You are on page 1of 13

Disorders of Sexual Development (DSD)

A. Konsep Dasar

I.

Pengertian Disorders of Sexual Development (DSD)

Suatu keadaan tidak terdapatnya kesesuaian karakteristik yang menentukan jenis


kelamin seseorang, atau bisa juga disebutkan sebagai seseorang yang mempunyai
jenis kelamin ganda (= ambiguous genitalia). Genitalia meragukan adalah kelainan
yang menyebabkan jenis kelamin tidak sesuai dengan klasifikasi tradisional laki-laki
atau perempuan. Dicurigai ambigius genitalia apabila alat kelamin kecil disebut
penis terlalu kecil sedangkan klitoris terlalu besar, atau bilamana skrotum melipat
pada garis tengah sehingga tampak seperti labia mayora yang tidak normal dan
gonad tidak teraba. Namun harus diketahui bahwa semua ambigius genitalia pada
bayi baru lahir mengakibatkan tampilan genital yang meragukan, misalnya
hipospadia, genitalnya jelas mengalami malformasi walaupun jenis kelamin tidak
diragukan lagi adalah laki-laki.

II.

Kriteria Jenis Kelamin

Untuk menentukan jenis kelamin seseorang anak diperlu kan minimal 7 sifat, yaitu
5 sifat organik dan 2 sifat psikologis.
Ketujuh sifat itu ialah :
1) Susunan Kromosom
Susunan kromosom disebut juga kelamin genetik (=genetic sex). Manusia memiliki
23 pasangan kromosom, 22 di antaranya hampir serupa, dan yang ke-23 adalah
yang menentukan perbedaan jenis kelamin. Pada perempuan kromosom itu ialah
XX, sedangkan pada lelaki ialah XY.
2) Jenis Gonad (= gonadal sex)
Lelaki mempunyai testes, dan perempuan mempunyai ovarium.
3) Morfologi Genitalia Eksterna
Genitalia eksterna pada lelaki adalah skrotum, penis dan glans penis. Sedangkan
genitalia eksterna pada perempuan adalah labia mayora, labia minora dan klitoris.
4) Morfologi Genitalia Interna

Genitalia interna pada lelaki yaitu vasa deferens, vesikula seminalis, dan
epididimus. Sedangkan genitalia interna pada perempuan yaitu tuba falloppii,
uterus, dan sepertiga bagian atas vagina.
5) Hormon seks
Merupakan faktor endokrin yang berperan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta berpengaruh terhadap morfologi genitalia dan tanda
seks sekunder.
6) Pengasuhan (the sex of rearing)
Cara anak dibesarkan oleh orangtuanya akan menentukan penampilan dalam
kehidupan kelak. Ini merupakan faktor psikologis. Bila seseorang sejak lahir
dibesarkan sebagai perempuan maka perilakunya akan seperti perempuan. Inilah
yang dilihat oleh masyarakat.
7) Peranan dan orientasi (gender role and orientation)
Yang dimaksudkan di sini ialah apa yang dinyatakan oleh seseorang untuk
mewujudkan dirinya sebagai seorang perempuan atau seorang lelaki. Yang perlu
diperhatikan ialah: kelakuan, pilihan permainan, minat, khayalan, percakapan,
impian, kebiasaan erotisme, dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
kadang-kadang menentukan.

Ketujuh kriteria ini harus dipenuhi untuk menyatakan seseorang anak lelaki atau
perempuan. Jika ada kontradiksi antara 5 sifat organis (yaitu nomor 1 s/d 5), maka
terjadilah interseksualitas organis. Jika timbul sifat berlainan antara 5 faktor organis
dengan 2 faktor psikologis, maka terjadilah transeksual. Untuk menentukan jenis
kelamin bayi baru lahir cukup menggunakan 5 sifat organik, karena 2 sifat
psikologis belum bisa dinilai.

III.

Perkembangan Alat Kelamin

Sel manusia normal terdiri dari 23 pasang kromosom, 22 pasang krornosom


autosomal, dan sepasang kromosom seks yang merupakan penentu perbedaan
jenis kelamin. Pada perempuan ialah XX, dan pada lelaki XY. Sampai pada minggu
ke-6 masa kehamilan, gonad embrio masih belum dapat dibedakan lelaki atau
perempuan. Pada masa ini janin telah mempunyai premordial saluran genital yaitu
saluran Muller dan saluran Wolf, serta mempunyai premordial genitalia eksterna.
Perkembangan genitalia lelaki merupakan suatu proses aktif. Pada minggu ke-7
kehamilan, atas prakarsa Testes Determining Factor yang diproduksi oleh kode gen
untuk seks lelaki, yaitu gen SRY (sex determining region of the y chromosome),

gonad berdiferensiasi menjadi testes. Proses diferensiasi ini melibatkan 3 kelompok


sel utama yaitu sel Sertoli dan sel-sel lainnya yang terbentuk dari tubulus
seminiferus, sel Leydig dan komponen lainnya dari intersisium, dan spermatogonia.
Pada minggu ke-8 s/d ke-12 masa kehamilan, kadar gonadotropin korion plasenta
meningkat, dan merangsang sel Leydig janin untuk mengeluarkan testoteron serta
merangsang sel sertoli untuk mengeluarkan Mullerian inhibiting factor. Testosteron
akan merangsang diferensiasi saluran Wolf menjadi epididimus, vasa deferens,
vesikula seminalis, dan saluran ejakulator lelaki. Sedangkan Mullerian inhibiting
factor akan menyebabkan involusi pada prekusor embriogenik dari tuba fallopii,
uterus, serviks, dan sepertiga bagian atas vagina. Pada minggu ke-9 kehamilan,
enzim 5-reduktase dari sel target akan mengubah sebagian testosteron menjadi 5dihidrotestosteron, dan dihidrotesteron inilah yang merangsang terjadinya
diferensiasi alat kelamin luar lelaki, merangsang pertumbuhan tuberkel genital, fusi
lekuk uretra, dan pembengkakan labioskrotal untuk membentuk glans penis, penis,
dan skrotum.
Perkembangan genitalia perempuan lebih sederhana bila dibandingkan dengan
perkembangan genitalia lelaki. Pada minggu ke-7 s/d ke-12 masa kehamilan,
sejumlah sel germinal mengalami transisi dari oogonia menjadi oosit, sehingga
terjadi diferensiasi dari gonad menjadi ovarium. Saluran Muller berkembang
menjadi tuba fallopii, uterus, serviks, dan sepertiga bagian atas vagina, sedangkan
saluran Wolf menjalani proses regresi. Pada diferensiasi genitalia eksterna
perempuan, tuberkel genital tetap kecil dan membentuk klitoris. Lekuk uretra
membentuk labia minora, dan lekuk labioskrtital membentuk labia mayora.
Bila terjadi gangguan pada proses perkembangan genitalia yang demikian
kompleks, maka akan terjadi kelainan pada genitalia sesuai dengan pada tahapan
dimana gangguan terjadi.

IV.

Patofisiologi

Untuk mengetahui patofisiologi ambigius genitalia, harus memahami diferensiasi


seksual normal dan abnormal yang merupakan pengertian dasar pada kelainan ini.

Embrio Diferensiasi Seksual

Penentuan fenotip seks di mulai dari seks genetik yang kemudian di ikuti oleh
kaskade: kromosom seks menentukan seks gonad, akhirnya menentukan fenotip
seks. Tipe gonad menentukan diferensiasi atau regresi duktus internal (milleri dan
wolfii). Indentitas gender tidak hanya di tentukan oleh fenotip individu, tetapi juga
oleh perkembangan otak prenatal dan posnatal.

Diferensiasi Gonad

Dalam bulan ke dua kehidupan fetus, gonad indeferen di pandu menjadi tetes
informasi genetik yang ada pada lengan pendek kromosom Y disebut tetes
determining faktor (DTF) merupakan rangkaian 35-kbp dalam subband 11,3, area ini
disebut daerah penentu seks pada kromosom Y (SRY), bila mana daerah ini tidak
ada atau berubah, maka gonad dalam perkembangan tetes antara lain DAX I pada
pada kromosom X. SFI pada gq33,WTI pada 11p 13,SOX 9 pada 17q24-q25, dan
AMH pada 19q 13.

Diferensiasi Duktus Internal

Perkembangan duktus internal pada akibat efek parakrin gonad ipsilateral.


Penelitian klasik Jost pada tahun 1942 dengan kelinci menjelaskan dengan sangat
baik peran gonad dalam mengendalikan perkembangan duktus internal dan fenotip
genetalia eksternal. Bila ada jaringan tetes, maka ada 2 subtansi produk internal
laki-laki yaitu testosteron substansi penghambat milleri (MIS) atau hormon anti
milleri (AMH).
Testosteron di produksi sel leydig testes, merangsang duktus wolfi menjadi
epididunis, vas deferens dan vesikula seminalis. Struktur wolfi paling dekat dengan
sumber testosteron, duktus wolfi tidak berkembang seperti yang diharapkan bila
testes atau gonad disgenetik sehingga tidak memproduksi testosteron. Kadar
testosteron lokal yang tinggi penting untuk diferensiasi duktus wolfi namun pada
fetus perempuan androgen ibu saja yang tinggi tidak dapat menyebabkan
deferensiasi duktus internal laki-laki, hal ini juga tidak terjadi pada bayi perempuan
dengan congenital adrenal hiperplasia (CAH). MIS diproduksi oleh sel sertoli testes,
penting untuk perkembangan duktus internal laki-laki normal, merupakan suatu
protein dengan berat molekul dengan 15.000 yang disekresi mulai minggu ke-8.
Peran utamanya adalah represi perkembangan pasif duktus milleri (tuba fallopi,
uterus, vagina atas). Testosteron dan estrogen tidak mempengaruhi peran MIS.

Deferensiasi genetalia eksternal

Genitalia kedua jenis kelamin masih identik sampai 7 minggu pertama masa
gestasi. Tanpa hormon endrogen (testosteron dan dihidrotestesteron-DHT), genitalia
eksterna secara fenotip perempuan. Bila ada gonad laki-laki, diferensiasi terjadi
secara aktif setelah minggu ke-8 menjadi fenotip laki-laki. Diferensi ini dipengaruhi
oleh testosteron, yang berubah menjadi DHT karena pengaruh enzim 5-alfa
reduktase dalam sitoplasma sel genitalia eksterna dan sinusurogenital. DHT di
berikan dengan reseptor androgen dalam sitoplasma kemudian ditranspor ke
nukleus. Menyebabkan translasi dan transkripsi material genetik. Akhirnya
menyebabkan perkembangan genetalia eksterna laki-laki normal. Bagian primordial
membentuk skrotum, dari pembengkakan genetalia membentuk batang penis dari
lipatan tuberkel membentuk glans penis. Dari sinus urogenitalis menjadi prostal
maskulisasi tidak sempurna bila testosteron gagal berubah menjadi DHT atau DHT
gagal bekerja dalam sitosplasma atau genetalia eksterna dan sinus urogenital kadar

testosteron tetap tinggi sampai minggu ke-14. Setelah minggu ke-14, kadar
testosteron fetus menetap pada kadar yang lebih rendah dan di pertahankan oleh
stimulasi human chorionic gonadotropin (HCG) maternal daripada oleh LH.
Kemudian pada fase gestasi selanjutnya testosteron bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan falus yang responsif terhadap testosteron dan DHT.

V.

Klasifikasi Disorders of Sexual Development (DSD)

Interseksualitas dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok,yaitu .


1) Gangguan pada gonad dan atau kromosom.
Yang termasuk dalamn klasifikasi ini antara lain hermafrodit sejati, disgenesis gonad
campuran, disgenesis gonad yang berhubungan dengan kromosom Y, dan testes
rudimenter atau sindrom anorkia.

Hermafrodit sejati.

Pada hermafrodit sejati, jaringan ovarium dan testes dapat ditemukan sebagai
pasangan yang terpisah atau kombinasi keduanya di dalam gonad yang sama dan
disebut sebagai ovotestis.

Disgenesis gonad campuran.

Pada disgenesis gonad campuran ini biasanya ditemukan testes unilateral dan
fungsional abnormal.

Disgeriesis gonad dengan translokasi kromosom Y.

Pada kelainan ini ditemukan disgenesis gonad, namun dari hasil pemeriksaan
analisis kromosom menunjukkan adanya translokasi kromosom Y.

Testes rudimenter atau sindrom anorkia.

Ditemukan pada lelaki 46 XY dengan diferensiasi seksual normal sejak minggu ke-8
s/d 13, tetapi kemudian testes menjadi sangat kecil atau anorkia komplit. Struktur
saluran interna adalah lelaki. Terjadi kegagalan pada proses virilisasi.

2) Maskulinisasi dengan genetik perempuan (Female pseudohermaphroditism)


Terdapat pada seseorang dengan kromosom 46 XX, ovarium tidak ambiguous dan
tidak ditemukan komponen testis di gonad, sehingga struktur saluran Muller tidak
mengalami regressi. Terjadinya maskulinisasi akibat terdapatnya androgen dalarn

jumlah berlebihan dari sumber endogen atau eksogen, yang merangsang janin
perempuan terutama sebelum minggu ke-12 masa kehamilan, sehingga genitalia
eksterna mengalami virilisasi.
Sebab-sebab paling umum dari kelainan ini adalah Congenital adrenal hyperplasia
(CAH) yang menyebabkan kekurangan/ ketidakhadiran ensim 21-hidroksilase,
11-hidroksilase dan 3-hidroksilase dehidrogenase.
Congenital adrenal hyperplasia (CAH) merupakan penyebab terbesar kasus
interseksual dan kelainan ini diturunkan lewat ayah dan ibu yang sebagai pembawa
separo sifat menurun dan penderitanya bisa laki-laki dan perempuan yang
mendapatkan kedua paroan gen abnormal tersebut dari kedua orang tuanya.
Penyakit ini digolongkan menjadi tipe yang klasik dan non klasik. Tipe yang klasik ini
bisa menunjukkan gejala kehilangan garam tubuh (natrium) sampai terjadi syok,
sehingga sering meninggal pada bulan pertama setelah lahir, sebelum diagnosis
bisa ditegakkan. Sedang yang tidak menununjukan gejala kekurangan garam bisa
bertahan hidup yaitu pada wanita disertai gejala maskulinisasi dan pada laki-laki
dengan gejala pubertas dini tanpa disertai gejala keraguan alat kelamin sehingga
laki-laki sering tidak datang berobat. Pada pengalaman di klinik kenyataanya
hampir tidak pernah tertangkap penderita laki-laki. Penderita perempuan
menunjukkan gejala pembesaran kelentit (klitoris) yang mirip penis sejak lahir atau
pada yang lebih ringan akan muncul setelah lahir. Anak-anak penderita CAH akan
tumbuh cepat tapi kemudian pertumbuhan akan berhenti lebih awal, sehingga pada
keadaan dewasa mereka akan lebih pendek dari ukuran tinggi badan normal. Pada
tipe yang non klasik gejala muncul setelah 5-6 tahun dengan maskulinisasi yang
lebih ringan, pembesaran klitoris akan muncul belakangan.
Maskulinisasi pada penderita CAH dengan genetik wanita hanya mungkin terjadi
akibat adanya hormon androgen ekstragonad (dari luar gonad) yang dapat berasal
dari endogen mau pun eksogen, karena pada penderita ini tidak ditemukan testis
yang merupakan penghasil utama hormon androgen. Manifestasi klinik dari hormon
androgen yang berlebihan ini terbatas pada alat genital bagian luar dan derajat
berat-ringannya kelainan tergantung pada tahap pertumbuhan seksual saat
terjadinya paparan hormon androgen tersebut. Pada penderita kelainan ini tidak
akan ditemukan organ laki-laki bagian dalam. Pada keadaan ringan sering
munculnya pembesaran kelentit (menjadi seperti penis) pada wanita setelah lahir,
sehingga masyarakat menganggap alat kelaminnya berubah dari wanita menjadi
laki-laki. Penyakit ini bisa diobati, untuk menghindari gejala yang lebih berat
pengobatan harus dilakukan sedini mungkin dan seumur hidup. Penapisan pada
bayi baru lahir seharusnya dilakukan di Indonesia karena prevalensi penyakit ini
cukup tinggi.
Paparan hormon androgen eksogen bisa disebabkan bahan hormonal yang bersifat
androgenik yang dikonsumsi ibu saat mengandung janin wanita, misalnya preparat

hormonal yang mengandung progestogen, testosteron atau danazol. Berat


ringannya kelainan alat genital janin tergantung dari usia kehamilan, potensi, dosis
serta lama pemakaian obat. Paparan hormon androgen dan progestogen saat usia
kehamilan 6-10 minggu dapat berakibat perlekatan pada bagian belakang vagina,
skrotalisasi labia dan pembesaran klitoris. Kelainan organ genitalia yang disebabkan
oleh paparan hormon androgen eksogen mempunyai ciri khas yaitu proses
maskulinisasi tidak berjalan progresif dan tidak didapatkan kelainan biokimiawi.
Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain Hiperplasia Adrenal Kongenital,
Androgen berlebihan bersumber dari Ibu atau obat-obatan yang diperoleh Ibu
semasa kehamilan, dan Defisiensi Aromatase.

3) Maskulinisasi tak lengkap pada genetik lelaki (Male pseudohermaphroditism)


Terdapat pada seseorang dengan kromosom 46 XY dan mempunyai testes.
Maskulinisasi tak lengkap disebabkan oleh adanya gangguan sintesis atau sekresi
testosteron janin, atau gangguan konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron,
kekurangan atau kerusakan aktivitas reseptor androgen atau kerusakan produksi
dan aksi lokal dari Mullerian inhibiting factor.
Ada beberapa jenis cacat hormon laki-laki yang menimbulkan gejala hermaprodit
semu laki-laki antara lain: yang paling sering adalah Sindrom Resistensi Androgen
atauAndrogen Insensitivity Syndrome (AIS) atau Testicular Feminization Syndrome
Penyakit ini merupakan penampilan hermaprodit semu laki-laki yang paling sering
dijumpai di klinik. AIS merupakan kelompok kelainan yang sangat heterogen yang
disebabkan tidak atau kurang tanggapnya reseptor androgen atau sel target
terhadap rangsangan hormon testosteron. AIS diturunkan melalui jalur perempuan
(ibu), perempuan adalah pembawa sifat yang menurunkan, penderita hanya pada
laki-laki. Kejadian AIS dalam satu keluarga adalah hal yang sering dijumpai tetapi
ternyata 1/3 kasus AIS tidak mempunyai riwayat keluarga yang positif. AIS dapat
terjadi dalam bentuk complete Androgen Insensitivity Syndrome (CAIS)
atau incomplete/partial Androgen Insensitivity Syndrome(PAIS).
Penderita PAIS adalah laki-laki dengan kelainan alat kelamin luar yang sangat
bervariasi, kadang-kadang bahkan terdapat pada beberapa pria normal yang tidak
subur. Penderita PAIS mempunyai penis yang kecil yang tampak seperti pembesaran
cltoris, disertai dengan hipospadia berat (jalan kencing bocor ditengah tidak
melewati penis) yang membelah skrotum sehingga tampak seperti lubang vagina.
Skrotum kadang tidak menggantung dengan testis umumnya berukuran normal dan
terletak pada abdomen, selakangan atau sudah turun kedalam skrotum. Pada usia
dewasa sering tumbuh payudara dan keluarnya jakun, walaupun tidak disertai
perubahan suara

Pada CAIS, penderita dengan penampilan seperti perempuan normal, dengan alat
kelamin luar seperti wanita, mempunyai vagina yang lebih pendek dari normal,dan
payudara akan tumbuh mulai masa prepubetas dengan hasil pemeriksaan
kromosom menunjukkan 46,XY (sesuai kromosom pada laki-laki) dan kadar hormon
testosteron normal atau sedikit meningkat. Pada pemeriksaan fisik dan USG akan
teraba atau tampak 2 testis yang umumnya tidak berkembang dan terletak dalam
rongga perut atau selakangan, tanpa struktur alat genital dalam wanita. Individu
dengan CAIS sering menunjukkan gejala seperti hernia inguinalis (hernia pada
selakangan), oleh karena itu pada anak perempuan prapubertas yang mengalami
hernia inguinalis (benjolan pada selakangan) dan gejala tidak menstruasi sejak
lahir, perlu pemeriksaan kromosom.

4) Gangguan pada embriogenesis yang tidak melibatkan gonad ataupun hormon


Kelainan genitalia eksterna dapat terjadi sebagai bagian dari suatu defek dari
embriogenesis. Contoh dari kelainan ini ialah epispadia glandular, transposisi
penoskrotal, penis yang dihubungkan dengan ahus imperforata, dan klitoromegali
pada neurofibromatosis.

VI.

Gejala Klinis

Beberapa keadaan di bawah ini harus dipertimbangkan sebagai kasus genitalia


ambigua yang perlu mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut :
Tampak laki-laki

Kriptorkismus bilateral

Hipospadia dengan skrotum bifidum

Kriptorkismus dengan hipospadia

Inderteminate/meragukan

Genitalia ambigua

Tampak Perempuan

Clitoromegali

Vulva yang sempit

Kantong hernia inguinalis berisi gonad

VII.

Diagnosa

Untuk menentukan penyebab terjadinya interseksualitas atau ambiguous genitalia


tidak mudah, diperlukan kerja sama interdisipliner/intradisipliner, tersedianya
sarana diagnostik, dan sarana perawatan. Pada pemeriksaan medis perlu perhatian
khusus terhadap hal-hal tertentu.
1) Anamnesis
Pada anamnesis perlu diperhatikan mengenai :
a) Riwayat kehamilan adakah pemakaian obat-obatan seperti hormonal atau
alkohol, terutama pada trimester I kehamilan.
b) Riwayat keluarga adakah anggota keluarga dengan kelainan jenis kelamin.
c)

Riwayat kematian neonatal dini.

d) Riwayat infertilitas dan polikistik ovarii pada saudara sekandung orangtua


penderita.
e)

Perhatikan penampilan ibu akne, hirsutisme, suara kelaki-lakian.

2) Pemeriksaan jasmani
a) Khusus terhadap genitalia eksterna/status lokalis : tentukan apakah testes
teraba keduanya, atau hanya satu, atau tidak teraba. Bila teraba di mana lokasinya,
apakah di kantong skrotum, di inguinal atau di labia mayora. Tentukan apakah
klitoromegali atau mikropenis, hipospadia atau muara uretra luar. Bagaimana
bentuk vulva, dan adakah hiperpigmentasi
b) Tentukan apakah ada anomalia kongenital yang lain.
c)

Tentukan adakah tanda-tanda renjatan.

d) Bagi anak-anak periksalah status pubertas, tentukan apakah ada gagal tumbuh
atau tidak.

3) Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium

Analisis kromosom.


Pemeriksaan hormonal disesuaikan dengan keperluannya seperti testosteron,
uji HCG, 17 OH progesteron.

Pemeriksaan elektrolit seperti Natriurn dan Kalium.

b) Pencitraan

USG pelvis : untuk memeriksa keadaan genital interna.

Genitografi untuk menentukan apakah saluran genital interna perempuan ada


atau tidak. Jika ada, lengkap atau tidak. Jadi pencitraan ini ditujukan terutama untuk
menentukan ada/ tidaknya organ yang berasal dari dari saluran Muller.

VIII.

Hambatan dan Penanggulangan

Penyebab penyakit interseks sangat kompleks, terbanyak oleh karena kelainan


genetik, namun pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat hormonal
pada masa kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada masa
kehamilan yang mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan dengan
kromosom 46,XX semestinya dipertimbangan dengan hati-hati pada ibu hamil,
pemakaian obat hormonal yang tidak terlalu perlu seharusnya dihindari.
Hambatan pada penanganan penyakit ini adalah sarana penunjang diagnosis yang
masih minimal dan mahal, pengetahuan dan kesadaran yang kurang dari
masyarakat dan tenaga medis baik dokter, penolong persalinan maupun perawat
kesehatan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan konseling genetika untuk penyakit yang
menurun, penggunaan obat dan lingkungan yang aman pada awal kehamilan.
Penanganan seharusnya dilakukan sedini mungkin saat bayi baru lahir dengan
secara multidisiplin. Bayi baru lahir dengan kelainan alat kelamin harus ditentukan
jenis kelaminnya agar tidak terjadi salah pengasuhan dan gangguan psikologis
dikemudian hari. Surat keterangan kelahiran semestinya dibuat setelah jenis
kelamin dapat ditentukan. Tindakan operasi harus dilakukan dengan pertimbangan
yang sangat hati-hati atau bahkan penundaan sampai anak mencapai usia dewasa.
Penentuan jenis kelamin dan tindakan operasi koreksi tidak hanya ditentukan secara
sepihak oleh orang tua saja. Untuk menghindari masalah medikolegal maka
perlunya penyusunan standard baku nasional untuk penanganan kelamin ganda
yang diatur oleh Departemen Kesehatan.

IX.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan genitalia ambigua meliputi penentuan jenis kelamin (sex


assessment), pola asuh seksual (sex rearing), pengobatan hormonal, koreksi secara
pembedahan, dan psikologis. Oleh karena itu pelibatan multi-disiplin ilmu harus
sudah dilakukan sejak tahap awal diagnosis yang meliputi bidang : Ilmu Kesehatan
Anak, Bedah Urologi, Bedah plastik, Kandungan dan Kebidanan, Psikiatri, Genetika
klinik, Rehabilitasi medik, Patologi klinik, Patologi anatomi, dan Bagian hukum
Rumah Sakit/Kedokteran forensik.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan :
1) Potensi fertilitas
2) Kapasistas fungsi seksual
3) Fungsi endokrin.
4) Perubahan keganasan
5) Testosteron imprinting dan waktu saat pembedahan
6) Faktor psikoseksual: gender identity (identitas gender), gender role (peran
gender) dangender orientation (orientasi gender)
7) Aspek kultural
8) Informed consent dari keluarga.

X.

Pengobatan

1) Pengobatan Endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah mendorong
perkembangan maskulisasi dan menekan berkembangnya tanda-tanda seks
feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi dan masa
tubuh) dengan pemberian testosteron. Bila pasien menjadi perempuan maka tujuan
pengobatan adalah mendorong secara simultan perkembangan karakteristik
seksual ke arah feminim dan menekan perkembangan maskulin (perkembangan
dan menstruasi) yang dapat timbul beberapa individu setelah pengobatan
estrogen). Pada CAH di tentukan glukortikoid dan hormon untuk retensi garam.
2) Pengobatan penbedahan
Tujuan pembedahan rekontruksi pada genetalia perempuan agar mempunyai
genetalia eksterna feminim, sedapat mungkin seperti normal dan mengoreksi agar
fungsi seksual normal. Pada laki-laki tujuan pembedahan rekonstruksi adalah
meluruskan penis dan merubah letak uretra yang tidak berada pada tempat normal
ke ujung penis.

3) Pengobatan psikologis
Sebaiknya semua pasien interseks dan anggota keluarga di pertimbangkan untuk di
berikan konseling. Yang sangat penting adalah yang memberikan konseling harus
sangat familier dengan hal yang berhubungan dengan diagnosis dan pengelolaan
interseks.

B. Konsep Keperawatan

I.

Pengkajian

a) Anamnesis
Riwayat kehamilan ibu :

Penggunaan progesterone atau androgen pada awal kehamilan

Ibu yang mengalami virilisasi

Riwayat kematian perinatal.

Riwayat keluarga :

Adanya keluarga yang menderita genitalia ambigua atau kelainan urologi

Adanya keluarga yang mengalami hyperplasia adrenal kongenital

Perempuan yang amenorrhea atau infertilitas.

b) Pemeriksaan fisik
Pemerikasaan fisik harus dapat menentukan keadaan apakah ada suatu bentuk
dismorfik dan keadaan kesehatan bayi. Genitalia eksterna harus diperiksa secara
teliti, dengan sistematika sebagai berikut :

Tentukan teraba gonad, posisi, ukuran, dan teksturnya

Pengukuran panjang fallus

Tentukan posisi meatus dari uretra, adanya hipospadia dan korda

Tentukan derajat dari fusi labioscrotal folds

Tentukan apakah terdapat orifisium vagina

Tanda-tanda lain :

Hiperpigmentasi, dehdrasi, hipoglikemia, atau hipertensi


Webbed neck, low hairline

You might also like