi lengkap ureter

lingkungan istirahat.
4. Perhatikan
keluhan/menetap nya
nyeri abdomen.
5. Berikan

dapat

menyebabkan

perforasi
ekstravasasi

dan
urine

ke

dalam area perineal.


5. Cairan
membantu

banyak

membersihkan

ginjal

cairan bila tidak ada

dan dapat mengeluarkan

mual, lakukan dan

batu kecil.

pertahankan

terapi

IV

yang

diprogramkan
mual

dan

terjadi.
6. Dorong

bila 6. Gerakan
muntah

aktivitas
toleransi,

berikan

analgesic

anti

sebelum

emetic
bergerak

bila mungkin.

Setelah

dilakukan

1. Awasi

meningkatkan

dan mengurangi urine


statis.

disebabkan

pemasukan 1. Memberikan

selama

karakteristik urine

adanya

urine

perdarahan

criteria hasil :
-

Berkemih dengan
pola normal

Tidak

2. Tentukan

pola

berkemih

normal

dan

perhatikan

variasi

infeksi

2. Kalkulus
ekstibilitas
kebutuhan

tanda obstruksi
3. Dorong
meningkatjkan
pemasukan cairan

dan

dapat

menyebabkan
menyebabkan

terjadi

dan

komplikasi

contoh

tidak

infor

ginjal,

diharapkan eliminasi
dengan

oleh

peningkatan nyeri.

fungsi

terganggu

istirahat

dan penyembuhan mual

dan keluaran serta

jam

Kenyamanan

meningkatkan

asuhan keperawatan
3x24

pasase

dari beberapa batu kecil

sesuai
dan

dapat

segera.
3. Peningkatan

yang
sensasi
berkemih
hidrasi

membilas bakteri,darah
dan debris dan dapat
membantu
batu.

lewatnya

4. Periksa semua urine 4. Penemuan


catat

adanya

memungkinkan

keluaran batu dan

identifikasi

kirim

dan

ke

laboratorium untuk
analisa.
5. Observasi
status
perilaku

atau

tingkat

kesadaran

batu

mempengaruhi

pilihan terapi.

dan ketidak seimbangan


elektrolit dapat menjadi
toksik di SSP.
6. Peninggian

BUN,

kreatinin dan elektrolit

6. Awasi pemeriksaan
laboratorium,
contoh

tipe

5. Akumulasi sisa uremik

perubahan
mental,

batu

mengidentifikasikan
disfungsi ginjal.

BUN,

elektrolit, kreatinin
3

Setelah

dilakukan

tindakan
keperawatan selama
3

24

jam

diharapkan

suhu

1. Kaji TTV

1. Menunjukan keadaan

2. Beri Kompres air

umum klien
2. Membantu

hangat
diperlukan.
3. Kolaborasi

tubuh

kembali

pemberian

normal

dengan

antiperetik
4. Ciptakan

kriteria hasil :
- Suhu
tubuh
dalam

batas

normal
Membrane

mukosa lembab
Turgor kulit baik

jika

lingkungan
nyaman

menurunkan panas
3. Kolaborasi pemberian
antiperetik
4. Ciptakan

aman

lingkungan

aman nyaman

Setelah

dilakukan

1. Beri

penjelasan 1. Membantu meringankan

tindakan

tentang keadaan dan

keperawatan selama

tindakan yang akan

didapatkan

24

diharapkan

jam
cemas

dapat teratasi dengan


criteria hasil :
- Klien
-

tidak

tampak cemas
Klien
tidak

kecemasan pasien

klien

selama pembedahan 2. Keluarga


dapat
2. Beri
penjelasan
membantu menurunkan
terhadap
anggota
tingkat kecemasan klien
keluarga
dalam
membantu
menenangkan klien.

bertanya- Tanya
tentang
keadaannya
4

dilakukan 1. Kaji

Setelah

ulang

proses

1. Memberikan

tindakan

penyakit dan harapan

pengetahuan dasar

keperawatan selama

di masa yang datang

dimana

24

diharapkan
dapat

jam

dapat

klien

berdasarkan

penyakitnya. Dengan
2. Tekankan pentingnya

pemasukan cairan ,

proses penyakit
Menghubungkan
gejala dan faktor

penyebab
Melakukan
perubahan
prilaku
perlu

contoh 3-4 liter per


hari/ 6-8 liter/ hari.
Dorong

pasien

melaporkan

mulut

kering,
yang

diuresis

(keringat berlebihan)
dan

informasi.
2. Pembilasan sistem
ginjal menurunkan

peningkatan

pemahaman

membuat

pilihan

mengetahui

Kriteria hasil :
- Menyatakan

pasien

untuk

kesempatan statis
ginjal

atau

pembentukan batu.

peningkatan
pemasukan

cairan

baik bila haus atau


tidak.
3. Diskusikan program
obat-obatan, hindari
obat

yang

dijual

bebas dan membaca


semua label produk/
kandungan

dalam

makanan
4. Mendengar

dengan

aktif tentang terapi /


perubahan

pola

hidup.

3. Obat-obatan
diberikan

untuk

mengasamkan
mengakalikan
urine,

tergantung

pada

penyebab

dasar pembentukan
batu.
4. membantu pasien
berkerja

melalui

perasaan

dan

meningkatkan rasa
kontrol apa yang

5. Tunjukan perawatan

terjadi.
5. Meningkatkan

yang tepat terhadap

kemampuan

insisi/

perawatan diri, dan

kateter

bila

ada.

Setelah

dilakukan

kemandirian.
Post Operasi
1. Kaji intensitas,sifat, 1. Menentukan tindakan

tindakan

lokasi

keperawatan selama

daan

3x24 jam diharapkan


nyeri

berkurang

denga criteria hasil :


Skala
nyeri
berkurang
- Skala nyeri 3 (010)

pencetus

selanjutnya

penghalang

factor nyeri.
2. dengan otot relkas
2. Berikan
tindakan
posisi dan kenyamanan
kenyamanan
non
dapat
mengurangi
farmakologis,
nyeri.
anjarkan
tehnik
relaksasi,

bantu

Klien

tampak

tenang

pasien

memilih

posisi

yang

nyaman.
3. Anjurkan
untuk

3. untuk mengurangi rasa


pasien

nyeri.

menahan

daerah insisi dengan


kedua tangan bila 4. analgetik
sedang batuk.
4. Kolaborasi dengan
dokter

dapat

mengurangi nyeri.

untuk

pemberian
2

Setelah

dilakukan

tindakan

normal pasien.

keperawatan selama
3

24

diharapkan
terjadi

jam
tidak

2. Kaji

tidak

terjadi dengn criteria


hasil :
- Pasien berkemih
dengan baik
Dapat berkemih
spontan

keluhan

distensi

kandung

kemih tiap 4 jam


3. Ukur intake output
cairan.

urine dan nyeri.


5. Anjurkan

dilakukan

tanda

keperawatan

infeksi
tidak

disebabkan

karena

sumbatan

kateter.
3. untuk

mengetahui

klien

tidak

dan

(demam,

5. untuk

melancarkan

urine.

ada

kontra indikasi.
1. Kaji dan laporkan

tindakan
diharapkan

tegang

fungsi ginjal.

putih 2 Lt /sehari ,
bila

Setelah

pola berkemih.
2. kandung kemih yang

keseimbangan cairan
4. Kaji warna dan bau 4. untuk
mengetahui

untuk minum air


-

apakah ada perubahan

perubahan

eliminasi

analgetik.
1. Kaji pola berkemih 1. untuk membandingkan

1. Pertahankan

tehnik

gejala

steril untuk mengganti

luka

balutan dan perawatan


luka.

terjadi

infeksi

kemerahan,

dengan

criteria

bengkak,

hasil :
- tidak ada

tanda-

tanda infeksi
- luka tampak kering
- selang drainase atau
kateter

bersih

tanpa pendarahan
- TTV dalam batas
normal

nyeri

tekan dan pus)


2. Kaji suhu tiap 4
jam.
3. Anjurkan

klien

untuk menghindari
atau

menyentuk

insisi.
4. Pertahankan tehnik
steril
mengganti

untuk
balutan

dan perawatan luka.

Kaji suhu tiap 4 jam.


2. menghindarkan
infeksi.
3. Pertahankan

tehnik

steril untuk mengganti


balutan dan perawatan
luka.
4. Menghindari
silang

infeksi

DAFTAR PUSTAKA
Long Barbara, Perawatan Medikal Bedah , jilid 3, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung,
1996
Doenges ME, dkk., Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta, 2000
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume I, EGC,
Jakarta , 1999
Marry Ann Matteson, Introductory Nursing Care of Adults, Sounder Company,
Philadelpia Penn Sylvani, 1995
Purnomo, B. Basuki, Dasar-dasar Urolog , cetakan I, CV. Infomedika, Jakarta, 2000
Robert Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, cetakan II, EGC, Jakarta, 1996
Wim de Jong dan Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta,
1998

You might also like