You are on page 1of 20

PERATURAN PEMBANGUNAN

PONDASI JALAN RAYA DAN


JEMBATAN

Disusun oleh:
Mayrizka Jeshinta Devi (4113110017)
2-Konsentrasi Jalan Tol

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


Jalan Prof. Dr. G.A. Siwabessy, Kampus UI, Depok 16425
Telepon (021) 7863534, 7864927, 7864926, 7270042, 7270035
Fax (021) 7270034, (021) 7270036 Hunting
Laman : http://www.pnj.ac.id
2015

PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON SEMEN


PEDOMAN KONSTRUKSI DAN BANGUNAN
(Pd T-05-2004-B)
1. Ruang Lingkup
Pedoman ini menguraikan prosedur pelaksanaan perkerasam jalan
beton semen, baik pada jalan baru maupun pada jalan lama (lapis tmbah
beton semen). Pedoman mencakup persyaratan bahan, penyiapan tanah
dasar dan lapis pondasi penyiapan pembetonan, pembetonan,
pengendalian mutu dan pembukaan untuk lalu-lintas.
1.1.
Pondasi
Penyiapan tanah dasar dan lapis pondasi.
1.2.
Umum
Dianjurkan agar lapis pondasi bawah diperlebar paling sedikit 60 cm
diluar tepi perkerasan pada masing-masing sisi memanjang hamparan
untuk mengisolasi tanah ekspansif dan memberi landasan yang cukup
bagi
roda
rantai
mesin
penghampar.
Pada pelaksanaan penghamparan yang menggunakan acuan tetap
pembentukan akhir dilakukan dengan alat yang bergerak di atas
acuan yang dipasangi sesuai rencana alinyemen. Bagian-bagian
permukaan yang menonjol harus dikupas hingga elevasi sesuai
dengan gambar rencana dan dipadatkan ataupun diisi sesuai dengan
persyaratan pemadatan. Pembentukan akhir permukaan lapis pondasi
bawah stabilisasi semen harus diselesaikan sebelum bahan mengeras
(biasanya berlangsung 4-6 jam).
1.3.
Persyaratan permukaan
Sebelum penghamparan lapis pondasi atau beton semen, kemiringan
tanah dasar harus dibentuk sesuai dengan elevasi rencana dengan
toleransi tinggi permukaan maks 2 cm. penyimpangan kerataan
permukaan tidak boleh dari 1 cm bila diukur dengan mistar pengukur
(straight edge) sepanjang 3 m.
Permukaan tanah dasar dijaga agar tetap rata dan padat sampai
pondasi atau beton semen dihamparkan. Alat berat tidak boleh
dioprasikan di lajur permukaan yang sudah selesai dilaksanakan.
Ketentuan pelaksanaan umum yang berlaku untuk tanah dasar
berlaku pula untuk lapis pondasi. Toleransi ketinggian permukaan lapis
pondasi maksimum adalah 1,5 cm dan perbedaan penyimpangan

kerataan permukaan harus lebih kecil 1 cm bila di ukur dengan mistar


sepanjang 3 m. Apabila lapis pondasi menggunakan lapis aspal resap
pengikat, pengecoran beton semen tidak boleh dilaksanakan sebelum
permukaannya kering. Sebelum pengecoran beton semen, lapis
pondasi harus dibasahi terlebih dahulu guna mendapatkan
kelembaban yang cukup. Hal ini dimaksudkan agar menjaga
penguapan yang cepat dan mengurangi bahaya retak, khususnya
pada lapis pondasi dengan stabilisasi semen.bila disyaratkan
pengunaan lembar kedap air maka lembar tersebut harus dipasang di
atas permukaan yang telah siap. Lembar-lembar yang berdampingan
dipasang tumpangan tidak kurang dari 10 cm pada arah lebar dan 30
cm pada arah memanjang. Pemasangan harus hati-hati untuk
mnecegah sobeknya lembaran.
1.4 pemasangan acuan pondasi
Acuan yang digunakan harus cukup kuat untuk menahan beban
peralatan pelaksanaan, acuan tidak lendut melebihi 6 mm bila diuji
sebagai balok biasa dengan bentang 3,00 m dan beban yang sama
dengan berat mesin penghampar yang akan bergerak diatasnya. Tebal
baja yang digunakan 6 mm dan 8 mm. bila acuan harus mendulkung
alat penghamper beton yang berat, tebal baja tidak boleh kurang dari
8 mm. dianjurkan agar acuan mempunyai tinggi yang sama dengan
tebal rencana plat beton semen dan lebar dasar acuan sama dengan
0,75 kali tebal plat beton tapi tidak kurang dari 20 cm. Lebar flens
penguat yang dipasang pada acuan harus menonjol dan keluar dari
acuan tidak kurang dari 2/3 tinggi acuan.
Variasi kerataan bidang acuan tidak boleh lebih dari 3 mm untuk
setiap 3 m panjang dan kerataan dalam acuan tidak boleh melebihi 6
mm untuk tiap 3 m panjang. Ujung acuan harus mempunyai system
pengunci yang erat. Rongga acuan harus diupayakan sekecil mungkin
sehingga air seman tidak keluar. Pada lengkungan jari-jari 30 m atau
kurang dianjurkan menggunakan flexible form (acuan melengkung).

SPESIFIKASI AGREGAT LAPIS PONDASI BAWAH,


LAPIS PONDASI ATAS DAN LAPIS PERMUKAAN
SNI 03-6388-2000
1. Ruang Lingkup
Spesifikasi ini meliputi mutu dan gradasi campuran lempung beipasir;
kerikil; batu atau slag basil penyaringan; atau pasir; sirtu pecah yang terdiri
atas kerikil, batu pecah atau slag dengan atau tanpa tanah pengikat atau
kombinasi dari bahan tersebut untuk digunakan pada bahan lapis pondasi
bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan. Syarat-syarat pada spesifikasi ini
terbatas hanya untuk bahan-bahan yang mempunyai sifat-sifat berat jenis,
penyerapan air, dan gradasi yang normal. Bila digunakan bahan-bahan lain,
batas-batas spesillkasi yang sesuai harus ditentukan.
2. Acuan
AASHTO M 147-65 (1990). Standard Specification for Materials for
Aggregate and SoilAggregate Subbase, Base and Surface Course
SNI 03-2417-1991. Metode Pengujian Keausan Agregat Den-an Mesin
Abrasi Los Angeles
SNI 06-4170-1996. Spesifikasi Kalsium Klorida
3. Persyaratan Umum
3.1 Agregat Kasar
3.1.1 Agregat kasar tertahan pada saringan 2,00 mm (no.10) harus terdiri
atas butiran-butiran
atau pecahan-pecahan batu, kerikil atau slag yang keras dan awet.
3.1.2 Nilai keausan agregat kasar, sesuai dengan SNI 03-2417-1991, tidak
lebih dari 50
persen.
Catatan : Persyaratan nilai keausan yang lebih tinggi atau lebih rendah
dapat ditentukan

oleh Direksi Teknik sesuai dengan bahan yang tersedia.


3.2 Agregat Halus
3.2.1 Agregat halus, lolos saringan 2,00 mm (no. 10) harus terdiri atas pasir
alam atau abu
batu, dan mineral yang lolos saringan 0,075 mm (no. 2"00).
3.2.2 Fraksi yang lolos saringan 0.075 mm (no.200) harus tidak lebih dari dua
pertiga fraksi
yang lolos saringan 0,425 mm (no. 40). Fraksi yang lolos sarin(-,an 0,425 mm
tidak boleh
memiliki batas cair lebih besar dari 25 dan batas pl,astis tidak boleh lebih
dari 6.
3.3 Gradasi bahan agregat-tanah
Harus memenuhi persyaratan gradasi yang ditunjukkan dalam Tabel I,
Persyaratan gradasi untuk agregat gabungan akan ditetap'kan oleh Direksi
Teknik. Semua bahan harus bebas dari tumbuh-tumbuhan dan gumpalan
lempung .

4. Bahan Lapis Pondasi Bawah


Bahan lapis pondasi bawah dengan gradasi A, B, C, D, E, atau F harus
memenuhi persyaratann umum seperti tersebut pada butir 3. Jenis bahan
dan gradasi yang diinginkan harus ditetapkan.
5. Bahan Lapis Pondasi
Bahan lapis pondasi dengan gradasi A, B, C, D, E, atau F harus
memenuhi persyaratan umum seperti tersebut pada butir 3. Jenis bahan dan
gradasi yang diinginkan harus ditetapkan.
6. Bahan Lapis Permukaan

Bahan lapis permukaan dengan gradasi C, D, E, atau F harus


memenuhi persyaratan umum
seperti tersebut pada butir 3. Jenis bahan dan gradasi yang diinginkan harus
ditetapkan.
Catatan : Bila direncanakan bahwa lapis agregat-tanah akan dirawat
selama beberapa tahun
tanpa pelaburan aspal atau lapisan kedar lainnya. Direksi Teknik harus
mensyaratkan bahwa
lolos saringan no.200 minimal 8% sebagai pengganti batas minimum yang
ditunjukan dalam
Tabel 1 untuk gradasi C, D atau E dan batas cair maksimum 35, batas plastis
antara 4 sampai 9
sebagai pengganti batasan yang diberikan dalam butir 3.2.2
7. Kadar Air
Kadar air bahan harus sama atau sedikit dibawah optimum, agar
kepadatan rencana dapat dicapai.
8. Bahan Tambah
Bila untuk mengendalikan air digunakan kalsium klorida, bahan
tersebut harus memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-4170-1996.

PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN


Apabila tidak direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan
standar Bina Marga sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu-lintas air di bawahnya
seperti:
- Box Culvert (single, double, triple), bentang 1 s/d 10 meter.
- Voided Slab sampai dengan bentang 6 s/d 16 meter.
- Gelagar Beton Bertulang Tipe T bentang 6 s/d 25 m.
- Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan Box bentang 16 s/d 40 meter.
- Girder Komposit Tipe I dan Box bentang 20 s/d 40 meter.
- Rangka Baja bentang 40 s/d 60 meter.
Penggunaan bangunan atas diutamakan dari sistem gelagar beton bertulang atau box
culvert serta Gelagar pratekan untuk bentang pendek dan untuk kondisi lainnya dapat
mengunakan gelagar komposit atau rangka baja dan lain sebagainya.
Untuk perencanaan bangunan atas jembatan harus mengacu antara lain:
- Perencanaan struktur atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas
berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS).
- Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan cermat, baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak melampaui nilai batas yang
diizinkan yaitu simple beam < L/800 dan kantilever L/400.
- Memperhatikan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan jembatan berada
khususnya selimut beton, permeabilitas beton, atau tebal elemen baja dan galvanis
terhadap resiko korosi ataupun potensi degradasi meterial.
PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH JEMBATAN
Perencanaan struktur bawah menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas
berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS).
Abutment:
- Abutment tipe cap dengan tinggi tipikal 1,5 2 meter
- Abutment tipe kodok dengan tinggi tipikal 2 3,5 meter
- Abutment tipe dinding penuh dengan tinggi tipikal > 4 meter
Pilar:
- Pilar balok cap
- Pilar dinding penuh
- Pilar portal satu tingkat
- Pilar portal dua tingkat
- Pilar kolom tunggal (dihindarkan untuk daerah zona gempa besar)
- Struktur bawah harus direncanakan berdasarkan perilaku jangka panjang material dan
kondisi lingkungan, antara lain: selimut beton yang digunakan minimal 30mm (daerah
normal) dan minimal 50 mm (daerah agresif).

PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN

1.

2.
3.
4.
5.

Perencanaan pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD)


Penentuan jenis pondasi jembatan:
Pondasi dangkal/pondasi telapak (dihindarkan untuk daerah potensi scouring
besar):
Bebas dari pengaruh scouring, kedalaman optimal 0,3 s/d 3 meter.
Pondasi caisson:
Diameter 2,5 s/d 4,0 meter, kedalaman optimal 3 s/d 9 meter.
Pondasi tiang pancang pipa baja:
Diameter 0,4 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 7 m s/d 50 meter.
Pondasi tiang pancang beton pratekan:
Diameter 0,4 s/d 0,6 meter, kedalaman optimal 18 s/d 30 meter.
Pondasi Tiang Bor:
Diameter 0,8 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 18 s/d 30 meter.
Jenis fondasi diusahakan seragam untuk satu lokasi jembatan termasuknya dimensidimensinya, hindari pondasi langsung untuk daerah dengan gerusan yang besar.
Fondasi dari tiang pancang pipa baja Grade-2 ASTM-252 yang diisi dengan beton bertulang
non-shrinkage (semen type II) atau fondasi tiang bor.
Faktor keamanan. Bila analisa menggunakan data tanah dari sondir, maka:
- Tiang pancang, SF Point Bearing= 3 dan SF Friction pile= 5
- Sumuran, SF Daya dukung tanah = 20, SF Geser = 1,5 dan SF Guling = 1,5
Kalendering terakhir:
Tiang Pancang 1 3 cm / 10 pukulan untuk end point bearing dengan jenis hammer yang
sesuai sehinga dapat memenuhi daya dukung tiang rencana.
PERENCANAAN JALAN PENDEKAT
Tinggi timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut:
H kritis = (c Nc + D Nq) /
H izin = H kritis / SF dengan SF = 3
Bila Tinggi timbunan melebihi H izin harus direncanakan dengan sistem perkuatan tanah
dasar yang telah ada.

PRINSIP PENERAPAN KESELAMATAN JEMBATAN


Dalam menerapkan keselamatan pada desain maka lajur jalan, bahu, jarak pandang
alinyemen horisontal, alinyemen vertikal perlu memenuhi kriteria desain (Ditjen Bina Marga
1997 dan 2004).
Disamping itu ada hal yang harus diperhatikan juga seperti:
1. Bangunan fisik jembatan dan perlengkapannya harus dapat menginformasikan kepada
Pengguna sedemikian rupa sehingga pengguna dapat mengetahui defisiensi standar jalan
(Self Explaining Road) seperti pemasangan:
- Rambu kecepatan, rambu belokan (chevron), rambu tanjakan, rambu rawan celaka dan
lainnya serta harus ditempatkan pada tempat yang seharusnya.

- Pita penggaduh (rumble strip) untuk mengingatkan pengemudi mendekati bangunan


jembatan.
2. Jembatan harus dapat mencegah fatalitas akibat kecelakaan seperti perlu adanya guard
rail pada oprit jembatan.

Perencanaan Stuktur Baja untuk Jembatan


RSNI T-03-2005
Persyaratan pondasi dan kepala jembatan
Untuk jembatan tipe ini, tidak ada persyaratan khusus untuk
perencanaan seismik pondasi
dan kepala jembatan.
Namun pondasi dan kepala jembatan harus memenuhi persyaratan
untuk menahan gayagaya vertikal dan lateral lainnya selain gempa bumi.
Gaya-gaya ini termasuk dan tidak
terbatas pada akibat penyelidikan tanah yang lebih luas, timbunan tanah,
stabilitas lereng,
tekanan tanah vertikal maupun lateral, drainase, penurunan tanah atau
kapasitas dan persyaratan tiang.
1. Persyaratan detil
Untuk jembatan tipe ini, tidak ada persyaratan khusus untuk
perencanaan seismik pada detil
struktur.
Perencanaan struktur baja maupun faktor integritas komponenkomponen struktural ataupunkeseluruhan jembatan didasarkan terutama
pada cara Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT)
seperti dijelaskan pada pasal 4.
Jika menggunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL),
tegangan ijin boleh ditingkatkan 30 %
1.1.1 Umum
Jembatan yang dapat dikelompokkan sebagai kinerja seismik tipe B
harus memenuhi pembebanan tetap.
1.1 Ketentuan untuk jembatan kinerja seismik tipe B
ketentuan di bawah ini.
1.2 Persyaratan gaya rencana
1.2.1 Gaya rencana untuk komponen struktur dan sambungan
Gaya rencana seismik yang dimaksud berlaku untuk struktur atas,
sambungan dilatasi, komponen yang menghubungkan struktur atas dengan
bawah, komponen yang
menghubungkan struktur atas dengan kepala jembatan, struktur bawah,
kepala kolom, tiang
tetapi tidak termasuk pondasi telapak, pondasi tiang dan kepala tiang.
Gaya rencana seismik yang dihitung berdasarkan peninjauan dua arah
horisontal utama
sesuai ketentuan sub-pasal 14.1.2 harus dikombinasikan dengan bebanbeban lainnya

sesuai Standar Pembebanan dan kombinasi tambahan di bawah ini :


Gaya rencana = 1,0 ( D + B + SF + E + EQM ) (14.3-1)
dengan pengertian :
D adalah beban mati, dinyatakan dalam kilo newton, (kN);
B adalah gaya apung, dinyatakan dalam kilo newton, (kN);
SF adalah tekanan aliran sungai, dinyatakan dalam kilo newton per meter
persegi, (kN/m2);
E adalah tekanan tanah, dinyatakan dalam kilo newton per meter persegi,
(kN/m2);
EQM adalah gaya gempa elastis yang dimodifikasi dengan faktor R yang
sesuai,
dinyatakan dalam kilo newton, (kN).
Jika menggunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL),
tegangan ijin boleh ditingkatkan 30 % dari nilai tegangan ijin pada
pembebanan tetap.
1.2.2 Gaya rencana untuk pondasi
Gaya rencana seismik yang dimaksud berlaku untuk pondasi telapak,
kepala tiang dan
pondasi tiang.
Gaya rencana seismik yang dihitung berdasarkan peninjauan dua arah
horisontal utama
sesuai ketentuan sub-pasal 14.1.2 harus dikombinasikan dengan bebanbeban lainnya
sesuai standar pembebanan dan kombinasi tambahan di bawah ini :
Gaya rencana = 1,0 ( D + B + SF + E + EQF ) (14.3-2)
dengan pengertian :
D adalah beban mati, dinyatakan dalam kilo newton, (kN);
B adalah gaya apung, dinyatakan dalam kilo newton, (kN);
SF adalah tekanan aliran sungai, dinyatakan dalam kilo newton per meter
persegi,
(kN/m2);
E adalah tekanan tanah, dinyatakan dalam kilo newton per meter persegi,
(kN/m2);
EQF adalah gaya gempa elastis yang dibagi faktor R = 1, dinyatakan dalam
kilo
newton, (kN);
1.2.3 Gaya rencana untuk kepala jembatan dan dinding penahan
Gaya rencana seismik untuk komponen yang menghubungkan struktur
atas dan kepala
jembatan harus mengacu pada persyaratan perencanaan kepala jembatan
mengacu pada sub bab di bawah ini.

1.3 Persyaratan komponen penghubung


Jika memungkinkan struktur atas harus direncanakan sebagai struktur
menerus. Jika
gelagar-gelagar dihubungkan secara sendi maka panjang pelat penghubung
antar gelagar
sekurang-kurangnya 600 mm. Sedangkan ruang bebas antar gelagar
sekurang-kurangnya
400 mm.
Pada kepala jembatan harus diadakan penahan logitudinal kecuali bila
terdapat jarak bebas minimum antara struktur atas dan struktur bawah.
Perlengkapan penahan vertikal harus diadakan pada semua perletakan
atau tumpuan dan harus direncanakan mampu menahan gaya vertikal
sebesar 10 % beban mati. Sambungan dilatasi harus direncanakan sehingga
mampu menahan kombinasi beban yang mungkin terjadi serta mudah
diperbaiki.
1.4 Persyaratan jarak bebas horisontal
Jarak bebas minimum horisontal dalam ketentuan ini harus dipenuhi
untuk mengantisipasi pemuaian ujung-ujung gelagar.Dudukan perletakan
gelagar harus direncanakan sehingga memberikan jarak bebashorisontal
sekurang-kurangnya
dengan pengertian :
L adalah panjang dari dek jembatan ke titik ekspansi terdekat, atau ke ujung
dari
dek jembatan, dinyatakan dalam meter, (m);
H adalah untuk kepala jembatan, ketinggian rata-rata dari kolom yang
memikul dek
jembatan ke sambungan ekspansi berikutnya, dinyatakan dalam meter, (m);
S adalah sudut dari perletakan yang terputar yang diukur secara normal dari
suatu
garis ke bentang, dinyatakan dalam derajat, ( o ).
NB adalah jarak bebas horisontal, dinyatakan dalam meter, (m).
1.5 Persyaratan pondasi
1.5.1 Penyelidikan tanah
Untuk perencanaan struktur bawah harus dilakukan penyelidikan tanah
yang normal. Resiko gempa terhadap struktur jembatan harus sungguhsungguh dipertimbangkan dengan
melakukan penyelidikan tanah yang lebih mendalam yang berhubungan
dengan instabilitas lereng, likuifaksi, penurunan timbunan dan peningkatan
tekanan tanah lateral.
1.5.2 Perencanaan pondasi

Kapasitas ultimit pondasi harus dihitung berdasarkan laporan


penyelidikan tanah. Pondasi harus mampu menahan gaya-gaya yang
dihasilkan dari kombinasi pembebanan yang
ditentukan dalam sub-pasal 1.2.
Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan perencanaan
pondasi harus mengacu
pada bagian 7 dari Standar Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan.
1.5.3 Persyaratan pondasi tiang
Pondasi tiang dapat digunakan untuk menahan gaya aksial maupun
gaya lateral. Kedalaman tiang dan kapasitas tiang dalam menahan gaya
aksial maupun lateral harus dihitung berdasarkan laporan penyelidikan
tanah.
Pengangkuran tiang harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
mampu menahan gaya tarik sekurang-kurangnya 10 % dari kekuatan
tekannya. Pengangkuran dilakukan dengan
sekurang-kurangnya 4 (empat) buah tulangan dowel dengan rasio tulangan
dowel tidak
boleh kurang dari 1 %.
Pada sepertiga panjang (minimum 2,5 m) tiang yang dicor setempat
harus dipasang
tulangan longitudinal 0,5 % tetapi tidak boleh kurang dari empat batang.
Tulangan spiral atau
sengkang dengan diameter 6 mm atau lebih besar harus dipasang dengan
spasi tidak
melebihi 225 mm kecuali pada ujung atas tiang harus diberikan
pengekangan yang memadai
sepanjang dua kali diameter tiang tetapi tidak boleh kurang dari 600 mm
dengan jarak spasi
maksimum sebesar 75 mm.
Untuk tiang pracetak, rasio tulangan longitudinal tidak boleh kurang
dari 1 % sedangkan
tulangan spiral atau sengkang tidak boleh kurang dari persyaratan tiang
yang dicor setempat.

SPESIFIKASI TIANG PANCANG BETON PRACETAK


UNTUK PONDASI JEMBATAN, UKURAN (30 x 30, 35 x 35, 40 x 40) CM2
PANJANG 10-20 METER DENGAN BAJA TULANGAN BJ 24 DAN BJ 40
SNI 03-4434-1997
1. Maksud dan Tujuan
1.1. Maksud
Spesifikasi tiang pancang beton pracetak ini dimaksudkan sebagi
acuan dan
pegangan dalam membuat pondasi tiang pancang beton untuk pondasi
jembatan di
laboratorium dan di lapangan.
1.2. Tujuan
Tujuan spesifikasi ini adalah untuk memudahkan bagi perencana dan
pelaksana
pembangunan jembatan, sehingga tercapai efisiensi batas ultimit, dengan
dengan
kekuatan beton sebesar 25 Mpa (K-250) serta tegangan leleh baja tulangan
sebesar
400 Mpa (Bj-40).
2. PERSYARATAN TEKNIS
2.1. Spesifikasi Kualitatif
1) tiang pancang beton yang tercantum dalam spesifikasi ini dihitung
berdasarkan
keadaan batas ultimit.
2) tiang pancang beton pracetak harus kuat memikul beban dan gaya-gaya
dalam
arah vertikal dan lateral yaitu akibat :
(1) beban dan gaya-gaya yang bekerja pada pilar atau kepala
jembatan.
(2) pemindahan dan pengangkutan.
(3) pemancangan.
(4) deformasi lateral dan vertikal
(5) gaya lateral akibat proses konsolidasi lapisan tanah di bawah
timbunan oprit
di belakang kepala jembatan
(6) gaya gesek negatif
(7) gaya tekuk.
2.2. Spesifikasi Kuantitatif
1) Persyaratan bahan

(1) Beton
a) beton yang digunakan untuk tiang pancang pracetak harus
mempunyai kuat tekan 25 Mpa.
b) agar beton dapat memenuhi persyaratan, setiap pembuatan
tiang harus
didasarkan kepada rencana campuran, dengan menggunakann
komponen
bahan yang memenuhi ketentuan metode pengujian kuat tekan
beton (SNI
03-1974-1990), dan selama pelaksanaan pengecoran beton
harus diikuti
dengan pengendaliam mutu.
(2) Baja tulangan
a) baja tulangan utama untuk tiang pancang beton pracetak
harus
menggunakan baja ulir dan dengan tegangan leleh minimum 240
Mpa (Bj24), bebas dari korosi dan kotoran yang menempel pada baja.
b) baja tulangan lainnya menggunakan baja polos dengan
tegangan leleh
minimum 240 Mpa (Bj-40) dan bebas dari korosi dan kotoran
yang
menempel pada baja.
c) Untuk menjamin tercapainya mutu baja yang diisyaratkan,
sebelum
digunakan harus dilakukan pengujian mutu sesuai dengan SNI
07-25291991 tentang Metode pengujian tarik baja beton.
2) Klasifikasi Tiang
Tiang pancang beton pracetak, dibuat dengan variasi panjang sesuai dengan
tabel 1.

3) Persyaratan Struktur
(1) struktur tiang
a) Dimensi tiang
Dimensi tiang dapat dilihat pada tabel 2.

You might also like