Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Gagal Nafas
Gagal napas merupakan diagnosis klinis yang luas dan tidak spesifik, menandakan
sistem pernapasan tidak mampu mensuplai kebutuhan oksigen untuk menjaga
metabolisme atau tidak dapat mengeluarkan jumlah karbondioksida (CO2) yang
cukup (Black.M Joyce, 2009)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari
50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45
mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).
B. Etiologi
Etiologi gagal nafas menurut Brunner & Sudarth (2001):
1. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke
saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti
gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular
yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan
depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat
terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat
mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi
yang mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang
bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru
adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
Penyebab gagal nafas bersdasrkan lokasi adalah :
1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : contusio cerebri
b. Radang otak : encephaliti
c. Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
d. Obat-obatan : narkotika, anestesi
2. Penyebab perifer
a. Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
b. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
c. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks
e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
C. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal
nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah
terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema
dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal
nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik
struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang
dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi
Odema paru
cairan surfaktan
Gg pengembangan paru
Kolap alveoli
gg endothalium
kapiler
ekspansi paru
Terjadi hipoksemia/hiperkapnia
gg pertukaran gas
gg perfusi jaringan
prong
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
Inhalasi nebuliser
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan Bronkodilator Steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
a. Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui
a. Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
H. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Nafas
Pengkajian Kegawat Daruratan
1. Pimary survey
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
d. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan
memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
e. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak
lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.
Pemeriksaan fisik :
2. Secondary survey
( Menurut Doengus, 2000)
a. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler
S3,S4/Irama gallop
Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
Hammans sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan
udara di mediastinum)
TD : hipertensi/hipotensi
b. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru ,
keganasan, lapar udara, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori,
penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di
atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan
tiba-tiba.
Pendengaran : telinga berdengung
Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin
tajam/tumpul baik.
e. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke
leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
g. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
h. Penyuluhan/pembelajaran - Gejala : riwayat factor resiko keluarga dengan
tuberculosis
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
4. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
No
1.
Diagnose
Tidak efektifnya
Tujuan/KH
Setelah
jalan nafas
dilakukan
berhubungan
tindakan
dengan hilangnya
keperawatan
jalan
Intervensi
1. Catat perubahan dalam
Rasional
1.
otot-otot
nafas
efektif Tujuan :
- Pasien dapat
mempertahank
interkostal/abdo
nafasnya
2. Observasi dari penurunan
minal/leher
dapat
meningkatkan
peningkatan fremitus
3. Catat karakteristik dari
suara nafas
4. Catat karakteristik dari
usaha
bernafas
2. Pengembangan
an jalan nafas
dengan
dada dapat
menjadi batas
batuk
bunyi 5. Pertahankan posisi
nafas
yang
jernih
dan
dari
ronchi (-)
tambahan bila perlu
- Pasien bebas 6. Kaji kemampuan batuk,
latihan nafas dalam,
Mengeluarkan
sekret
kesulitan
tanpa
indikasi
7. Peningkatan oral intake
jika memungkinkan
Kolaboratif
8. Berikan oksigen, cairan
IV ; tempatkan di kamar
humidifier sesuai indikasi
9. Berikan therapi aerosol,
ultrasonik nabulasasi
10. Berikan fisiotherapi
dada misalnya : postural
akumulasi
cairan dan
adanya cairan
dari dispneu -
dalam
dapat
meningkatkan
fremitus
Suara
3.
nafas
terjadi
karena
adanya
aliran
udara
melewati batang
tracheo
branchial
dan
juga
karena
adanya
cairan,
mukus
atau
sumbatan
lain
dari
saluran
drainase, perkusi
dada/vibrasi jika ada
nafas
4.
Karakterist
ik batuk dapat
merubah
indikasi
11. Berikan bronchodilator
ketergantungan
misalnya : aminofilin,
pada penyebab
5.
an jalan nafas
bagian nafas
dengan paten
6.
Penimbuna
n
sekret
mengganggu
ventilasi dan
predisposisi
perkembangan
atelektasis
dan
infeksi paru
7.
Peningkata
n cairan per oral
dapat
mengencerkan
sputum
8.
Mengeluar
kan sekret dan
meningkatkan
transport
oksigen
Dapat
9.
berfungsi
sebagai
bronchodilatasi
dan
mengeluarkan
secret
10.Meningkatkan
drainase secret
paru, peningkatan
efisiensi
penggunaan otot
otot
pernafasan
11.Diberikan
untuk mengurangi
bronchospasme,
menurunkan
viskositas
sekret
dan meningkatkan
2.
dilakukan
penurunan tindakan
ekspansi paru
keperawatan
pasien dapat
mempertahank
an pola
pernapasan
yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien
menunjukkan
1. Kaji frekuensi,
kedalaman dan kualitas
pernapasan serta pola
pernapasan.
2. Kaji tanda vital dan
tingkat kesasdaran
setaiap jam dan prn
3. Monitor pemberian
trakeostomi bila PaCo2
50 mmHg atau PaO2<
60 mmHg
4. Berikan oksigen dalam
Frekuensi,
irama dan
kedalaman
pernapasan
normal
Adanya
kaji kecenderungan
penurunan
dispneu
kecendurungan
Gas-gas darah
dalam
normal
batas
penurunan PaO2
6. Auskultasi dada untuk
mendengarkan bunyi
nafas setiap 1 jam
7. Pertahankan tirah baring
dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 30
sampai 45 derajat untuk
mengoptimalkan
pernapasan
8. Berikan dorongan utnuk
batuk dan napas dalam,
bantu pasien untuk
mebebat dada selama
batuk
9. Instruksikan pasien
untuk melakukan
pernapasan diagpragma
atau bibir
10. Berikan bantuan
ventilasi mekanik bila
PaCO > 60 mmHg.
PaO2 dan PCO2
meningkat dengan
frekuensi 5 mmHg/jam.
PaO2 tidak dapat
dipertahankan pada 60
mmHg atau lebih, atau
pasien memperlihatkan
keletihan atau depresi
mental atau sekresi
menjadi sulit untuk
diatasi.
3.
Gangguan
Setelah
pertukaran gas
diberikan
berhubungan
tindakan
dengan
keperawatan
abnormalitas
pasien dapat
mempertahank
ventilasi-perfusi
sekunder terhadap
hipoventilasi
an
pertukaran
hipoksia
dan
hiperkapnia
2. Kaji TD, nadi apikal dan
tingkat kesadaran setiap[
jam dan prn, laporkan
perubahan
tingkat
gas yang
adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu
kaji adanya
kecenderungan kenaikan
menunjukkan :
Bunyi
paru
PaCO2
atau
bersih
Warna
dalam
kulit
normal
Gas-gas darah
1. Takipneu
adalah
mekanisme
kompensasi
untuk
hipoksemia dan
peningkatan
usaha nafas
2. Suara nafas
mungkin tidak
sama atau tidak
ada ditemukan.
Crakles terjadi
karena
peningkatan
cairan di
permukaan
jaringan
yang
disebabkan
oleh
peningkatan
permeabilitas
membran
alveoli, kapiler.
3. Wheezing
terjadi
karena
bronchokontrik
sesuai
pesanan
bronkodilator, antibiotik,
steroid.
si atau adanya
mukus
pada
jalan nafas
4. Selalu berarti
bila
diberikan
oksigen
(desaturas 5 gr
dari Hb)
sebelum
cyanosis
muncul. Tanda
cyanosis dapat
dinilai pada
mulut, bibir
yang indikasi
adanya
hipoksemia
sistemik,
cyanosis
perifer
seperti
oksigen
7. Memaksimalka
n
pertukaran
oksigen secara
terus
menerus
dengan tekanan
yang sesuai
8.
Peningkatan
ekspansi
paru
meningkatkan
oksigenasi
9. Memperlihatka
n kongesti paru
4.
tindakan
perawatan
pasien tidak
terjadi
kelebihan
volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu
menunjukkan:
yang progresif
1. Untuk
mengetahui
perkembangan
bb klien
penurunan curah jantung
2. Untuk
4. Kaji tanda-tanda
kelebihan volume :
mengetahui
edema, BB , CVP
balance cairan
5. Monitor parameter
3. Mengetahui
Hemodinamik
6. Kolaborasi untuk
suplai oksigen
pemberian cairan dan
di dalam tubuh
elektrolit
4. Mengetahui
TTV normal
adanya odema
5. Untuk
Balance cairan
memantau
dalam
cairan dalam
batas
normal
Tidak terjadi
edema
tubuh
6. Memnuhi
kebutuhan
cairan dan
elektrolit dalam
dilakukan
jaringan
curah tindakan
3. Kaji status hemodinamik
keperawatan
4. Kaji irama EKG
5. Kaji system
pasien mampu
Gastrointestinal
mempertahank
an perfusi
jaringan.
tubuh
1. Untuk
mengetahui
tingkat
kesadaran
klien
2. Mengetahui
keadaan
perfusi
Kriteria Hasil :
jaringan
Pasien mampu
tercukupi apa
menunjukkan
Status
hemodinamik
dalam bata
normal
TTV normal
tidaknya
3. Untuk
memantau
cairan
dalam
tubuh
4. Untuk
mengetahui
kelainan
di
jantung
5. Untuk
mengetahui
adanya
kelainan
di
gastrointestina
l
AVIDEN BASE 1
Background
Prone position ventilation for acute hypoxemic respiratory failure (AHRF)
improves oxygenation but not survival, except possibly when AHRF is severe.
Objective
To determine effects of prone versus supine ventilation in AHRF and severe
hypoxemia [partial pressure of arterial oxygen (PaO 2)/inspired fraction of oxygen
(FiO2) <100 mmHg]
compared
with
moderate
hypoxemia
Abstract
Background
Prone position ventilation for acute hypoxemic respiratory failure (AHRF)
improves oxygenation but not survival, except possibly when AHRF is severe.
Objective
To determine effects of prone versus supine ventilation in AHRF and severe
hypoxemia [partial pressure of arterial oxygen (PaO 2)/inspired fraction of oxygen
compared
with
moderate
hypoxemia
Design
Systematic review and meta-analysis.
Data Sources
Electronic databases (to November 2009) and conference proceedings.
Methods
Two authors independently selected and extracted data from parallel-group
randomized controlled trials comparing prone with supine ventilation in
mechanically ventilated adults or children with AHRF. Trialists provided
subgroup data. The primary outcome was hospital mortality in patients with
AHRF and PaO2/FiO2 <100 mmHg. Meta-analyses used study-level randomeffects models.
Results
Ten trials (N = 1,867 patients) met inclusion criteria; most patients had acute
lung injury. Methodological quality was relatively high. Prone ventilation
reduced mortality in patients with PaO2/FiO2 <100 mmHg [risk ratio (RR) 0.84,
95% confidence interval (CI) 0.740.96; p = 0.01; seven trials, N = 555] but not
in patients with PaO2/FiO2 100 mmHg (RR 1.07, 95% CI 0.931.22; p = 0.36;
seven trials, N = 1,169). Risk ratios differed significantly between subgroups
(interaction p = 0.012). Post hoc analysis demonstrated statistically significant
improved mortality in the more hypoxemic subgroup and significant differences
between subgroups using a range of PaO 2/FiO2 thresholds up to approximately
140 mmHg. Prone ventilation improved oxygenation by 2739% over the first
3 days of therapy but increased the risks of pressure ulcers (RR 1.29, 95% CI
1.161.44), endotracheal tube obstruction (RR 1.58, 95% CI 1.242.01), and
chest tube dislodgement (RR 3.14, 95% CI 1.029.69). There was no statistical
between-trial heterogeneity for most clinical outcomes.
Conclusions
Prone ventilation reduces mortality in patients with severe hypoxemia. Given
associated risks, this approach should not be routine in all patients with AHRF,
but may be considered for severely hypoxemic patients.
EVIDEN BASE 2
Abstract
CONCLUSIONS: HFNC was better tolerated and more comfortable than face
mask. HFNC was associated with better oxygenation and lower respiratory rate.
HFNC could have an important role in the treatment of patients with acute
respiratory failure.