You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan. Jumlahnya


mencapai 15,9 persen dari proporsi penyebab kematian di Indonesia (Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) ,2007). Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan cermat.
Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan
pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain
menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi
beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan
masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk
mengatasi masalah penting ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang
mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan
cerebrospinal di otak, atau keduanya. Adanya perdarahan ini pada jaringan otak
menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang mengakibatkan terjadinya iskemik
pada jaringan otak yang mengakibatkan otak tidak mendapat darah lagi, serta
terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses ini memacu
peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi perubahan dan herniasi jaringan
otak yang dapat mengakibatkan kompresi pada batang otak..

Tujuan penulisan makalah mengenai Stroke Perdarahan ( Haemoragik ) agar


dapat lebih memahami mengenai stroke Haemoragik dan mengetahui pengobatan
yang dapat dilakukan untuk penyakit Stroke.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
peredaran darah di otak dan mengakibatkan terganggunya fungsi otak, dengan gejalagejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian sel-sel
otak, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.
Tanda paling umum dari stroke adalah kelemahan tiba-tiba pada wajah, lengan
atau kaki, paling sering di salah satu sisi tubuh. Tanda-tanda peringatan lainnya dapat
berupa:
1. Mati rasa mendadak pada wajah, lengan, atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh.
2. Kebingungan, tiba-tiba kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan
3. Tiba-tiba kesulitan melihat pada satu atau kedua mata
4. Tiba-tiba kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi
5. Mendadak sakit kepala parah tanpa diketahui penyebabnya.
Tanda-tanda stroke tergantung pada sisi otak yang dipengaruhi, bagian otak
yang terkena, dan tingkat cedera otak. Oleh karena itu, setiap orang mungkin
memiliki tanda-tanda peringatan stroke yang berbeda. Stroke dapat menimbulkan
sakit kepala, atau mungkin sama sekali tidak menyakitkan.

2.1 Jenis-Jenis Stroke


Berdasarkan kelainan patologis :
a. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri

2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
b. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

1. Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi bila pembuluh darah yang memasok darah ke
otak tersumbat. Jenis stroke ini yang paling umum (hampir 90% stroke
adalah iskemik).
Kondisi yang mendasari stroke iskemik adalah penumpukan lemak
yang melapisi dinding pembuluh darah (disebut aterosklerosis). Kolesterol,
homosistein dan zat lainnya dapat melekat pada dinding arteri, membentuk
zat lengket yang disebut plak. Seiring waktu, plak menumpuk. Hal ini
sering membuat darah sulit mengalir dengan baik dan menyebabkan bekuan
darah (trombus).
Stroke iskemik dibedakan berdasarkan penyebab sumbatan arteri:
A. Stroke trombotik.
Sumbatan disebabkan trombus yang berkembang di dalam arteri
otak yang sudah sangat sempit.

B. Stroke embolik.
Sumbatan disebabkan trombus, gelembung udara atau pecahan
lemak (emboli) yang terbentuk di bagian tubuh lain seperti jantung
dan pembuluh aorta di dada dan leher, yang terbawa aliran darah ke

otak. Kelainan jantung yang disebut fibrilasi atrium dapat


menciptakan kondisi di mana trombus yang terbentuk di jantung
terpompa dan beredar menuju otak.

2. Stroke hemoragik.
Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor atau
pecah di dalam atau di sekitar otak sehingga menghentikan suplai darah ke
jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah membanjiri dan memampatkan
jaringan otak sekitarnya sehingga mengganggu atau mematikan fungsinya.
Dua jenis stroke hemoragik:
A. Perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di dalam otak
yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembuluh
darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah
satu kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah
tinggi kronis. Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10%
dari semua stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab
kematian akibat stroke.
B. Perdarahan subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam ruang
subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan
tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges).
Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma)
dalam arteri. Perdarahan subarachnoid adalah kedaruratan medis
serius yang dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian.

Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pada pria.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Stroke Perdarahan


Stroke perdarahan atau hemorrhagic stroke karena ditemukan adanya
darah di dalam otak yang dalam keadaan normalnya tidak ada. Yang menjadi
masalah pada pasien dengan penyakit ini adalah ditemukannya darah di dalam
otak yang berasal dari pembuluh darah otak yang pecah.
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui
penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada
jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan
menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.

Gambar 1.
Tipe-tipe Stroke

3.2 Macam-macam Stroke Perdarahan


3.2.1 Perdarahan Intraserebral (PIS)
3.2.1.1 Definisi
Perdarahan yang paling sering timbul pada parenkim otak terjadi di
daerah arteri kecil yang melayani ganglia basal, thalamus, dan batang otak
dan oleh arteriopathy karena hipertensi kronik atau micratheroma. Penyakit
ini,

sering

berhubungan

dengan

arteriosklerosis,

karena

terjadi

penyumbatan pada infark lakunar atau kebocoran yang menyebabkan


perdarahan otak. Perdarahan kecil dapat mendahului perdarahan besar dari
arteri kecil dan dapat dideteksi dengan gema gradien MRI.
Beberapa perdarahan timbul dari angiopathy amyloid congophilic,
gangguan degeneratif yang mempengaruhi media dari arteri yang lebih
kecil, terutama materi abu-abu otak, dan terlihat pada usia lanjut. Tumor
otak, obat simpatomimetik, koagulopati, cavernomas dan malformasi
arteriovenous juga menyebabkan perdarahan otak.

Gambar 2
Gambaran Intracerebral Hemorrhage

3.2.1.2 Patofisiologis
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik,
Faktor resiko lain penyebab perdarahan intraserebral antara lain
bertambahnya usia, merokok, konsumsi alkohol, dan serum kolesterol
rendah. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh
darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang
mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh
darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada
lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma
kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama
dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan
ke dalam substansi otak .

3.2.1.3 Gejala Klinis


Terjadinya perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan
tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori,
bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
Penurunan

kesadaran

yang

berat

sampai

koma

disertai

hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.


Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papil edema dan perdarahan subhialoid.

3.2.1.4 Diagnosis
Computed Tomography (CT-scan) merupakan pemeriksaan paling
sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CTscan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah
emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien
sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan. Magnetic
resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan perdarahan intraserebral
dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran
MRI

tergantung

stadium

disolusi

hemoglobinoksihemoglobin-

deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin.

Gambar 3

3.2.1.5 Terapi
Pengobatan perdarahan akut intraserebral termasuk perlindungan
jalan nafas, ventilasi yang memadai, dan tingkat tekanan darah di bawah
tekanan arteri rata-rata 130 mmHg. Keseimbangan cairan dan suhu tubuh
harus dipertahankan pada tingkat normal. Tekanan intrakranial meningkat
mungkin memerlukan osmotheraphy, hiperventilasi terkontrol, atau
barbiture-koma. Pemberian kortikosteroid umumnya dihindari. Terlepas
dari kasus penderita perdarahan cerebellar, setiap keputusan tentang

apakah, bagaimana, dan kapan melakukan intervensi neurosurgically


setelah perdarahan intraserebral masih menjadi perdebatan saat ini dan
menunggu hasil percobaan prospektif yang sedang berlangsung. Sampai
saat ini semua upaya uji klinis telah gagal menunjukkan keunggulan
evakuasi hematoma melalui terapi medis, kecuali perdarahan cerebellar,
dimana operasi untuk massa besar mungkin menyelamatkan nyawa dan
dapat diikuti oleh hasil klinis yang memuaskan.

3.2.2 Perdarahan subarachnoid (PAS)


3.2.2.1 Definisi
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Perdarahan subarakhnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga
subarakhnoid dimana diagnosa ini cenderung mempunyai konotasi sebagai
sindrom klinis daripada diagnosa patologi. Perdarahan ini kebanyakan
berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh
darah serebral atau malformasi arterio-venosa yang rupture, di samping
juga ada sebab-sebab lainnya. Perdarahan yang menumpuk dalam ruang
subarachnoid dapat mencetuskan terjadinya stroke, kejang dan komplikasi
lainnya. Insidensi perdarahan subarakhnoid bervariasi untuk masing-masing
negara ataupun daerah. Di Jepang perdarahan ini menyebabkan 25
kematian/100.000 populasi/tahun (6,6% dari seluruh kematian mendadak)
sedangkan angka kematiannya di Amerika adalah 16/100.000 populasi,
dalam hal ini tampaknya ada faktor-faktor diet, herediter dan keadaan
ekonomi yang berperan dalam patogenesisnya.

3.2.2.2 Patofisiologis
Perdarahan subarachnoid diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu :
- Traumatic Subarachnoid Hemorrhages
-Spontaneous Subarachnoid Hemorrhages
Traumatic subarachnoid dapat juga menyebabkan kerusakan otak yang
diakibatkan oleh karena kecelakaan. Sedangkan spontaneous subaracnoid
hemoragik disebabkan oleh karena ruptur aneurisma atau abnormalitas
pembuluh darah pada otak.

Komplikasi tersering dari perdarahan subarachnoid adalah :


a. Perdarahan Ulang
Jika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan
subarakhnoid awal. Resiko perdarahan ulang adalah 20% pada hari 14
pertama setelah SAH awal, dan 50% pada enam bulan pertama, jika
aneurisma belum diobliterasi. Tidak seperti SAH awal, perdarahan
ulang sering menimbulkan hematoma intraparenkimal yang besar,
karena ruang subarakhnoid di sekitara neurisma sebagian tertutup
oleh adesi yang disebabkan oleh perdarahan awal. Pada kasus-kasus
tersebut, manifestasi klinis dan perjalanan perdarahan ulang
aneurismal adalah seperti yang dideskripsikan di atas mengenai
perdarahan intraserebral spontan.

b.Vasospasme
Iskemia otak tertunda dari vasospasme untuk sebagian besar
morbiditas dan mortalitas terjadi setelah SAH. Penyempitan arteri

progresif berkembang setelah SAH pada sekitar 70% dari pasien,


tetapi defisit iskemia tertunda berkembang hanya 20% sampai 30%.
Proses ini dimulai 3 sampai 5 hari setelah pendarahan, menjadi
maksimal pada 5 sampai 14 hari, dan selesai secara bertahap lebih
dari 2 sampai 4 minggu.
Vasospasme simptomatik biasanya meliputi penurunan tingkat
kesadaran, hemiparesis, atau keduanya, dan proses ini biasanya paling
parah pada aneurisma. Dalam kasus yang lebih parah, gejala
berkembang sebelumnya setelah pecahnya aneurisma, dan daerah
vaskular ikut terlibat. Meskipun tebal, darah subarachnoid merupakan
faktor pemicu utama, penyebab yang tepat dari penyempitan arteri
setelah SAH kurang dipahami. Vasospasme tidak hanya disebabkan
oleh vaskular yang halus-kontraksi otot, perubahan arteriopathic
terlihat di dinding pembuluh, termasuk edema subintimal dan
infiltrasi dari leukosit.

c. Hidrosefalus
Hidrosefalus akut terjadi pada 15% sampai 20% pasien dengan
SAH dan terutama berkaitan dengan volume intraventricular dan
darah subarachnoid. Dalam kasus ringan, hidrosefalus menyebabkan
lesu, perlambatan psikomotor, dan gangguan memori jangka pendek.
Temuan lainnya termasuk keterbatasan menatap ke atas, kelumpuhan
saraf kranial keenam, dan hyperreflexia ekstremitas bawah. Dalam
kasus yang lebih parah, hidrosefalus obstruktif akut menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Pasien yang terkena dampak stupor

atau koma, dan progresif batang otak herniasi akan mengakibatkan


produksi CSF yang menerus, kecuali kateter ventrikular dimasukkan.

3.2.2.3 Gejala Klinis


Gejala penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi
atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan
pernafasan.

3.2.2.4 Diagnosis
A. CT Scan
CT harus menjadi diagnostik studi pertama untuk menetapkan
diagnosis SAH, karena ketersediaan siap dan kemudahan penafsiran.
Ketika SAH misdiagnosed, kesalahan diagnostik yang paling umum
adalah kegagalan untuk memperoleh CT scan. CT paling sering
menunjukkan baur darah di waduk basal; dengan lebih parah

perdarahan, darah meluas ke sylvian dan celah interhemispheral, sistem


ventrikel, dan di atas convexities.

B. Lumbar Puncture
CSF biasanya terlalu berdarah. SAH dapat dibedakan dari
traumatis

oleh

penampilan

xanthochromic

(kuning-diwarnai)

centrifuged supernatant. Namun, xanthochromia dapat berlangsung


hingga 12 jam, tekanan CSF hampir selalu tinggi dan protein juga
meninggi. Pada awalnya, proporsi CSF leukosit untuk eritrosit adalah
bahwa darah perifer, dengan rasio biasa 1:700. Setelah beberapa hari
reaktif pleocytosis dan kadar glucose rendah dapat berkembang dari
steril meningitis kimia yang disebabkan oleh darah. Sel darah merah
dan xanthochromia menghilang sekitar 2 minggu, kecuali perdarahan
berulang.

C. Angiografi
Angiografi otak adalah prosedur diagnostik definitif untuk
mendeteksi aneurisma intrakranial dan mendefinisikan anatomi
mereka. Meskipun peningkatan ketersediaan dan gambar kualitas CT
dan MRA telah memungkinkan beberapa pusat menggunakan tes ini
untuk membuat diagnosis awal, angiogram empat-vessel yang
melibatkan bilateral karotid internal dan arteri vertebralis suntikan
wajib ketika tes ini negatif. Selain itu, angiografi dilakukan selama
penyisipan kumparan atau setelah aplikasi bedah klip ini umumnya
disarankan untuk mengevaluasi kecukupan aneurisma perbaikan dan

layar untuk aneurisma sekunder lebih kecil yang dapat terjawab oleh
CT atau Mr Vasospasm, trombosis lokal, atau sedikt teknik dapat
mengakibatkan angiogram palsu-negatif. Untuk alasan ini, pasien
dengan angiogram negatif pada pemeriksaan pertama harus memiliki
studi lanjutan 1 untuk 2 minggu kemudian; aneurisma akan didapatkan
sekitar 5% dari kasus ini. Pengecualian aturan ini adalah pasien dengan
perimesencephalic SAH, yang biasanya tidak memerlukan angiografi.
Gambar
Angiogram menunjukkan timbulnya suatu pecah
aneurisma, dengan ekstravasasi bahan kontras ke
dalam ruang subarachnoid dari aspek anterosuperior
dari aneurisma bilobed dalam arteri cerebellar
posteroinferior.

3.2.2.5 Terapi
Tujuan awal dari pengobatan adalah untuk mencegah perdarahan ulang
termasuk aneurisma dari sirkulasi intrakranial, serta menjaga arteri induk
dan cabang-cabangnya. Setelah aneurisma telah diamankan, fokus
berpindah untuk memantau dan mengobati vasospasme dan komplikasi
sekunder lainnya dari SAH. Hal ini paling baik dilakukan di ICU.
Aneurisma dapat diterapi dengan operasi pembedahan saraf berupa
penutupan leher aneurisma dengan metal clip. Dengan demikian,
aneurisma terekslusi dari sirkulasi secara permanen, sehingga tidak dapat
berdarah lagi. Bentuk terapi ini adalah terapi definitif, tetapi kerugiannya
adalah terapi ini memerlukan operasi kepala terbuka (kraniotomi) dan

manipulasi pembedahan saraf di sekitar dasar otak yang dapat


menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Pembedahan sebaiknya dilakukan
dalam 72 jam pertama setelah perdarahan subarakhnoid, yaitu sebelum
periode dengan resiko terbesar terjadinya vasospasme. Pembedahan dini
diketahui memperbaiki prognosis pasien dengan SAH grade 1, 2, atau 3
pada Hunt dan Hess. Tindakan ini merupakan bentuk terapi terpenting
untuk mencegah perdarahan ulang.

Selain itu, bentuk terapi yang lebih tidak invasif adalah mengisi aneurisma
dengan metal coils (coiling, suatu prosedur yang menjadi bidang
neuroradiologiintervensional). Coil dihantarkan dari ujung kateter
angiografik khusus, yang dimasukkan secara transfemoral dan didorong
hingga mencapai aneurisma. Coiling menghindari perlunya kraniotomi,
tetapi mungkin tidak sereliabel obliterasi aneurisma secara permanen.

3.3 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemorhagik

Gejala Klinis
PIS

Stroke Hemoragik
PSA

Stroke Non Hemorag

1. Gejala defisit lokal


2. SIS sebelumnya
3. Permulaan (onset)

Berat
Amat jarang
Menit/jam

Ringan
1-2 menit

Berat/ringan
+/ biasa
Pelan (jam/hari)

4. Nyeri kepala
5. Muntah pada awalnya

Hebat
Sering

Sangat hebat
Sering

Ringan/ tak ada


Tidak, kecuali lesi di
batang otak

6. Hipertensi
7. Kesadaran

Hampir selalu
Bisa hilang

Biasanya tidak
Bisa hilang sebentar

Sering kali
Dapat hilang

8. Kaku kuduk

Jarang

Bisa ada pada


permulaan

Tidak ada

9. Hemiparesis
10. Deviasi mata
11. Gangguan bicara
12. Likuor
13. Perdarahan Subhialoid

Sering sejak awal


Bisa ada
Sering
Sering berdarah
Tak ada

Tidak ada
Tidak ada
Jarang
Selalu berdarah
Bisa ada

Sering dari awal


mungkin ada
Sering
Jernih
Tak ada

14. Paresis/gangguan N III

Mungkin (+)

3.4 Rehabilitasi Stroke


Pendekatan tim untuk rehabilitasi stroke, mulai dari unit pemulihan stroke
dengan physiatrists berpengalaman dan ahli terapi fisik, telah terbukti bermanfaat
untuk pemulihan pasien yang optimal. Pendekatan ini sangat membantu dalam
mencegah berbagai komplikasi dari stroke seperti infeksi, kontraktur, dan decubiti,
dan

memaksimalkan

kebebasan

pasien

dengan

hemiplegia/paresis

dengan

mengajarkan mereka untuk berpindah secara efektif dari tempat tidur ke kursi roda.
Kegiatan hidup sehari-hari dapat dioptimalkan dengan kebersihan pribadi, berpakaian,
dan juga makan. Depresi adalah kondisi yang sering ada pada stroke, sebagian karena
adanya ketidakmampuan secara fisik tetapi juga karena ada perubahan kimia otak,
yang dapat merespon dengan baik untuk inhibitor selektif serotonin-reuptake (SSRI)
dan antidepresan trisiklik. Terapis untuk kemampuan bicara harus dikonsultasikan

untuk membantu pasien meningkatkan keterampilan komunikasi mereka dan


keterampilan ADL (activities of daily living).

3.5 Pencegahan Stroke


Pencegahan stroke tergantung pada sindrom stroke dan patologinya, seperti
aterosklerosis, arteritis, penyakit jantung, pembedahan, dan sebagainya, tetapi karena
aterosklerosis merupakan penyebab paling umum dari stroke iskemik, sindrom stroke
primer, hanya intervensi untuk mencegah aterosklerosis yang akan dibahas di sini.
Faktor risiko untuk aterosklerosis yang terkenal dan membutuhkan
keterlibatan aktif dari dokter untuk membantu pasien mengembangkan pengendalian
motivasi untuk mengontrol atau menghentikan faktor risiko tersebut, yang meliputi
hipertensi, merokok, diabetes melitus, kolesterol tinggi, atau lebih tepatnya,
peningkatan low-density lipoprotein (LDL), obesitas, hidup menetap, dan tingkat stres
negatif. Untuk hipertensi, dokter harus membiasakan diri dengan laporan Komisi
Nasional Bersama Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi VII (JNC7), yang
diterbitkan pada tahun 2003, yang membuat rekomendasi pada tujuan tekanan darah
yang optimal, dengan perubahan gaya hidup untuk membantu proses ini. JNC7
mencatat bahwa untuk setiap peningkatan 10 mmHg sistolik atau tekanan darah
diastolik tekanan darah di atas 115/75, terjadi peningkatan 10% dalam risiko vaskular
untuk penyakit arteri koroner, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer. Meskipun
tidak ada konsensus, studi ALLHAT (anti hipertensi & Terapi Penurunan Lipid untuk
Pengobatan serangan jantung), yang terutama sebuah studi di Amerika Utara lebih
dari 42.000 subyek dengan hipertensi sedang, yang masih berusia 55 tahun atau lebih
tua dan memiliki salah satu faktor risiko lain untuk penyakit arteri koroner, dipilih
secara acak untuk pengobatan dengan diuretik, sebuah inhibitor angiotensin

converting enzyme (ACE) dan inhibitor saluran kalsium, (masing-masing,


chlorthaladone, lisinopril dan amlodipin). Diuretik se-efektif atau lebih daripada dua
obat lain dalam mencegah komplikasi vaskular termasuk stroke, meskipun untuk
mencapai tekanan darah yang optimal, kebanyakan pasien membutuhkan pengobatan
dengan 2 atau lebih obat antihipertensi. Studi ALLHAT menyimpulkan bahwa
diuretik tidak hanya yang paling mahal, tetapi juga se-efektif yang lain. Dokter harus
yakin dengan obat yang diresepkan dan secara khusus mewaspadai interaksi obat dan
komplikasi lain yang berkaitan dengan pengobatan. Perlu diingat bahwa mengurangi
asupan garam harian untuk 2 gram yang setara dalam hasil untuk setiap salah satu
agen antihipertensi. Merokok merupakan hal yang adiktif, tetapi upaya agar pasien
berhenti harus dibuat dan diperlukan konseling psikologis dan bantuan medis, seperti
patch nikotin.
Diabetes terkontrol dengan hemoglobin A1c mendekati 6% akan mengurangi
kejadian microangiopathy, seperti diabetic retinopathy dan renal nephropathyl, tetapi
pasien sering memiliki kolesterol tinggi dan trigliserida plus hipertensi atau resistensi
insulin dengan apa yang disebut sindrom metabolik, dan perlu juga memperhatikan
resiko lainnya, tidak hanya untuk kontrol glukosa ketat. Kolesterol tinggi, atau LDL
meningkat atau mengurangi densitas tinggi lipoprotein (HDL) yang aterogenik,
meskipun masalah ini telah menjadi kontroversi selama bertahun-tahun karena pasien
stroke lansia menampilkan kolesterol total dalam kisaran "normal". Namun, LDL dan
HDL--omset studi dan polimorfisme lipoprotein menunjukkan hubungan antara pola
lipoprotein dan stroke atherothrombotik. Selain itu, penggunaan obat untuk
menurunkan kolesterol pada subyek dengan penyakit jantung koroner dikaitkan
dengan penurunan titik akhir primer dan sekunder untuk penyakit arteri koroner serta
stroke iskemik. Penelitian pertama adalah Simvastatin 4S, atau Studi Kelangsungan

Hidup Skandinavia, dari 4.444 subyek dengan penyakit arteri koroner. Selanjutnya,
sejumlah studi tersebut telah diverifikasi pada temuan awal, yang mendukung
kesimpulan tentang peran kolesterol dalam stroke atherothrombotik, dengan manfaat
tambahan dari peran antiimflammatori, eNOS upregulation , dan tindakan lainnya dari
statin. Tingkat LDL yang optimal untuk pasien stroke iskemik harus sama dengan
pasien dengan penyakit arteri koroner, yaitu, pengurangan LDL kurang dari 100 mg /
dL. Karena HDL penting untuk membalikkan transportasi kolesterol dalam
mengambil kolesterol dari plak dan memberikan kepada hati untuk produksi empedu,
tingkat rendah (kurang dari 35 mg / dL) harus ditingkatkan dengan obat-obatan seperti
niacin atau turunan asam fibric. Karena obat asam fibric dan statin meningkatkan
risiko myoglobinuria, mereka harus digunakan dengan hati-hati, namun beberapa
turunan asam fibric tampaknya memiliki risiko rendah dalam komplikasi ini. Obat
asam fibric meningkatkan kadar Reseptor Proliferator peroxisomal Activated (PPARy), dan ini meningkatkan apo-AI sintesis, lipoprotein utama yang terkait dengan HDL,
sehingga meningkatkan kadar HDL, ditambah paroxonase, yang dikaitkan dengan
HDL dan mencegah oksidasi LDL, bentuk yang sangat aterogenik LDL. Upaya untuk
menghambat kelancaran-otot proliferasi sel mungkin memiliki relevansi klinis dalam
mengurangi aterosklerosis tetapi kebutuhan dalam bukti vivo.
Obesitas, gaya hidup menetap, dan stres merupakan faktor yang membuat
dokter kemungkinan membutuhkan bantuan asisten yang konsultatif dari spesialis
kesehatan yang memiliki keahlian dibidang ini. Obesitas morbid mungkin
memerlukan intervensi bedah, seperti rekonstruksi lambung. Mengembangkan
keterampilan untuk mengatasi stres mungkin memerlukan konsultasi kejiwaan atau
psikologis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rowland LP. Meritts Neurology. 11th Edition. Philadelphia, Wolters Kluwer


CO : 303-337
2. Israr A.Y. Stroke. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru
3. Stroke subarachnoid. http://www.artikelkedokteran.com/845/stroke.html ( 18
November 2012)
4. Stroke

Subarachboid.

http://www.scribd.com/doc/83483187/61299710-

Perdarahan-Subarachnoid-Dr-Ayub ( 18 November 2012 )


5. Perbedaan

Stroke

Hemorhaggic.

http://dokunimus.blogspot.com/2011/10/perbedaan-stroke-hemoragik-danstroke.html ( 18 November 2012 )


6. Terapi

strok

Intraserebral.

http://myhealing.wordpress.com/2008/09/06/perkembangan-terbaru-terapistroke-perdarahan-intraserebral/ (18 November 2012)

You might also like