Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Antibiotika banyak digunakan secara luas pada kehamilan. Karena adanya efek
samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya, penggunaan antibiotika seharusnya
digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil
dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita
tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan
untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu
dan janinnya. 1
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba
pada manusia. Sedang antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang
dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain.2
Infeksi merupakan penyebab utama kematian prematur pada bayi. Meskipun
terapi profilaksis antibiotik belum terbukti bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik
kepada ibu hamil dengan ketuban pecah dini dapat memperlambat kelahiran dan
menurunkan insidens infeksi (Lamont dkk, 2001).3
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin dan
sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan, karena
pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan peningkatan risiko
malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut
rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap
keseriusan infeksi pada ibu. 3
Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi
karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang
dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen.
Definisi teratogen adalah suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin
yang abnormal. Kata teratogen berasal dari bahasa Yunani teras, yang berarti monster,
dan genesis yang berarti asal. Jadi teratogenesis didefinisikan sebagai asal terjadinya
monster atau proses gangguan proses pertumbuhan yang menghasilkan monster. 4
Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika
dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat
2
genetik ibu dan janin. Pada manusia, periode terjadinya teratogenesis adalah mulai hari
ke 17 sampai hari ke 54 post konsepsi. Perlu diingat bahwa hanya sekitar 2%-3%
kejadian teratogenik berhubungan dengan pajanan obat-obatan, sekitar 70% lainnya
tidak diketahui. Sisanya kemungkinan berhubungan dengan kelainan genetik atau
pajanan lainnya.4.
Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika
dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat
genetik ibu dan janin.4
Tujuan penyajian makalah ini adalah untuk memahami aspek-aspek terapi
antibiotika dalam kehamilan dan untuk mengetahui beberapa antibiotika yang
digunakan.
Bakterisid Penisilin
Sefalosporin
Aminoglikosid
Polimiksin
Vankomisin
Basitrasin
Sikloserin
III. RESISTENSI
Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba
oleh antibiotika. Sifat ini bisa merupakan suatu mekanisme alamiah untuk tetap
bertahan hidup. Timbulnya resistensi pada suatu strain mikroba terhadap suatu
antibiotika terjadi berdasarkan salah satu atau lebih dari mekanisme berikut : 5
1. Mikroba mensintesis suatu emzim inaktivator atau penghancur antibiotika
4
Setelah absorpsi obat sampai proses pengeluarannya dari dalam tubuh, terdapat
sejumlah proses biologis yang bias mempengaruhi efek obat. Kehamilan tidak
mempengaruhi semua proses tersebut. Sebagai contoh molekul yang kecil dan larut
lemak akan berdifusi secara bebas. Sebagian besar obat mempunyai berat molekul
yang rendah dibawah 250. Dan hanya yang mempunyai berat molekul dibawah 600
yang bisa melewati plasenta.5
Akhirnya walaupun jaringan plasenta mempunyai enzim yang mampu
memetabolisir obat hampir sekaya hati manusia, tetapi jaringan plasenta hanya bisa
sedikit melindungi janin. Bisa dikatakan bahwa tidak ada barier plasenta yang efektif,
kecuali untuk protein yang besar. Oleh karena itu janin mengandalkan proses
detoksifikasi dan ekskresi pada ibunya.3,5,6
V. EFEK TERATOGENIK
Teratologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perkembangan abnormal dan
malformasi kongenital. Termasuk disini mempelajari klasifikasi, frekuensi, penyebab
dan mekanisme perkembangan janin dan embrio yang mengalami penyimpangan.1,7
Teratogenisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat eksogen (disebut
teratogen) untuk menimbulkan malformasi kongenital yang tampak jelas saat lahir
bila diberikan selama kehamilan. Efek teratogen yang terjadi tergantung dari :7
1. Kepekaan genetis janin
2. Masa gestasi
3. Dosis obat yang diberikan
4. Kondisi ibu seperti umur, nutrisi, patologi
Kepekaan janin terhadap pengaruh lingkungan (termasuk obat) dapat dilihat dari
gambar berikut ini : 6
6
Pada tahun 1980, Food and Drug Administration memperkenalkan 5 kategori untuk
obat-obat yang diberikan selama kehamilan. Lima kategori itu adalah :1
Kategori A :
Obat-obat yang menurut studi terkontrol tidak menimbulkan resiko pada janin
Kategori B :
Untuk obat-obat yang berdasarkan studi pada binatang dan manusia tidak
menunjukkan resiko yang bermakna. Termasuk disini adalah :
1. Dari studi pada binatang tidak menunjukkan resiko, tetapi belum ada studi pada
manusia mengenai hal tersebut
2. Dari studi pada binatang menunjukkan adanya resiko, tetapi dari hasil studi yang
terkontrol baik pada manusia menunjukkan tidak adanya resiko
Kategori C :
Untuk obat-obat yang belum didukung studi adekuat, baik pada binatang maupun
pada manusia atau obat-obat yang menunjukkan efek yang merugikan pada studi
binatang tetapi belum ada studi pada manusia
Kategori D :
Untuk obat-obat yang ada bukti resikonya pada janin tetapi manfaatnya jauh lebih
besar
Kategori X :
Untuk obat-obat yang terbukti mempunyai resiko terhadap janin dan resiko itu lebih
berat daripada manfaatnya
7
Antibiotika tidak ada yang termasuk kategori X. Umumnya masuk kategori B, kecuali
beberapa yang masuk kategori C atau D.
Telah disebut sebelumnya bahwa antibiotika yang bebas yang mempunyai efek
farmakologis dan mampu ditransfer melalui plasenta untuk selanjutnya terdistribusi
dalam tubuh janin. Obat yang berada di dalam tubuh janin inilah yang bisa
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.1,6
Menurut Eriksson dkk, ada 4 prinsip teratogenik yang menyebabkan suatu
antibiotika bisa menimbulkan efek teratogenik yaitu :1
1. Sifat antibiotika dan kemampuannya untuk memasuki tubuh janin
2. Saat obat bekerja
3. Kadar dan lama pemberian (dosis)
4. Kesempurnaan genetik janin
B. SEFALOSPORIN
Struktur sefalosporin mirip dengan penisilin, yaitu adanya cincin betalaktam yang
pada sefalosporin berikatan dengan cincin dihidrotiazin. Modifikasi R1 pada
posisi 7 cincin betalaktam dihubungkan dengan aktivitas antimikrobanya,
sedangkan subtitusi R2 pada posisi 3 cincin dihidritiazin mempengaruhi
metabolisme dan farmakokinetiknya.7,8
C. ERITROMISIN
Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid yang sama-sama mempunyai
cincin lakton yang besar dalam rimus molekulnya.5,6
D. KLORAMFENIKOL
Sejak ditemukan pertama kali dan diketahui bahwa daya antimikrobanya kuat,
maka penggunaan obat ini meluas dengan cepat sampai tahun 1950 ketika
diketahui bahwa obat ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.1,5
E. TETRASIKLIN
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan
bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Dikatakan juga bahwa
tetrasiklin mampu bertindak sebagai chelator logam berat, khususnya kalsium.5,8
Tetrasiklin tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam kehamilan.
Obat ini melintas plasenta dengan cepat dan terikat pada tulang dan gigi yang
sedang tumbuh. Karena dapat menyebabkan reaksi toksik yang berat baik pada
janin maupun pada ibu, maka penggunaan obat ini dalam kehamilan harus
dihindarkan.1,5
Pemberian obat ini dalam terimester pertama kehamilan dapat
menyebabkan kelainan pada janin berupa mikromelia dan keabnormalan tulang
rangka ; pada kehamilan trimester kedua dapat menyebabkan penghambatan
pertumbuhan tulang dan pembentukan desiduous gigi. Jika diberikan pada
trimester ketiga obat ini akan disimpan dalam tulang dan desiduous gigi.5
terjadi pada hati berhubungan dengan dosis yang diberikan, dan ini bisa berakibat
fatal.1,5
F. AMINOGLIKOSID
Aminoglikosid bersifat bakterisid yang terutama tertuju pada basil gram – yang
aerobik. Sedang aktifitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri
fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali.2,4
Termasuk golongan obat ini ialah : streptomisin, neomisin, kanamisin,
amikasin, gentamisin, tobramisin, netilmisin dan sebagainya. Pengaruhnya
menghambat sintesis protein sel mikroba dengan jalan menghambat fungsi
ribosom.8
Pada umumnya obat golongan ini mempunyai reaksi toksik berupa
ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksik ditunjukkan dengan hilangnya pendengaran
(kerusakan koklear) dan kerusakan vestibular (vertigo, ataksia dan gangguan
keseimbangan). Nefrotoksik yang terjadi bisa diketahui dengan adanya
peningkatan kadar kreatinin serum dan penurunan clearance kreatinin.5
Walaupun baru streptomisin yang dilaporkan menimbulkan gangguan
pada janin akibat pemberian pada ibu selama kehamilan dalam jangka waktu yang
lama, tetapi karena obat yang lain potensial ototoksik maka sebaiknya pemakaian
obat golongan aminoglikosid ini dihindarkan selama masa kehamilan.1
G. SULFONAMID
Sulfonamid adalah antimikroba yang digunakan secara sistemik maupun topikal
untuk mengobati dan mencegah beberapa penyakit infeksi. Sebelum ditemukan
antibiotik, sulfonamid merupakan kemoterapeutik yang utama. Kemudian
penggunaannya terdesak oleh antibiotik. Dengan ditemukannya preparat
kombinasi trimetoprim sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan
sulfonamid untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu. Nama sulfonamid adalah
nama generik derivat paraamino benzen sulfonamid (sulfanilamide).5
Sulfonamid memperlihatkan spektrum antibakteri yang luas terhadap
bakteri gram + maupun gram -, meskipun kurang kuat dibandingkan dengan
13
H. METRONIDAZOL
Obat ini digunakan dalam obstetrik untuk trikomoniasis vagina dan endometritis
postpartum. 8
Di dalam studi pada binatang obat ini dikatakan dapat menyebabkan
timbulnya adenomatosis paru, tumor mamae dan karsinoma hepar sehingga
dikatakan obat ini berifat karsinogenik. Tetapi tidak ada studi yang mendukung
terjadinya akibat itu pada manusia.5
Oleh karena adanya potensi karsinogenik maka obat ini sebaiknya tidak
digunakan dalam kehamilan kecuali betul-betul mutlak diperlukan untuk
pengobatan.5
14
I. ISONIAZID
Obat ini termasuk obat tuberkulosis yang dikatahui menghambat pembelahan
kuman tuberkulosis.5
J. NITROFURANTOIN
Nitrofurantoin adalah antiseptik saluran kemih derivat furan. Obat ini biasa
digunakan untuk infeksi saluran kemih baik pada wanita hamil ataupun tidak hamil.
5
K. KLINDAMISIN
Klindamisin merupakan derivat linkomisin, tetapi mempunyai sifat yang lebih
baik. Klindamisin lebih aktif, lebih sedikit efek sampingnya serta pada pemberian
peroral tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.1,8
15
VII. RINGKASAN
Telah dibicarakan aspek-aspek pemakaian antibiotika dalam kehamilan. Dari
pembahasan tersebut diketahui bahwa tidak semua antibiotika aman digunakan
dalam kehamilan.
Semua antibiotika yang beredar dalam darah wanita hamil dapat melintasi
plasenta untuk kemudian beredar di dalam darah janin. Kecepatan melintasi
plasenta dan kadar obat di dalam tubuh janin tergantung pada sifat fisiko-kimia obat
dan keadaan fisiologis ibu dan janin.
Pengaruh antibiotik pada wanita yang sedang hamil tidak berbeda jauh dengan
wanita yang tidak hamil. Tetapi penggunaan antibiotika pada wanita hamil harus
memperhitungkan pengaruhnya pada janin yang dikandungnya.
Dari semua antibiotika, hanya tetrasiklin yang terbukti punya efek merugikan
pada janin bila dipakai sepanjang masa kehamilan.
Adapun antibiotika yang mempunyai efek atau potensi merugikan pada janin
ialah : Tetrasiklin, aminoglikosid (khususnya streptomisin), sulfonamid,
kloramfenikol, isoniazid, metronidazol, nitrofurantoin.
16
VIII. LAMPIRAN
Tabel 2. Pemakaian obat antibiotika dalam kehamilan : 6
17
18
19
20
3
Tabel 3. Preparat antimikroba pada kehamilan : beberapa masalah dan kewaspadaan
Klorokuin dan proguanil untuk terapi Risiko teratogenesis dikurangi dengan Umumnya preparat ini dianggap sebagai
profilaksis malaria suplemen folat program yang paling aman di daerah
dengan resistensi obat yang rendah
Eritromisin Kemungkinan kerusakan hati pada ibu Mungkin merupakan satu-satunya pilihan
Risiko gangguan gastrointestinal yang realistik jika ibu memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap penisilin
Gentamisin Risiko gangguan pendengaran (ibu dan Menghindari pemakaiannya jika mungkin
neonatus) Pada keadaan infeksi yang berat, mungkin
tidak ada pilihan lain yang sesuai.
Pemakaiannya harus dipantau
Iodine, povidon iodine Penyakit gondok pada neonatus, Menghindari pemakaiannya yang meliputi
hipotiroidisme pemakaian preparat topical ketika dalam
keadaan hamil atau laktasi
Metronidazol Dianggap tidak aman pada pemberian Menghindari pemakaian dengan dosis
dosis tinggi tinggi pada kehamilan dan laktasi
Pemberian dosis rendah dianggap aman Terdapat dengan jumlah yang signifikan
pada trimester kedua dan ketiga dalam ASI
Organofosfates (mis.Lindane yang kini Diketahui bersifat teratogenik pada Menghindari pemakaiannya jika terdapat
produksinya dihentikan) binatang kemungkinan hamil. Absorpsi lewat kulit
mungkin terjadi : Jika pasien tidak bisa
menghindari penggunaan organofosfat,
kenakan sarung tangan
Tetrasiklin Kerusakan pada tulang dan gigi yang Menghindari pemakaiannya pada
sedang tumbuh kehamilan dan laktasi
Kemungkinan kerusakan hati pada ibu
Doksisiklin Dapat menyebabkan iritasi esophagus dan Minum obat pada saat makan dan dengan
Minosklin lambung segelas penuh air
Ampisilin Absorpsinya dikurangi oleh makanan Diminum satu jam sebelum makan atau
Eritromisin dalam lambung dua jam sesudahnya
Rifampisin
Isoniazid Makanan yang kaya akan histamin Menyarankan kepada pasien untuk
menyebabkan pelepasan histamin dan menghindari ikan dan keju yang masak
gejala flushing yang tidak menyenangkan jika dicurigai terjadinya reaksi pelepasan
histamin
Sebagian besar antibiotik Absorpsinya diganggu oleh antasid, Meminum obat satu jam sebelum
khususnya yang mengandung magnesium menggunakan antasid atau dua jam
dan alumunium sesudahnya
Ketokonazol Hanya diabsorpsi jika isi lambung bersifat Ketokonazol harus diminum pada saat
asam makan dan terpisah dari preparat antasid
apapun dengan selang waktu dua jam
Sintesis Aminoglikosid Terikat dengan subunit Streptomisin Efektif terhadap bakteri gram negatif ;
protein yang lebih kecil dari memberikan efek samping yang serius
ribosom 70S bakteri Neomisin Efektif terhadap bakteri gram negatif
Gentamisin Efektif terhadap bakteri gram negatif
Kanamisin Efektif terhadap bakteri gram negatif
Tetrasiklin Terikat dengan subunit Tetrasiklin Berspektrum luas
yang lebih kecil dari Doksisiklin Berspektrum luas
ribosom 70S bakteri
Makrolid Terikat dengan subunit Eritromisin Efektif terhadap bakteri gram positif
yang lebih kecil dari Klaritromisin
ribosom 70S bakteri
Nitroaromatik Terikat dengan subunit Kloramfenikol Tidak banyak lagi digunakan. Bersifat toksik
yang lebih kecil dari terhadap sel-sel manusia yang tumbuh cepat
ribosom 70S bakteri
Linkosamin Menghambat sintesis Linkomisin
protein Klindamisin
23
Sintesis DNA Kuinolon Menghambat enzim Asam nalidiksat Efektif terhadap bakteri gram negatif
DNA girase Ciprofloksasin
Sintesis RNA Ansamisin Menghambat enzim Rifamisin Digunakan terhadap infeksi tuberculosis
RNA polimerase Rifampisin/rifampin
Membran Polimiksin Meningkatkan Polimiksin B Bersifat toksik tetapi efektif terhadap bakteri
plasma permeabilitas membran gram negatif, misalnya pseudomonas
plasma yang membuat aeruginosa
metabolit esensial
mengalir keluar
*Bakteri gram positif meliputi : Stafilokokus, streptokokus, basilus, clostridium, **Bakteri gram negatif meliputi : Escherichia, salmonella, neisseria, pseudomonas
3
Tabel 6. Beberapa mekanisme resistensi terhadap preparat antimikroba :
Mekanisme Contoh/target Antibiotik yang terkena Mikroorganisme
Tidak adanya target Dinding sel Inhibitor dinding sel Mycoplasma pneumoniae
Tabel 7. Toksisitas potensial pada beberapa preparat antimikroba dan kewaspadaan yang tepat : 3
Tempat toksisitas Antibiotik Kewaspadaan
Otak Penisilin Menghindari pemberian intratekal.
Sefalosporin Melakukan tindakan penjagaan dalam
memberikan antibiotik ini pada pasien
dengan riwayat konvulsi dan gagal ginjal
Telinga dalam (pendengaran dan Gentamisin Menghindari pemakaian dengan obat lain
keseimbangan) Vankomisin yang mempengaruhi telinga, misalnya
Eritromisin (jarang) furosemid/frusemid
Memastikan bahwa pasien masih dapat
24
Tulang dan gigi yang sedang tumbuh Tetrasiklin Menghindari pemakaian pada ibu hamil
dan anak-anak
KEPUSTAKAAN