Professional Documents
Culture Documents
STANDARDS ON AUDITING )
NAMA KELOMPOK :
RIZKA ALPIAN
( 20120420291 )
IRVAN AHSANI
( 20120420317 )
AJRON KHUSNIARDI
( 20120420319 )
menjadi anggota IFAC karena adanya keinginan dari para akuntan Indonesia
untuk memajukan profesi akuntan di Indonesia. Kita ketahui bahwa IFAC adalah
organisasi akuntan terbesar di dunia yang berdiri tahun 1977. Keanggotaan IFAC
pada akhir 2007 mencapai 158 anggota asosiasi profesi akuntan yang mewakili
123 negara di dunia. IFAC melakukan kepeloporan akan perlunya harmonisasi
kerangka dasar (framework) untuk penyusunan standar internasional bagi profesi
akuntan, termasuk ISA dan IFRS.
Dengan dilakukannya adopsi ISA, maka ISA akan menggantikan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang sekarang berlaku, yang sebagian besar
isinya diadopsi dari AICPA Professional Standards (AICPA Standards) tahun
1998. Kita ketahui bahwa SPAP yang berlaku saat ini merupakan kodifikasi tahun
2001 dengan sedikit penambahan berupa interpretasi-interpretasi yang diterbitkan
dari tahun 2001 s.d 2008. Penambahan terakhir dilakukan pada Februari 2008
dengan penerbitan Pernyataan Beragam (Omnibus Statement). SPAP 2001
memang terkesan sudah kurang up-to-dated jika dibandingkan dengan AICPA
Standards. Hal ini karena AICPA Standards yang diacu dalam SPAP 2001 adalah
AICPA Standards tahun 1998, sedangkan yang berlaku di negara asalnya saat ini
adalah AICPA Standards yang selalu dimutakhirkan setiap tahun. Ditengarai
terdapat perbedaan yang signifikan antara AICPA Standards 2007 dengan 1998,
sehingga kalau sekarang akuntan publik kita masih menggunakan SPAP 2001
yang sebagian besar hasil adopsi dari AICPA Standards 1998, maka sepertinya
akuntan publik Indonesia belum memutahirkan standar profesinya pada
perkembangan terkini dari standar yang diacunya.
ISA sendiri pada saat ini sudah diadopsi di banyak negara anggota IFAC,
beberapa negara sudah melakukan full adoption, dan sebagian negara masih
menyisakan beberapa seksi yang belum diadopsi. Dengan semakin banyaknya
negara yang menjadi anggota IFAC maka pada saatnya nanti seluruh negara
anggota IFAC akan menerapkan ISA sebagai standar profesional akuntan
publiknya masing-masing. Di Indonesia sejatinya ISA bukan hal yang baru. SPAP
2001 sudah melakukan adopsi atas sepuluh standar audit internasional tersebut.
Sepuluh standar yang diadopsi dari ISA antara lain ISA 310 : Knowledge of the
Business, ISA 401: Auditing in a Computer Information Systems Environment,
dan ISA 510: Initial Engagements-Opening Balance. Namun seperti diuraikan di
atas, mengingat SPAP sejak tahun 2001 relatif stagnan, maka Standar yang
diadopsi tersebut sudah tidak up-to-dated lagi dengan ISA yang baru (2007).
Oleh karena itu, yang akan dilakukan oleh IAI dalam rangka adopsi ini adalah
melakukan adopsi penuh (full adoption) atas ISA terkini (Current ISA). Dengan
demikian bukan hanya melakukan revisi atas beberapa standar internasional yang
telah diadopsi SPAP, tetapi seluruh isi SPAP akan digantikan dengan standarstandar yang ada dalam Handbook of Internasional Auditing, Assurance, and
Ethic Pronouncements terbitan IFAC tersebut.
Sejak konvensi IAI memutuskan rencana full adoption ISA, maka Dewan
Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) yang pada saat itu merupakan
kelengkapan
organisasi
IAI-Kompartemen
Akuntan
Publik
(IAI-KAP)
perubahan besar pada teks ISA menjadi alasan utama sehingga akuntan publik
Indonesia perlu lebih bersabar menunggu. IAASB membuat suatu projek yang
mereka namakan clarity project yang bertujuan meningkatkan understandability
dan readability ISA. Perubahan (redraft) yang akan dilakukan mencakup hampir
60% dari isi standar dan meliputi susunan, struktur serta isi dari ISA itu sendiri.
Clarity project merupakan projek multi-years yang dimulai tahun 2006, dan
penyelesaiannya dijadwalkan secepat-cepatnya pada 15 Desember 2008. Dilihat
dari due process procedure yang ditempuh IAASB memang penyelesaian pada 15
Desember 2008 terbilang ambisius, karena dalam melakukan redraft ISA melalui
6 tahap, yaitu :
1) Diskusi Isu ( Discussion of Issues),
2) Penyusunan Draft Pertama (First read of ED),
3) Persetujuan ED (Approve ED),
4) Review atas Tanggapan ED (Review ED Comments),
5) Persetujuan Akhir Redrafted (Approve Final Redrafted ISAs), dan
6) Pernyataan Efektif (Effective date).
PROSES AUDIT BERBASIS RISIKO ( AUDITING BERBASIS ISA )
Proses audit ini didasarkan ISA atau International Standards on Auditing.
ISA menekankan berbagai kewajiban entitas dan manajemen, berbagai kewajiban
entitas dapat disebut pihak-pihak berkepentingan atau TCWG Those charged
with governance. Proses audit berbasis ISA merupakan proses audit berbasis
risiko yang mengandung tiga langkah kunci seperti yang disajikan pada tabel
berikut. Tiga Langkah Audit Berbasis Risiko
1. Risk Assesment
Melaksanakan prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai
risiko salah saji material dalam laporan keuangan
2. Risk response
Merancang dan melaksankan prosedur audit selanjutnya yang menaggapi
risiko (salah saji yang material) yang tyelah diidentifikasi dan dinilai, pada
tingkat laporan keuangan dan asersi.
3. Reporting
Merumuskan pelaporan berdasarkan bukti audi yang diperoleh dan
Membuat dan menerbitkan laporan yang tepat sesuai kesimpulan yang
ditarik
PERUBAHAN-PERUBAHAN DALAM ISA
Audit berbasis resiko
Risk based audit (RBA) adalah pendekatan audit yang dimulai dengan proses
penilaian risiko audit, sehingga dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
auditnya lebih difokuskan pada area-area penting yang berisiko terjadinya
penyimpangan atau kecurangan. RBA tidak hanya memusatkan perhatian pada
catatan akuntansi dan penyiapan laporan keuangan, namun juga memusatkan
perhatian
pada
proses
akuntansi,
pemilihan
dan
pencatatan
data,
auditnya berbasis risiko (risk based audit). Audit berbasis risiko dilaksanakan atas
dasar risiko-risiko dan melaporkan kepada pihak manajemen apakah risikorisiko
tersebut telah dapat dikelola dengan baik atau sebaliknya. Dalam hal ini proses
ABR dilaksanakan untuk mengelompokkan sejumlah risiko-risiko, dan proses
menggambarkan sesuatu yang logis dan bukan kondisi aktual. Jika terdapat
suatu risiko tetapi tidak termasuk di dalam proses yang dipetakan maka harus
dipecahkan melalui proses yang baru.
Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing,
khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin
dalam laporan audit bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan
hal-hal lain,perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan luas
prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
Risiko audit (audit risk) merupakan Risiko kesalahan auditor dalam
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah
saji secara material.
Risiko bisnis potensi terjadinya suatu peristiwa, tindakan, atau tidak
dilakukannya tindakan, yang mengakibatkan klien gagal untuk memenuhi tujuan
usahanya (business objectives), atau gagal dalam mengidentifikasi tujuan usaha
yang diharapkan oleh stakeholder utama.
Tujuan Risk Based Audit
Tujuannya, adalah memberikan keyakinan kepada Komite Audit, Dewan
Komisaris dan Direksi bahwa:
1) Perusahaan telah memiliki proses manajemen risiko, dan proses tersebut
telah dirancang dengan baik.
2) Proses manajemen risiko telah diintegrasikan oleh manajemen ke dalam
semua tingkatan organisasi mulai tingkat korporasi, divisi sampai unit kerja
terkecil dan telah berfungsi dengan baik.
3) Kerangka kerja internal dan tata kelola yang baik telah tersedia secara cukup
dan berfungsi dengan baik guna mengendalikan risiko.
Lingkup Risk Based Audit:
1) Penilaian atas identifikasi risiko yang dilakukan oleh manajemen termasuk
risiko bisnis yang dapat menghalangi pencapaian tujuan perusahaan.
2) Mengetahui kadar dan dampak risiko yang menimpa perusahaan.
3) Mempercepat eskalasi risiko tinggi kepada manajemen puncak.
4) Kemampuan melakukan pemeriksaan manajemen risiko yang akan
ditularkan kepada seluruh anggota auditor maupun auditee.
Peran Risk Based Audit:
1) Rencana audit difokuskan pada area yang paling memberikan nilai tambah
dan alokasi sumberdaya perusahaan.
2) Dengan analisis risiko yang berkesinambungan, Internal Audit akan
memiliki Early Warning Signals, sehingga penanganan risiko dapat
dilakukan lebih proaktif dan dini.
3) Mengkomunikasikan visi, misi, strategi kebijakan direksi dan mekanisme
pelaporan yang berkaitan dengan manajemen risiko perusahaan ke seluruh
jajaran perusahaan.
4) Mengidentifikasi KPI (Key Performance Index) dan CSA ( Control SelfAssessment) yang berkaitan dengan risiko.
5) Mengikutsertakan stakeholders utama dan komunitas investasi dalam
kegiatan dan perkembangan manajemen risiko perusahaan.
Keuntungan RBA bagi KAP
1. Proses audit dapat dilaksanakan dengan lebih efisien
2. Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh
kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.
HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DAN BUKTI AUDIT
Materialitas
adalah
satu
dari
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
dan
US
standards
mengindikasikan
bahwa
auditor
laporan keuangan yang lebih besar akan meningkatkan risiko bisnis dan dapat
meningkatkan tingkat kepastian yang diinginkan auditor.
Risk Assessment merupakan bagian dari kegiatan proses manajemen risiko,
yaitu mencakup keseluruhan proses dari kegiatan menganalisa risiko dan
mengevaluasi risiko. Kegiatan menganalisa risiko berupa kegiatan menggunakan
informasi yang tersedia secara sistematis untuk menentukan bagaimana seringnya
suatu kejadian mungkin akan terjadi dan dampak atau pengaruh yang akan timbul.
Sedangkan mengevaluasi risiko merupakan suatu proses yang digunakan untuk
menentukan prioritas yang diberikan oleh manajemen risiko dengan cara
membandingkan tingkatan suatu risiko dengan standar, target ataupun kriteria
lainnya yang ditentukan sebelumnya oleh manajemen.
Manajemen risiko diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari praktik
manajemen
yang
baik.
Manajemen
risiko
merupakan
proses
yang
dan
pengoperasian
struktur
pengendalian
intern
untuk