Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Annisa Nurul Azzahra
1111102000029
Silvia Aryani
1111102000039
Euis Chodidjah
1111102000046
Hardi Mozer
1111102000049
1111102000051
Happy Rahma Y.
1111102000055
Nurkhayati P. Indriyani
1111102000126
1111102000131
Judul Praktikum
1 | SDS-Page
kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau modifikasi pada
struktur molekul protein disebut denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia seperti alkohol
(Yazid dan Nursanti, 2006)
Purnomo ( 1997) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan menggunakan suhu
tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan
solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Davidek et al. (1990) menambahkan bahwa
denaturasi pertama terjadi pada suhu 45C yaitu denaturasi miosin dengan adanya
pemendekan otot. Aktomiosin terjadi denaturasi maksimal pada suhu 50-55C dan protein
sarkoplasma pada 55-65C.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur
sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan
kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen,
interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein
(Winarno, 1995). Fennema (1996) menjelaskan lebih lanjut, bahwa denaturasi protein
meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier
protein, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Pada struktur
protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping
seperti ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar
yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses
presipitasi dan koagulasi protein.
Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan yaitu, denaturasi protein adalah
suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk
dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam
amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan
alkohol (Winarno,2002). Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung secara
reversibel (Poedjiadi, 1994).
Bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul suatu protein berubah, maka
dikatakan protein itu terdenatirasi. Seb gian besar protein globular mudah mengalami
denaturasi. Jika ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul
akan mengembang. Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap
3 | SDS-Page
struktur sekunder , tersier, dan kuarterner terhadap molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatan-ikatan kovalen, karena itu denaturasi dapat pula diartikan suatu proses
terpecahnya ikatan hidrogen., interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan
molekul (Soewoto, 2001 dalam Lawrie, 2003)
Ada 2 macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein
menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Yang ertama terjadi
pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul
bergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah
ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif.
Ikatan intramolekul seperti yang terdapat pada gugs disulfida dalam sistin (Winamo, 1995).
Pada temperatur antara 300 C DAN 400 C, protein myofibril mulai mengalami koagulasi
pada temperature 550 C, protein myofibril mengalami denaturasi sempurna, sehingga
pemasakan pada temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan pengeringan dan kealotan
protein-protein myofibril yang mengalami koagulasi. Pada temperatur 600 C, protein
sarkoplasma hampir mengalami denaturasi sempurna. Prosedur pemasakan dalam waktu
singkat dan padaa temperatur internal yang rendah untuk daging yang mengandung jaringan
ikat rendah, akan dapat meningkatkan keempukan daging masak (Soeparno, 2005).
Struktur Protein
Pada protein terdapat empat tingkat struktur yang berbeda, yaitu: struktur primer,
struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener (Usmeningsih, 2008).
4 | SDS-Page
dan bersifat reguler. Struktur sekunder terdiri dari satu rantai polipeptida (Winarno,
1995).
c) Struktur tersier
Bentuk penyususnan bagian terbesar ranti cabang disebut struktur tersier yaitu,
susunan dan struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder yang satu dengan
struktur sekunder bentk lain. Struktur tersier terjadi dari lipatan komponen struktur
sekunder polipeptida yang membentuk konfigurasi tig dimensi (Winarno. 1995)
d) Struktur Kuarterner
Struktur primer, sekunder, dan tersier umumnya hanya melibatkan beberapa
polipeptida dan membentuk suatu protein, maka disebut struktur kuarterner. Pada
umumnya ikatan-ikatan yang terjadi sampai terbentuknya protein sama dengan ikatanikatan yang terjadi pada struktur tersier (Winarno, 1995).
2.
Daging Sapi
Sapi adalah hewan ternak anggita familia bovidae dan subfamilia bovinae. Sapi
dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan
(Anonymous,2010). Klasifikasi ilmiah sapi menurut Parker dan Haswell (1978) dalam
Ardiansyah (2005) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodaktil
Familia : Bovidae
Genus : Bos
Spesies : Bos taurus sp
Daging sapi atau beef adalah jaringan otot pada sapi yang merupakan sumber protein,
vitamin dan besi yang bagus. Daging sapi sangat banyak mengandung vitamin B6 yang
menguatkan sistem kekebalan dan vitamin B12 yang membantu melancarkan peredaran
darah. Ciri-ciri daging sapi asli dan masih segar, diantaranya adalah dagingnya berwarna
merah terang lemaknya berwarna kekuningan dan tekstur dagingnya kenyal (Ardiansyah,
2005).
6 | SDS-Page
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodaktil
Familia : Suidae
Genus : Sus
Spesies : Sus sp
Daging babi adalah daging yang sulit dicerna, karena kandungan zat lemaknya sangat
tinggi (Wijaya, 2009).
ham dan bacon. Ham yaitu daging babi bagian belakang, sedangkan bacon adalah iga babi
asap. Secara umum daging babi memiliki lapisan lemak yang tebal dengan serat yang cukup
halus. Akan tetapi, tidak mudah membedakan antara daging babi dengan daging sapi muda,
keduanya sangat mirip, apalagi jika keduanya bercampur (Jannah, 2008).
4. Perbedaan Daging Sapi dengan Daging Babi
Ada beberapa perbedaan mendasar antara daging babi dan sapi. Menurut Dr. Ir. Joko
Hermanianto dalam Syamsir (2009), secara kasat mata ada lima aspek yang terlihat berbeda
antara daging babi dan sapi yaitu warna, serat daging, tipe lemak, aroma dan tekstur.
Warna
Daging babi memiliki warna yang lebih pucat dari daging sapi, warna daging babi
mendekati warna daging ayam. Namun perbedaan ini tidak dapat dijadikan pegangan,
karena warna pada daging babi oplosan biasanya dikamuflase dengan pelumuran darah sapi,
meskipun kamuflase ini dapat dihilangkan dengan perendaman dengan air. Selain itu, ada
bagian tertentu dari daging babi yang warnanya mirip sekali dengan daging sapi sehingga
sangat sulit membedakannya. Lawrie (1991) dalam Soeparno (2005) menambahkan bahwa,
banyak faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, bangsa, umur,
jenis kelamin, pH dan oksigen.
9 | SDS-Page
PAGE menggunakan gel poliakrilamid. Gel poliakrilamid terbentuk dari hasil polimerasi
monomer akrilamid dan bisakrilamid (Martin, 1996).
SDS-PAGE merupakan suatu teknik dengan kegunaan yang cukup luas, antara lain yaitu
analisis kemurnian protein, penentuan berat molekul protein, verifikasi konsentrasi protein,
deteksi proteolisis, identifikasi protein imunopresipitasi, sebagai tahap awal imunobloting,
deteksi modifikasi protein, dan lain-lain.
Komponen
SDS (Sodium Dodecyl Sulphate)
SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) merupakan sejenis detergen yang berfungsi
mendenaturasikan protein, memberikan muatan negatif pada protein, dan molekul
hidrofobik (tidak suka air) (Seidman & Moore, 2000).
Gambar 8. SDS
Gel Poliakrilamid
Gel poliakrilamid terbentuk dari hasil polimerasi monomer akrilamid dan
bisakrilamid (Martin, 1996). Poliakrilamid dihasilkan dari sebuah sistem yang
menghasilkan radikal bebas yaitu dengan penambahan ammonium persulfat (APS) dan
tetrametilendiamin
(TEMED).
Ammonium
persulfat
sebagai
11 | S D S - P a g e
inisiator,
dan
Gambar 10. Pewarnaan dengan: (A) silver salt staining, (B) commasie blue staining.
Destaining
12 | S D S - P a g e
Prinsip Dasar
Prinsip dari SDS-PAGE adalah dengan memanfaatkan perbedaan kemampuan migrasi
masing-masing molekul protein. Kemampuan migrasi tiap molekul akan berbeda disebabkan
perbedaan berat molekul protein (Davis, 1994; Campbell dkk., 2002). Terdapat perbedaan
metode elektroforesis dengan metode SDS-PAGE. Elektroforesis menggunakan gel agarosa
sebagai medium. SDS-PAGE menggunakan gel berupa gel poliakrilamid. Sifat dari gel
agarosa non-toxic sementara pada gel poliakrilamid adalah neurotoxic atau bersifat racun
syaraf. Gel agarosa memiliki pori yang lebih besar daripada gel poliakrilamid. Selain gel,
komponen yang digunakan dalam metode SDS-PAGE dan elektroforesis juga berbeda.
Komponen yang digunakan dalam SDS-PAGE antara lain adalah SDS (Sodium Dodecyl
Sulfate) dan gel poliakrilamid (Seidman & Moore, 2000).
Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran massanya dengan elektroforesis gel
poliakrilamid dengan sistem gerak. Sebelumnya, campuran protein dipanasi dengan natrium
dodesil sulfat (SDS) untuk menyelubungi molekul protein. Penyelubungan ini menyebabkan
interaksi nonkovalen terganggu sehingga molekul protein dalam struktur primer. Anion SDS
berikatan dengan rantai utama dengan rasio satu molekul SDS untuk dua residu asam amino
(Watson, 2007).
dielektroforesis, sehingga semua molekul protein bergerak menuju kutub positif. Ketika
elektroforesis selesai, protein dalam gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak
atau zat warna seperti Commasie blue, yang akan menampakkan beberapa pita (Watson,
2007).
Gambar. 13. Skema mekanisme separasi protein berdasarkan berat molekul dengan SDS-PAGE.
15 | S D S - P a g e
dilapisi dengan ion negatif. SDS ini akan menyiapkan protein untuk masuk kelangkah
berikutnya, yaitu PAGE.
Metode SDS-PAGE menggunakan gel poliakrilamid. Poliakrilamid merupakan pilihan
yang lebih tepat daripada agarosa dalam memisahkan protein sesuai ukurannya karena
ukuran pori poliakrilamid ini sangat dibutuhkan dalam penghambatan molekul-molekul
kecil. Jika menggunakan gel agarosa, protein dalam ukuran besar dan kecil dapat bermigrasi
secara bebas dan dapat berakhir di lokasi yang sama (Martin, 1996).
Anggap saja protein-protein tersebut terdenaturasi dan dilapisi dengan ion negatif
dengan SDS, yang bergerak di dalam gel. Kebanyakan protein akan mempunyai panjang
yang berbeda, untuk berbagai macam ikatan asam amino dalam membentuk struktur primer
sebuah protein. Protein akan mempunyai berat molekul yang berbeda-beda. Jika proteinprotein tersebut akan masuk ke kutub ion negatif, semua protein akan berpindah ke kutub
positif pada kecepatan yang berbeda dimana protein dengan ukuran yang lebih besar akan
mengalami kesusahan untuk melewati pori-pori yang lebih kecil. Karena hal tersebut, maka
molekul-molekul harus mengambil jalur yang berbeda, yang akan memperlambat proses
tersebut. Protein dengan ukuran yang lebih kecil bisa melewati saluran-saluran tersebut,
sehingga dapat bermigrasi lewat gel dengan lebih cepat. Protein yang lebih kecil dan lebih
cepat akan berada di kutub positif dan protein dengan ukuran besar akan berada di kutub
negatif.
16 | S D S - P a g e
17 | S D S - P a g e
Tempat
A. Alat
Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
- Erlenmeyer
- Homogenizer
- Sentrifuge
- Refigerator
- Timbangan
- Kaca Arloji
- Mikropipet
- Mikrotube
Gelas Beker
- Corong
- Pisau
- Talenan
- Pipet
- Gelas Ukur
- Labu Ukur
- Cetakan Gel SDS-PAGE
- Alat Elektroforesis
B. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada preparasi sampel ini adalah sebagai berikut:
- Daging Babi
- Daging Sapi
- PBS pengenceran 10x
- NaCl 0,5M
- Silica
- SDS (Sodium Dodecyl Sulphate)
- BSA (Bovine Serum Albumin)
- Reagen Barffoed
- Baru Es
- Aquades
- Akrilamid/Bisakrilamid
- Resolving Buffer
- Stacking Buffer
- Running Buffer
18 | S D S - P a g e
SDS
Protein marker (Prestained SDS-PAGE Standards, Board Range. Cat: # 161-0318)
APS 10%
TEMED
Methanol
Asam asetat
Aquabides
Commasive Blue
C. Cara Kerja
1. Preparasi Sampel
Adapun cara kerja yang digunakan pada preparasi sampel ini adalah sebagai berikut:
- Daging babi dan daging sapi dibersihkan dan dialiri dengan air mengalir untuk
mengencerkan batu es yang terkandung dalam sampel agar tidak mempengaruhi berat
-
penimbangan
Masing-masing daging (daging sapi dan daging babi) dipotong kecil-kecil dan masing-
atau tidak.
Pada sisa sampel yang tidak disentrifugasi, sampel disaring menggunakan kertas saring
ganda kemudian sampel dimasukan ke dalam vial dan disimpan pada refigerator.
Pada sampel yang telah disentrifugasi, diambil bagian supernatan dengan menggunakan
mikopipet kemudian supernatan tersebut dipindahkan ke tabung sentrifuge lain yang
steril.
Simpan tabung sentrifuge pada refigerator bersuhu -20 oC sampai dilakukan analisa lebih
lanjut.
21 | S D S - P a g e
masukan cetakan sisir ke dalam gel. Tunggu hingga gel terbentuk. (Keterangan:
Ketebalan gel = 0,75 mm).
3. Proses Preparasi Sampel (Settelah Inkubasi, Sebelum Dielektroforesis)
- Ambil 50 mikroliter sampel dan 100 mikroliter sampel buffer ( 1:2 = sampel:sampel
buffer). Kemudian masukan ke dalam tabung eppendorf. Setelah itu letakkan tabung
eppendorf di steroform.
- Di sisi lain, panaskan air dalam beaker glass hingga mendidih. Kemudian setelah air
mendidih, letakan tabung ependorf ke air panas tersebut selama 4 menit.
- Setelah itu sampel disentrifugasi 12.000 rpm selama 15 menit di suhu 4oC.
- Sampel yang telah disentrifugasi siap dirunning.
4. Penyiapan Protein Marker
- Diambil 100 mikroliter protein marker kemudian simpan di freezer.
5. Proses Elektroforesis
- Alat elektroforesis disiapkan
- Gel SDS-PAGE dimasukan ke dalam alat elektroforesis tersebut.
- Running buffer dimasukan ke dalam alat elektroforesis.
- Sampel dimasukan ke dalam well (sumur) pada gel sebanyak 33l pada setiap well
menggunakan mikropipet. Sampel yang dimasukan berturut-turut: protein marker,
protein babi, protein babi, protein sapi, protein sapi, protein babi, protein babi, protein
babi, protein sapi, protein sapi, protein marker (Jumlah total wall terdapat 10 well).
Untuk menandai bagian gel mana yang dimulai well pertama, pada salah satu sisi gel
dipotong sedikit.
- Voltase dan waktu elektroforesis diatur. Voltase yang digunakan 200 volt dan waktu
selama 60 menit.
- Setelah proses elektroforesis dilakukan, gel yang berada pada cetakan diambil dan
dipindahkan ke wadah lain untuk selanjutnya dilakukan proses staining.
6. Proses Staining
22 | S D S - P a g e
Pada praktikum ini tidak dilakukan proses staining dikarenakan pada saat proses
pemindahan gel yang telah dielektroforesis ke wadah lain gagal (gel yang terbentuk
bersifat lembek sehingga ketika dipindahkan, gel tersebut rusak). Hal ini terjadi karena
terdapat kesalahan pada proses preparasi gel dan preparasi sampel saat akan dilakukan
proses elektroforesis sehingga menyebabkan pengujian sampel menggunakan SDS-PAGE
gagal.
7. Proses Destaining
Pada praktikum ini tidak dilakukan proses destaining dikarenakan terdapat kesalahan
pada proses preparasi gel dan preparasi sampel saat akan dilakukan proses elektroforesis
sehingga menyebabkan pengujian sampel menggunakan SDS-PAGE gagal.
23 | S D S - P a g e
IV.
Hasil
dan
Pembahasan
A.
Hasil
Pada percobaan ini, kami tidak mendapatkan hasil atau bisa dibilang percobaam kami
gagal, karena gel yang menggumpal.
B. Pembahasan
SDS PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate- Polyacrilamid gel electroforesis) adalah
tehnik elektroforesis yang sering digunakan dalam analisis protein laboratorium. Sampel
protein denaturasi (dipanaskan) dan dicampur dengan SDS (yang merupakan detergen
yang anionik) dengan akibat kompleks protein detergen itu bermuatan negative dan
24 | S D S - P a g e
protein yang lebih besar mempunyai muatan negative yang lebih besar. Kompleks
protein detergen itu akan dibawa oleh medan listrik kearah kutub positif (Anoda).
Pada praktikum kali ini yaitu tentang karakterisasi profil protein pada daging babi
dan daging sapi menggunakan SDS page. Daging yang digunakan adalah daging yang
masih segar dimana protein yang terkandung didalamnya belum terdenaturasi. Sebelum
running sampel, terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel dan penyiapan gel yang
akan digunakan sebagai medianya.
Dalam preparasi sampel, daging sapi dan daging babi yang digunakan
dibersihkan terlebih dahulu. Karena daging yang digunakan masih dalam keadaan beku,
maka daging sapi dan daging babi dialiri dengan air untuk mengencerkan daging beku.
Hal ini dilakukan bertujuan agar pada saat penimbangan tidak terjadi penambahan bobot
pada daging. Daging yang sudah dibersihkan, dipotong-potong kecil-kecil untuk
mempermudah pada saat preparasinya. Lalu ditimbang sesuai dengan yang diperlukan
yaitu 10 gram. Selanjutnya tambahkan PBS, NaCl, SDS, dan silica. Penambahan PBS ini
bertujuan untuk menjaga protein tetap utuh dan mencegah proses osmosis selama proses
inkubasi. NaCl ditambahkan bertujuan agar protein dapat berubah menjadi bentuk
garamnya dan larut dalam larutan yang ditambahkan dan protein mudah terlepas dari
dagingnya. tujuan dari penambahan SDS dan beta merkaptoetanol disertai dengan
pemanasan akan memecah struktur tiga dimensi dari protein, terutama ikatan disulfide
menjadi subuit-subunit polipeptida secara individual. SDS juga membungkus rantai
protein yang tidak terikat dengan muatan negative yang sama membentuk komplek SDSProtein. Komplek SDS-Protein mempunyai densitas muatan yang identik dan bergerak
pada gel hanya berdasarkan ukuran protein. Dan penambahan silica yaitu bertujuan
untuk membantu mempercepat SDS bertumbukkan dengan molekul protein sehingga
terbentuk komplek SD-Protein. Setelah penambahan beberapa zat diatas, kemudian
daging (sapi dan babi) dihomogenizer pada suhu dingin. Homogenizer berfungsi untuk
menghomogenkan semua zat yang telah ditambahkan dengan daging. Pada suhu yang
dingin ditujukkan agar protein tidak terdenaturasi. Setelah dihomogenizer selama 15
menit, bagian supernatan diambil menggunakan mikropipet, dan dilakukan sentrifugasi.
Tujuan dilakukan sentrifugasi disini untuk melihat apakah masih terdapat pengotor pada
supernatan yang dihasilkan. Apabila masih terdapat pengotor, maka akan terdapat
25 | S D S - P a g e
endapan setelah dilakukan sentrifugasi. Namun, hasil yang diperoleh bersih (tidak ada
endapan). Sisa sampel yang tidak disentrifugasi, dilakukan uji kualitatif menggunakan
reagen barffoed untuk mendeteksi ada tidaknya protein didalam supernatan sampel yang
telah dipreparasi sebelumnya. Pada saat diuji menggunakan reagen barfoed, hasil yang
didapat yaitu negatif. Yang artinya tidak terdapat protein pada supernatan yang diambil.
Hal ini dikarenakan pada saat pengujian terjadi kesalahan. Pengujian yang seharusnya
yaitu 1 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, selanjutnya tambahkan 5 ml
reagen barfoed. Panaskan tabung reaksi didalam air mendidih selama 1 menit. Dan lihat
perubahan warna yang terjadi. Jika warna ungu terbentuk, maka sampel positif adanya
protein.
Langkah selanjutnya yaitu sampel yang telah disentrifugasi diambil bagian
supernatannya menggunakan mikropipet, kemudian dipindahkan ke tabung sentrifugasi
yang steril. Pensterilan tabung sentrifugasi yaitu dengan cara perendaman didalam
alkohol selama 30 menit. Simpan yabung sentrifugasi yang sudah berisi sampel didalam
refigerator bersuhu -200C (untuk menjaga agar protein tidak terdenaturasi) sampai
dilakukan analisa selanjutnya.
Selanjutnya yaitu proses preparasi gel. Gel yang dibuat ada 2 jenis, yaitu
resolving gel dan stacking gel. Proses pembuatan resolving gel dengan mencampurkan
akuades, akrilamid, resolving buffer, dan SDS. Fungsi gel ini untuk memisahkan atau
menseparasi protein berdasarkan berat molekulnya. Akrilamid yang digunakan berfungsi
sebagai bahan untuk membentuk pori-pori dalam gel agar protein dapat terpisah
berdasarkan ukurannya. Buffer disini berfungsi sebagai penstabil pH agar muatan protein
tidak berubah, aquades digunakan sebagai pelarut polar dan sebagai media polar untuk
aliran listrik dalam gel, sedangkan untuk SDS sendiri berfungsi untuk memutuskan
ikatan disulfida dari protein agar menjadi unfolding dan menyelubungi protein dengan
muatan negatif. Langkah selanjutnya yaitu membuat stacking gel. Stacking gel berfungsi
untuk tempat menata sampel protein sebelum proses running dimulai. Dalam pembuatan
stacking gel ini yaitu dengan mencampurkan aquades, akrilamid/bis, stacking buffer, dan
SDS. Dalam stacking gel, bis akrilamid berfungsi sebagai pembentuk pori-pori untuk
memisahkan protein berdasarkan ukuran yang dimilikinya, stacking buffer yang
digunakan yaitu untuk mempertahankan pH protein agar tidak berubah, aquades sebagai
26 | S D S - P a g e
pengencer, pelarut, dan pemberi kondisi polar untuk melancarkan arus listrik, sedangkan
penggunaan SDS yaitu untuk memutuskan ikatan disulfida protein agar menjadi
unfolding dan dapt menyelubungi protein dengan muatan negatif.
Setelah selesai preparasi gel, maka dilanjutkan dengan proses percetakan gel.
Proses ini dilakukan dengan menambahkan APS 10% kedalam becker glass berisi
resolving gel. APS adalah inisiator dalam proses polimerisasi. APS adalah radikal yang
akan membuat monomer membentuk radikal sehingga nantinya monomer, yaitu
akrilamid dan bisakrilamid dapat membentuk polimer. Setelah itu ditambahkan TEMED
(katalis dalam proses polimerisasi). Fungsi dari TEMED ini sebagai katalisator
pembentukkan radikal bebas dari ammonium persulfat dan sebagai pemadat sehingga
pencampurannya dilakukan terakhir agar larutan tidak menjadi padat terlebih dahulu
sebelum seluruh bahan tercampur. Setelah itu, masukkan campuran tersebut kedalam
cetakkan gel menggunakan pipet sampai batas hijau pada cetakan. Setelah itu masukkan
aquabidestilata kedalam cetakan gel sampai batas cetakan. penambahan aquabides ini
bertujuan untuk meratakan dan menghilangkan gelembung yang muncul pada saat
memasukkan campuran resolving gel yang ditambahkan dengan APS dan TEMED
kedalam cetakan. aquabides ini tidak akan berikatan dengan polimer. Jadi, penambahan
aquabides ini tidak akan mempengaruhi proses pembuatan dan pencetakkan gel. Proses
ini membutuhkan waktu 15-30 menit. Dan waktu tersebut diharapkan gel sudah terbentuk
dengan sempurna. setelah resolving gel terbentuk, miringkan cetakan untuk membuang
aquabides yang ada di cetakan. Kemudian masukan stacking gel ke dalam cetakan
tersebut. Setelah itu masukan cetakan sisir ke dalam gel. Tunggu hingga gel terbentuk.
Tapi pada saat praktikum, tidak terjadi demikian. Pada saat resolving gel belum benarbenar jadi (masih dalam keadaan lembek) sudah memasukkan stacking gel. Sehingga gel
yang terbentuk tidak dapat digunakan dengan sebaiknya. Dan hal ini akan mengakibatkan
pada saat proses separasi protein tidak mendapatkan hasil yang sesuai.
Tahap selanjutnya yaitu proses preparasi sampel. Pada tahap preparasi sampel
ini, sampel dicampur dengan buffer didalam tabung eppendrof. Letakkan tabung tersebut
ke air yang sudah didihkan selama 4 menit. Penambahan buffer ini bertujuan untuk
memutuskan ikatan disulfida protein sehingga didapatkan protein dalam bentuk linear
yang nantinya akan memudahkan separasi protein tersebut dalam gel saat running.
27 | S D S - P a g e
Kekuatan ion tinggi dalam buffer akan meningkatkan arus keseluruhan sehingga panas
juga meningkat, biasanya dipilih 0,05 -0,10M. - Ph => Tingkat ionisasi asam-asam
organik akan bertambah apabila pH bertambah, sebaliknya untuk basa-basa organik,oleh
sebab itu tingkat kecepatan geraknya juga terpengaruh oleh pH. Kedua pengaruh dapat
terjadi pada senyawa seperti asam aminoyang memiliki sifat asam dan basa
Setelah itu sampel lalu dimasukan ke dalam well (sumur) pada gel. Sampel yang
dimasukan berturut-turut: protein marker, protein babi, protein babi, protein sapi, protein
sapi, protein babi, protein babi, protein babi, protein sapi, protein sapi, protein marker
(Jumlah total wall terdapat 10 well). Untuk menandai bagian gel mana yang dimulai well
pertama, pada salah satu sisi gel dipotong sedikit.
Setelah sampel dimasukan kedalam well lalu Voltase dan waktu elektroforesis
diatur. Voltase yang digunakan 200 volt dan waktu selama 60 menit. Apabila voltase
diberikan diantara dua elektroda, arus ditentukan oleh tahanan dalam medium. - Voltase
=> Apabila jarak antara dua elektroda adalah 1 meter dan perbedaan potensial antara
keduanya adalah V volt sehingga gradient potensialnya adalah V/1m. Kenaikan gradient
potensial akan menyebabkan kecepatan gerak ion. - Aliran listrik => Arus aliran listrik
dalam larutan antara dua elektroda disebabkan umumnya oleh ion buffer dan sedikit oleh
ion dalam sampel. Kenaikan voltase akan meningkatkan jumlah muatan yang
dipindahkan setiap detik kearah elektroda. Jarak yang ditempuh ion akan sebanding
dengan waktunya. - Tahanan => Medium elektroforesa menimbulkan pada aliran ion
sebanding dengan jenis medium, jenis buffer dan konsentrasinya. Tahanan akan
meningkat dengan bertambahnya jarak antara elektroda, namun berkurang dengan
bertambahnya luas permukaan elektroda dan konsentrasi ion dalam buffer. Setelah
proses elektroforesis dilakukan, gel yang berada pada cetakan diambil dan dipindahkan
ke wadah lain untuk selanjutnya dilakukan proses staining.
Proses staining. Prose selanjutnya seharusnya adalah proses staining. Hal
pertama yang dilakukan pada proses staining yaitu dengan merendam gel dalam larutan
staining sambil digoyang selama 15 menit. Setelah 15 menit buang larutan staining dan
cuci gel dengan aquades beberapa kali hingga bersih.
Pewarnaan ini perlu untuk dilakukan untuk membantu dalam pengamatan band
protein yang terseparasi. Penggoyangan perlu dilakukan untuk megoptimalkan reaksi
29 | S D S - P a g e
30 | S D S - P a g e
31 | S D S - P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Adiono, H.P. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia.
Anonymous, 2010. Sapi. http//id.Wikipedia.org/wiki/Hewan. Diakses 18 Juni 2014.
Ardiansyah, A. 2005. Evaluasi Nilai Gizi Daging Sapi dan Hasil Olahannya. Skripsi. Jurusan
Perhotelan. Petra Christian University Central Library.
Boyer, R. 1993. Modern experimental biochemistry. California: The Benjamin, Cummings
Publishing Company, Inc.
Campbell, N.A. et al. 2002. Biologi. Terj. dari Biology; oleh Lestari, R. dkk. Jakarta: Erlangga.
Campbell, M. A. "SDS/PAGE (Polyacrylamide Gel Electrophoresis)". 1998.
<http://www.bio.davidson.edu/Biology/Courses/Molbio/SDSPAGE/SDSPAGE.html>
(30
January 1998).
Davidek, J.J. et al. 1990. Chemical Change during Food Processing. Department of Food
Chemistry and Analysis. New York : Institut Chemical Technology.
Davis, L. et al. 1994. Basic methods: Molecular biology. 2nd ed. Norwola: Appleton & Lange.
Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry, 3rd ed. New York: Marcell Dekker Inc.
Girindra, A. 1986. Biokmia 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jannah, A. 2008. Gelatin Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksi. Malang: UIN-Press.
Lawrie, R.A. 1991.Meat Science 4th Edition, New York : Pergamon Press.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging, Parakkasi, penerjemah. Edisi kelima. Jakarta : UI-Press.
Terjemahan dari : Meat Science.
Martin, R. 1996. Gel electroforesis: Nucleid acids. Oxford: Bros Scientific Publishers Ltd.
Poedjiadi, a. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Purnomo, H. 1997. Studi Tentang Stabilitas Protein Daging dan Dendeng Selama Penyimpanan.
Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Malang : Universitas Brawijaya.
Purwaningsih, A. 2005. Identifikasi Protein Daging Sapi dan Daging Babi dengan Elektroferesis
Gel Poliakrilamid-Sodium Dodesil Sulfat (SDS-PAGE). Thesis Magister Ilmu Farmasi.
UNAIR Central Library.
Sambrook, J. & D. W. Russell. 2001. Molecular cloning: A laboratory manual vol 2. 3rd ed. New
York: Cold Spring Harbour Laboratory Press
Seidman, L.A. & C.J. Moore. 2000. Basic laboratory for biotechnology: Textbook and
laboratory reference. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
32 | S D S - P a g e
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi keempat. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Usmeningsih,
T.
2008.
Peran
Penting
Protein
Bagi
Organisme.
Y.P.
2009.
Fakta
Ilmiah
Tentang
Keharaman
Babi.
2009.
Mengenal
Beda
Daging
Sapi
dan
Daging
Babi.
http://zulfahasyim.multiply.com/journal/item/99/Mengenal_Beda_Daging_Sapi_Daging_B
abi. Diakses 18 Juli 2014.
33 | S D S - P a g e