Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Imunologi
Sistem imunologi terdiri dari sel darah khusus (limfosit dan monosit) dan
struktur khusus, termasuk diantaranya nodus limfe, spleen, thymus, bone marrow,
tonsil, tonsil, adenoid, dan appendiks.
Darah merupakan bagian terpenting dari sistem proteksi ini. Meskipun
darah dan sistem imun memiliki perbedaan, keduanya pada dasarnya saling
berhubungan karena sel selnya memiliki asalnya yang sama, yaitu sumsum
tulang belakang. Selain itu sistem imun menggunakan aliran darah untuk
mentransport komponen sistem imun ke tempat invasinya.
2.2 Imunitas
Imunitas mengarah pada kemampuan tubuh untuk melawan invasi
organisme dan toksin, sekaligus mencegah kerusakan jariingan dan organ. Untuk
melaksanakan fungsi ini secara efisien, sistem imun menggunakan 3 strategi
dasar, yaitu :
1. Barier fisik dan kimiawi terhadap infeksi
2. Respon peradangan
3. Respon kekebalan
Barier fisik, seperti kulit dan membran mukosa mencegah invasi hampir
semua organisme ke dalam tubuh. Organisme yang melakukan penetrasi pada
barier yang pertama akan mencetuskan respon peradangan dan kekebalan. Kedua
respon meliputi sel sel (semua variasi dari sel primitif dalam sumsum tulang
belakang).
mikroorganisme
pathogen
sebelum
mikroorganisme
tersebut
melepaskan
prostaglandin,
dan
mediator
akan
sel
seperti
menyerang
histamine,
benda
asing
brandikinin,
atau
toksin
Ada dua tipe imunitas yang di dapat, yaitu aktif dan pasif. Pada
imunitas didapat yang aktif, pertahanan imunologi akan dibetuk oleh tubuh
orang yang dilindungi oleh imunitas tersebut dan umumnya berlangsung
selama bertahun-tahun bahkan seumur hidup. Imunitas didapat yang pasif
merupakan imunitas temporer yang di transmisikan dari sumber lain yang
sudah memiliki kekebalan setelah menderita sakit atau menjalani imunisasi.
2.2.1 Komponen Sistem Imun
Limfosit T dan B merupakan satu-satunya komponen sistem imun
yang mempunyai kemampuan pengenalan antigen spesifik, yaitu dengan
menimbulkan imunitas adaptif. Sel NK adalah limfosit yang berasal dari sel
induk hematopoetik. Sel NK diduga mempunyai peran pertahanan hospes
terhadap infeksi virus, pada pengawasan tumor, dan pada pengaturan imun.
Manusia memiliki dua jenis yaitu Limfosit B (sel B) dan Limfosit T
(sel T). Limfosit mengalir di darah dan limfa, khususnya sistem limfatik.
Sistem limfatik terdir dari limfa, nodus limfa, timus dan jaringan limfa
lainnya. Limfosit sendiri merenspons mikroba atau molekul asing tertentu
yang dinamakan antigen. Antigen meliputi molekul yang dimiliki virus,
bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit. Antigen ditemukan di permukaan
zat asing.
Antigen menimbulkan respons kekebalan dengan cara mengaktifkan
sel B untuk mensekresi protein yang disebut dengan antibodi. Antigen
memiliki bermacam-macam bentuk molekuler yang merangsang sel B untuk
mensekresi antibodi yang berinteraksi dengan antigen tersebut. Sel B dan sel
T dapat mengenali antigen yang spesifik karena memiliki reseptor antigen
yang terletak di membran plasma. Reseptor antigen pada sel B mrupakan
antibodi membran sedangkan pada sel T disebut juga reseptor sel T.
Reseptor sel T berikatan dengan antibodi membran dan mengenali antigen
tersebut.
Limfosit yang mengandung reseptor untuk mengenali antigen.
Setelah antigen terdeteksi, maka limfosit akan membelah dan berdiferensiasi
serta membentuk 2 klon yaitu sel efektor dan sel memori. Pengklon sel ini
disebut dengan seleksi klonal.
Setiap antigen berikatan dengan reseptor secara selektif dengan
mengaktifkan sel limfosit di tubuh kemudian jumlah sel yang terseleksi akan
6
pada
permukaan
sel
yang
dinamakan
MHC
(Major
Sel T terdiri dari 2 jenis yaitu sel T sitotoksik dan sel T helper. Sel T
sittotoksik memiliki reseptor antigen yang berikatan dengan fragmen antigen
yang mengandung MHC kelas I terletak pada sel sel tubuh bernukleus. Sel T
helper memiliki reseptor yang berikatan dengan fragmen antigen yang
mengandung MHC kelas II . Sel T yang berkembang di dalam timus yang
memiliki reseptor afinitasnya menjadi sel T sitotoksik. Sel T yang
mempunyai reseptor afinitas terhadap MHC kelas II menjadi sel
Helper. Respons kekebalan limfosit B dan T memiliki ciri khas yakni
spesifitas, keanekaragaman, memori dan mampu membedakan diri sendiri
dan bukan diri sendiri. (Ethel Sloane, 2003)
2.2.2 Respon Imun Spesifik
Secara umum, pertahanan host terhadap substansi asing adalah sama.
Sebaliknya, mikroorganisme khusus atau molekul dapat mengaktivasi
respon imun spesifik dan mengawali keterlibatan sekumpulan sel sel imun.
Respon spesifik ini diklasifikasikan sebagai kekebalan humoral atau cellmediated. Respon ini diproduksi oleh Lymphocytes (sel B dan sel T).
1. Imunitas Humoral
Dalam respon ini, invasi antigen menyebabkan sel B membelah
dan berdiferensiasi ke sel plasma. Akibatnya setiap sel plasma
memproduksi
dan
mensekresi
sejumlah
besar
antigen
spesifik
serangkaian
proses
meliputi
proses
destruksi
(pemusnahan
atau
sintesis
protein
untuk
kelangsungan
hidup
dan
pertumbuhannya sendiri karena itu sel plasma mati setelah mengalami masa
9
produktif yang singkat yaitu 5 sampai 7 hari. Sel plasma yang berasal dari
transformasi limfosit Sel B.
Sel plasma menghasilkan antibodi, antibodi disekresikan ke dalam
darah atau limfe, bergantung pada lokasi sel plasma, semua antibodi
akhirnya memperoleh akses ke darah. Tempat zat ini dinamakan globulin
gama dan imunoglobulin.
Kekebalan selular sel T berasal dari sel punca yang sama di sumsum
tulang, sel T selama masa janin dan anak-anak dini, sebagian dari limfosit
imatur sumsum tulang bernigrasi melalui darah ke timus, tempat sel-sel
tersebut mengalami pemosesan lebih lanjut menjadi limfosit. Setelah di
lepaskan sel T matang menetap dan membentuk koloni limfosit di jaringan
limfoid perifer. Peranan timosin karena sebagian besar migrasi dan
deferensiasi sel T terjadi pada tahap awal masa perkembangan maka timus
secara bertahap mengalami atrofi dan menjadi kurang penting kerena
bertambahnya usia. Timosin meningkatkan poliferasi sel T baru di jaringan
limfoid perifer dan memperkuat kemampuan imunologik sel T yang ada. Sel
T berperan sangat penting terhadap dalam pertahan terhadap virus kanker.
Suatu antigen menginduksi respons imun terhadap dirinya sendiri.
Sel B dan sel T harus secara spesifik mengenal sel atau bahan lain yang
tidak diperlukan untuk di hancurkan atau dinetralkan karena berbeda dari sel
normal
tubuh
sendiri. Antigen
memungkinkan
limosit
melakukan
pembelahan tersebut.
Dalam respons yang diperantarai sel T, sel T sitotoksik melawan
patogen intraseluler. Limfosit T yang diaktifkan oleh antigen membunuh selsel kanker atau sel-sel yang terinfeksi oleh virus atau patogen intraseluler
lainnya. Sebuah sel T sitoksik yang diaktifkan oleh kontak spesifik dengan
kompleks MHC kelas I dan antigen pada sel yang terinfeksi atau sel tumor
dan dirangsang lebih lanjut oleh IL-2 dari sel T helper, berdiferensiasi
menjadi sel pembunuh yang aktif sel ini membunuh sel target terutama
dengan cara pembebasan perforin, yaitu protein yang membentuk pori atau
lubang pada membran sel target, maka sel itu membengkak dan akhirnya
lisis.
Dalam respons humoral, sel B membuat antibodi yang melawan
patogen ekstraseluler kekebalan humoral diawali ketika sel B mengandung
10
humoral
umumnya
merupakan
protein
dan
permukaan
beberapa
epitop
efektif
yang
masing-masing
mampu
11
asam amino pada bagian ini sangat bervariasi dari suatu antibodi ke antibodi
lain.
Pembuangan antigen yang diperantarai antibodi. Pengikatan antibodi
dengan antigen untuk memberi kompleks antigen antibodi merupakan dasar
dari beberaapa mekanisme pembuangan antigen. Yang paling sederhana
adalah netralisasi, dimana antibodi berikatan berikatan dan menghambat
aktivitas antigen tersebut, dalam suatu proses yang disebut oposinasi
antibodi yang terikat itu meningkatkan oeraturan ke makrofaga ke
miroorganisme sehingga meningkatkan fagositosis. Aglutinasi bakteri atau
virus yang diperantarai antibodi secara efektif menetralkan dan mengopsoni
mikroba tersebut. Aglutinasi terjadi karena masing masing molekul antibodi
mempunyai dua tempat pengikatan antigen. (James, 2002)
2.3 Pengkajian Sistem Imunologi
Penilaian fungsi imun dimulai dari hasil anamnesis riwayat kesehatan
pasien dan pemeriksaan fisik. Riwayat kesehatan pasien harus mengandung
informasi yang rinci mengenai faktor-faktor di masa lalu serta sekarang dan
berbagai kejadian yang menunjukkan status sistem imun di samping faktor-faktor
dan kejadian yang dapat memepengaruhi fungsi sistem imun.
Faktor-faktor dan kejadian ini mencakup infeksi, kelainan alergi, kelainan
autoimun, penyakit neoplasma, keadaan sakit yang kronis, riwayat pembedahan,
imunisasi, penggunaan obat-obatan, transfusi darah, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi fungsi imun, dan hasil pemeriksaan laboratorium serta tes
diagnostik lainnya. Pengkajian fisik pasien mencakup palpasi nodus limfatikus
dan
pemeriksaan
kulit,
membran
mukosa
dan
sistem
respiratorius,
dengan infeksi apa pun dan tanggal terjadinya kontak tersebut harus
ditanyakan.
Riwayat infeksi di masa lalu dan sekarang di samping tanggal dan
tipe terapi yang pernah dijalani pasien harus diperoleh bersama-sama
dengan riwayat infeksi persisten yang multipel, demam yang tidak
diketahui penyebabnya, lesi atau luka-luka atau pun tindakan drainase
bentuk apa pun.
b. Alergi
Kepada psien ditanya tentang riwayat alergi, termasuk tipe alergen
(serbuk, debu, tanaman, kosmetika, makanan, obat-obatan, vaksin), gejala
yang dialaminya dan variasi cuaca yang berkaitan dengan terjadinya atau
beratnya gejala. Riwayat pemeriksaan dan pengobatan yang pernah atau
sedang dijalani oleh pasien untuk mengatasi kelainan alergi dan efektivitas
pengobatan tersebut harus ditanyakan.
Semua riwayat alergi terhadap obat dan makanan harus
dicantumkan pada stiker waspadalah alergi serta ditempatkandi depan
catatan kesehatan atau kartu berobat pasien untuk mengingatkan kepada
orang lain mengenai kemungkinan alergi tersebut. Penilaian yang
berkelanjutan terhadap reaksi alergi yang berpotensi terjadi pada pasien ini
merupakan pemeriksaan sangat penting.
c. Kelainan autoimun
Kepada pasien ditanya tentang setiap kelainan autoimun seperti
lupus eritematosus, artritis reumatoid atau psoriasis. Awitan, keparahan,
remisi, eksaserbasi, keterbatasan fungsional, terapi yang pernah atau
sedang dijalani oleh pasien, dan efektivitas terapi tersebut harus
ditanyakan secara rinci.
d. Penyakit neoplasma
Riwayat penyakit kanker dalam keluarga harus ditanyakan. Jika
terdapat riwayat kanker dalam keluarga, kita harus memperhatikan tipe
kanker tersebut, usia pasien pada saat awitannya dan hubungan pasien
(maternal atau paternal) dengan anggota keluarga yang menderita kanker.
Riwayat kanker pada pasien sendiri juga harus diketahui bersama-sama
dengan tipe dan tanggal penegakan diagnosisnya.
Semua terapi yang pernah atau sedang dijalani oleh pasien dicatat;
bentuk-bentuk terapi seperti radiasi dan kemoterapi akan mensupresi
13
takikardia,
gastrointestinal
pasien
aritmia,
dinilai
vaskulitis,
dengan
dan
anemia.
mengecek
Status
kemungkinan
luka
yang
lama,
drainage
luka,
induration
konsistensi,
kesimetrisan,
mobilitas,
warna,
16
Gamma
Globulin
Electrophoresis,
Lymphocyte
17