Professional Documents
Culture Documents
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama
: Buen Bestaraya
Nim
: H1A110110
Fakultas
: Teknik
Jurusan
Program Studi
: Teknik Sipil
: Perencanaan
Perkerasan
Jalan
Lentur
(Flexible
: Ir. Yasruddin, MT
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Tugas Akhir yang telah saya buat
ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian
hari penulisan Tugas Akhir ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Lambung Mangkurat.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
Buen Bestaraya
(H1A110110)
Oleh:
Buen Bestaraya
Pembimbing:
Ir. YASRUDDIN, MT
ABSTRAK
Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat penting. Ruas jalan M.
Said Kota Samarinda salah satu akses menghubungkan wilayah pemukiman penduduk
dan sekitarnya menuju Kota Samarinda dengan kondisi jalan yang rusak serta
berlubang. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan jalan demi memperlancar
akses masyarakat menuju pusat kota.
Perencanaan perkerasan jalan ini untuk mendapatkan tebal struktur perkerasan
lentur dengan menggunakan Program SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan
Lentur) yang berpedoman pada Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Nomor
02/M/BM/2013 serta menggunakan Pedoman Perkersan Lentur Pt T-01-2002-B.
Pada perencanaan tebal struktur perkerasan lentur dengan Program SDPJL
didapat lapis permukaan = 4 cm (AC WC); lapis sub permukaan 1 = 6 cm (AC Base);
lapis pondasi = 10 cm (Agg A) dan lapis pondasi bawah = 15 cm (Agg B). Dengan
menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013
didapat D1 = 4 cm; D1 = 13,5 cm; D2 = 15 cm (CTB) dan D3 = 15 cm. (LPA Kelas A)
lalu menggunakan Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B didapat lapis
permukaan = 4 cm (AC WC); lapis sub permukaan 1 = 6 cm (AC Base); lapis pondasi
= 10 cm (Agg A) dan lapis pondasi bawah = 15 cm (Agg B) lalu diambil tebal
perkerasan yang efisien dengan Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B didapat
rencana anggaran biaya sebesar Rp. 6.747.584.530 dengan panjang jalan 3.8 Km dan
lebar jalan 5 m.
Kata kunci: Perkerasan jalan lentur 02/M/BM/2013, Pedoman Perancangan
Tebal Perkerasan Lentur SDPJL, Pedoman Perkersan Lentur Pt T-01-2002-B.
By:
Buen Bestaraya
Advisor:
Ir. YASRUDDIN, MT
ABSTRACK
The highway is a very important transportation infrastructure. M. Said
Samarinda one access connecting residential areas and surrounding towards
Samarinda with damaged roads and potholes. Therefore it is necessary for path
planning in order to increase public access to the city center.
Planning pavement to get thick flexible pavement structures using SDPJL
Program (Flexible Pavement Design Software) that is based on the Flexible Pavement
Thickness Design Guideline No. 02/M/BM/2013 as well as the use Pavement
Guidelines Bending Pt T-01-2002-B.
In the thick of planning flexible pavement structure with surface layers obtained SDPJL
Program = 4 cm (AC WC); sub-surface layer 1 = 6 cm (AC Base); base course = 10
cm (AGG A) and sub-base layer = 15 cm (AGG B). Using Flexible Pavement Thickness
Design Guideline No. 02 / M / BM / 2013 obtained D1 = 4 cm; D1 '= 13.5 cm; D2 =
15 cm (CTB) and D3 = 15 cm. (LPA Class A) and then use the Flexible Pavement
Guidelines Pt T-01-2002-B obtained surface layer = 4 cm (AC WC); sub-surface layer
1 = 6 cm (AC Base); base course = 10 cm (AGG A) and sub-base layer = 15 cm (AGG
B) then taken pavement thickness efficient with obtained Flexible Pavement Guidelines
Pt T-01-2002-B budget plan Rp. 6.747.584.530 with the 3.8 Km long and 5 m wide road
.
Keywords: Pavement road bending 02/M/BM/2013, Guidelines for Design of Pavement
Thickness SDPJL Flexible, Flexible Pavement Guidelines Pt T-01-2002
PRAKATA
Bismillahirrahmannirrahiim
Assalamualaikum.Wr.Wb.
Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatNya sehingga Tugas Akhir yang berjudul Perencanaan Perkerasan Jalan Lentur
(Flexible Pavement) Pada Jalan M. Said STA 0+000 s/d 3+800 Dengan Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Samarinda ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Tak lupa shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Semoga
kita semua mendapatkan syafaat dari beliau.Amin.
Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian
sarjana (S1) pada Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada segenap pihak yang
telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, yaitu:
1.
Kedua orang tua dan keluarga saya, ayahanda tercinta Ir. M. Salmani MT. dan
ibunda tercinta Effy Herlina yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan
saya selama ini, serta adik saya tercinta Lemitha Anummi yang telah banyak
memberikan doa, dorongan dan semangat, dalam penulisan Tugas Akhir ini
hingga selesai.
2.
3.
Ibu Ulfa Fitriati, M.Eng selaku Ketua Program Studi S-1 Teknik Sipil yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk menyusun Tugas Akhir ini.
4.
5.
6.
Seluruh staf Program Studi S1 Teknik Sipil dan Staf-staf Perpustakaan Fakultas
Teknik Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru yang telah membantu
kelancaran dalam administrasi dan peminjaman literatur-literatur yang
dibutuhkan.
7.
8.
Seto Prabowo Epsa dan Sedjono Adi Wibowo R. yang satu perjuangan dalam
pembimbing ini yang selalu bersama-sama berjuang untuk dapat menyelesaikan
tugas kita masing-masing.Terimakasih banyak karena sudah banyak sekali
membantu dalam penulisan ini dan terimakasih untuk kerja samanya.
9.
Akhir kata, saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas akhir ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran serta
masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan Tugas akhir ini.
Semoga Tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dan bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................................iv
ABSTRACK............................................................................................................................ v
PRAKATA............................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................................viii
DAFTAR TABEL................................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................... xv
DAFTAR NOTASI............................................................................................................... xvi
BAB I ................................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ........................................................................................................... xviii
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Lokasi Penelitian....................................................................................................xx
BAB II................................................................................................................................xxii
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................xxii
2.1
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.4
2.1.5
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.6.1
Prinsip Utama dari Software Desain Perkerasan Jalan Lentur ....................... lii
2.6.2
2.6.3
2.6.4
2.7
2.7.1
3.2
3.3
3.4
BAB IV .............................................................................................................................lxxx
HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................................lxxx
4.1
4.1.1
4.2.1
4.1.3
4.1.4
4.1.5
4.1.6
4.1.7
4.1.8
4.1.9
4.2
4.2.1
4.2.2
Data Output....................................................................................................xci
4.3
Analisa Data Perhitungan Tebal Perkerasan Dengan Menggunakan Pedoman PdT-01-2002-B .......................................................................................................xciv
4.3.1
4.3.2
4.3.3
4.3.4
4.3.5
4.3.6
4.3.7
4.3.8
4.3.9
Mencari Nilai SN Dengan Nomogram dan Rumus Log Penentu Nilai SN..cxv
4.4.1
4.4.2
BAB V................................................................................................................................113
PENUTUP..........................................................................................................................113
5.1
Kesimpulan ..........................................................................................................113
5.2
Saran ....................................................................................................................115
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat ............xxix
Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) .........................................xxxviii
Tabel 2.3 Pemilihan Jenis Perkerasan ..........................................................................xl
Tabel 2.4 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB...................xli
Tabel 2.5 Desain perkerasan lentur alternatif ............................................................xlii
Tabel 2.6 Koefisien drainase m untuk lapis berbutir..............................................xliv
Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo) ................................xlvii
Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)................................xlvii
Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)....................................................................xlviii
Tabel 2.10 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi
jalan........................................................................................................xlix
Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur. ....................li
Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis fondasi
agregat (inci) ..............................................................................................li
Tabel 2.13 Faktor Efisiensi Alat .............................................................................lxxiv
Tabel 2.14 Faktor Kehilangan Bahan Curah dan Kemasan pada Pekerjaan Berbasis
Semen atau Beton
Semen...........................................................................lxxiv
Tabel 4.1 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) ................................................ 62
Tabel 4.2 LHR2034 (Akhir Umur Rencana) ................................................................. 65
Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Perkerasan......................................................................... 67
Tabel 4.4 Desain Pondasi Jalan................................................................................... 68
Tabel 4.5 Koefisien Drainase m untuk Tebal Lapisan ............................................. 69
Tabel 4.6 Perkerasan Berbutir dengan Lapis Aspal Tipis........................................... 70
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan Berbutir Dengan Lapis Aspal Tipis.. 70
Tabel 4.8 Indeks Permukaan padaAwal Umur Rencana (IPo) ................................. xcv
Tabel 4.9 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana(IPt)................................. xcvi
Tabel 4.10 Faktor Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan (E)........................................xcviii
Tabel 4.11 Faktor Distribusi Lajur (DL).................................................................. xcix
Tabel 4.12 Angka Pertumbuhan Kendaraan ............................................................... cii
Tabel 4.13 Lalu Lintas Harian Rencana 2014 (LHR2014)...........................................ciii
Tabel 4.14 LHR2034 (Akhir Umur Rencana) .............................................................. civ
Tabel 4.15 Nilai Faktor Umur Rencana (N)................................................................ cv
Tabel 4.16 LHR dalam kend/hari/2 arah diubah menjadi LHR dalam lss/hari/2 arah cv
Tabel 4.17 Hasil PerhitunganW18 ............................................................................. cvi
Tabel 4.18 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan..................................................... cvii
Tabel 4.19 Nilai Reliabilitas, ZR, dan FR ................................................................ cviii
Tabel 4.20 Data Persentase CBR Subgrade ............................................................... cxi
Tabel 4.21 Koefisien Drainase (m) ......................................................................... cxvii
Tabel 4.22 Hasil PerhitunganTebal Perkerasan Alternatif 1 .................................. cxxv
Tabel 4.23 Perkerasan Setiap Metode.................................................................... cxxvi
Tabel 4.24 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan....................................................... cxxx
Tabel 4.25 Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan.............................................. cxxxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.5 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur .................xciii
Gambar 4.6 Sketsa Detail Pot. A-A Desain Tebal Perkerasan .............................. xciv
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis ............. cxii
Gambar 4.8 CBR yang Perlu Penanganan Khusus ................................................. cxii
Gambar 4. 9 Ilustrasi Penentuan Tebal Minimum SetiapLapis Perkerasan...........cxiii
Gambar 4.10 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur................ cxxvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
Rekapitulasi Perhitungan
LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10
Gambar Dilapangan
LAMPIRAN 11
Gambar Kerja
DAFTAR NOTASI
CESA
CESA4
CESA5
TM
VDF
S0
IP
MR
IPf
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jalan raya adalah suatu tempat atau area yang berbentuk jalur yang digunakan
2013, Program Software Desain Perkerasan Lentur (SDPJL) dan Metode Pt T-012002-B.
Perbedaan mendasar
1.2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3
Batasan Masalah
Menyadari akan luasnya permasalahan dalam perencanaan suatu jalan yang
mencakup berbagai aspek, maka dalam penyusunan tugas akhir ini hanya membatasi
permasalahan pada perencanaan desain tebal perkerasan lentur, dan menghitung
rencana anggaran biaya (RAB) untuk ruas jalan M. Said Samarinda.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rencana tebal perkerasan
jalan serta rencana anggaran biaya (RAB). Diharapkan hasil ini bisa bermanfaat dan
bisa menjadi acuan dalam suatu perencanaan perkerasan jalan.
1.5
Lokasi Penelitian
Letak jalan yang dilakukan penelitian berada di provinsi Kalimantan Timur atau
tepatnya di ruas jalan M. Said kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Berikut
ini adalah layout dari ruas jalan M. Said Kota Samarinda.
Untuk daerah ruas jalan rencana sendiri dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini:
Untuk Denah Lokasi Perencanaan bisa dilihat pada Gambar 1.2 berikut ini:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum
2.1.1
Pengertian Jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
2.1.2
pendidikan, dan hal-hal lainnya yang merupakan tuntutan hidup membuat tuntutan
akan pelayanan terhadap transportasi semakin besar. Dari jenis kendaraan, ukuran
dan jumlah semua juga ikut berubah pula sehingga masalahmasalah seperti
kelancaran arus lalu lintas, kenyamanan dan hal-hal lainnya yang membuat kinerja
jalan menurun mencuat kepermukaan, oleh karena itu perlunya diadakan batasanbatasan. Batasan-batasan tersebut itulah yang membuat jalan diklasifikasikannya.
Sistem jaringan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional, yang
menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi. Jaringan jalan primer
menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota
jenjang ketiga, dan kota-kota dibawahnya sampai kepersiil dalam satu satuan
wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan.
Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota jaringan jalan
primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat
berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer
antara lain: Industri berskala regional, Bandar Udara, Pasar Induk, Pusat
perdagangan skala Regional/Grosir.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang kota yang menghubunkan kawasan-kawasan yang memiliki fungsi
primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga
dan seterusnya sampai keperumahan.
2.1.3
1. Jalan Arteri Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kedua.
Untuk jalan arteri primer wilayah perkotaan, mengikuti kriteria sebagai
berikut:
a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan arteri primer luar kota.
b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
60 km/jam.
d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.
e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional.
Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang
alik dan lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.
f. Kendaraan angkutan berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan
menggunakan jalan ini.
g. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan masuk/akses
langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter.
h. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu, sesuai dengan volume lalu
lintasnya.
i. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi
jalan yang lain.
j. Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas harian ratarata.
k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan ini seharusnya tidak diijinkan.
2. Jalan Kolektor Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang kedua atau kota menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang ketiga. Untuk wilayah perkotaan kriterianya adalah:
a. Jalan kolektor primer kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar
kota.
b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
c. Dirancang untuk kecepatan rencana 40 km/jam.
d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
e. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien jarak antaranya lebih dari 400
meter.
f. Kendaraan angkutan berat dan bus dapat dijinkan melalui jalan ini.
g. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu
lintasnya.
h. Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-rata.
i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak
diijinkan pada jam sibuk
j. Dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang cukup.
k. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari pada jalan arteri primer.
3. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persiil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persiil atau
kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan
kota dibawahnya, atau kota jenjnag ketiga dengan persiil atau kota dibawah
jenjang ketiga sampai persiil. Kriteria untuk jalan lokal primer adalah:
a. Merupakan terusan jalan lokal pimer luar kota.
b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
c. Dirancang umtuk kecepatan rencana 20 km/jam.
d. Kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini.
e. Lebar jalan tidak kurang dari 6 meter.
f. Besarnya LHR pada umumnya paling rendah pada sistem primer.
Kawasan primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi
primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai
pelayan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.
4. Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan kesatu dengan kawasan sekunder
kedua. Kriteria untuk jalan perkotaan:
a. Dirancang berdasarkan kecepatan rancang paling rendah 20 km/jam.
b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
c. Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini
didaerah pemukiman.
d. Lokasi parkir pada jalan dibatasi.
e. Harus mempunyai perlengkapan jalan cukup.
f. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari sistem primer.
Kelas Jalan
Berdasarkan pasal 19 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm, dan
muatan sumbu terberat 8 ton.
d. Jalan Khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
Fungsi jalan menggambarkan kemungkinan tipe lalu lintas yang akan
menggunakan jalan. Jalan arteri, atau jalan nasional, atau jalan kelas 1 secara nyata
menggambarkan bahwa perkerasan jalan harus mampu menerima beban lalu lintas
yang lebih berat dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya. Hal ini sangat
mempengaruhi tebal perkerasan jalan tersebut.
Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan
lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia,
namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis
telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton.
2.
Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10
ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.
3.
Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton;
4.
Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
5.
Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton.
FUNGSI
JALAN
JALAN
Panjang
MST
Tinggi (mm)
(mm)
(mm)
(Ton)
2500
18000
> 10
2500
18000
10
2500
18000
2500
12000
2100
9000
Arteri
II
Arteri atau
IIIA
Kolektor
kendaraan
IIIB
Kolektor
Lokal &
IIIC
Lingkungan
2.2
kedap air. Jika dilihat dari segi pelayanan jalan harus rata, tidak licin, geometrik
memadai dan ekonomis. Untuk itu membutuhkan suatu rancangan perkerasan yang
mampu melayani beban berupa lalu lintas. Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan
jalan yang menggunakan bahan khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan
ikat. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali. Sedangkan
bahan ikat yang digunakan berupa aspal dan semen.
Perencanaan perkerasan yang efektif adalah salah satu dari berbagai aspek lain
dari perencanaan jalan. Perkerasan adalah bagian dari jalan raya yang sangat penting
bagi pengguna jalan. Kondisi dan kekuatan dari jalan raya sering dipengaruhi oleh
kehalusan atau kekasaran permukaan jalan. Keadaan perkerasan yang baik dapat
mengurangi biaya pengguna, penundaan waktu perjalanan, tabrakan dan pemakaian
bahan bakar.
Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas
tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu. Dengan
demikian perencanaan tebal masing masing lapis perkerasan harus diperhitungkan
dengan optimal.
Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.1
berikut ini.
oleh pelat beton. Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan kaku dapat dilihat pada
gambar 2.2 berikut ini.
2.3
beban lalu lintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan
sistem utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau
perkerasan dengan konstruksi bertahap. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari
lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisanlapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya
kelapisan dibawahnya.
Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap
kelapisan bawahnya.
2.
Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan pondasi
permukaan dinamakan lapisan pondasi atas yang berfungsi sebagai:
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.
4.
baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan didapatkan atau tanah yang
distribusiakan dengan kapur atau bahan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Masalah-masalah yang sering ditemui terkait dengan lapisan tanah dasar adalah:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dan rusaknya struktur
perkerasan jalan secara menyeluruh akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memiliki sifat
plastisitas tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat berkibat terjadinya
retak dan atau perubahan bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada prses
1.
Umur Rencana
Untuk menentukan umur rencana jalan bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR)
Jenis
Perkerasan
Perkerasan
lentur
Elemen Perkerasan
Umur Rencana
(Tahun)
20
pondasi jalan
40
40
Jalan
tanpa
penutup
Semua elemen
40
Minimum 10
Catatan:
1 . Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan
2.
2.
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load
(CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur
desain selama umur rencana,yang ditentukan sebagai:
ESA =(jeniskendaraanLHRTxVDF)............................................................ 1
CESA =ESAx365xR.........................................................................2
Dimana
ESA
:lintasan sumbu standar ekuivalen (equivalent standar axle)
untuk 1 (satu) hari
3.
LHRT
CESA
4.
5.
6.
8.
Dan pada Tabel 2.5 merupakan desain perkerasan lentur alternatif yang digunakan
jika HRS dan CTB sulit untuk dilaksanakan, namun desain perkerasan lentur tetap
lebih mengutamakan desain menggunakan Tabel 2.5.
Catatan: Tabel 2.5 hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk dilaksankan, namun untuk
desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain Tabel 2.4.
9.
10.
Desainpelebaran
perkerasan
harus
menjamin
tersedianya
drainase
Lapis terbawah perkerasan harus dapat mengalirkan air atau tebal lapis
perkerasan berbutir efektif harus dikalikan dengan faktor m. Jalur air dengan
batas timbunan paling tidak 500 m dari lapisan berbutir ke tepi timbunan (titik
Free drainage) harus dianggap dapat mengalirkan air. Drainase melintang
pada titik rendah atau pada pusat 10 m harus dianggap memberikan free
drainage pada sub base.
Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan
tanah sekitarnya, baik didaerah timbunan ataupun dipermukaan tanah asli,
maka harus dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan
keadaan ini dapat dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase
bawah permukaan tidak tersedia atau jika muka air tanah lebih tinggi dari 600
mm dibawah tanah dasar maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor
m untuk tebal lapis berbutir sesuai AASHTO 93 pasal 2.4.1.
11.
Setiap lapis perkerasan harus dipasang sampai lembar yang sama atau lebih
dari nilai minimum yang dinyatakan dalam Gambar 2.5.
Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR <2%) atau tanah gambut
harus dipasang pada kemiringan tidak lebih curam dari 1V : 3H
b. Menentukan Indeks Permukaan akhir (IPt) sesuai Metode PtT-012002-B yang mempunyai lebih banyak pilihan nilai dibandingkan dengan
MetodeAASHTO 1993.
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan.
Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)
]4...............5
e. Menentukan faktor distribusi arah (DA) jika volume lalulintas yang tersedia
dalam 2 arah DA berkisar antara 0,30,7. Untuk perencanaan pada
umumnya diambil nilai DAsenilai 0,5.
f.
i.
j.
k.
Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.
l.
Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi
agregat
2.6
2.7
pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan
asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu sfesifikasi teknik dan
komponen harga satuan, baik untuk kegiatan pemeliharaan, maupun peningkatan
jalan.
Analisa harga satuan pekerjaan yang akan dilakukan adalah harga satuan bahan,
harga satuan alat dan harga satuan upah. Dari analisa yang dilakukan untuk masingmasing kelompok, kemudian disatukan menjadi analisis harga satuan pekerjaan.
Jumlah perkiraan biaya proyek dapat dibuat dengan mengalikan kuantitas satuan
pekerjaan dan harga satuan pekerjaan.
Menurut Bina Marga, data harga satuan dasar yang digunakan dalam
perhitungan analisa harga satuan adalah sebagai berikut:
1. Harga pasar setempat pada waktu yang bersangkutan.
2.7.1
tergantung pada jenis pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar
tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja.
Penetapan jumlah dan keahlian tenaga kerja mengikuti produktivitas paralatan utama.
Suatu produksi jenis pekerjaan yang menggunakan tenaga manusia pada umumnya
dilaksanakan oleh perorangan atau kelompok kerja yang dilengkapi dengan peralatan
yang diperlukan berdasarkan metode kerja yang ditetapkan yang disebut alat bantu
serta bahan yang diolah.
Biaya tenaga kerja standar dapat dibayar dalam sistem hari orang standar atau
jam orang standar. Besarnya sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan dan lokasi
pekerjaan. Secara lebih rinci faktor tersebut dipengaruhi antara lain oleh :
a. Keahlian tenaga kerja
b. Jumlah tenaga kerja
c. Faktor kesulitan pekerjaan
d. Ketersediaan peralatan
e. Pengaruh lamanya kerja
a. Makan,
b. Transport,
c. Pengobatan dan pengamanan,
d. Runah atau tempat tinggal sementara atau tempat penampungan sementara para
pekerja selama kegiatan pekerjaan berjalan,
e. Perlengkapan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Untuk suatu perusahaan baik yang bergerak di bidang pembangunan atau
lainnya, dasar upah, selain berdasar (UMR), dipertimbangkan pula adanya upah lokal
dan upah mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah (lokasi pekerjaan). Upah lokal
adalah harga upah setempat pada waktu yang bersangkutan atau yang terjadi pada
waktu itu. Sumber data upah lokal adalah dari instansi yang berwenag di daerah.
2.7.1.3 Hari Orang Standar (Standard Man Day)
Yang dimaksud dengan pekerja standar di sini adalah pekerja yang bisa
mengerjakan satu macam pekerjaan seperti pekerja galian, pekerja pengaspalan,
pekerja pasangan batu, pekerja las dan lain sebagainya. Dalam sistem pengupahan
digunakan satu satuan upah berupa orang hari standar (Standard Man Day) yang
disingkat orang hari (OH) atau man day (MD), yaitu sama dengan upah pekerjaan
dalam 1 hari kerja (8 jam kerja termasuk 1 jam istirahat).
2.7.1.4 Jam Orang Standar (Standard Man Hour)
Orang hari standar atau satu hari orang bekerja adalah 8 jam, terdiri dari 7 jam
kerja (efektif) dan satu jam istirahat. Apabila perhitungan upah dinyatakan dengan
upah orang per jam (OJ) maka upah orang per jam dihitung sebagai berikut:
)=
................................... 5
Bila diperoleh data upah pekerja per bulan, maka upah jam orang pada
rumus(5) dapat dihitung dengan membagi upah per bulan dengan jumlah hari efektif
selama satu bulan (24-26) hari kerja dan dengan jumlah 7 jam kerja efektif selama
satu hari.
Jenis alat yang dipergunakan dalam satu mata pembayaran disesuaikan dengan
ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi teknis. Pada umumnya satu jenis
peralatan hanya mampu melaksanakan satu jenis kegiatan pelaksanaan
pekerjaan.
b. Tenaga mesin
Tenaga mesin (Pw) merupakan kapasitas tenaga mesin penggerak dalam satuan
tenaga kuda atau horsepower.
c. Kapasitas alat
Kapasitas alat adalah kapasitas peralatan (Cp) yang dipergunakan, misalnya
AMP 5ton/jam (kapasitas produksi per jam). Ada beberapa peralatan yang bisa
berdiri sendiri dalam operasinya, tapi ada peralatan yang bergantung pada
peralatan lain seperti misalnya dum truck, yang tidak bisa mengisi muatannya
sendiri, harus diisi memakai loader atau excavator. Jadi isi muatan bak dump
truck tergantung pada berapa banyak yang bisa di tumpahkan oleh pengisinya
(loader atau excavator)
d. Umur ekonomi alat
Umur ekonomis peralatan (A) dapat dihitung berdasarkan kondisi penggunaan
dan pemeliharaan yang normal, menggunakan standard dari pabrik pembuat.
Setiap peralatan selama pemakaiannya (operasinya) membutuhkan sejumlah
biaya, yaitu biaya untuk operasi sesuai fungsinya dan biaya pemeliharaan
(termasuk perbaikan) selama operasi. Setiap jenis peralatan mempunyai umur
ekonomis sendiri-sendiri yang berbeda antara satu jenis peralatan lainnya.
Biasanya dinyatakan dalam tahun pengoprasian.
Umur ekonomis suatu peralatan dapat berubah (menjadi lebih singkat) yang
diakibatkan antara lain karena cara pengoprasian yang tidak baik dan tidak
benar serta pemeliharaan dan perbaikannya tidak baik.
e. Jam kerja alat per tahun
Pada peralatan yang bermesin maka jam peralatan atau jam pemakaian peralatan
akan dihitung dan di catat sejak mesin dihidupkan sampai mesin
dimatikan.Selama waktu (jam) pelaksanaan kegiatan pekerjaan maka peralatan
tetap dihidupkan, kecuali generating set (gen set) yang selalu tetap dihidupkan,
untuk peralatan tidak bermesin maka jam pemakaiannya sama dengan jam
pelaksanaan kegiatan pekerjaan.
.............................................................................................7
..............................................................................................8
dimana:
A
...................................................................................................9
dimana:
F
= Asuransi
Inc = Asuransi(5)
W
j. Upah tenaga
Upah tenaga kerja dalam perhitungan biaya operasi peralatan disisni terdiri atas
biaya upah tenaga kerja dalam satuan Rp./jam. Untuk mengoprasikan alat
diperlukan opertor dan pembantu operator.
k. Harga bahan bakar dan pelumas
Harga bahan bakar (H) dan minyak pelumas maupun minyak hidrolik (I), dalam
perhitungan biaya53 operasi peralatan adalah harga umum yang ditetapkan
pemerintah setempat.
dimana :
.........................................10
Kebutuhan bahan bakar tiap jam (H) dihitung berdasarkan data tenaga
kerja mesin penggerak sesuai yang tercantum dalam manual pemakaian
bahan bakar yang digunakan untuk proses produksi (misalnya untuk
pengeringan/ pemanasan agregat atau pemanasan aspal pada AMP, serta
pemanasan permukaan perkerasan pada Hot Recycler).
b. Biaya minyak pelumas (I)
Minyak pelumas (I) yang meliputi minyak pelumas mesin (I), minyak
pelumas hidrolik, pelumas transmisi, Tongue Converter, power steering,
gemuk (grease) dan minyak pelumas lainnya, kebutuhan per jam
dihitung berdasarkan kebutuhan jumlah minyak pelumas diabagi tiap
berapa berapa jam minyak pelumas yang bersangkutan harus diganti
sesuai manual pemeliharaan dari pabrik pembuat.
c. Biaya bengkel (J)
Pemeliharaan perawatan rutin (J) seperti pengganti saringan udara,
saringan bahan bakar, saringan pelumas serta perbaikan ringan lainnya.
d. Biaya perawatan atau perbaikan
Biaya perbaikan (K) ini meliputi:
- Biaya penggantian ban (untuk peralatan yang memakai roda ban)
- Biaya
penggantian
komponen-komponen
yang
aus
(yang
kerja, tetapi upah per jam diperhitungkan upah 1 (satu) jam kerja
efektif
2. perhitungan biaya operasi
Perhitungan cara pendekatan dengan rumus rata-rata untuk biaya
tidak pasti atau biaya operasi adalah sebagai berikut
a) Biaya bahan bakar (H)
Banyakaknya bahan bakar per jam yang digunakan oleh mesin
penggerak dan tergantung pada besarnya kapasitas tenaga mesin,
biasanya diukur dengan satuan HP (Horse Power)
dimana:
= (12,00 / 15,00)%
..................................................11
HP
12,00%
15,00%
..............................................................12
dimana :
I
.....................................................13
dimana :
B
6,25%
8,75%
/ .................................................14
dimana :
B
12,5%
17,5%
= 1 orang/jam x U1
= 1 orang/jam x U2
dimana :
.............................................15
= Biaya operasi
+ .................................................................................................16
Keluaran harga satuan dasaralat ini selanjutnya merupakan masukan (input) untuk
proses analisis harga satuan pekerjaan (HSP)
2.7.2.4 Alat Bantu
kualitas, kuantitas dan lokasi asal bahan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan
kuantitas dan kualitas bahan harus ditetapkan dengan mengacu pada spesifikasi yang
berlaku.
Data satuan dasar bahan dalam perhitungan analisis ini berfungsi untuk
kontrol terhadap harga penawaran kontraktor. Harga datuan dasar bahan daat
dikelompokkan menjadi tiga bahan yaitu:
a. Harga satuan dasar bahan baku, misal: batu, pasir, semen, baja tulangan, dan
lain-lain
b. Harga satuan dasar bahan olahan, misal: agregat kasar dan agregat halus,
campuran beton semen, campuran semen, dan lain-lain.
c. Harga satuan dasar bahan jadi, misal tiang pancang beton pracetak, geosintetik
dan lain-lain
Harga pokok bahan dapat terjadi melalui persyaratan jual beli. Masukan (input)
harga bahan yang dibutuhkan dalam proses perhitungan HSD bahan yaitu harga
komponen bahan per satuan pengukuran. Satuan pengukuran bahan tersebut misalnya
m, m2, m3, kg, ton, zak dan sebagainya. Untuk pekerjaan bangunan jalan, jembatan,
dan bangunan air, pada umumnya memerlukan alat secara mekanis terutama
memproduksi bahan olahan dan proses pelaksanaan pekerjaan dilapangan, sebagian
kecil memerlukan pekerjaan secara manual.
2.7.3.1 Harga Satuan Dasar Bahan Baku
Bahan baku biasanya diperhitungkan dari sumber bahan (quarry), tetapi dapat
pula diterima di base camp atau di gudang setelah memperhitungkan ongkos bongkar
muat dan pengangkutannya. Survei bahan baku biasnya dilakukan terlebih dahulu
untuk mengetahui jarak lokasi sumber dan pemenuhan terhadap spesifikasinya,
kemudian diberi keterangan, misal: harga bahan di quarry (batu kali, pasir, dll) atau
harga bahan diambil dari pabrik atau gudang grosir (semen, aspal, besi dan
sebagainya)
2.7.3.2 Harga Satuan Dasar Bahan Olahan
Bahan olahan merupakan hasil produksi di plant (pabrik) atau dibeli dari
produsen diluar kegiatan pekerjaan. Bahan olahan misalnya agregat atau batu pecah
yang diambil dari bahan baku atau bahan dasar kemudian diproses dengan alat mesin
pemecah batu menjadi material menjadi beberapa fraksi. Melalui proses penyaringan
atau pencampuran beberapa fraksi bahan dapat dihasilkan menjadi agregat kelas A
dan kelas B, sebagai bahan pondasi jalan.
Lokasi tempat proses pemecahan bahan biasanya di base camp atau di lokasi
khusus, sedangkan unit produksi campuran aspal (asphalt mixing plant) atau unit
produksi campuran beton semen (concrete batch plant) umumnya berdekatan dengan
lokasi mesin pemecah batu (stone crusher), agar dapat mensuplai agregat lebih mudah
Dalam penetapan harga satuan dasar bahan olahan di lokasi tertentu,
khususnya untuk agregat, ada tiga tahapan yang harus dilakukan, yaitu: masukan,
proses dan keluaran
a) Masukan
1. Jarak quarry (bila sumber bahan baku diambil dari quarry) km
2. Harga satuan dasar tenaga kerja
3. harga satuab dasar alat
4. harga satuan dasar bahan baku atau bahan dasar
5. kapasitas alat, merupakan kapasitas dari alat yang dipergunakan, misalnya alat
pemecah batu (stone crusher) dalam ton per jam, dan Wheel Loader dalam m3
heaped (kapasitas bucket)
6. Faktor efesiensi alat
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi diantaranya adalah: faktor
operator, faktor peralatan, faktor cuaca, faktor kodisi medan/lapangan, faktor
manajemen kerja
Untuk memberikan estimasi besaran pada setiap faktor di atas adalah sulit
sehingga untuk mempermudah pengambilan nilai yang digunakan, faktorfaktor tersebut digabungkan menjadi satu yang merupakan faktor kondisi
kerja secara umum. Selanjutnya faktor tersebut digunakan sebagai faktor
efisiensi kerja alat (Fa). Faktor efesiensi dapat dilihat pada Tabel 2.13, tetapi
tabel tersebut tidak disarankan bila kondisi operasi dan pemeliharaan mesin
adalah buruk.
Tabel 2.13 Faktor Efisiensi Alat
Pemeliharaan Mesin
Kondisi Operasi
Baik Sekali
Baik sekali
0,83
0,81
0,76
0,7
0,63
Baik
0,78
0,75
0,71
0,65
0,6
Sedang
0,72
0,69
0,65
0,6
0,54
Buruk
0,63
0,61
0,57
0,52
0,45
Buruk sekali
0,53
0,5
0,47
0,42
0,32
Semen
1,00 - 2,00
Pasar
5,00 - 10,0
Agregat kasar
5,00 - 10,0
Superplasticizer
1,00 - 2,00
b) Proses
Proses perhitungan dapat dilakukan secara manual atau menggunakan perangkat
lunak secara sederhana dengan microsoft office, Excel, sesuai dengan rumus di
atas.
c) Keluaran
Proses perhitungan di atas akan menghasilkan harga satuan dasar bahan, misal:
untuk agregat kasar dan agregat halus sebagai keluaran. Harga satuan dasar bahan
olahan ini merupakan masukan dalam proses perhitungan analisis harga satuan
pekerjaan.
di
pabrik/udang
grosir.
Bahan
jadi
dapat
berasal
dari
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan yang dilakukan meliputi:
1. Studi Literatur
Mengumpulkan, membaca, dan menganalisis sumber-sumber pustaka
yang ada kaitannya dengan tema penulisan tugas akhir ini, baik melalui bukubuku, makalah-makalah hasil seminar, jurnal, karya tulis lainnya maupun
bahan-bahan yang didapatkan dari bangku kuliah. Hal ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman terhadap permasalahan yang diangkat sehingga
didapat landasan teori yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan.
2. Survey Pendahuluan
Merupakan kegiatan survey dilapangan dalam skala kecil sebelum
pengumpulan data untuk menghimpun data-data lapangan secara visual di
lokasi tempat pekerjaan akan dilakukan.
Hal-hal yang dilakukan dalam survey pendahuluan antara lain:
a. Melihat langsung kondisi jalan secara umum
b. Menentukan titik awal dan akhir lokasi penelitian
c. Mengambil foto-foto keadaan jalan dan lingkungan di sekitar lokasi
penelitian.
3.2
Pengumpulan Data
1. DataPrimer
Data primer adalah data-data yang diperoleh langsung dilapangan melalui
hubungan langsung dengan objek penelitian, yaitu berupa kondisi awal
dilapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari studi pustaka, karya tulis,dan
badan atau instansi pemerintah. Data sekunder yang dikumpulkan berupa:
a. Data Topografi
b. Data tingkat pertumbuhan lalu lintas
c. Data curah hujan.
d. Daftar harga upah dan bahan.
3.3
Analisa Data
Berdasarkan data primer dan data sekunder, selanjutnya dilakukan analisis
untuk mendapatkan hasil analisa yang diinginkan, yaitu struktur perkerasan lentur
(FlexiblePavement) jalan yang berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun
2013 dan rencana anggaran biaya (RAB).
3.4
Bagan Alir
Bagan Alir (flowchart) adalah bagan (chart) yang menunjukkan alir (flow) di
dalam suatu program atau prosedur sistem secara logika. Dalam hal ini, dapat dilihat
pada Gambar 3.1 untuk bagan alir perencanaan utama dengan ditunjukkan urutanurutan sebagai berikut yaitu perencanaan, dimulai dari persiapan dan studi literatur,
pengumpulan data yang meliputi data primer dan data sekunder (data tanah/CBR
lapangan dan Lalu-lintas harian/LHR) dan data sekunder (data topografi kondisi
disekitar lapangan, data tingkat pertumbuhan lalu lintas, curah hujan, dan harga
satuan), setelah itu diteruskan dengan mengolah data dan verifikasi data yang didapat
maka akan didapat perencanaan tebal perkerasan tersebut hingga dapat diketahui hasil
dari perencanaan. Setelah didapat tebal perkerasan maka dapat dihitung rencana
anggaran biaya (RAB) sehingga didapat kesimpulan akhirnya.
Mulai
Pengumpulan data
Data Sekunder:
Data Primer:
a.
b.
a. Data CBR
lapagan
b. Data LHR (lalu
lintas harian
rata-rata)
c.
Data topografi
Data tingkat pertumbuhan
lalu lintas (i)
Data harga upah dan bahan
Perencanaan
perkerasanlenturjalan,metodeyangdigun
akan adalah Metode PtT-01-2002-B
Perkerasan Alternatif
RAB
Kesimpulan
Selesai
i
Gambar 3.1 Bagan Alir Perencanaan Utama
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan analisis data dan perhitungan perencanaan tebal
perkerasan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan lentur nomor
02/M/BM/2013, pedoman Pd-T-01-2002-B, danprogram SDPJL pada ruas jalan M.
Said Sta 0+000-3+800 Samarinda.
Selain membahas tentang perhitungan tebal perkerasan lentur disini juga
dilakukan perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) yang didapat dari hasil
pengumpulan data maka didapatkan sejumlah data penunjang berupa data primer dan
data sekunder yang kemudian data-data tersebut dianalisa untuk mendapatkan desain
tebal perkerasan dan rencana anggaran biaya pada ruas jalan M.Said Sta 0+0003+800 Samarinda.
4.1
4.1.1
Elemen Perkerasan
Umur Rencana
(Tahun)
20
pondasi jalan
40
40
Jalan
Semua elemen
tanpa penutup
40
Minimum 10
4.2.1
Titik
CBR
0+000
24
0+200
29
0+400
21
0+600
25
0+800
10
1+000
24
1+200
31
1+400
13
1+600
16
1+800
10
21
2+000
11
26
2+200
12
20
2+400
13
12
2+600
14
13
2+800
15
17
3+000
16
23
3+200
17
15
3+400
18
20
3+600
19
24
3+800
20
26
Setelah didapat data CBR hasil survey lalu dicari standar deviasi untuk
mendapatkan CBR desain. Untuk mencari nilai Standar Deviasi didapat dengan cara
berikut:
CBR Urut
CBR Rata-rata
10
20,5
-10,5
110,25
12
20,5
-8,5
72,5
13
20,5
-7,5
56,25
13
20,5
-7,5
56,25
15
20,5
-5,5
30,25
16
20,5
-4,5
20,25
17
20,5
-3,5
12,25
20
20,5
-0,5
0,25
20
20,5
-0,5
0,25
21
20,5
-0,5
0,25
21
20,5
-0,5
0,25
23
20,5
2,5
6,25
24
20,5
3,5
12,25
24
20,5
3,5
12,25
24
20,5
3,5
12,25
25
20,5
4,5
20,25
26
20,5
5,5
30,25
26
20,5
5,5
30,25
29
20,5
8,5
72,25
31
20,5
10,5
110,25
TOTAL
665
= 20,5
4.1.3
rencana (LHR) x VDF , berikut data LHR x VDF pada Tabel 4.2:
Tabel 4.2 LHR2034 (Akhir Umur Rencana)
LHR x VDF
Jenis kendaraan
LHR
VDF4
Mobil penumpang
1628
Mobil angkutan
85
Mobil minibus
305
Bus kecil
0,3
40
0,8
TOTAL ESA
32,6
ESA x 365 x R
241168,932
0,2 x 106
Dari data LHR pada lampiran didapat nilai LHR= 2060, lalu nilai LHR tersebut
dimasukan ke dalam rumus untuk mencari nilai CESA4. Dari hasil perhitungan
didapat nilai CESA4 = 0,2 x 106
4.1.4
yang berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8-2. Nilai yang akurat berbeda-beda
tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk.
Diambil nilai TM yang terkecil TM=1,8 karena merupakan jalan dengan lalulintas
rendah.
4.1.5
(TM x CESA4)
CESA5 =
(1,8 x 0,2x106 )
CESA5 =
0,36 x 106
4.1.6
rencana, untuk pemilihan umur rencana 20 tahun menggunakan nilai CESA 4 seperti
pada Tabel 4.3 sebagai berikut:
4.1.7
desain dan CESA5 yang dimasukan kedalam Tabel 4.4 sebagai berikut:
Jalan Sedang
600
Jalan Kecil
400
Tidak digunakan
4.1.8
4.1.9
kedalam Tabel 4.6 untuk desain perkerasan berbutir dengan lapis aspal tipis.
Memasukan nilai CESA5 tersebut bertujuan untuk mendapatkan masing-masing tebal
perkerasan.
= 20 mm
LPA Kelas A
= 250 mm
= 110 mm
Tabel 4. 7 Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan Berbutir Dengan Lapis Aspal Tipis
Tebal
No
Perkerasan
Lapisan
(mm)
1.
Burda
20
2.
LPA Kelas A
250
3.
110
= 4cm= 2 cm
Burda
BC
= 6 cm
LPA Kelas A
= 25cm
A = 11cm
= 60cm
0,5 m
2,5 m
2,5 m
0,5 m
5m
6m
Gambar 4.1 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur
4.2
cm
cm
13
cm
10
cm
15
cm
= 4cm
= 6 cm
= 10 cm
= 15cm
0,5 m
2,5 m
2,5 m
0,5 m
5m
6m
Untuk detail potongan A-A pada sketsa profil melintang desain tebal perkerasan
lentur dapat dilihat seperti Gambar 4.6 dibawah ini.
= 4cm
Base= 6 cm
= 10cm
B = 15cm
4.3
telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pada bab ini akan disajikan langkahlangkah
dan proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan dengan metode Pt T-01-2002B pada ruas jalan M. Said Kota Samarinda.
Dari hasil pengumpulan data didapatkan sejumlah data berupa data primer dan
data sekunder yang kemudian data-data tersebut dianalisa untuk mendapatkan desain
tebal perkerasan ruas jalan M. Said Kota Samarinda sepanjang 3,800 Km.
4.3.1
yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat. IP merupakan
skala penilaian kinerja struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang antara angka
1sampai 5. Angka 5 menunjukan fungsi pelayanan yang sangat baik dan angka 1
menunjukan fungsi pelayanan yang sangat buruk. Jenis indeks permukaan terbagi
menjadi dua,yaitu:
a. Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo)
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana.
Sesuai dengan tabel 4.8 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)
pada bab IV,
Tabel 4.8 Indeks Permukaan padaAwal Umur Rencana (IPo)
Jenis Lapis Permukaan
Laston
Lasbutag
Lapen
IPo
4
3,9-3,5
3,9-3,5
3,4-3,0
3,4-3,0
2,9-2,5
(Sumber: Pt-T-01-2002-B)
diambil nilai IPosebesar 3,5 dengan jenis lapis permukaan Beton Aspal
(Laston = Asphalt Concrete = AC) yang merupakan lapis permukaan dengan
menggunakan agregat bergradasi baik. Asumsi ini diambil juga berdasarkan
agar tebal perkerasan jalan lebih efisien. IP merupakan skala penilaian kinerja
struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang antara angka 1 sampai 5.
Angka 5 menyatakan fungsi pelayanan yang sangat baik dan angka 1
menyatakan fungsi pelayanan yang sangat buruk.
b. Menentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana telah
diperlihatkan pada tabel 4.9 pada Bab IV dan diambil nilai indeks permukaan
akhir sebesar 2,5.
Fungsi Jalan
Kolektor
arteri
1,5
1,5-2
1,5-2
2
2
2-2,5
2-2,5
2,5
Tol
2,5
(Sumber: Pt-T-01-2002-B)
Nilai IPt yang tersedia pada metode ini berbeda dengan Metode AASHTO
1993, karena pada Metode AASHTO 1993 hanya memiliki 3 nilai yaitu 2; 2,5;
dan 3. Sedangkan untuk metode Pt T-01-2002-B memiliki nilai yang
bervariasi antara 1; 1,5; 2; atau 2,5. Pengambilan nilai 2,5 pada IP t
menyatakan permukaan masih cukup stabil dan baik.
4.3.2
4.3.3
disebut juga sumbu kendali, dan sumbu belakang atau sumbu penahan beban.
Masing-masing sumbu dilengkapi satu, dua atau tiga roda, yang apabila sumbu
dilengkapi dengan satu roda disebut dengan sumbu singlet atau tunggal, apabila
dilengkapi dengan dua roda disebut sumbu tandem atau ganda dan apabila dilengkapi
dengan 3 roda disebut sumbu triple. Sebagai usaha mempermudah untuk
: Truk Ringan
Berat
: 8300 Kg
Konfigurasi sumbu
: 1.2 L
Pembagian Berat
: Depan
: Sumbu Tunggal
= 8300x 34%
= 2822 Kg
= 8300 x 66%
= 5478 Kg
Dengan SN (asumsi) = 1,4 dan IPt = 2,5 didapat nilai faktor ekivalen dengan
cara interpolasi sebagai berikut:
Sumbu Depan:
2724 Kg = 0,015
2822 Kg = X
3632 Kg = 0,043
X =
0,043 0,015
(2822 2724) + (0,155)
3632 2724
X = 0,018
Sumbu Belakang:
5448 Kg = 0,021
5478 Kg = Y
6356 Kg = 0,035
Y =
0,035 0,021
(6356 5448) + (0,021)
6356 5448
Y = 0,021
Dari hasil tersebut nilai faktor ekivalen untuk truk berat adalah:
X + Y = 0,018+ 0,021 = 0,039
Untuk perhitungan nilai ekivalen jenis kendaraan lainnya dikonfigurasi sumbu
dan tipe kendaraan serta berat kendaraan untuk masing-masing kendaraan dengan
nilai SN asumsi sebesar 1,4 dan IPt sebesar 2,5 dapat dilihat pada Tabel 4.10
dibawah ini.
Tabel 4.10 Faktor Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan (E)
Jenis Kendaraan
Sumbu
Roda
Nilai Faktor
Ekivalen
Depan 50%
1000
Single
0,0007
2000 Kg
Belakang 50%
1000
Single
0,0007
0,0014
0,0Bus (1.2)
Depan 34%
3060
Single
0,025
9000 Kg
Belakang 66%
5940
Double
0,029
0,286
Truk (1.2 L)
Depan 34%
2822
Single
0,018
8300 Kg
Belakang 66%
5478
Double
0,021
0,039
4.3.4
dalam 2 arah. Nilai DA berkisar antara 0,3-0,7. Untuk perencanaan umumnya diambil
nilai DA sama dengan 0,5 kecuali pada kasus khusus dimana kendaraan berat
cenderung menuju satu arah tertentu atau pada kasus dimana diperoleh data volume
lalulintas untuk masing-masing arah.
4.3.5
Tabel 4.11 yang menunjukan faktor distribusi lajur untuk jumlah lajur perarah sama
dengan 1 adalah 100% sumbu standar dalam lajur rencana atau DL=1.
Tabel 4.11 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah Lajur PerArah
1
2
3
4
4.3.6
pertumbuhan lalulintas (i), nilai Lintas Harian Rata-rata (LHR) dan faktor umur
rencana (N).
A. Perhitungan Pertumbuhan Lalu Lintas
Jenis kendaraan yang memakai ruas jalan M. Said Kecamatan Sungai Kunjang
beraneka ragam, bervariasi, baik ukuran, berat total, konfigurasi dan beban sumbu.
Oleh karena itu volume lalu lintas umumnya dikelompokkan atas beberapa kelompok
yang masing-masing kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan.
57813 (1+i)
58237
(1+i)
58237/57813
(1+i)
1,0073
1,0073 1
0,0073
841 (1+i)
869
(1+i)
869/882
(1+i)
1,033
1,033 1
0,033
241 (1+i)
259
(1+i)
259/241
(1+i)
1,074
1,074 1
0,074
58237 (1+i)
62713
(1+i)
62713/58237
(1+i)
1,076
1,076 1
0,076
869(1+i)
882
(1+i)
882/869
(1+i)
1,014
1,014 1
0,014
259 (1+i)
278
(1+i)
278/259
(1+i)
1,073
1,073 1
0,073
Jadi angka perhitungan pertumbuhan lalu lintas kendaraan pada setiap tahunnya
dapat dilihat dari Tabel 4.12 dibawah ini:
Mobil Penumpang
Jumlah
2010
i (%)
57813
Truck
Jumlah
58237
2012
62713
Jumlah
869
0,074
259
0,014
882
0,042
i (%)
241
0,033
0,076
Rata-rata
(i)
i (%)
841
0,007
2011
Bus
0,073
278
0,024
0,074
ekonomis.
Dalam perhitungan tebal perkerasan, kita memerlukan data berupa data LHR.
Data ini didapatkan dari peninjauan langsung dilapangan pada ruas jalan M. Said
Kota Samarinda dengan masa tinjau selama 3x24 jam, dari pukul 10.00 WITA sampai
10.00 WITA. Hasil survey dapat dilihat pada Lampiran, berikut ini kesimpulan hasil
LHR yang didapatkan, volume lalu lintas pada tahun 2014 adalah:
Tabel 4.13 Lalu Lintas Harian Rencana 2014 (LHR2014)
LHR2014
Jenis kendaraan
(kendaraan/Hari/2 arah)
Mobil penumpang
1628
Kendaraan
Mobil angkutan
85
Kendaraan
Mobil minibus
305
Kendaraan
Bus kecil
Kendaraan
40
Kendaraan
TOTAL
2060
Kendaraan
LHR 2034 =
40 (1+0,024)20
64
Untuk perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) yang lainya untuk
ruas jalan M. Said Sta 0+000-3+800 Samarinda pada akhir umur rencana pada 20
tahun yang akan datang yaitu tahun 2034 dapat dilihat pada Tabel 4.14 dibawah ini.
Tabel 4.14 LHR2034 (Akhir Umur Rencana)
LHR2034
Jenis kendaraan
(kendaraan/Hari/2 arah)
Mobil Penumpang
3714
Kendaraan
Mobil angkutan
194
Kendaraan
Mobil Mini b us
696
Kendaraan
Bus kecil
Kendaraan
64
Kendaraan
TOTAL
4676
Kendaraan
N=
Contoh salah satu perhitungan faktor umur rencana adalah :
N mobilpenumpang= [(1 +i)ur-1]
i
= 30,434
Perhitungan faktor umur rencana kendaraan lainnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
TingkatPertumbuhan
Kendaraan
(%)
Umur
Rencana (UR)
(tahun)
MobilPenumpang
Mobil Angkutan
0,042
0,042
20
20
30,434
30,434
Mobil Minibus
Bus Kecil
Truk ringan 2 as
0,042
0,074
0,024
20
20
20
30,434
42,842
25,321
LHR 2034
(kend/hari/2 arah)
3714
194
696
8
64
Jumlah
E
kendaraan
0,0008
0,0008
0,0008
0,0361
0,0247
LHR 2034
(lss/hari/2 arah)
2,9712
0,1552
0,5568
0,2888
1,5808
5,5528
Dari beberapa hasil perhitungan data diatas, maka dapat dihitung repetisi
beban selama umur rencana dengan rumus berikut ini :
W18=E kendaraanxLHRix DAx DLx365 xN
Contoh Perhitungan :
W18TRUCK= 0,0247 x 64 x 0,5 x 1 x 365 x 25,321
= 7354,948 lss/ur/lajur rencana
Jenis
Kendaraan
LHR
E
Kendara Kend/hari/ Lss/hari/
an
2 arah
2 arah
i
N
Lss/ur/jrs
rencana
MobilPenu
mpang
0,0008
3714
2,9712
0,042
0
30,434
16501,541
Mobil
Angkutan
0,0008
194
0,1552
0,042
0
30,434
861,567
Mobil
Minibus
0,0008
696
0,5568
0,042
0
30,434
3091,505
Bus kecil
0,0361
0,2888
0,074
0
42,842
2354,803
Truck
ringan 2
sumbu
0,0247
64
1,5808
0,024
0
25,321
7354,948
W18 total
D.
W18
30164,365
reliabilitas
merupakan
upaya
untuk
menyertakan
derajat
Perkotaan
AntarKota
85-99,9
80-99
80-95
50-80
80-99,9
75-95
75-95
50-80
Tingkat
kepercayaan
R (%)
50
60
70
75
80
85
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
99.9
99.99
FR
Deviasi Normal
untuk
Standar
So =
ZR
0.4
-0,000
1,00
-0,253
1,26
-0,524
1,62
-0,674
1,86
-0,841
2,17
-1,307
2,60
-1,282
3,26
-1,340
3,44
-1,405
3,65
-1,476
3,89
-1,555
4,19
-1,645
4,55
-1,751
5,02
-1,881
5,56
-2,054
6,63
-2,327
8,53
-3,090
17,22
-3,750
31,62
FR
untuk
So =
0.45
1
1,3
1,72
2,01
2,39
2,93
3,77
4,01
4,29
4,62
5,01
5,50
6,14
7,02
8,40
11,15
24,58
48,70
FR
untuk
So =
0.5
1
1,34
1,83
2,17
2,63
3,30
4,38
4,68
5,04
5,47
5,99
6,65
7,51
8,72
10,64
14,57
35,08
74,99
(Sumber:WSDOT, 1995)
W18= FRxW18
= 6,65 x 30164,365= 200593,0237lss/lajurrencana
Jadi, prediksi kinerja setelah di kontrol dengan faktor reliabilitas adalah
200593,0237 lss/lajur rencana.
4.3.7
Titik
CBR
0+000
24
0+200
29
0+400
21
0+600
25
0+800
10
1+000
24
1+200
31
1+400
13
1+600
16
1+800
10
21
2+000
11
26
2+200
12
20
2+400
13
12
2+600
14
13
2+800
15
17
3+000
16
23
3+200
17
15
3+400
18
20
3+600
19
24
3+800
20
26
Selanjutnya nilai-nilai CBR diurutkan dari jumlah yang sama atau yang
lebih besar dan di persentasekan seperti pada tabel 4.20 dan dibuat grafik
seperti gambar 4.7.
10
20
100
12
19
95
13
17
85
13
17
85
15
16
80
16
15
75
17
14
70
20
12
60
20
12
60
21
10
50
21
10
50
23
45
24
30
24
30
24
30
25
25
26
15
26
15
29
10
31
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis
Dari grafik tersebut dengan memplotkan 90% pada grafik, diperoleh nilai
CBR Subgrade = 14%. Untuk CBR tanah dasar yang kurang dari CBR desain
sebesar 14%, maka harus dilakukan penanganan khusus seperti yang
ditunjukan pada Gambar 4.8:
0+000
0+200
0+400
0+600
0+800
1+000
24%
29%
21%
25%
10%
24%
1+800
2+000
2+200
2+400
2+600
26%
20%
21%
12%
13%
1+200
1+400
1+600
31%
13%
16%
2+800
3+000
3+200
3+400
17%
23%
15%
20%
3+600
3+800
24%
26%
4.3.8
penunjuk daya dukung lapisan tanah dasar atau subgrade menggantikan nilai CBR
yang selama ini digunakan dengan perhitungan dibawah ini :
MR =1500 (CBR), MRdalam psi
=1500 (14)
=21000 psi
Dari perhitungan diatas didapat nilai MR untuk lapisan timbunan yaitu sebesar 21.000
psi. Tebal minimum setiap lapisan perkerasan berdasarkan mutu daya dukung lapisan
dibawahnya seperti diilustrasikan pada gambar 4.9 di bawah ini.
Menggunakan alternatif 1
1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base)
nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1 minimum
adalah 6 cm.
2. Lapisan Base (Pondasi), nilai a2 = 0,135 dengan D2 minimum adalah 10 cm.
3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas B nilai a3= 0,125 dengan D3
minimum adalah 15 cm.
Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah sebagai
berikut:
a2
0.135
1.112
Log EBS
4,46586
EBS
29232 psi
MRbase
EBS
a3
0.125
0.964
Log ESB
4,24670
ESB
17648 psi
MRsubbase
EsB
29232 psi
17648 psi
21000 psi.
MRbase
29232 psi.
MRsubbase
17648 psi.
4.3.9
dengan SN yang asumsikan yaitu, SN= 1,4. Jika SN yang diperoleh tidak sama, maka
langkah diulang kembali mulai dari asumsi SN sampai ditemukan SN hasil hitungan.
Cara menggunakan nomogram penentu nilai SN adalah :
a. Tarik garis lurus antara nilai Reliabilitas dengan nilai Standar Deviation So
menuju garis bantu pertama.
b. Digaris bantu akan ditemukan titik potong dari penarikan garis pertama.
c. Tarik kembali garis lurus dari garis bantu pertama menuju garis W18dan
diteruskan menuju garis bantu kedua yang akan membentuk titik potong
yang kedua.
d. Dari titik potong kedua tarik garis lurus menuju garis Modulus Resilient
MR dengan satuan psi dirubah menjadi ksi. Teruskan garis lurus menuju
grafik nilai SN dan akan membentuk titik potong yang ketiga.
e. Pilih nilai PSI dan tarik garis lurus mendatar dari titik potong ketiga
menuju grafik nilai PSI, dana kantor bentuk titik potong yang
keempat,yang mana PSI = IPoIpt.
f. Setelah terbentuk titik potong yang keempat tarik garis vertikal ke bawah
dan akan menghasilkan angka SN dari nomogram.
Berdasarkan nomogram penentu nilai SN, diperoleh SN = 1,4, maka nilai SN
hasil hitungan = SN asumsi, tidak perlu dilakukan perhitungan ulang. Penggunaan
nomogram dapat dilihat pada lampiran. Dengan perhitungan nilai MR = 21000 psi =
21 ksi, dan nilai R = 95%, So = 0,5, W18 = 0,20059 (in million), PSI = 1.
Lalu dengan menggunakan rumus:
Diketahui:
SN asumsi =
1,4
So
0,5
MR
21000 psi
PSI
W18
Didapat Hasil:
0,20059 = 0,20059
Dari perhitungan diatas didapat nilai SN Asumsi = 1,4 tidak perlu dilakuka
perhitungan ulang.
4.3.10 Menentukan Koefisien Drainase
Pengaruh kualitas drainase dalam proses perencanaan tebal lapisan perkerasan
dinyatakan dengan koefisien drainase (m). Berdasarkan kondisi dilapangan dengan
pengamatan secara visual dimana dilakukan pengamatan terhadap jalan yang ditinjau
selama 1 hari dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi lingkungan disekitar daerah
perencanaan mempunyai kualitas drainase baik dimana kemampuan menghilangkan
air dari struktur perkerasan selama 1 hari. Dari tabel koefisien drainase 4.21, maka
diambil angka koefisien drainase m2 dan m3=1,25.
Kualitas
Dalam
Drainase
2 jam
Baik
sekali
1-5%
5-25%
>25%
1,4-1,35
1,35-1,3
1,3-1,2
1,20
1 hari
Baik
1,35-1,25
1,25-1,15
1,15-1
1 minggu
sedang
1,25-1,15
1,15-1,05
1-0,80
0,80
1 bulan
Jelek
1,15-1,05
1,05-0,80
0,8-0,6
0,60
Air tidak
Jelek
mengalir
sekali
1,05-0,95
0,95-0,75
0,75-0,4
0,40
= 1,38
SN2
= 1,72
SN3
= 1,4
Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya
dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Tebal minimal
masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan rumus dan perhitunganya
sebagai berikut :
D1*
SN1
a1
1,38
,
3,45 inci
Diambil Tebal D1= 4 inci
SN1* = a1xD1
= 0,4x4
=1,6
SN2*
= SN2 SN1
= 1,72 1,6
= 0,12
D2*
0,71
4x0,135x1,25
D3*
0,675
5,6
(
,
( ,
)
)
Menggunakan Alternatif 2
1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base)
nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1 minimum
adalah 6 cm.
2. Lapisan Base (Pondasi) Tanah Semen, nilai a2= 0,145 dengan D2 minimum
adalah 15 cm.
3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas C nilai a3= 0,112 dengan D3
minimum adalah 15 cm.
Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah
sebagai berikut:
a2
0.145
1.122
Log EBS
4,50602
EBS
32064 psi
MRbase
EBS
a3
0.112
0.949
Log ESB
4,18061
ESB
15157 psi
MRsubbase
EsB
32064 psi
15157 psi
21000 psi.
MRbase
32064 psi.
MRsubbase
15157 psi.
= 1,27
SN2
= 1,83
SN3
= 1,4
SN1
a1
1,27
,
3,175 inci
Diambil Tebal D1*= 4 inci
SN1* = a1xD1*
= 0,4x4
=1,6
SN2*
= SN2 SN1
= 1,83 1,6
D2*
= 0,23
1,36
D3*
6x0,135x1,25
1,0125
(
,
( ,
7,76
Menggunakan Alternatif 3
1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base)
nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1 minimum
adalah 6 cm.
2. Lapisan Base (Pondasi) Tanah kapur, nilai a2= 0,144 dengan D2 minimum
adalah 15 cm.
3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas C nilai a3= 0,112 dengan D3
minimum adalah 15 cm.
Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah
sebagai berikut:
a2
0.14
1.117
Log EBS
4,48594
EBS
30616 psi
MRbase
EBS
30616 psi
a3
0.112
0.949
Log ESB
4,18061
ESB
15157 psi
MRsubbase
EsB
15157 psi
21000 psi.
MRbase
30616 psi.
MRsubbase
15157 psi.
= 1,33
SN2
= 1,83
SN3
= 1,4
Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya
dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Tebal minimal
masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan rumus dan perhitunganya
sebagai berikut :
D1*
SN1
a1
1,33
,
3,325 inci
Diambil Tebal D1*= 4 inci
SN1* = a1xD1*
= 0,4x4
=1,6
SN2*
= SN2 SN1
= 1,83 1,6
D2*
= 0,23
1,36
D3*
6x0,135x1,25
1,0125
7,76
(
,
( ,
Dari hasil perhitungan di atas didapat tebal perkerasan setiap alternatif, dari
ketiga alternatif tersebut diambil tebal perkerasan alternatif 1 karena material yang
digunakan baik dan hasil perhitungan tebal perkerasan alternatif lebih efisien
daripada alternatif yang lain. Seperti tabel dan sketsa pada gambar dibawah ini dan
untuk lebih jelasnya gambar dapat dilihat pada lampiran. Untuk gambar hasil
perencanaan sebagai berikut :
Tabel 4.22 Hasil PerhitunganTebal Perkerasan Alternatif 1
D
Nilai
No
Lapisan
A
SN
AC-WC
1.
Min
(cm)
D
Inch
4
1
0,4
AC-Base
4
6
Lapis Pondasi
2.
0,98
0,135
10
1,86
0,125
15
(Agregat Kelas A)
Lapis Pondasi Bawah
3.
(Agregat Kelas B)
Sumber : Hasil Perhitungan
= 4cm
= 6 cm
= 10cm
= 15cm
0,5 m
2,5 m
0,5 m
2,5 m
5m
6m
Pt T-01-2002-B
SDPJL
02/M/BM/2013
Sub permukaan
2
Lapisan
Base
(cm)
Lapisan
SubBase
(cm)
LPA
Kelas A
AC-WC
AC-BC
CTB
(4cm)
(6cm)
(10cm)
AC-WC
AC-BC
AC-Base (13cm)
(4cm)
(6cm)
Burda (2cm)
Total Lapis
Perkerasan
(cm)
35cm
(15cm)
Agregat
Kelas A
Agregat
Kelas B
(10cm)
(15cm)
LPA
Kelas A
Kerikil
(25cm)
(11cm)
48cm
38cm
Dari Tabel 4.23 dapat dilihat berdasarkan tebal perkerasan yang paling efisien
adalah metode SDPJL dan Pt T-01-2002-B karena total lapisan perkerasan yang
digunakan lebih sedikit dibandingkan metode 02/M/BM2013, sehingga untuk
penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) diambil metode dengan perkerasan yang
lebih efisien.
4.4
Mobilisasi
Jumlah volume = 1 LS
Divisi 3 : Pekerjaan Tanah
3.1(1)
Galian Biasa
= 24700 m2
Divisi 4 : Pelebaran Perkerasan Dan Bahu Jalan
4.2(2a)
Jumlah volume = tebal bahu jalan kelas B x lebar bahu jalan x panjang
= 0,1 x 0,5 x 3800
= 190 m3
Divisi 5 : Perkerasan Berbutir Dan Perkerasan Beton Semen
5.1(1)
6.1(2)(a)
Uraian
B
Perkiraan
Kuantitas
Harga Satuan
Satuan
(Rupiah)
Jumlah HargaHarga
(Rupiah)
f = (d x e)
1,353,030,000
1,353,030,000
DIVISI 1. UMUM
1.2
Mobilisasi
LS
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 1 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
1,353,030,000
Galian Biasa
Penyiapan Badan Jalan
M3
M
6,650
103,568.55
688,730,858
24,700
399.82
9,875,450
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 3 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
698,606,307
M3
190
450,825.73
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 4 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
85,610,318
85,610,318
M3
1,900
473,061,.84
898,817,503
2,850
444,667,68
1,267,302,898
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 5 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
2,166,120,402
Liter
20,900
5,840.95
122,075,942
6.1 (2)(a)
Liter
7,600
7,600
51,509,456
Ton
1,140
472,041..20
538,126,964
Ton
2,280
478,841.82
1,091,759,361
6.3(5a)
6.3(7a)
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 6 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)
1,803,471,723
M2
114
239,728.12
Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 8 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan
27,329,005
27,329,005
Uraian
Umum
Drainase
Pekerjaan Tanah
Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan
Perkerasan Non Aspal
Perkerasan Aspal
Struktur
Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor
Pekerjaan Harian
Pekerjaan Pemeliharaan Rutin
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil analisis tebal lapisan perkerasan lentur pada bab sebelumnya, maka
= 2 cm Burda
D2
D3
=4
cm
=6
cm
= 13
cm
= 10
cm
= 15
cm
= 12,8%
=4
cm
=6
cm
= 10
cm
= 15
cm
= 14%
Dari hasil perancangan dengan ketiga metode diatas, didapatkan nilai tebal
perkerasan lentur yang tidak jauh berbeda, hanya untuk di lapis sub permukaan
dan lapis pondasi saja yang perbedaannya tidak terlalu jauh selain itu nilainya
sama.
Perbedaan nilai tebal perkerasan ini dikarenakan masukan data awal serta
syarat-syarat tiap metode yang berbeda-beda. Dari perancangan yang didapat, hasil
perhitungan yang dilakukan dengan metode Perancangan Tebal Perkerasan Jalan
Lentur Pt T-01-2002-B ini lebih efisien daripada 02/M/B/BM/2013 dan program
SDPJL, ketebalan lapisan perkerasan menggunakan metode ini dikarenakan
besarnya nilai CBR tanah akan menentukan ketebalan lapis perkerasan yang akan
dibuat sebagai lapisan perkerasan diatasnya. Namun, untuk efisiensi dalam hal
anggaran biaya maka diambil tebal perkerasan yang paling tipis yaitu tebal
perkerasan dengan metode Perancangan Tebal Perkerasan Jalan Lentur Pt T-012002-B.
Rencana anggaran biaya (RAB) yang didapat dari perkerasan yang ada maka
didapat Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebesar sebesar Rp. 6.747.584.530
(enam milyar tujuh ratus empat puluh tujuh juta lima ratus lima delapan puluh
empat ribu lima ratus tiga puluh rupiah tiga rupiah) dengan jalan sepanjang 3.8
Km dengan lebar jalan sebesar 6 m.
5.2
Saran
1. Dalam mendesain tebal perkerasan suatu jalan, data-data yang nantinya
dipergunakan sebaiknya diambil langsung kelapangan oleh perencana, agar
memperoleh perencanaan yang sesuai dengan kondisi daerah sekitar
perencanaan.
2. Perencanaan dengan menggunakan program SDPJL sebaiknya terlebih
dahulu dilakukan perhitungan secara manual sebagai pembanding, karena
mungkin saja terjadi kesalahan dari hasil program dikarenakan data-data
asumsi yang dimasukkan. Program SDPJL ini juga mendapatkan hasil yang
kurang sempurna oleh karena itu sebaiknya lebih bisa dipelajari lagi lebih
lanjut.
3. Sebaiknya untuk hasil perhitungan nilai CBR tanah dasar yang kurang dari
14% dan 12,8% itu lebih baik dilakukan perbaikan atau penambahan
timbunan pada tanah dasar untuk meningkatkan nilai CBRnya dengan
menggunakan timbunan pilihan.
4. Dalam perencanaan rencana anggaran biaya proyek pembangunan
diperlukan dasar-dasar pertimbangan yang tepat serta digunakan harga
satuan yang baru, sehingga didapat rencana anggaran biaya yang lebih
optimal.
DAFTAR PUSTAKA