You are on page 1of 31

Malnutrisi Energi Protein

Skenario 2
Seorang anak perempuan, umur 6 bulan, dibawa ibunya ke Puskesmas
dengan keluhan sering mencret sejak 1 bulan terakhir. Riwayat pemberian makan
ASI diberikan sampai 3 bulan, selanjutnya diberi air tajin sampai sekarang.
Riwayat kelahiran BBL 2900 g, PB 48 cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
BB 6 kg, PB 60 cm. Telapak tangan tampak pucat. Ditemukan edema pada
tungkai bawah dan abdomen. Tampak otore pada telinga kanan dan kiri. Hati
teraba 2 cm bawah arkus kosta. Laboratorium Hb 5 g/dl.
Kata Sulit
1. Air tajin adalah sari pati beras dengan tekstur kental yang diperoleh saat
memasak nasi
2. Otore adalah sekret atau cairan yang keluar dari liang telinga
Kata Kunci
1. Seorang anak perempuan, umur 6 bulan
2. Keluhan sering mencret sejak 1 bulan terakhir
3. Riwayat makan ASI diberikan sampai 3 bulan, selanjutnya diberi air tajin
4.
5.
6.
7.
8.
9.

sampai usia 6 bulan.


Riwayat kelahiran BBL 2900 g, PB 48 cm.
Pemeriksaan fisis BB 6 kg, PB 60 cm
Edema pada tungkai dan abdomen
Tampak otore pada kedua telinga
Hati teraba 2 cm di bawah arkus kosta
Laboratorium Hb 5 g/dl

Pertanyaan-Pertanyaan
1.
2.
3.
4.

Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan pada skenario ?


Bagaimana klasifikasi malnutrisi energi protein ?
Apa saja etiologi dari malnutrisi energi protein ?
Apa sajakah kandungan air tajin ?

5. Apakah terdapat hubungan antara pemberian air tajin dengan kondisi anak
sekarang ?
6. Bagaimana patomekanisme dan hubungan antar gejala pada skenario ?
7. Bagaimana langkah-langkah diagnosis dan penatalaksanaan pada skenario?
8. Apa sajakah diferensial diagnosis pada skenario ?
9. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi bila tidak ditangani ?
10. Bagaimana pencegahan pada skenario ?
Jawaban
1. Interpretasi hasil pemeriksaan
a. BB saat lahir 2900 gram
BB usia 6 bulan 6000 gram dengan riwayat udema
Jika makanan adekuat, maka seharusnya akan terjadi penambahan BB
dengan rincian sebagai berikut
Trimester 1 kenaikan BB 700-1000gr/bulan
Trimester 2 kenaikan BB 500-600 gr/bulan
Jadi, BB ideal pada usia 6 bulan adalah 6500-7700gr
b. Berdasarkan pada skenario, dimana edema terdapat di tungkai dan
abdomen, maka bb actual adalah bb yg diperoleh pd antropometri dikurangi
dengan koreksi edemanya.
Koreksi edema : 20% x BB saat ini
: 20 % x 6000 gr
: 1200 gr
Jadi BB aktual : BB saat ini koreksi udema
: 4800 gr
c. PB saat lahir : 48 cm
PB usia 6 bulan : 60 cm
Penambahan PB seharusnya:

Trimester 1 : 2,8-4,4 cm
Trimester 2 : 1,9-2,6 cm
Jadi PB ideal pada usia 6 bulan : 62,1 69 cm
Status gizi anak saat ini Analisis Status Pertumbuhan Bayi Pada Skenario
Pertama-tama dilakukan koreksi udem :
Udem pretibial : 10-15%
Ascites ringan : 15-20 %
Ascites berat
: 20-25 %
Pada kasus BB : 6 kg dan PB : 60 cm
Maka koreksi edema : 15% x 6 kg = 0,9
20% x 6 kg = 1,2
BB = 6 kg 0,9 = 5,1 kg
BB = 6 kg 1,2 = 4,8 kg
Sehingga berat badan sebenarnya pada pasien berada dalam range 4,8 kg 5,1 kg
Untuk menilai status gizi pasien, maka nilai ini dimasukkan dalam grow chart
WHO berat badan menurut umur dan didapatkan :
Untuk BB = 4,8 kg, maka berada di bawah / < -3 SD. Hal ini menunjukkan BB
pasien sangat kurang, sedangkan untuk BB = 5,1 kg berada pada -3 SD. Hal ini
menunjukkan BB pasien sangat kurang. Sedangkan untuk status gizi pasien
dengan menggunakan BB/TB (IMT) berdasarkan standar WHO. (1)
BB
4,8
BB
5,1
2
2
=
=13,3 kg /m
=
=14,2 kg /m
2
2
2
IMT = TB ( 0,6)
atau IMT = TB (0,6)2

2. Klasifikasi Malnutrisi Energi Protein (MEP)


Klasifikasi Malnutrisi Energi Protein (MEP) menurut WHO dengan
menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan dari pasien serta
memperhatikan edemanya. Jika pasien edema berarti ia mengalami malnutrisi
berat tanpa melihat deficit berat badannya. Jika deficit Berat badan untuk tinggi
badan berada diantara SD 2 dan 3 berarti pasien malnutrisi sedang, jika defisitnya
lebih dari SD 3 maka pasien malnutrisi berat. Kriteria di atas juga berlaku untuk
deficit tinggi badan untuk umur.
KLASIFIKASI WHO
Malnutrisi
Edema
BB / TB Deficit1 (%)2
TB /umur Deficit1 (%)2
1

Sedang
tidak ada
2-3 (70-79)
2-3 (85-89)

Berat
Ada
>3 (<70)
>3 (<85)

Standar Deviasi

persentil/ persentase

Klasifikasi Waterlow mengidentifikasi wasting sebagai defisit Berat Badan


untuk Tinggi Badan dan stunting sebagai defisit Tinggi Badan untuk umur tetapi
tidak dapat digunakan untuk malnutrisi dengan edema.(2)

BB/TB
SD Median

TB/UMUR
% Median

SD Median

% Median

Ringan

1-2

80-89

1-2

90-95

Sedang

2-3

70-79

2-3

85-90

>3

<70

>3

<85

Berat

Malnutrisi adalah keadaan dimana masukan nutrisi yang tidak cukup jumlah
atau macamnya, disebabkan asupan kurang, gangguan pencernaan atau absorpsi.
Ada tiga bentuk :
a. Malnutrisi ringan : gizi kurang yang ditandai oleh adanya hambatan
pertumbuhan
b. Malnutrisi sedang : hampir sama dengan malnutrisi ringan, namun tanda
dan gejala klinis lebih banyak ditemukan
c. Malnutrisi berat ; misalnya marasmus, kwashiorkor, ataupun keduanya.
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk yang
diakibatkan oleh kekurangan kalori protein yang berat da kronis, sering
ditemui pada balita. Kwashiorkor adalah defisensi protein yang disertai
dengan defisiensi nutrient lainnya yang biasa dijumpai pada bayi dan
balita.(3)

3. Etiologi Malnutrisi Energi Protein (MEP)


Penyebab MEP dapat dibagi kepada dua penyebab yaitu malnutrisi primer
dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi
sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat,
menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi
dari tubuh.
Kurang energi protein bisa terjadi karena adanya beberapa faktor yang
secara bersamaan menyebabkan penyakit ini, antara lain ialah faktor sosial dan
ekonomi contohnya masalah kemiskinan dan faktor lingkungan yaitu tempat
tinggal yang padat dan tidak bersih. Selain itu, pemberian ASI dan makanan
tambahan yang tidak adekuat juga menjadi penyebab terjadinya masalah kurang
energi protein.
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut
UNICEF, ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsure gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan
oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zatzat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan kasus gizi buruk yaitu faktor ketersediaan
pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam
pengolahan pangan dan pengasuhan anak serta pengelolaan yang buruk dan

perawatan kesehatan yang tidak memadai pada anak. Sedangkan menurut Ikatan
Dokter Anak Indonesia, ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada anak-anak, yaitu
keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
serta faktor penyakit bawaan pada anak, seperti : jantung, TBC, HIV/AIDS,
gangguan saluran pernapasan dan diare.(4)
4.

Penjelasan tentang air tajin


Air tajin adalah sari pati beras yang diperoleh dengan cara merebus beras.

Air kental saat memasak nasi itulah dikatakan sebagai air tajin. Air tajin secara
gizi hanya mengandung kalori. Berbeda dengan ASI yang kaya gizi yang sangat
dibutuhkan bayi untuk bertumbuh optimal. Susu formula yang dirancang khusus
buat bayi yang karena satu dan lain hal tidak bisa menyusu, juga mengandung
beragam zat gizi yang dibuat berdasarkan semacam standar pembuatan susu
formula, yaitu codex elemantarius.
Generasi kita terdahulu memandang tajin bisa menggantikan kehadiran
susu, terutama ASI, padahal sama sekali tidak. Riset-riset terbaru menunjukkan
betapa, ASI adalah "makanan" paling ideal untuk menunjang kesehatan dan
kecerdasan bayi. Oleh karena itu, sebaiknya memberikan ASI Eksklusif selama 6
bulan pertama usia bayi. Kemudian berikan ASI lebih lanjut plus makanan
pendamping ASI.
Hal lain yang juga harus dicermati, ASI jelas lebih praktis dan bebas
kuman, terutama jika diberikan langsung kepada bayi dengan cara menyusui.
Pengolahan dan pemberian air tajin kepada bayi berisiko menyebabkan diare.
Terutama bayi di

bawah

usia

bulan.

Jelas

kemampuan

sistem

pencernaan bayi yang amat sangat terbatas adalah penyebabnya. Jadi usahakan
meminimalisir pemberikan air tajin untuk menggantikan konsumsi susu untuk
bayi, apalagi untuk menggantikan ASI.
Air tajin mengandung karbohidrat juga vitamin B1 (Tiamin) yang cukup
tinggi. Sebagaimana kita mengetahui bahwa beras merupakan sumber karbohidrat
juga kaya akan vitamin B1. Kandungan gizi yang terkandung didalamnya secara
umum adalah sebagai berikut:(5)
Komponen
Energi (Kal)
Air (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Abu (g)
Vitamin B1 (mg)
Fe (mg)

Jumlah
43,20
91,21
0,66
1,92
5,82
0,38
0,0046
0,086

Kandungan ASI(6)
Kandungan
Energi (Kg Kal)
Laktosa (gr/100 ml)
Lemak (gr/100 ml)
Protein (gr/100 ml)
Mineral (gr/100 ml)
Immunoglobulin :

Kolostrum
57,0
6,5
2,9
1,195
0,3

Transisi
63,0
6,7
3,6
0,965
0,3

Asi Matur
65,0
7,0
3,8
1,324
0,2

Ig A (mg/100 ml)

335,9

119,6

Ig G (mg/100 ml)

5,9

2,9

Ig M (mg/100 ml)

17,1

2,9

Lisozim (mg/100 ml)

14,2-16,4

24,3-27,5

Laktoferin

420-520

250-270

5. Hubungan air tajin dengan diare


Air tajin adalah sari pati beras dengan tekstur kental yang diperoleh saat
memasak nasi. Dilihat dari segi kandungan gizi, air tajin hanya memiliki
kandungan kalori sehingga tidak bisa menggantikan ASI. Air tajin tidak dapat
diberikan pada bayi dibawah 6 bulan karena pada sistem pencernaan bayi belum
sempurna, sehingga bayi belum dapat menerima dengan baik. Protein dalam usus
halus dalam bentuk dipeptida dihidrolisis oleh enzim peptidase dari sel-sel epitel
usus halus menjadi berbagai dipeptida dan polipeptida kecil. Selanjutnya akan
dihidrolisis kembali oleh enzim aminopolipeptidse dan dipeptidase menjadi asam
amino. Proses selanjutnya yang terjadi dalam usus halus, yaitu penyerapan zat-zat
dalam usus halus yang secara spesifik terjadi dalam vili dan tergantung pada
difusi, difusi fasilitatif, osmosis, dan transport aktif. Sebagian besar zat-zat
tersebut diserap dalam bentuk yang lebih sederhana. Pada air tajin, kandungan
proteinnya tidak mencukupi kebutuhan bayi, sehingga pada usus halus tidak
terjadi penyerapan dan menyebabkan atrofi pada vili mukosa usus halus sehingga
dapat menyebabkan diare pada bayi. (7)
Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dapat mengakibatkan bayi
lebih sering menderita diare. Hal ini disebabkan pembentukan zat anti oleh usus

10

bayi belum sempurna dan mungkin juga cara menyiapkan makanan yang kurang
bersih. Bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu. Keadaan ini terjadi
akibat usus bayi masih permeable, sehingga mudah dilalui oleh protein asing.
Sebelum mencapai usia 6 bulan sistem pencernaan bayi belum mampu berfungsi
dengan sempurna, sehingga ia belum mampu menerima makanan selain ASI.(6)
6. Patomekanisme gejala
Edema dan asites
Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam
amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme.
Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin hepar, dimana albumin berfungsi mempertahankan tekanan
osmotik plasma. Jika terjadi penurunan tekanan osmotik plasma maka akan terjadi
pergerakan cairan dari intravaskuler kedalam jaringan

intertisial dan

mengakibatkan dan mengakibatkan penyusutan volume plasma.


Cairan kemudian akan mengisi sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga
badan.

Jaringan ini tidak mempunyai serabut kuat yang dapat mencegah

penumpukan cairan dan terletak pada selaput perut, saluran pencernaan, kelopak
mata bawah, dalam ruang ketiak dan di dalam skrotum. Selain itu cairan akan
mengikuti gaya gravitasi sehingga pada skenario edema terdapat di tungkai dan
rongga perut (asites).(8)
Gangguan fisiologik sehubungan dengan malnutrisi energy protein terhadap
fungsi kekebalan (diare dan otore)
PEM mengganggu sistem kekebalan humoral dan seluler. Keutuhan fungsi
limfosit T, leukosit polimorfnuklear, dan sistem komplemen menumpul dan fungsi

11

limfosit B dapat terganggu. Terjadi sebuah siklus dengan keadaan malnutrisi akan
mengganggu pertahanan tubuh dan karenanya akan memperbesar kerentanan
terhadap infeksi, yang sebaliknya akan memperburuk keadaan kurang gizi. Atrofi,
dan oleh karena itu gangguan keutuhan epitel dan penurunan asam lambung dan
sekresi

lisozim

menyebabkan

kecenderungan

ke

arah

infeksi.

Infeksi

memperburuk malnutrisi melalui serangkaian kejadian termasuk anoreksia, yang


menurunkan asupan nutrien, pergeseran keseimbangan metabolisme protein
menjadi keadaan katabolic, karena itu memacu kehilangan massa otot tubuh dan
peningkatan kecepatan metabolik. Terganggunya sistem kekebalan tubuh pada
penderita malnutrisi energy protein pada skenario sehingga pasien mengalami
diare kronis serta otore.
Hepatomegali
Pada PEM hipoproteinemik hati dapat membesar dan teraba lunak karena
terjadi infiltrasi lemak. Tetesan lemak pada awalnya terdapat dalam hepatosit
periportal dan dengan semakin meningkatnya keparahan, regio perisentralis dari
lobuli hepatic. Perlemakan hati diperkirakan akibat pengangkutan lemak tidak
memadai dari parenkim hati karena penurunan lipoprotein yang tersedia.
Konsentrasi

serum

VLDL

dan

LDL

adalah

subnormal

dalam

PEM

hipoproteinemik, dan keparahan dari infiltrasi lemak berhubungan derajat depresi


dari lipoprotein. (9)
Anemia
Hipopreteinemia, keadaan ini menyebabkan kekurangan produksi eritropoietin
akibatnya produksi eritrosit juga berkurang. Hipoproteinemia juga bisa

12

menyebabkan stem cell tidak berkembang. Eritrosit mengandung hemoglobin


yang mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan. Jumlah total eritrosit dalam
sirkulasi diatur sedemikian rupa agar cukup untuk menyuplai O 2 ke seluruh
jaringan. Sehingga bila stem cell tersebut tidak berkembang maka pada ujungnya
akan terjadi anemia.
Bisa juga diakibatkan karena kurangnya absorbs besi dari makanan yang
dimakan oleh bayi. Dimana besi ini penting dalam pembentukan heme. Heme
kemudian bergabung dengan rantai polipeptida panjang globin membentuk
hemoglobin. Tapi bila besi ini berkurang maka pembentukan Hb juga terganggu
yang akhirnya menyebabkan anemia.(1)
7. Langkah-Langkah Diagnosis
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Anamnesis terdiri anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.
a. Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :
1. Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
2. Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah
dan diare (encer/darah/lendir)
3. Kapan terakhir berkemih
4. Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin
5. Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami
dehidrasi dan/atau syok, serta harus ditangani segera.
b. Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana
selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani) :
1. Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit

13

2. Riwayat pemberian ASI


3. Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
4. Hilangnya nafsu makan
5. Kontak dengan pasien campak atau tuberculosis paru
6. Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
7. Batuk kronik
8. Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
9. Berat badan lahir
10. Riwayat tumbuh kembang : duduk, berdiri, bicara, dan lain-lain
11. Riwayat imunisasi
12. Apakah ditimbang setiap bulan
13. Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
14. Diketahui atau tersangka infeksi HIV
c. Pemeriksaan Fisis
1. Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung
kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB
2. Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati
menentukan status dehidrasi pada gizi buruk)
3. Adakah tanda syok (tangan dingin, nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun
4. Demam (suhu aksilar 37,5C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35,5C)
5. Frekuensi dan tipe pernapasan : pneumonia atau gagal jantung
6. Sangat pucat

14

7. Pembesaran hati dan ikterus


8. Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites,
atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)
9. Tanda defisiensi vitamin A pada mata :
a. Konjungtiva atau kornea kering, bercak Bitot
b. Ulkus kornea
c. Keratomalasia
d. Ulkus pada mulut
10. Fokus infeksi : telinga, tenggoroka, paru, kulit
11. Lesi kulit pada kwashiorkor :
a. Hipo-atau hiper-pigmentasi
b. Deskuamasi
c. Ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang teling)
d. Lesi eksudatif (menyerupai luka bbakar), seringkali dengan infeksi
sekunder (termasuk jamur)
12. Tampilan tinja (konsistensi, darah lendir)
13. Tanda dan gejala infeksi HIV
d. Pemeriksaan Antropometri
1. Berat Badan
2. Panjang Badan
3. Lingkar Kepala
4. Lingkar Lengan Atas
e. Pemeriksaan Penunjang

15

1. Laboratorium :
a. Darah lengkap : Hb, Ht, glukosa darah rendah, protein serum rendah,
growth hormone tinggi sedangkan hormone kortisol rendah, anemia
defisisensi besi, penurunan pH darah.
b. Urin Lengkap : ureum rendah
c. Feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolit serum,
transferin, ferritin, profil lemak.
2. Antropometrik
Menilai berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, berat
badan menurut tinggi badan, tebal lipatan kulit, dan lingkar lengan atas.
3. Foto Thorax
4. EKG(10)
Penatalaksanaan Umum
a. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3
mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau
larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit (lihat bawah).
Pemberian makan yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk.
Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula
darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan
segera ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana

16

Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya


memungkinkan. Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan
50 ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air)
secara oral atau melalui NGT.
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 23 jam, siang dan malam selama
minimal dua hari.
Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara
intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50
ml dengan NGT.
Beri antibiotik.
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah
setelah 30 menit.
Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian
larutan glukosa atau gula 10%.
Jika suhu rektal < 35.5 C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah
dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
b. Hipotermia
Diagnosis
Suhu aksiler < 35,5 C

17

Tatalaksana
Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu). Pastikan
bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan
letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di
dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke
kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40
W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak.
Beri antibiotik sesuai pedoman.
Pemantauan
Ukur suhu aksiler anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,5
C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan
pemanasan bila suhu mencapai 36,5 C
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada
malam hari
Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
c. Dehidrasi
Diagnosis
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang
berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini
disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak
dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk
dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.
Catatan: hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.

18

Tatalaksana
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok.
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik. Beri 5 ml/kgBB
setiap 30 menit untuk 2 jam pertama. Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510
ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam
selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume
tinja yang keluar dan apakah anak muntah.
Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan mempunyai
kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan yang lebih tepat adalah
ReSoMal (lihat resep di bawah).
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel 27
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml
setiap buang air besar, usia 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.
ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter.
Bahan
Jumlah
*
Oralit WHO
1 sachet (200 ml)
Gula pasir
10 g
Larutan mineral-mix
8 ml
Ditambah air sampai menjadi
400 ml
*2,6 g NaCl; 2,9 g trisodium citrate dihydrate, 1,5 kg KCl, 13,5 g glukosa dalam 1
L
Bila larutan mineral-mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat
dibuat larutan sebagai berikut:
Bahan

Jumlah
19

Oralit WHO
Gula pasir
Bubuk KCl
Ditambah air sampai menjadi

1 sachet (200 ml)


10 g
0,8 g
400 ml

Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka
dapat diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula
diberikan MgSO4 40% IM 1 x/hari dengan dosis 0,3 ml/kg BB, maksimum 2
ml/hari.
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap
setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.
Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa
mengakibatkan gagal jantung dan kematian.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan
magnesium yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk
memperbaikinya. Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar
natrium serum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh keadaan ini.
Jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian natrium berlebihan dapat
menyebabkan kematian.
Tatalaksana
Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium,
yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam

20

F-75, F-100 atau ReSoMal Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi Siapkan
makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

e. Infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,
seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.
Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat
mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia
dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
a. Antibiotik spektrum luas
b. Vaksin campak jika anak berumur 6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi
vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas
a. Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per
oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam (dosis: lihat lampiran 2)
selama 5 hari
b. Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau
tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
1. Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan
dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau,

21

jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap
6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, ditambah: Gentamisin
(7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai
ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisin
c. Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25
mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati
dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari
Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis,
malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.
Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria.
Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti
tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita
tuberkulosis.
Pengobatan terhadap parasit cacing
Jika terdapat bukti adanya infestasi cacing, beri mebendazol (100
mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri
mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum terbukti adanya infestasi
cacing.
Pemantauan

22

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan


pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik,
lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.
f. Defisiensi zat gizi mikro
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi
tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah
berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat
besi dapat memperparah infeksi.
Tatalaksana
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
a. Multivitamin
b. Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
c. Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
d. Tembaga (0,3 mg Cu/kgBB/hari)
e. Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
f. Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah
diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :
Umur
Dosis (IU)
< 6 bulan
50.000 (1/2 kapsul biru)
6-12 bulan
100.000 (1 kapsul biru)
1-5 tahun
200.000 (1 kapsul merah)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15

23

g. Pemberian makan awal (initial feeding)


Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati
sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh.
Tatalaksana
Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:
a. Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun
rendah laktosa
b. Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
c. Energi: 100 kkal/kgBB/hari
d. Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
e. Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
f. Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F75 yang ditentukan harus dipenuhi. (lihat bawah)
Hari ke
1-2
3-5
6

Frekuensi
Setiap 2 jam
Setiap 3 jam
dan Setiap 4 jam

Volume/kgBB/pemberian

Volume/kgBB/ha

11 ml
16 ml
22 ml

ri
130 ml
130 ml
130 ml

seterusnya
Pemantauan
Pantau dan catat setiap hari:
a. Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
b. Muntah
c. Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
d. Berat badan.

24

h. .Tumbuh kejar
Tatalaksana
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuhkejar (F-100) (fase transisi):
a. Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75
selama 2 hari berturutan.
b. Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian
sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini
terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat pula
digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga
kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.
c. Setelah transisi bertahap, beri anak:
1. pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
2. energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
3. protein: 4-6 g/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak
sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup
energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use
therapeutic food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92
g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.
Zat gizi
Energi

Stabilisasi
80-100

Transisi
100-150

Rehabilitasi
150-220

kkal/kgBB/hr

kkal/kgBB/hr

kkal/kgBB/hr

25

Protein

1-1,5 g/kgBB/hr

2-3 g/kgBB/hr

Cairan

130 ml/kgBB/hr 150 ml/kgBB/hr

ml/kgBB/hr
150-200

atau

ml/kgBB/hr

100

150-200

ml/kgBB/hr
Bila edema berat
Pemantauan
Hindari terjadinya gagal jantung. Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan
napas cepat). Jika nadi maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan naik
5x/menit dan nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali
pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda
bahaya (cari penyebabnya).
Lakukan segera:
1. kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam
2. kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:
a. 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya
b. 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya
c. selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana
dijelaskan sebelumnya.
d. atasi penyebab.
i. Malnutrisi pada bayi <6 bulan
Malnutrisi pada bayi < 6 bulan lebih jarang dibanding pada anak yang lebih
tua. Kemungkinan penyebab organik atau gagal tumbuh harus dipertimbangkan,

26

sehingga dapat diberikan penanganan yang sesuai. Jika ternyata termasuk gizi
buruk, prinsip dasar tatalaksana gizi buruk dapat diterapkan pada kelompok umur
ini. Walaupun demikian, bayi muda ini kurang mampu mengekskresikan garam
dan urea melalui urin, terutama pada cuaca panas.
Oleh karena itu pada fase stabilisasi, urutan pilihan diet adalah:
a. ASI (jika tersedia dalam jumlah cukup)
b. Susu formula bayi (starting formula)
Pada fase rehabilitasi, dapat digunakan F-100 yang diencerkan (tambahan air pada
formula di halaman 209 menjadi 1500 ml, bukan 1000 ml).(11)
8. Differential Diagnosis
a. Marasmus
Gambaran penderita marasmus yaitu jaringan lemak di bawah kulit nyaris
lenyap, otot mengecil. Berat badan penderita marasmus biasanya hanya sekitar
60% dari berat yang seharusnya sementara pasien anak menglami pertumbuhan
longitudinal.
Kulit kering, tipis, tidak lentur serta mudah lentur. Rambut tipis, jarang,
kering tanpak kilap normal dan mudah dicabut tanpa menyisakan rasa sakit.
Penderita kelihatan apatis, meskipun biasanya masih tetap sadar dan
menampakkan gurat kecemasan. Tanda-tanda itu, disokong dengan lekukan pada
pipi dan cekungan di mata, menjelaskan gambaran wajah seperti orang tua, atau
bahkan kera.
Detak jantung, tekanan darah, dan suhu tubuh rendah, namun takikardi sering
terjadi. Hipoglikemi juga sering terjadi dan tidak jarang pula sitemani oleh
hipotermi. Organ dalam biasanya kecil. Dinding perut menegang, sementara

27

kelenjar limfe mudah sekali teraba namun demikian, diagnosis banding harus
ditegakkan untuk membedakan KKP (Kurang Kalori Protein) yang parah dengan
KKP sekunder yang diakibatkan oleh pennyakit, misalkan saja AIDS atau
ppenyakit berat lainnya.
Penyulit yang paling lazim terjadi ialah gastroenteritis akut, dehidrasi, infeksi
saluran nafas dan kerusakan mata akibat kekurangan vitamin A. Infeksi yang
bersifat sistemik bahkan dapat menimbulkan renjatan septik atau intravascular
slotting.
b. Kwashiokor
Edema yang ditekan melekuk, tidak sakit dan lunak, biasanya terjadi di kaki
merupakan gambaran utama kwashiorkor. Edema bahkan dapat meluas sampai ke
daerah perineum, ekstremitas atas dan muka. Jaringan lemak bawah kulit masih
cukup baik, namun jaringan otot tampak mengecil. Tinggi badan dapat normal,
dapat juga tidak.
Rambut keing, rapuh, tidak mengkilap dan mudah dicabut tanpa
menimbulkan rasa sakit. Keberselangan antara asupan protein yang buruk dan
agak baik membentuk porsi depigmentasi dan gambaran normal pada satu helai
rambut sehingga memberi gambaran seperti bendera. Penderita tampak pucat,
tungkai berwarna kebiruan dan terasa dingin. Ekspresi wajah tampak seperti susah
dan sedih, disamping apatis dan iritatif (cengeng)
Perut tampak menonjol karena penegangan lambung dan usus yang terpuntir.
Hati membesar dengan sudut tumpul dan teraba lunak, disebabkan oleh infiltrasi
lemak. Peristaltik tidak teratur dan frekuensinya rendah. Tonus dan kekuatan otot

28

sangat berkurang. Selainitu, takikardi jarang terjadi, sementara hipotermi dan


hipoglikemi dapat terjadi tidak lama sesudah puasa.
Penyulit yang biasanya terjadi sama dengan marasmus, kecuali diare, infeksi
saluran nafas dan kulit yang berlangsung lebih parah. Infeksi yang serius dan fatal
dapat terjadi. Penyebab kematian utama adalah edema paru yang disertai
bronkopneumoni, septikimia.
Tanda Klinis
Usia
Gangguan pertumbuhan
Edema
Perubahan mental
Hepatomegali
Perubahan rambut
Dermatosis
Anemia
Lemak bawah kulit
Penurunan berat
Nafsu makan
Infeksi
Diare
Penyembuhan Luka

Marasmus
Bayi
Lazim
Tidak ada
Jarang
Sering
Sering
Jarang
Sering,berat
Tidak ada
Parah
Baik
Sering
Tidak lazim
Baik jika stress tidak

Kwashiorkor
Tahun II dan III
Lazim
Sangat sering
Sangat sering
Sangat sering
Sangat sering
Sering
Sering,ringan
Ada, tapi tipis
Parah, tertutup edema
Buruk
Sangat sering
Sangat lazim
Buruk

lama, buruk jika lama


Adaptasi stress
Baik
Buruk
Defisiensi vitamin
Tidak lazim
Lazim
Malabsorbsi
Sebagian
Luas
Infiltrasi lemak hati
Tidak ada
Parah
Toleransi glukosa IV
Normal
Terganggu
Glukosa
Rendah
Sangat rendah
Cu, Zn, Na
Normal
Rendah
Asam amino
Normal
Tinggi
Kolesterol
Normal
Rendah
Hormon Pertumbuhan
Rendah atau normal
Tinggi
Urea/total N
Diatas 65%
Dibawah 50%
Insulin
Rendah
Rendah
Penderita yang menderita KKP (Kekurangan Kalori Protein) tanpa
penyulit sangat dianjurkan untuk dirawat dirumah saja. Penanganan KKP berat

29

dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Upaya pengobatan


awal meliputi (1) pengobatan atau pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi,
dehidrasi, dan pemulihan ketidakseimbangan elektrolit (2) pencegahan jika ada
ancaman atau perkembangan renjatan septic (3) Pengobatan infeksi (4) pemberian
makanan (5) pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekuragan
vitamin, anemia berat dan payah jantung.(12)
Terapi Awal
Rehabilitasi
Hari 1-2
Hari 3-7 Minggu 2-6

Kegiatan

Follow-up
Minggu 726

Obati/cegah

hipoglikemi,

hipotermia, dehidrasi
Pengobatan
ketidakseimbangan
elektrolit
Pengobatan

defisiensi Tanpa besi

Dengan besi

elemen kelumit
Pengobatan infeksi
Mulai makan
Menambah makan untuk
mengejar berat badan
Rangsang
emosi

dan

sensasi
Persiapan

dari

keluar

rumah sakit

9.

Komplikasi Malnutrisi
Bahaya komplikasi pada pasien malnutrisi energi protein adalah sangat mudah

mendapat infeksi karena daya tahan tubuhnya rendah terutama system kekebalan
30

tubuh. Infeksi yang paling sering adalah bronkopneumonia dan tuberculosis.


Adanya atrofi vili usus menyebabkan penyerapan terganggu mengakibatkan
pasien sering diare.(13)
10. Pencegahan Malnutrisi
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI akan mencegah malnutrisi
karena ASI mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi dengan tepat,
mudah digunakan secara efisien oleh tubuh bayi dan melindungi bayi
b.
c.
d.
e.
f.
g.

terhadap infeksi
Pemberian makanan tambahan yang bergizi
Pencegahan penyakit infeksi
Pemberian imunisasi
Mengikuti program Keluarga Bencana (KB)
Penyuluhan/pendidikan gizi
Pemantauan(14)

31

You might also like