You are on page 1of 138

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN LENTUR (FLEXIBLE


PAVEMENT) PADA JALAN M. SAID SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR
STA 0+000 S/D 3+800 DENGAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN
NOMOR 02/M/BM/2013
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyusun Tugas Akhir
pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat
Oleh:
BUEN BESTARAYA
NIM : H1A110110
Pembimbing:
Ir. YASRUDDIN, MT
NIP. 19601225 199003 1 002

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2014

LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama

: Buen Bestaraya

Nim

: H1A110110

Fakultas

: Teknik

Jurusan

: Teknik Sipil dan Lingkungan

Program Studi

: Teknik Sipil

Judul Tugas Akhir

: Perencanaan

Perkerasan

Jalan

Lentur

(Flexible

Pavement) Pada Jalan M. Said STA 0+000 s/d 3+800


Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
02/M/BM/2013 Samarinda Kalimantan Timur
Pembimbing

: Ir. Yasruddin, MT

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Tugas Akhir yang telah saya buat
ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian
hari penulisan Tugas Akhir ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Lambung Mangkurat.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis,

Buen Bestaraya
(H1A110110)

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) PADA


JALAN M. SAID STA 0+000 S/D 3+800 DENGAN MANUAL DESAIN
PERKERASAN JALAN NOMOR 02/M/BM/2013 SAMARINDA
KALIMANTAN TIMUR

Oleh:
Buen Bestaraya
Pembimbing:
Ir. YASRUDDIN, MT
ABSTRAK

Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat penting. Ruas jalan M.
Said Kota Samarinda salah satu akses menghubungkan wilayah pemukiman penduduk
dan sekitarnya menuju Kota Samarinda dengan kondisi jalan yang rusak serta
berlubang. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan jalan demi memperlancar
akses masyarakat menuju pusat kota.
Perencanaan perkerasan jalan ini untuk mendapatkan tebal struktur perkerasan
lentur dengan menggunakan Program SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan
Lentur) yang berpedoman pada Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Nomor
02/M/BM/2013 serta menggunakan Pedoman Perkersan Lentur Pt T-01-2002-B.
Pada perencanaan tebal struktur perkerasan lentur dengan Program SDPJL
didapat lapis permukaan = 4 cm (AC WC); lapis sub permukaan 1 = 6 cm (AC Base);
lapis pondasi = 10 cm (Agg A) dan lapis pondasi bawah = 15 cm (Agg B). Dengan
menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013
didapat D1 = 4 cm; D1 = 13,5 cm; D2 = 15 cm (CTB) dan D3 = 15 cm. (LPA Kelas A)
lalu menggunakan Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B didapat lapis
permukaan = 4 cm (AC WC); lapis sub permukaan 1 = 6 cm (AC Base); lapis pondasi
= 10 cm (Agg A) dan lapis pondasi bawah = 15 cm (Agg B) lalu diambil tebal
perkerasan yang efisien dengan Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B didapat
rencana anggaran biaya sebesar Rp. 6.747.584.530 dengan panjang jalan 3.8 Km dan
lebar jalan 5 m.
Kata kunci: Perkerasan jalan lentur 02/M/BM/2013, Pedoman Perancangan
Tebal Perkerasan Lentur SDPJL, Pedoman Perkersan Lentur Pt T-01-2002-B.

ROAD PAVEMENT DESIGN bending (FLEXIBLE PAVEMENT) in M. SAID STA 0 +


000 S / D 3 + 800 ROAD PAVEMENT DESIGN WITH MANUAL NUMBER 02 / M / BM
/ 2013 SAMARINDA
EAST BORNEO

By:
Buen Bestaraya
Advisor:
Ir. YASRUDDIN, MT

ABSTRACK
The highway is a very important transportation infrastructure. M. Said
Samarinda one access connecting residential areas and surrounding towards
Samarinda with damaged roads and potholes. Therefore it is necessary for path
planning in order to increase public access to the city center.
Planning pavement to get thick flexible pavement structures using SDPJL
Program (Flexible Pavement Design Software) that is based on the Flexible Pavement
Thickness Design Guideline No. 02/M/BM/2013 as well as the use Pavement
Guidelines Bending Pt T-01-2002-B.
In the thick of planning flexible pavement structure with surface layers obtained SDPJL
Program = 4 cm (AC WC); sub-surface layer 1 = 6 cm (AC Base); base course = 10
cm (AGG A) and sub-base layer = 15 cm (AGG B). Using Flexible Pavement Thickness
Design Guideline No. 02 / M / BM / 2013 obtained D1 = 4 cm; D1 '= 13.5 cm; D2 =
15 cm (CTB) and D3 = 15 cm. (LPA Class A) and then use the Flexible Pavement
Guidelines Pt T-01-2002-B obtained surface layer = 4 cm (AC WC); sub-surface layer
1 = 6 cm (AC Base); base course = 10 cm (AGG A) and sub-base layer = 15 cm (AGG
B) then taken pavement thickness efficient with obtained Flexible Pavement Guidelines
Pt T-01-2002-B budget plan Rp. 6.747.584.530 with the 3.8 Km long and 5 m wide road
.
Keywords: Pavement road bending 02/M/BM/2013, Guidelines for Design of Pavement
Thickness SDPJL Flexible, Flexible Pavement Guidelines Pt T-01-2002

PRAKATA

Bismillahirrahmannirrahiim
Assalamualaikum.Wr.Wb.

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatNya sehingga Tugas Akhir yang berjudul Perencanaan Perkerasan Jalan Lentur
(Flexible Pavement) Pada Jalan M. Said STA 0+000 s/d 3+800 Dengan Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Samarinda ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Tak lupa shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Semoga
kita semua mendapatkan syafaat dari beliau.Amin.
Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian
sarjana (S1) pada Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada segenap pihak yang
telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, yaitu:
1.

Kedua orang tua dan keluarga saya, ayahanda tercinta Ir. M. Salmani MT. dan
ibunda tercinta Effy Herlina yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan
saya selama ini, serta adik saya tercinta Lemitha Anummi yang telah banyak
memberikan doa, dorongan dan semangat, dalam penulisan Tugas Akhir ini
hingga selesai.

2.

Irmalisa yang membuat saya bersemangat melewati hari-hari serta dalam


mengerjakan tugas akhir ini, terimakasih karena selalu ada selalu mengingatkan
selalu memberikan doa dan selalu memberikan semangat selama pengerjaan
Tugas Akhir ini.

3.

Ibu Ulfa Fitriati, M.Eng selaku Ketua Program Studi S-1 Teknik Sipil yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk menyusun Tugas Akhir ini.

4.

Bapak Ir. Yasruddin, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan


ilmunya serta membimbing saya dari awal hingga selesainya Tugas Akhir ini.

5.

Segenap Dosen Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat yang telah


memberikan ilmunya serta motivasi kepada saya.

6.

Seluruh staf Program Studi S1 Teknik Sipil dan Staf-staf Perpustakaan Fakultas
Teknik Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru yang telah membantu
kelancaran dalam administrasi dan peminjaman literatur-literatur yang
dibutuhkan.

7.

Semua instruktur dan teknisi Laboratorium Jalan Raya, khususnya Aminudin


Burhan. Terimakasih untuk bantuannya serta pengetahuan yang telah diberikan.

8.

Seto Prabowo Epsa dan Sedjono Adi Wibowo R. yang satu perjuangan dalam
pembimbing ini yang selalu bersama-sama berjuang untuk dapat menyelesaikan
tugas kita masing-masing.Terimakasih banyak karena sudah banyak sekali
membantu dalam penulisan ini dan terimakasih untuk kerja samanya.

9.

Seluruh teman-teman saya, khususnya anak Teknik Sipil 2010 terimakasih


banyak untuk hari-hari yang sangat berharga serta suka duka yang pernah kita
lalu bersama.

Akhir kata, saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas akhir ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran serta
masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan Tugas akhir ini.
Semoga Tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dan bagi kita semua.

Banjarbaru, Desember 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................................iv
ABSTRACK............................................................................................................................ v
PRAKATA............................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................................viii
DAFTAR TABEL................................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................... xv
DAFTAR NOTASI............................................................................................................... xvi
BAB I ................................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ........................................................................................................... xviii
1.1

Latar Belakang ................................................................................................... xviii

1.2

Tujuan Penelitian ................................................................................................. xix

1.3

Batasan Masalah .................................................................................................. xix

1.4

Manfaat Penelitian ............................................................................................... xix

1.5

Lokasi Penelitian....................................................................................................xx

BAB II................................................................................................................................xxii
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................xxii
2.1

Umum ................................................................................................................. xxii

2.1.1

Pengertian Jalan ........................................................................................... xxii

2.1.2

Sistem Jaringan Jalan................................................................................... xxii

2.1.3

Fungsi Jalan Umum .................................................................................... xxiii

2.1.4

Kelas Jalan .................................................................................................. xxvi

2.1.5

Klasifikasi Jalan Berdasarkan Beban Muatan Sumbu ............................... xxvii

2.2

Struktur dan Perkerasan Jalan............................................................................ xxix

2.3

Struktur Dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) ..................................... xxxiv

2.4

Prosedur Perancangan Perkerasan Lentur....................................................... xxxvii

2.5

Prosedur Perencanaan Pd-T-01-2002-B ............................................................. xlvi

2.6

SDPJL 1.0 (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur).......................................... li

2.6.1

Prinsip Utama dari Software Desain Perkerasan Jalan Lentur ....................... lii

2.6.2

Parameter-parameter Input Perhitungan SDPJL............................................ liii

2.6.3

Proses Perencanaan Perkerasan Menggunakan SDPJL 1.0 ........................... liii

2.6.4

Output Hasil Perencanaan SDPJL ................................................................. lix

2.7

Analisa Harga Satuan............................................................................................ lix

2.7.1

Harga Satuan Dasar (HSD)Tenaga Kerja ...................................................... lx

2.7.2 Harga Satuan Dasar (HSD) Alat .................................................................... lxiii


2.7.3

Harga Satuan Dasar (HSD) Bahan.............................................................. lxxi

BAB III ............................................................................................................................lxxvi


METODE PENELITIAN.................................................................................................lxxvi
3.1

Tahapan Persiapan ............................................................................................ lxxvi

3.2

Pengumpulan Data ............................................................................................ lxxvi

3.3

Analisa Data..................................................................................................... lxxvii

3.4

Bagan Alir........................................................................................................ lxxvii

BAB IV .............................................................................................................................lxxx
HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................................lxxx
4.1

Perencanaan Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan 02/M/BM/2013........... lxxx

4.1.1

Menetapkan Umur Rencana........................................................................ lxxx

4.2.1

Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar................................................... lxxxi

4.1.3

Menentukan Nilai CESA4 ........................................................................ lxxxiii

4.1.4

Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM) .............................................. lxxxiv

4.1.5

Menentukan nilai CESA5 ......................................................................... lxxxiv

4.1.6

Menentukan Tipe Perkerasan................................................................... lxxxiv

4.1.7

Struktur Pondasi Jalan .............................................................................. lxxxv

4.1.8

Menentukan Standar Drainase Bawah Permukaan .................................. lxxxvi

4.1.9

Desain Tebal Perkerasan......................................................................... lxxxvii

4.2

Perencanaan Tebal Perkerasan Dengan SDPJL.....................................................xc

4.2.1

Data Input .......................................................................................................xc

4.2.2

Data Output....................................................................................................xci

4.3

Analisa Data Perhitungan Tebal Perkerasan Dengan Menggunakan Pedoman PdT-01-2002-B .......................................................................................................xciv

4.3.1

Menentukan Indeks Permukaan..................................................................xciv

4.3.2

Asumsi Nilai Struktural Number (SN) ........................................................xcvi

4.3.3

Menentukan Angka Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan ................................xcvi

4.3.4

Menentukan Faktor Distribusi Arah (DA) ...................................................xcix

4.3.5

Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL)...................................................xcix

4.3.6

Menghitung Repetisi Beban Selama Umur Rencana (W18) .......................xcix

4.3.7

Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar.......................................................cix

4.3.8

Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing-Masing Lapisan ....... cxiii

4.3.9

Mencari Nilai SN Dengan Nomogram dan Rumus Log Penentu Nilai SN..cxv

4.3.10 Menentukan Koefisien Drainase..................................................................cxvi


4.3.11 Menentukan Tebal Minimum Masing Masing Perkerasan......................cxvii
4.4

Rencana Anggaran Biaya.................................................................................cxxvii

4.4.1

Perhitungan Total Biaya Pekerjaan...............................................................110

4.4.2

Perhitungan Rencana Anggaran Biaya .........................................................112

BAB V................................................................................................................................113
PENUTUP..........................................................................................................................113
5.1

Kesimpulan ..........................................................................................................113

5.2

Saran ....................................................................................................................115

LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat ............xxix
Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) .........................................xxxviii
Tabel 2.3 Pemilihan Jenis Perkerasan ..........................................................................xl
Tabel 2.4 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB...................xli
Tabel 2.5 Desain perkerasan lentur alternatif ............................................................xlii
Tabel 2.6 Koefisien drainase m untuk lapis berbutir..............................................xliv
Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo) ................................xlvii
Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)................................xlvii
Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)....................................................................xlviii
Tabel 2.10 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi
jalan........................................................................................................xlix
Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur. ....................li
Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis fondasi
agregat (inci) ..............................................................................................li
Tabel 2.13 Faktor Efisiensi Alat .............................................................................lxxiv
Tabel 2.14 Faktor Kehilangan Bahan Curah dan Kemasan pada Pekerjaan Berbasis
Semen atau Beton
Semen...........................................................................lxxiv
Tabel 4.1 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR) ................................................ 62
Tabel 4.2 LHR2034 (Akhir Umur Rencana) ................................................................. 65
Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Perkerasan......................................................................... 67
Tabel 4.4 Desain Pondasi Jalan................................................................................... 68
Tabel 4.5 Koefisien Drainase m untuk Tebal Lapisan ............................................. 69
Tabel 4.6 Perkerasan Berbutir dengan Lapis Aspal Tipis........................................... 70
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan Berbutir Dengan Lapis Aspal Tipis.. 70

Tabel 4.8 Indeks Permukaan padaAwal Umur Rencana (IPo) ................................. xcv
Tabel 4.9 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana(IPt)................................. xcvi
Tabel 4.10 Faktor Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan (E)........................................xcviii
Tabel 4.11 Faktor Distribusi Lajur (DL).................................................................. xcix
Tabel 4.12 Angka Pertumbuhan Kendaraan ............................................................... cii
Tabel 4.13 Lalu Lintas Harian Rencana 2014 (LHR2014)...........................................ciii
Tabel 4.14 LHR2034 (Akhir Umur Rencana) .............................................................. civ
Tabel 4.15 Nilai Faktor Umur Rencana (N)................................................................ cv
Tabel 4.16 LHR dalam kend/hari/2 arah diubah menjadi LHR dalam lss/hari/2 arah cv
Tabel 4.17 Hasil PerhitunganW18 ............................................................................. cvi
Tabel 4.18 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan..................................................... cvii
Tabel 4.19 Nilai Reliabilitas, ZR, dan FR ................................................................ cviii
Tabel 4.20 Data Persentase CBR Subgrade ............................................................... cxi
Tabel 4.21 Koefisien Drainase (m) ......................................................................... cxvii
Tabel 4.22 Hasil PerhitunganTebal Perkerasan Alternatif 1 .................................. cxxv
Tabel 4.23 Perkerasan Setiap Metode.................................................................... cxxvi
Tabel 4.24 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan....................................................... cxxx
Tabel 4.25 Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan.............................................. cxxxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ruas Jalan Utama.................................................................................. xx


Gambar 1.2 Denah Lokasi Penelitian ......................................................................xxi
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan
Lentur....................................................................xxxi
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku..................................................................xxxii
Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit .........................................................xxxiii
Gambar 2. 4 Lapisan Paving Block .....................................................................xxxiv
Gambar 2.5 Dukungan terhadap tepi perkerasan....................................................xlvi
Gambar 2.6 Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur........................... l
Gambar 2.7 Tampilan Awal Program SDPJL 1.0 ....................................................liv
Gambar 2.8 Isian Data Hasil Survey .........................................................................lv
Gambar 2.9 Kolom AADT Rencana .........................................................................lv
Gambar 2.10 Hasil Analisa Traffik...........................................................................lvi
Gambar 2.11 Data untuk Proses Sorting...................................................................lvi
Gambar 2.12 Pengelompokan data lapangan...........................................................lvii
Gambar 2.13 Pengelompokan Data Lendutan .........................................................lvii
Gambar 2.14 Hasil Sort ..........................................................................................lviii
Gambar 2.15 Hasil Output ......................................................................................lviii
Gambar 3.1 Bagan Alir Perencanaan Utama
...........................................................lxxviii
Gambar 3. 2 Bagan Alur Metode Pt T-01-2002-B ...............................................lxxix
Gambar 4.1 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur
.......................lxxxix
Gambar 4.2 Data Input Awal Program SDPJL......................................................... xc
Gambar 4.3 Data Input Akhir Program SDPJL ....................................................... xci
Gambar 4.4 Data Output Program SDPJL.............................................................. xcii

Gambar 4.5 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur .................xciii
Gambar 4.6 Sketsa Detail Pot. A-A Desain Tebal Perkerasan .............................. xciv
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis ............. cxii
Gambar 4.8 CBR yang Perlu Penanganan Khusus ................................................. cxii
Gambar 4. 9 Ilustrasi Penentuan Tebal Minimum SetiapLapis Perkerasan...........cxiii
Gambar 4.10 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur................ cxxvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Kartu Kegiatan Asistensi

LAMPIRAN 2

Berita Acara Dan Surat Menyurat

LAMPIRAN 3

Faktor Ekuivalen Beban

LAMPIRAN 4

Data Lalu Lintas Selama 24 jam

LAMPIRAN 5

Data Perhitungan Nilai CBR

LAMPIRAN 6

Nomogram Penentuan Nilai SN

LAMPIRAN 7

Daftar Harga Satuan

LAMPIRAN 8

Rekapitulasi Perhitungan

LAMPIRAN 9

Perhitungan Rencana Anggaran Biaya

LAMPIRAN 10

Gambar Dilapangan

LAMPIRAN 11

Gambar Kerja

DAFTAR NOTASI

CESA

= Cumulative Equivalent Standard Axles

CESA4

= Cumulative Equivalent Standard Axles Pangkat 4

CESA5

= Cumulative Equivalent Standard Axles Pangkat 5

TM

= Traffic Multiplier Untuk Desain Perkerasan Beraspal

VDF

= Vehicle Damage Factor

W18 (Wt) = Volume Kumulatif Lalu Lintas Selama Umur Rencana.


ZR

= Deviasi Normal Standar Sebagai Fungsi Dari Tingkat Kepercayaan


(R), Yaitu Dengan Menganggap Bahwa Semua Parameter Masukan
Yang Digunakan Adalah Nilai Rata-Rata.

S0

= Gabungan Standart Error Untuk Perkiraan Lalu Lintas Dan Kinerja.

IP

= Perbedaan Antara Indeks Pelayanan Pada Awal Umur Rencana (IP0)

MR

= Modulus Resilien Tanah Dasar Efektif (psi)

IPf

= Indeks Pelayanan Jalan Hancur (Min 1,5)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Jalan raya adalah suatu tempat atau area yang berbentuk jalur yang digunakan

sebagai prasarana transportasi, baik menggunakan kendaraan maupun pejalan kaki.


Sehubungan dengan perkembangan lalu lintas yang demikian pesat, maka untuk dapat
meningkatkan pelayanan jalan yang baik dari segi geometrik, struktur perkerasan,
maupun kapasitas, maka diperlukan suatu perencanaan teknis yang terbaik dan
ekonomis dengan memperhatikan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan serta
faktor lingkungan.
Kota Samarinda sebagai ibukota provinsi Kalimantan Timur memerlukan
prasarana jalan untuk menunjang pembangunan dibidang ekonomi seiring dengan
meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi yang dapat menghubungkan
daerah-daerah terpencil dengan desa-desa atau pusat pemukiman di sekitarnya
menuju ke pusat kota. Salah satu kawasan atau daerah yang diperlukan peningkatan
infrastruktur jalan yaitu ruas jalan M. Said yang merupakan ruas jalan yang terletak
di kecamatan Sungai Kunjang menuju ke kota Samarinda.
Jalan M. Said kecamatan Sungai Kunjang dipilih untuk diteliti karena
merupakan jalan akses pemukiman yang padat penduduk, dimana panjang jalannya
kurang lebih dari 3,80 km dan jalan yang ada kondisinya rusak serta berlubang dan
struktur lapis perkerasannya masih menggunakan lapis pondasi bawah dari material
laterit dengan lebar badan jalan yang ada hanya 5 meter. Selain hal tersebut jalan M.
Said adalah salah satu akses menghubungkan wilayah pemukiman penduduk dan
sekitarnya menuju ke Kota Samarinda.
Adapun perencanaan perkerasan ruas jalan M. Said digunakan perkerasan
lentur (fleksibel) yang sesuai dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun

2013, Program Software Desain Perkerasan Lentur (SDPJL) dan Metode Pt T-012002-B.
Perbedaan mendasar

dari ketiga metode tersebut adalah pada cara

mendapatkan hasil tebal perkerasan dimana perhitungan dari metode 02/M/BM/2013


menggunakan tabel perhitungan, program SDPJL menggunakan software, dan
metode Pt T-01-2002-B menggunakan perhgitungan dan grafis.

1.2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Merencanakan tebal perkerasan lentur sesuai Pedoman Perkerasan Jalan Lentur


Nomor 02/M/BM/2013 yang diperiksa menggunakan Pedoman Pt-T-01-2002B dan menganalisis tebal perkerasan lentur dengan menggunakan program
SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) pada ruas jalan M. Said Kota
Samarinda
b. Menganalisis Rencana Anggaran Biaya (RAB) berdasarkan ketebalan lapisan
yang paling tipis dengan menggunakan AHSP 2013

1.3

Batasan Masalah
Menyadari akan luasnya permasalahan dalam perencanaan suatu jalan yang

mencakup berbagai aspek, maka dalam penyusunan tugas akhir ini hanya membatasi
permasalahan pada perencanaan desain tebal perkerasan lentur, dan menghitung
rencana anggaran biaya (RAB) untuk ruas jalan M. Said Samarinda.
1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rencana tebal perkerasan

jalan serta rencana anggaran biaya (RAB). Diharapkan hasil ini bisa bermanfaat dan
bisa menjadi acuan dalam suatu perencanaan perkerasan jalan.

1.5

Lokasi Penelitian
Letak jalan yang dilakukan penelitian berada di provinsi Kalimantan Timur atau

tepatnya di ruas jalan M. Said kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda. Berikut
ini adalah layout dari ruas jalan M. Said Kota Samarinda.
Untuk daerah ruas jalan rencana sendiri dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 1.1 Ruas Jalan Utama

Untuk Denah Lokasi Perencanaan bisa dilihat pada Gambar 1.2 berikut ini:

Gambar 1.2 Denah Lokasi Penelitian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Umum

2.1.1

Pengertian Jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian

jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang di peruntukkan untuk


lalu lintas baik menggunakan kendaraan maupun jalan kaki yang menghubungkan
dari satu daerah ke daerah lain.
Sebagai prasarana transportasi, jalan harus memenuhi syarat sesuai dengan
fungsinya yaitu memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang
lain dengan cara aman, nyaman, lancar dan ekonomis.(Sumber: Undang-Undang
Jalan No. 38 Tahun, 2004)

2.1.2

Sistem Jaringan Jalan


Dengan kemajuan jaman yang begitu pesat, maka tuntutan perekonomian,

pendidikan, dan hal-hal lainnya yang merupakan tuntutan hidup membuat tuntutan
akan pelayanan terhadap transportasi semakin besar. Dari jenis kendaraan, ukuran
dan jumlah semua juga ikut berubah pula sehingga masalahmasalah seperti
kelancaran arus lalu lintas, kenyamanan dan hal-hal lainnya yang membuat kinerja
jalan menurun mencuat kepermukaan, oleh karena itu perlunya diadakan batasanbatasan. Batasan-batasan tersebut itulah yang membuat jalan diklasifikasikannya.
Sistem jaringan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional, yang
menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi. Jaringan jalan primer

menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota
jenjang ketiga, dan kota-kota dibawahnya sampai kepersiil dalam satu satuan
wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan.
Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota jaringan jalan
primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat
berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer
antara lain: Industri berskala regional, Bandar Udara, Pasar Induk, Pusat
perdagangan skala Regional/Grosir.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang kota yang menghubunkan kawasan-kawasan yang memiliki fungsi
primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga
dan seterusnya sampai keperumahan.

2.1.3

Fungsi Jalan Umum


Berdasarkan fungsinya, jalan umum dapat dikelompokkan kedalam:

1. Jalan Arteri Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kedua.
Untuk jalan arteri primer wilayah perkotaan, mengikuti kriteria sebagai
berikut:
a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan arteri primer luar kota.
b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
60 km/jam.
d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.

e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional.
Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang
alik dan lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.
f. Kendaraan angkutan berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan
menggunakan jalan ini.
g. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan masuk/akses
langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter.
h. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu, sesuai dengan volume lalu
lintasnya.
i. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi
jalan yang lain.
j. Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas harian ratarata.
k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan ini seharusnya tidak diijinkan.
2. Jalan Kolektor Primer, ialah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang kedua atau kota menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang ketiga. Untuk wilayah perkotaan kriterianya adalah:
a. Jalan kolektor primer kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar
kota.
b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
c. Dirancang untuk kecepatan rencana 40 km/jam.
d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
e. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien jarak antaranya lebih dari 400
meter.
f. Kendaraan angkutan berat dan bus dapat dijinkan melalui jalan ini.
g. Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu
lintasnya.
h. Kapasitasnya sama atau lebih besar dari volume lalu lintas harian rata-rata.

i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak
diijinkan pada jam sibuk
j. Dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang cukup.
k. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari pada jalan arteri primer.
3. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persiil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persiil atau
kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan
kota dibawahnya, atau kota jenjnag ketiga dengan persiil atau kota dibawah
jenjang ketiga sampai persiil. Kriteria untuk jalan lokal primer adalah:
a. Merupakan terusan jalan lokal pimer luar kota.
b. Melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
c. Dirancang umtuk kecepatan rencana 20 km/jam.
d. Kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini.
e. Lebar jalan tidak kurang dari 6 meter.
f. Besarnya LHR pada umumnya paling rendah pada sistem primer.
Kawasan primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi
primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai
pelayan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.
4. Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan kesatu dengan kawasan sekunder
kedua. Kriteria untuk jalan perkotaan:
a. Dirancang berdasarkan kecepatan rancang paling rendah 20 km/jam.
b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
c. Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini
didaerah pemukiman.
d. Lokasi parkir pada jalan dibatasi.
e. Harus mempunyai perlengkapan jalan cukup.
f. Besarnya LHR pada umumnya lebih rendah dari sistem primer.

5. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan antar kawasan sekunder ketiga atau


dibawahnya dan kawasan sekunder dengan perumahan. Kriteria untuk daerah
perkotaan adalah:
a. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam.
b. Lebar jalan tidak kurang dari 5 meter.
c. Kendaraan angkutan barang dan bus tidak diijinkan melalui jalan ini
didaerah pemukiman.
d. Besarnya LHR umumnya paling rendah.
2.1.4

Kelas Jalan
Berdasarkan pasal 19 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas jalan berdasarkan:


1. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan
dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
2. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan
bermotor.
Pengelompokkan jalan menurut kelas jalan terdiri atas beberapa kelas, antara
lain adalah:
a. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak
melebihi 18000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu
terberat 10 ton.
b. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm,
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan
muatan sumbu terberat 8 ton.
c. Jalan Kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm,

ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm, dan
muatan sumbu terberat 8 ton.
d. Jalan Khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
Fungsi jalan menggambarkan kemungkinan tipe lalu lintas yang akan
menggunakan jalan. Jalan arteri, atau jalan nasional, atau jalan kelas 1 secara nyata
menggambarkan bahwa perkerasan jalan harus mampu menerima beban lalu lintas
yang lebih berat dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya. Hal ini sangat
mempengaruhi tebal perkerasan jalan tersebut.

2.1.5 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Beban Muatan Sumbu


Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan,
jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi,
pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik
masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu
terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut
muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:
1.

Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan
lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia,
namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis
telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton.

2.

Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang

tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10
ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.
3.

Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton;

4.

Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.

5.

Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton.

Tabel 2.1 Klasifikasi Penggunaan Jalan menurut Muatan Sumbu Terberat


Dimensi Maksimum dan MST Kendaraan Bermotor yang
KELAS

FUNGSI

JALAN

JALAN

Diizinkan Menggunakan Jalan


Lebar

Panjang

MST
Tinggi (mm)

(mm)

(mm)

(Ton)

UU No.14/1992, ps. 7, dan PP No.43/1993, ps. 11 ayat (1)

PP No.44/1993, ps. 115

RUU LLAJ 2005 ps. 12 ayat (1) s.d. (4)

ayat (1) huruf b

2500

18000

> 10

2500

18000

10

2500

18000

2500

12000

2100

9000

Arteri
II
Arteri atau
IIIA

4200 dan 1,7 x Lebar

Kolektor
kendaraan
IIIB

Kolektor
Lokal &

IIIC
Lingkungan

2.2

Struktur dan Perkerasan Jalan


Jalan memiliki persyaratan dari segi konstruksi yaitu harus kuat, awet dan

kedap air. Jika dilihat dari segi pelayanan jalan harus rata, tidak licin, geometrik
memadai dan ekonomis. Untuk itu membutuhkan suatu rancangan perkerasan yang
mampu melayani beban berupa lalu lintas. Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan
jalan yang menggunakan bahan khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan
ikat. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali. Sedangkan
bahan ikat yang digunakan berupa aspal dan semen.
Perencanaan perkerasan yang efektif adalah salah satu dari berbagai aspek lain
dari perencanaan jalan. Perkerasan adalah bagian dari jalan raya yang sangat penting

bagi pengguna jalan. Kondisi dan kekuatan dari jalan raya sering dipengaruhi oleh
kehalusan atau kekasaran permukaan jalan. Keadaan perkerasan yang baik dapat
mengurangi biaya pengguna, penundaan waktu perjalanan, tabrakan dan pemakaian
bahan bakar.
Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas
tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu. Dengan
demikian perencanaan tebal masing masing lapis perkerasan harus diperhitungkan
dengan optimal.

Perkerasan jalan dibedakan menjadi empat bagian, yaitu:


1. Perkerasan lentur (Flexible Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal yang digunakan sebagai bahan
pengikat. Lapisan perkerasan bersifat menahan beban lalu lintas dan menyebarkan
ketanah dasar, tanpa menimbulkan kerusakan.
Secara umumnya konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisanlapisan yang
diletakkan pada tanah dasar. Lapisanlapisan tersebut berfungsi untuk menerima
beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya. Ada jenis struktur
perkerasan yang diterapkan pada struktur perkerasan jalan baru yaitu terdiri atas:

Struktur perkerasan pada permukaan tanah asli

Struktur perkerasan pada timbunan

Struktur perkerasan pada galian.

Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.1
berikut ini.

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur


2. Perkerasan kaku (Rigid Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan
pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar
dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul

oleh pelat beton. Untuk lapisan-lapisan pada perkerasan kaku dapat dilihat pada
gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku

Ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu sebagai berikut:


a. Perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan (Jointed Plain
Concrete Pavement).

b. Perkerasan beton semen bertulang dengan sambungan (Jointed Reinforced


Concrete Pavement).
c. Perkerasan beton semen tanpa tulangan (Continuosly Reinforced Concrete
Pavement).
d. Perkerasan beton semen prategang (Prestressed Concrete Pavement).
e. Perkerasan beton semen bertulang fiber (Fiber Reinforced Concrete
Pavement).
Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan lentur.Pada
perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Hal
ini terkait dengan sifat pelat beton yang cukup kaku, sehingga dapat menyebarkan
beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada
lapisanlapisan di bawahnya.

3. Perkerasan komposit (Composite Pavement)


Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat
berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas
perkerasan lentur. Lapisan-lapisan perkerasan komposit dapat dilihat pada Gambar
2.3 berikut ini.
Lapisan permukaan (surface)

Plat beton (concrete slab)

Lapisan pondasi bawah (subbase)


Lapisan tanah dasar
(subgrade)

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit

4. Perkerasan Paving Block (Concrete Block)


Yaitu perkerasan yang terbuat dari campuran pasir dan semen ditambah atau
tanpa campuran lainnya (abu batu atau lainnya). Paving block atau blok beton
terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatu omposisi bahan bangunan yang terbuat
dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat
dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton
tersebut, sedangkan menrut SK SNI T-04-1990-F paving block adalah segmensegmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak
yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung Kumara,1992;
Akmaluddin dkk. 1998). Untuk lapisan-lapisan perkerasan paving block dapat
dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2. 4 Lapisan Paving Block

2.3

Struktur Dan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)


Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani

beban lalu lintas ringan sampai dengan sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan
sistem utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau
perkerasan dengan konstruksi bertahap. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari
lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisanlapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya
kelapisan dibawahnya.

Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah:


1. Dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential
settlement) terbatas.
2. Mudah diperbaiki.
3. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja.
4. Memiliki tahanan geser yang baik.
5. Warna perkerasan memberikan kesan tidak silau bagi pemakai jalan.
6. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan terbatas
atau kurangnya data untuk perencanaan.
Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah:
1. Tebal total struktur perkerasan lebih tebal dari pada perkerasan kaku.
2. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan.
3. Frekuensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan kaku.
4. Tidak baik digunakan jika serig digenangi oleh air.
5. Membutuhkan lebih banyak agregat.
Struktur perkerasan lentur menurut Pedoman Perancanaan Tebal Perkerasan
Lentur (Rancangan 3) umumnya terdiri atas:
1. Lapisan permukaan (surface course)
Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas dan
berfungsi sebagai :

Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas


tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap
kelapisan bawahnya.

Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan


akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

2.

Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah.

Lapisan pondasi atas (base course)

Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan pondasi
permukaan dinamakan lapisan pondasi atas yang berfungsi sebagai:

Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.

Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

Bantalan terhadap lapisan permukaan.

3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)


Lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar
dinamakan lapisan pondasi bawah, yang berfungsi sebagai:

Bagian dari konstrusi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah


dasar.

4.

Efisiensi penggunaan material.

Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.

Lapisan pertama, agar perkerasan dapat berjalan lancar.

Lapisan tanah dasar (subgrade)


Lapisan tanah dasar setebal 50-100cm diatas akan diletakkan dilapisan pondasi
bawah dinamakan lapisan tanah dasar.
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya

baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan didapatkan atau tanah yang
distribusiakan dengan kapur atau bahan lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Masalah-masalah yang sering ditemui terkait dengan lapisan tanah dasar adalah:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dan rusaknya struktur
perkerasan jalan secara menyeluruh akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut pada jenis tanah yang memiliki sifat
plastisitas tinggi. Perubahan kadar air tanah dasar dapat berkibat terjadinya
retak dan atau perubahan bentuk. Faktor drainase dan kadar air pada prses

pemadatan tanah dasar sangat menentkan kecepatan kerusakan yang mungkin


terjadi.
c. Perbedaan daya dukung tanah akibat perbedaan jenis tanah sukar ditentukan
secara pasti. Penelitian yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar
disepanjang jalan dapat mengurangi dampak akibat tidak meratanya daya
dukung tanah dasar.
d. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan tanah
lunak dibawah tanah yang terletak dibawah lapisan tanah dasar sangat
membantu mengatasi masalah ini.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

2.4 Prosedur Perancangan Perkerasan Lentur


Berdasarkan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan LenturManual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga tahun 2013.
Untuk menentukan nilai struktur yang diperlukan dapat dilihat dari langkahlangkah berikut ini:

1.

Umur Rencana
Untuk menentukan umur rencana jalan bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR)
Jenis
Perkerasan
Perkerasan
lentur

Elemen Perkerasan

Umur Rencana
(Tahun)

lapisan aspal dan lapisan


berbutir dan CTB

20

pondasi jalan

40

semua lapisan perkerasan


untuk area yang tidak
diijinkan sering
ditinggikan akibat
pelapisan ulang, misal :
jalan perkotaan, underpass,
jembatan, terowongan.

40

Cement Treated Based


Perkerasan
Kaku

lapis pondasiatas, lapis


pondasi bawah, lapis beton
semen, dan pondasi jalan.

Jalan
tanpa
penutup

Semua elemen

40

Minimum 10

Catatan:
1 . Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan

2.

2.

umur rencanaberbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted


whole of life cost, dimana
ditunjukkanbahwaumurrencanatersebutdapatmemberikandiscountedwholeoflifecosttere
ndah.
Umurrencanatidakbolehdiambilmelampauikapasitasjalan padasaatumurrencana.

Menentukan nilai CESA4

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load
(CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur
desain selama umur rencana,yang ditentukan sebagai:
ESA =(jeniskendaraanLHRTxVDF)............................................................ 1

CESA =ESAx365xR.........................................................................2
Dimana
ESA
:lintasan sumbu standar ekuivalen (equivalent standar axle)
untuk 1 (satu) hari

3.

LHRT

: lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu

CESA

: kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana

: faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM)


Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah
pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat
lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. Nilai TM kelelahan lapisan
aspal (TMlapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia
adalah berkisar 1,8-2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban
berlebih pada kendaraan niaga didalam kelompok truk.

4.

Menentukan nilai CESA5


Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan
dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan menggunakan
persamaan berikut:
CESA5=(TM x CESA4)..............................................................................3

5.

Menentukan tipe perkerasan


Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur
rencana, dan pondasi jalan. Batasan di dalam Tabel 2.3 tidak absolut desainer
juga harus mempertimbangkan biaya selama umur pelayanan terendah, batasan
dan kepraktisan konstruksi. Tabel pemilihan jenis perkerasan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Pemilihan Jenis Perkerasan

6.

Menentukan subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade


Panjang rencana jalan harus dibagi dalam segmen segmen yang seragam
(homogen) yang mewakili kondisi pondasi jalan yang sama:
a. Apabila data yang cukup valid tersedia (minimal 163 data pengujian
per segmen yang dianggap seragam), formula berikut dapat
digunakan :
CBR karakteristik = CBR rata2 1.3 x standar deviasi .............................4
Data CBR dari segmen tersebut harus mempunyai koefisien variasi
25% - 30% (standar deviasi/nilai rata-rata).
b. Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat
digunakan sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah

yang tidak umum dapat menunjukkan daerah tersebut membutuhkan


penanganan khusus, sehingga dapat dikeluarkan, dan penanganan
yang sesuai harus disiapkan.
7.

Menentukan struktur pondasi jalan


Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang,
tiang pancang mikro atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk
memberikan landasan pendukung struktur perkerasan lentur.

8.

Menentukan struktur perkerasan


Solusi Perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan
pertimbangan biaya terkecil yang ada pada Tabel 2.4 sebagai berikut:
Tabel 2.4 Desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB

Dan pada Tabel 2.5 merupakan desain perkerasan lentur alternatif yang digunakan
jika HRS dan CTB sulit untuk dilaksanakan, namun desain perkerasan lentur tetap
lebih mengutamakan desain menggunakan Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Desain perkerasan lentur alternatif

Catatan: Tabel 2.5 hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk dilaksankan, namun untuk
desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain Tabel 2.4.

9.

Periksa dengan menggunakan Pd T-01-2002-B


Setelah semua perhitungan dilakukan maka hasil perhitungan secara struktur
diperiksa dengan menggunakan Pd T-01-2002-B.

10.

Menentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan


Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus
disediakan untukmemenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

Seluruhlapispondasi bawah (subbase) harusdapat mengalirkanair.

Desainpelebaran

perkerasan

harus

menjamin

tersedianya

drainase

yangmemadai dari lapisanberbutir terbawahpadaperkerasaneksisting.

Lapis terbawah perkerasan harus dapat mengalirkan air atau tebal lapis
perkerasan berbutir efektif harus dikalikan dengan faktor m. Jalur air dengan
batas timbunan paling tidak 500 m dari lapisan berbutir ke tepi timbunan (titik
Free drainage) harus dianggap dapat mengalirkan air. Drainase melintang
pada titik rendah atau pada pusat 10 m harus dianggap memberikan free
drainage pada sub base.

Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan
tanah sekitarnya, baik didaerah timbunan ataupun dipermukaan tanah asli,
maka harus dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan
keadaan ini dapat dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase
bawah permukaan tidak tersedia atau jika muka air tanah lebih tinggi dari 600
mm dibawah tanah dasar maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor
m untuk tebal lapis berbutir sesuai AASHTO 93 pasal 2.4.1.

Drainase bawah permukaan harus disediakan didekat saluran U dan struktur


lain yang menutup aliran air dari setiap lapisan sup base. Lubang kecil
(weepholes) harus ditempatkan secara benar selama konstruksi namun tidak
dapat dijadikan satusatunya metode yang dilakukan. Secara umum drainase
bawah permukaan harus diupayakan untuk disediakan.

Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada kemiringan yang


seragam tidak kurang dari 0,5% sehingga air akan mengalir dengan bebas
sepanjang drainase sampai ke titik keluar (outletpoint). Selain itu harus juga
tersedia titik akses untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan
(discharge point) pada jarak tidak lebih dari 60 m.

Elevasititik masuk dan pembuangan drainase bawah permukaan harus lebih


tinggi dari muka banjir rencana sesuai standar desain drainase.
Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan yang umumnya

terjadi pada daerah perkotaan, harus digunakan koefisien m pada desain


ketebalan lapis pondasiberbutir sesuai dengan aturan AASHTO 93 pasal 2.4.1 dan
Tabel 2.6. Faktor m tersebut digunakan untuk check dengan metode AASHTO
1993. Tebal lapis pondasi berbutir dari Tabel 2.4 harus disesuaikan dengan
membagi tebal desain lapis berbutir dengan faktor m. Nilai yang didapat menjadi
tebal desain lapis pondasi berbutir.

Tabel 2.6 Koefisien drainase m untuk lapis berbutir

11.

Menentukan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan


Struktur perkerasan memerlukan daya dukung tepi yang cukup, terutama bila
terletak pada tanah lunak atau tanah gambut. Ketentuan daya dukung tepi harus
dinyatakan secara terinci di dalam gambar gambar kontrak (drawings).

Ketentuan minimum adalah:

Setiap lapis perkerasan harus dipasang sampai lembar yang sama atau lebih
dari nilai minimum yang dinyatakan dalam Gambar 2.5.

Timbunan tanpa penahan pada tanah lunak (CBR <2%) atau tanah gambut
harus dipasang pada kemiringan tidak lebih curam dari 1V : 3H

Gambar 2.5 Dukungan terhadap tepi perkerasan


Lapisan penopang dan peningkatan tanah dasar harus diperpanjang sama ke bawah
median sebagaimana dalam Gambar 2.5. Area median harus terdrainase baik atau
diisi dengan lean mix concerete atau dengan bahan pengisi kedap untuk menghindari
pengumpulan air dan merusak tepi perkerasan.
2.5

Prosedur Perencanaan Pd-T-01-2002-B


Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 perhitungan

perkerasan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan


Pd-T-2002-B. Berikut prosedur perencanaan Pd-T-2002-B.
Diadopsi dari Metode AASHTO1993 dengan langkah-langkah perencanaan
sebagai berikut:
a.Menentukan Indeks Permukaan awal (IP0)yaitu kinerja struktur perkerasan

dengan menggunakan tabel khusus untuk jenis perkerasan yang


dipergunakan untuk lapis permukaan.
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu
diperhatikan jenis lapis perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan
Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)

b. Menentukan Indeks Permukaan akhir (IPt) sesuai Metode PtT-012002-B yang mempunyai lebih banyak pilihan nilai dibandingkan dengan
MetodeAASHTO 1993.
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan.
Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)

c. Mengasumsikan nilai SN yang digunakan untuk menentukan angka


ekivalen.
d. Menentukan angka ekivalen setiap jenis kendaraan dengan terlebih

dahulu menentukan angka ekivalen masing-masing sumbu.


Angka ekuivalen (E) asing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran. Tabel ini hanya berlaku
untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak
berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus
dipergunakan.
=[

]4...............5

e. Menentukan faktor distribusi arah (DA) jika volume lalulintas yang tersedia
dalam 2 arah DA berkisar antara 0,30,7. Untuk perencanaan pada
umumnya diambil nilai DAsenilai 0,5.
f.

Menentukan faktor distribusi lajur (DL) yaitu faktor distribusi kelajur


rencana.
Tabel 2.9 Faktor Distribusi Lajur (DL)

g. Menghitung lintas ekivalen selama umur rencana(W18).


W18 = DD x DL x W18...............................................................................6
Dimana :
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi laju
W18= beban gandar standar kumulatif untuk dua arah
h. Menentukan reabilitas/reability ,tingkat reabilitas tinggi menunjukan jalan
yang melayani lalulintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling
rendah yaitu 50% menunjukan jalan lokal.

Tabel 2.10 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi


jalan.

i.

Menentukan MR tanah dasar berdasarkan korelasi dengan nilai


CBRsegmen.

j.

Menentukan nilai SN (inci) dengan menggunakan nomogram, nilai SN


harus sama dengan SN yang telah diasumsikan diawal, apabila nilai SN
belum sama maka langkah perencanaan diulang kembali mulai dari
asumsi nilai SN. Nomogram perkerasan lentur bisa dilihat pada Gambar
2.6 sebagai berikut:

Gambar 2.6 Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur

k.

Menentukan koefisien drainaselapis pondasi dan lapis pondasi bawah.

Tabel 2.11 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.

l.

Menentukan tebal minimum masing-masing perkerasan.

Tabel 2.12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi
agregat

2.6

SDPJL 1.0 (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur)


Software Desain Perkerasan Jalan Lentur adalah alat bantu perencanaan teknis

perkerasan jalan dengan menggunakan komputer yang pada mulanya dikembangkan


oleh Central Design Office BIPRAN pada tahun 1983 (RDS). Kemudian seiring
dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan jalan dan
perkembangan spesifikasi, maka software perencanaan perkerasan jalan dimodifikasi
disesuaikan dengan kebutuhan.

Software Desain Perkerasan Jalan Lentur merupakan pemutakhiran perangkat


lunak sebelumnya yaitu Roads Design System (RDS), dengan bantuan komputer yang
dapat berdiri sendiri dan dapat menampung perubahan dan perkembangan pemakaian
material dan spesifikasi yang digunakan.
SDPJL ini hanya sebagai alat bantu perhitungan perencana dalam proses
mendesain perkerasan jalan lentur yang merujuk pada Pedoman Interim Desain
Perkerasan Jalan Lentur No 002/P/BM/2011. Dalam aplikasinya pemakai perangkat
lunak ini masih memerlukan data dan perhitungan secara manual dan secara mandiri
harus melakukan pertimbangan teknik terhadap keluarannya, sehingga menjadi
desain yang sesuai dengan kebutuhan.

2.6.1 Prinsip Utama dari Software Desain Perkerasan Jalan Lentur


Beberapa prinsip utama dari software ini antara lain:
1. Penyeragaman dalam metoda pengambilan data lapangan dan metoda
perencanaan untuk seluruh Indonesia, sehingga memudahkan dan mempercepat
pemantauan (monitoring).
2. Koordinasi pekerjaan lebih mudah, sehingga seluruh pekerjaan diharapkan
dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan dikerjakan
sesuai dengan metoda yang ditetapkan.
3. Seluruh kegiatan Perencanaan sampai dengan tahap PHO dapat disimpan dalam
satufile perencanaan dan dapat di link dengan perangkat lunak Analisa Harga
Satuan.
4. Mempermudah perencanan dalam mengerjakan beberapa perencanaan
konstruksi perkerasan jalan, (dapat mendesain beberapa alternatif desain dalam
waktu yang bersamaan).

2.6.2 Parameter-parameter Input Perhitungan SDPJL


Desain perkerasan jalan lentur dengan menggunakan software ini,
memerlukan data yang antara lain :
1. Data kekuatan jalan yang ada, yang diperoleh dengan pengukuran B/Beam
(untuk jalan yang beraspal) atau dengan pengukuran CBR subgrade
menggunakan alat Dinamic Cone Penetrometer (untuk jalan tanah, jalan rusak
dan pelebaran).
2. Data geometrik Jalan termasuk temperatur perkerasan dan ketebalan aspal
existing.
3. Data sumber material.
4. Harga satuan.
5. Peta lokasi proyek yang menunjukkan secara pasti titik awal dan titik akhir
proyek berikut datumnya.
6. Data perkiraan kebutuhan lapangan lainnya.
7. Data Lalu Lintas.

2.6.3 Proses Perencanaan Perkerasan Menggunakan SDPJL 1.0


Adapun langkah-langkah perencanaan dengan menggunakan program SDPJL
1.0 berdasarkan Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Nomor 02/M/BM/2013 ini
adalah sebagai berikut:
1. Tampilan awal
Tampilan awal merupakan isian data yang terdiri sebagai berikut:
a. Isian, Inputing data isian di isi sesuai dengan kebutuhan lapangan dan untuk
mengisinya ada fasilitas pembantu berupa tanda merah dalam sel (untuk
membantu pengisian). Caranya geser cursor ke arah tanda merah dengan
mempergunakan mouse, sehingga muncul kotak keterangan seperti terlihat
pada gambar 2.7

b. Pilihan, Di dalam gambar 2.7 terlihat kotak pilihan untuk pengisian


(contohnya: Fungsi Jalan). Cara menentukan pilihan, geser cursor ke pojok
kanan kotak pilihan, tekan mouse pada saat cursor terdapat pada segitiga,
kemudian tentukan pilihan yang dibutuhkan.

Gambar 2.7 Tampilan Awal Program SDPJL 1.0

2. Tampilan isian data hasil survey

Gambar 2.8 Isian Data Hasil Survey


3. Tampilan kolom AADT Rencana
Diisi dengan kondisi lalu lintas disesuaikan dengan Tabel Koefesien Distribusi
Kendaraan dibuat formulanya.
Contoh pengisian data:

Gambar 2.9 Kolom AADT Rencana

4. Tampilan hasil analisa traffik

Gambar 2.10 Hasil Analisa Traffik


5. Tampilan data untuk proses sorting

Gambar 2.11 Data untuk Proses Sorting

6. Tampilan pengelompokan data lapangan

Gambar 2.12 Pengelompokan data lapangan


7. Contoh tampilan pengelompokan data lendutan

Gambar 2.13 Pengelompokan Data Lendutan

8. Tampilan hasil sort

Gambar 2.14 Hasil Sort


9. Tampilan hasil output

Gambar 2.15 Hasil Output

2.6.4 Output Hasil Perencanaan SDPJL


Output hasil perencanaan SDPJL terdiri dari:
a. Tebal lapisan perkerasan
b. Volume Pekerjaan
c. Analisa Harga Satuan
Untuk mendapatkan perkiraan biaya pekerjaan dapat mempergunakan
perangkat lunak analisa Harga Satuan dengan cara link antar file.
Dalam SDPJL, output yang akan diperoleh masih terbatas pada tebal lapisan
perkerasan dan kuantitas pekerjaan yang berhubungan dengan perkerasan. Untuk
kuantitas pekerjaan pendukung lainnya diperlukan yang lebih rinci dalam dalam
lembar kerja yang ada dalam SDPJL.

2.7

Analisa Harga Satuan


Analisa harga satuan ini menguraikan suatu perhitungan harga satuan bahan dan

pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan
asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu sfesifikasi teknik dan
komponen harga satuan, baik untuk kegiatan pemeliharaan, maupun peningkatan
jalan.
Analisa harga satuan pekerjaan yang akan dilakukan adalah harga satuan bahan,
harga satuan alat dan harga satuan upah. Dari analisa yang dilakukan untuk masingmasing kelompok, kemudian disatukan menjadi analisis harga satuan pekerjaan.
Jumlah perkiraan biaya proyek dapat dibuat dengan mengalikan kuantitas satuan
pekerjaan dan harga satuan pekerjaan.
Menurut Bina Marga, data harga satuan dasar yang digunakan dalam
perhitungan analisa harga satuan adalah sebagai berikut:
1. Harga pasar setempat pada waktu yang bersangkutan.

2. Harga kontrak untuk barang/pekerjaan sejenis setempat yang pernah


dilaksanakan dengan mempertimbangkan faktor-faktor kenaikan harga yang
terjadi.
3. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Biro Pusat
Statistik (BPS) dan media cetak lainnya.
4. Daftar harga/tarif dan barang/jasa yang dikeluarkan pabrik atau agen tunggal.
5. Daftar harga standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang baik pusat
maupun daerah.
6. Data lain yang dapat digunakan.

2.7.1

Harga Satuan Dasar (HSD)Tenaga Kerja


Komponen tenaga kerja berupa upah yang digunakan dalam mata pembayaran

tergantung pada jenis pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar
tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja.
Penetapan jumlah dan keahlian tenaga kerja mengikuti produktivitas paralatan utama.
Suatu produksi jenis pekerjaan yang menggunakan tenaga manusia pada umumnya
dilaksanakan oleh perorangan atau kelompok kerja yang dilengkapi dengan peralatan
yang diperlukan berdasarkan metode kerja yang ditetapkan yang disebut alat bantu
serta bahan yang diolah.
Biaya tenaga kerja standar dapat dibayar dalam sistem hari orang standar atau
jam orang standar. Besarnya sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan dan lokasi
pekerjaan. Secara lebih rinci faktor tersebut dipengaruhi antara lain oleh :
a. Keahlian tenaga kerja
b. Jumlah tenaga kerja
c. Faktor kesulitan pekerjaan
d. Ketersediaan peralatan
e. Pengaruh lamanya kerja

f. Pengaruh tingkat persaingan tenaga kerja

2.7.1.1 Kualifikasi Tenaga Kerja


Dalam pelaksanaan pekerjaan jalan dan jembatan diperlukan keterampilan
yang memadai untuk dapat melaksanakan suatu jenis pekerjaan. Tenaga kerja yang
terlibat dalam suatu jenis pekerjaan jalan dan jembatan umumnya terdiri dari:
a. Pekerja,
b. Tukang,
c. Mandor,
d. Operator,
e. Pembantu operator,
f. Sopir,
g. Pembantu sopir,
h. Mekanik,
i. Pembantu mekanik,
j. Kepala tukang.
2.7.1.2 Standar Upah
Sumber data harga standar upah berdasarkan UMR (Upah Minimum
Regional) didapat dari ketetapan yang dikeluarkan Mentri Tenaga Kerja mengenai
besarnya upah minimum regional yang selalu diadakan peninjauan kembali setiap
tahun.
Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah pokok terendah termasuk
tunjangan tetap yang diterima oleh pekerja di wilayah tertentu dalam satu provinsi,
dan ini adalah sebagai dasar upah.
Dalam suatu perusahaan, upah minimum regional (UMR) ini akan terjadi pula sebagai
harga dasar upah. Komponen upah dasar tenaga kerja adalah upah berdasar UMR,
disamping tujuan seprti:

a. Makan,
b. Transport,
c. Pengobatan dan pengamanan,
d. Runah atau tempat tinggal sementara atau tempat penampungan sementara para
pekerja selama kegiatan pekerjaan berjalan,
e. Perlengkapan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Untuk suatu perusahaan baik yang bergerak di bidang pembangunan atau
lainnya, dasar upah, selain berdasar (UMR), dipertimbangkan pula adanya upah lokal
dan upah mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah (lokasi pekerjaan). Upah lokal
adalah harga upah setempat pada waktu yang bersangkutan atau yang terjadi pada
waktu itu. Sumber data upah lokal adalah dari instansi yang berwenag di daerah.
2.7.1.3 Hari Orang Standar (Standard Man Day)
Yang dimaksud dengan pekerja standar di sini adalah pekerja yang bisa
mengerjakan satu macam pekerjaan seperti pekerja galian, pekerja pengaspalan,
pekerja pasangan batu, pekerja las dan lain sebagainya. Dalam sistem pengupahan
digunakan satu satuan upah berupa orang hari standar (Standard Man Day) yang
disingkat orang hari (OH) atau man day (MD), yaitu sama dengan upah pekerjaan
dalam 1 hari kerja (8 jam kerja termasuk 1 jam istirahat).
2.7.1.4 Jam Orang Standar (Standard Man Hour)
Orang hari standar atau satu hari orang bekerja adalah 8 jam, terdiri dari 7 jam
kerja (efektif) dan satu jam istirahat. Apabila perhitungan upah dinyatakan dengan
upah orang per jam (OJ) maka upah orang per jam dihitung sebagai berikut:

)=

................................... 5

Bila diperoleh data upah pekerja per bulan, maka upah jam orang pada
rumus(5) dapat dihitung dengan membagi upah per bulan dengan jumlah hari efektif

selama satu bulan (24-26) hari kerja dan dengan jumlah 7 jam kerja efektif selama
satu hari.

2.7.1.5 Koefisien dan Jumlah Tenaga Kerja


Jumlah jam kerja merupakan koefisien tenaga kerja atau kuantitas jam kerja
per satuan pengukuran. Koefisien ini adalah faktor yang menunjukkan lamanya
pelaksanaan dari tenaga kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan satu satuan
volume pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi koefisien tenaga kerja antara lain
jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja. Penetapan jumlah dan keahlian
tenaga kerja mengikuti produktivitas peralatan utama.
Jumlah tenaga kerja tersebut adalah relatif tergantung dari beban kerja utama
produk yang dianalisis. Jumlah total waktu digunakan sebagai dasar menghitung
jumlah pekerja yang digunakan. Rasio antara mandor dengan pekerja paling kecil
1:20 atau pada kondisi tertentu adalah 1:10. Rasio antara kepala tukang dan tukang
adalah sekitar 1:10.
2.7.2 Harga Satuan Dasar (HSD) Alat
2.7.2.1 Masukan Untuk Perhitungan Biaya Alat
Komponen alat digunakan dalam mata pembayaran tergantung pada jenis
pekerjaannya. Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar alat anatara lain: jenis
peralatan, efesiensi kerja, kondisi cuaca, kondisi medan, dan jenis material/bahan
yang dikerjakan. Jika beberapa jenis peralatan yang digunakan
untuk pekerjaan secara mekanis dan digunakan dalam mata pembayaran
tertentu, maka besarnya suatu produktivitas ditentukan oleh peralatan utama yang
digunakan dalam mata pembayaran tersebut. Berikut ini masukan yang diperlukan
dalam perhitungan biaya alat pers atuan waktu.
a. Jenis alat

Jenis alat yang dipergunakan dalam satu mata pembayaran disesuaikan dengan
ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi teknis. Pada umumnya satu jenis
peralatan hanya mampu melaksanakan satu jenis kegiatan pelaksanaan
pekerjaan.
b. Tenaga mesin
Tenaga mesin (Pw) merupakan kapasitas tenaga mesin penggerak dalam satuan
tenaga kuda atau horsepower.
c. Kapasitas alat
Kapasitas alat adalah kapasitas peralatan (Cp) yang dipergunakan, misalnya
AMP 5ton/jam (kapasitas produksi per jam). Ada beberapa peralatan yang bisa
berdiri sendiri dalam operasinya, tapi ada peralatan yang bergantung pada
peralatan lain seperti misalnya dum truck, yang tidak bisa mengisi muatannya
sendiri, harus diisi memakai loader atau excavator. Jadi isi muatan bak dump
truck tergantung pada berapa banyak yang bisa di tumpahkan oleh pengisinya
(loader atau excavator)
d. Umur ekonomi alat
Umur ekonomis peralatan (A) dapat dihitung berdasarkan kondisi penggunaan
dan pemeliharaan yang normal, menggunakan standard dari pabrik pembuat.
Setiap peralatan selama pemakaiannya (operasinya) membutuhkan sejumlah
biaya, yaitu biaya untuk operasi sesuai fungsinya dan biaya pemeliharaan
(termasuk perbaikan) selama operasi. Setiap jenis peralatan mempunyai umur
ekonomis sendiri-sendiri yang berbeda antara satu jenis peralatan lainnya.
Biasanya dinyatakan dalam tahun pengoprasian.
Umur ekonomis suatu peralatan dapat berubah (menjadi lebih singkat) yang
diakibatkan antara lain karena cara pengoprasian yang tidak baik dan tidak
benar serta pemeliharaan dan perbaikannya tidak baik.
e. Jam kerja alat per tahun

Pada peralatan yang bermesin maka jam peralatan atau jam pemakaian peralatan
akan dihitung dan di catat sejak mesin dihidupkan sampai mesin
dimatikan.Selama waktu (jam) pelaksanaan kegiatan pekerjaan maka peralatan
tetap dihidupkan, kecuali generating set (gen set) yang selalu tetap dihidupkan,
untuk peralatan tidak bermesin maka jam pemakaiannya sama dengan jam
pelaksanaan kegiatan pekerjaan.

f. Harga pokok alat


Harga pokok perolehan alat (B) yang dipakai dalam perhitungan biaya sewa alat
atau pada analisis harga satuan dasar alat. Harga yang tercantum dapat terjadi
melalui persyaratan jual beli apakah barang tersebut loko gudang, fraco gudang,
free on board, serta kadang-kadang penjual harus menanggung cost, freight, and
insurance atas barang yang dikirim.
g. Nilai sisa alat
Nilai sisa peralatan (C) atau bisa disebut nilai jual kembali (resale value) adalah
perkiraan harga peralatan yang bersangkutan pada akhir umur ekonomisnya.
Untuk perhitungan analisa harga saat ini, nilai sisa alat dapat diambil rata-rata
10% dari pada harga pokok alat, tergantung pada karakteristik (dari pabrik
pembuat) dan kemudian pemeliharaan alat.
Nilai sisa alat : C= 10% harga alat
h. Tingkat suku bunga, faktor angsuran modal dan biaya pengembalian modal
Merupakan tingkat suku bunga bank pinjaman infestasi yang berlaku pada
waktu pembelian peralatan yang bersangkutan. Perencanaan teknis/pengguna
jasa menentukan nilai suku bunga ini dengan mengambil nilai rata-rata dari
beberapa bank komersial terutama di wilayah tempat kegiatan pekerjaan berada.
Untuk mendapatkan biaya pengembalian modal menggunakan rumus (7)
=(

.............................................................................................7

..............................................................................................8

dimana:
A

Umur ekonomis alat

Faktor angsuran dan pengembalian modal

Biaya pengembalian modal

Tngkat suhu bunga pinjaman investasi (% per tahun)

Harga pokok alat (rupiah)

Nilai sisa alat (%)

Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun (jam)

i. Angsuran dan pajak


Besarnya nilai angsuran (Ins) dan pajak kepemilikan peralatan ini umumnya
diambil rata-rata per tahun sebesar 0,1% untuk angsuransi dan 0,1% untuk
pajak, atau dijumlahkan sebesar 0,2% dari harga pokok alat, atau 2% dari sisa
alat (apabila nilai sisa alat = 10% dari harga pokok alat). rumus untuk
mendapatkan nilai asuransi dapat dilihat pada persamaan (8)
=

...................................................................................................9

dimana:
F

= Asuransi

= Harga pokok alat (rupiah)

Inc = Asuransi(5)
W

= Jumlah jam dalam kerja alat dalam satu tahun (jam)

j. Upah tenaga
Upah tenaga kerja dalam perhitungan biaya operasi peralatan disisni terdiri atas
biaya upah tenaga kerja dalam satuan Rp./jam. Untuk mengoprasikan alat
diperlukan opertor dan pembantu operator.
k. Harga bahan bakar dan pelumas

Harga bahan bakar (H) dan minyak pelumas maupun minyak hidrolik (I), dalam
perhitungan biaya53 operasi peralatan adalah harga umum yang ditetapkan
pemerintah setempat.

2.7.2.2 Proses Perhitungsn Harga Satuan Dasar Alat


Komponen dasar poses harga satuan dasar alat, tediri atas:
A) Biaya pasti, (owning cost)
Biaya pasti, (owning cost) adalah biaya pengembalaian modal dan bunga setiap
tahun, dihitung sebagai berikut:
G=

dimana :

.........................................10

G = biaya pasti per jam


B = Harga pokok alat setempat
C = Nilai sisa alat
D = Faktor angsuran dan pengembalian modal
E = Faktor angsuran dan pengembalian modal
F = Biaya asuransi, pajak dan lain-lain per tahun
= 0,002 x B atau
= 0,02 x C
W = Jumlah jam kerja alat dalam satu tahun
B) Biaya tidak pasti atau biaya operasi
1. Komponen biaya operasi
komponen biaya operasi tiap unit peralatan dihitung berdasarkan
bahan tang diperlukan sebagai berikut:
a. Biaya bahan bakar (H)

Kebutuhan bahan bakar tiap jam (H) dihitung berdasarkan data tenaga
kerja mesin penggerak sesuai yang tercantum dalam manual pemakaian
bahan bakar yang digunakan untuk proses produksi (misalnya untuk
pengeringan/ pemanasan agregat atau pemanasan aspal pada AMP, serta
pemanasan permukaan perkerasan pada Hot Recycler).
b. Biaya minyak pelumas (I)
Minyak pelumas (I) yang meliputi minyak pelumas mesin (I), minyak
pelumas hidrolik, pelumas transmisi, Tongue Converter, power steering,
gemuk (grease) dan minyak pelumas lainnya, kebutuhan per jam
dihitung berdasarkan kebutuhan jumlah minyak pelumas diabagi tiap
berapa berapa jam minyak pelumas yang bersangkutan harus diganti
sesuai manual pemeliharaan dari pabrik pembuat.
c. Biaya bengkel (J)
Pemeliharaan perawatan rutin (J) seperti pengganti saringan udara,
saringan bahan bakar, saringan pelumas serta perbaikan ringan lainnya.
d. Biaya perawatan atau perbaikan
Biaya perbaikan (K) ini meliputi:
- Biaya penggantian ban (untuk peralatan yang memakai roda ban)
- Biaya

penggantian

komponen-komponen

yang

aus

(yang

penggantiannya sudah dijadwalkan) seperti swing dan fixed jaw pada


jaw crusher, cutting edge pada pisau buldozer, saringan (screen) pada
stone crusher dan AMP
- Penggantian batre i accu
- perbaikan undercarriage dan attachment
- biaya bengkelUpah operator/driver
e. Upah operator/ driver (L) dan pembantu operator/driver (M)
Besarnya upah untuk operator/driver (M) dan pembantu operator/
driver (L) diperhitungkan sesuai dengan besar perhitungan upah

kerja, tetapi upah per jam diperhitungkan upah 1 (satu) jam kerja
efektif
2. perhitungan biaya operasi
Perhitungan cara pendekatan dengan rumus rata-rata untuk biaya
tidak pasti atau biaya operasi adalah sebagai berikut
a) Biaya bahan bakar (H)
Banyakaknya bahan bakar per jam yang digunakan oleh mesin
penggerak dan tergantung pada besarnya kapasitas tenaga mesin,
biasanya diukur dengan satuan HP (Horse Power)

dimana:

= (12,00 / 15,00)%

..................................................11

= banyaknya bahan bakar yang dipergunakan dalam 1


(satu) jam dengan satuan liter/jam

HP

= Horse power, kapasitas tenaga mesin penggerak

12,00%

= Untuk alat yang bertugas ringan

15,00%

= Untuk alat yang bertugas berat

b) Biaya minyak pelumas


Banyaknya minyak pelumas (termasuk pemakaian minyak yang lain
serta grease) yang dipergunakan oleh peralatan yang bersangkutan
dihitung dengan rumus dan berdasarkan kapasitas tenaga mesin
= (2,5 / 3)%

..............................................................12

dimana :
I

= banyaknya minyak pelumas yang dipakai dalam 1 (satu)


jam dengan satuan liter/jam

HP = kapasitas tenaga mesin (Horse power)


2,5% = untuk pemakaian ringan
3% = untuk pemakaian berat
c) Biaya bengkel (J)

Besarnya biaya bengkel (workshop) tiap jam dihitung sebagai berikut:


= (6,25 / 8,75)%

.....................................................13

dimana :
B

= harga pokok alat setempat

= jumlah jam kerja alat dalam satu tahun

6,25%

= untuk pemakaian ringan

8,75%

= untuk pemakaian berat

d) Biaya perbaikan (K)


Untuk menghitung biaya perbaikan termasuk penggantian suku cadang
yang aus dipakai rumus:
= (12,5 / 17,5)%

/ .................................................14

dimana :
B

= harga pokok alat setempat

= jumlah jam kerja alat dalam satu tahun

12,5%

= untuk pemakaian ringan

17,5%

= untuk pemakaian berat

e) Upah operator/driver (L) dan pembantu operator (M)


Upah operator dan pembantu operator atau driver, dihitung dengan
rumus:
L

= 1 orang/jam x U1

= 1 orang/jam x U2

f) Biaya operasi (P)


Biaya operasai dapat dihitung dengan rumus:
=

dimana :

.............................................15

= Biaya operasi

= bnayaknya bahan bakar yang digunakan dalam 1 jam


dengan satuan liter/jam

= Banyaknya minyak pelumas yang dipakai dalam 1


jam dengan satuan liter/jam

= Besarnya biaya bengkel (workshop) tiap jam

= Biaya perbaikan termasuk penggantian suku cadang


yang aus

= Upah operator atau diver

= Upah pembantu Operator atau pembantu driver

2.7.2.3 Keluaran (Output) HSD Alat


Keluaran harga satuan alat (S) adalah harga satuan dasar alat yang meliputi
biaya pasti (G), biaya tidak pasti atau biaya operasi (P), harga satuan dasar alat didapat
dengan :
=

+ .................................................................................................16

Keluaran harga satuan dasaralat ini selanjutnya merupakan masukan (input) untuk
proses analisis harga satuan pekerjaan (HSP)
2.7.2.4 Alat Bantu

Di samping peralatan mekanis, hampir semua nomor mata pembayaran


memerlukan alat bantu manual, seperti: cangkul, sekop, gerobak sorong, keranjang,
timba dan lain-lain. Alat bantu tersebut jumlah dan harganya relatif kecil, sehingga
untuk memudahkan snalisis, alat bantu manual tidak dianalisis, dan dalam contoh
perhitungkan analisis harga satuan pekerjaan, harga alat bantu diisi dengan angka nol.
2.7.3

Harga Satuan Dasar (HSD) Bahan


Faktor yang mempengaruhi harga satuan dasar bahan antara lain adalah

kualitas, kuantitas dan lokasi asal bahan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan
kuantitas dan kualitas bahan harus ditetapkan dengan mengacu pada spesifikasi yang
berlaku.

Data satuan dasar bahan dalam perhitungan analisis ini berfungsi untuk
kontrol terhadap harga penawaran kontraktor. Harga datuan dasar bahan daat
dikelompokkan menjadi tiga bahan yaitu:
a. Harga satuan dasar bahan baku, misal: batu, pasir, semen, baja tulangan, dan
lain-lain
b. Harga satuan dasar bahan olahan, misal: agregat kasar dan agregat halus,
campuran beton semen, campuran semen, dan lain-lain.
c. Harga satuan dasar bahan jadi, misal tiang pancang beton pracetak, geosintetik
dan lain-lain
Harga pokok bahan dapat terjadi melalui persyaratan jual beli. Masukan (input)
harga bahan yang dibutuhkan dalam proses perhitungan HSD bahan yaitu harga
komponen bahan per satuan pengukuran. Satuan pengukuran bahan tersebut misalnya
m, m2, m3, kg, ton, zak dan sebagainya. Untuk pekerjaan bangunan jalan, jembatan,
dan bangunan air, pada umumnya memerlukan alat secara mekanis terutama
memproduksi bahan olahan dan proses pelaksanaan pekerjaan dilapangan, sebagian
kecil memerlukan pekerjaan secara manual.
2.7.3.1 Harga Satuan Dasar Bahan Baku
Bahan baku biasanya diperhitungkan dari sumber bahan (quarry), tetapi dapat
pula diterima di base camp atau di gudang setelah memperhitungkan ongkos bongkar
muat dan pengangkutannya. Survei bahan baku biasnya dilakukan terlebih dahulu
untuk mengetahui jarak lokasi sumber dan pemenuhan terhadap spesifikasinya,
kemudian diberi keterangan, misal: harga bahan di quarry (batu kali, pasir, dll) atau
harga bahan diambil dari pabrik atau gudang grosir (semen, aspal, besi dan
sebagainya)
2.7.3.2 Harga Satuan Dasar Bahan Olahan
Bahan olahan merupakan hasil produksi di plant (pabrik) atau dibeli dari
produsen diluar kegiatan pekerjaan. Bahan olahan misalnya agregat atau batu pecah

yang diambil dari bahan baku atau bahan dasar kemudian diproses dengan alat mesin
pemecah batu menjadi material menjadi beberapa fraksi. Melalui proses penyaringan
atau pencampuran beberapa fraksi bahan dapat dihasilkan menjadi agregat kelas A
dan kelas B, sebagai bahan pondasi jalan.
Lokasi tempat proses pemecahan bahan biasanya di base camp atau di lokasi
khusus, sedangkan unit produksi campuran aspal (asphalt mixing plant) atau unit
produksi campuran beton semen (concrete batch plant) umumnya berdekatan dengan
lokasi mesin pemecah batu (stone crusher), agar dapat mensuplai agregat lebih mudah
Dalam penetapan harga satuan dasar bahan olahan di lokasi tertentu,
khususnya untuk agregat, ada tiga tahapan yang harus dilakukan, yaitu: masukan,
proses dan keluaran
a) Masukan
1. Jarak quarry (bila sumber bahan baku diambil dari quarry) km
2. Harga satuan dasar tenaga kerja
3. harga satuab dasar alat
4. harga satuan dasar bahan baku atau bahan dasar
5. kapasitas alat, merupakan kapasitas dari alat yang dipergunakan, misalnya alat
pemecah batu (stone crusher) dalam ton per jam, dan Wheel Loader dalam m3
heaped (kapasitas bucket)
6. Faktor efesiensi alat
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi diantaranya adalah: faktor
operator, faktor peralatan, faktor cuaca, faktor kodisi medan/lapangan, faktor
manajemen kerja
Untuk memberikan estimasi besaran pada setiap faktor di atas adalah sulit
sehingga untuk mempermudah pengambilan nilai yang digunakan, faktorfaktor tersebut digabungkan menjadi satu yang merupakan faktor kondisi
kerja secara umum. Selanjutnya faktor tersebut digunakan sebagai faktor
efisiensi kerja alat (Fa). Faktor efesiensi dapat dilihat pada Tabel 2.13, tetapi

tabel tersebut tidak disarankan bila kondisi operasi dan pemeliharaan mesin
adalah buruk.
Tabel 2.13 Faktor Efisiensi Alat
Pemeliharaan Mesin
Kondisi Operasi
Baik Sekali

Baik Sedang Buruk Buruk Sekali

Baik sekali

0,83

0,81

0,76

0,7

0,63

Baik

0,78

0,75

0,71

0,65

0,6

Sedang

0,72

0,69

0,65

0,6

0,54

Buruk

0,63

0,61

0,57

0,52

0,45

Buruk sekali

0,53

0,5

0,47

0,42

0,32

7. Faktor kehilangan bahan


Faktor untuk memperhitungkan bahan yang tercecer pada saat diolah dan di
pasang. Faktor kehilangan bahan curah dan kemasan pada pekerjaan berbasis
semen atau beton semen dapat dilihat pada Tabel 2.14
Tabel 2.14 Faktor Kehilangan Bahan Curah dan Kemasan pada Pekerjaan
Berbasis Semen atau Beton Semen
Bentuk Bahan

Faktor Kehilangan (%)

Semen

1,00 - 2,00

Pasar

5,00 - 10,0

Agregat kasar

5,00 - 10,0

Superplasticizer

1,00 - 2,00

(Sumber: AHSP, 2013)

b) Proses
Proses perhitungan dapat dilakukan secara manual atau menggunakan perangkat
lunak secara sederhana dengan microsoft office, Excel, sesuai dengan rumus di
atas.
c) Keluaran
Proses perhitungan di atas akan menghasilkan harga satuan dasar bahan, misal:
untuk agregat kasar dan agregat halus sebagai keluaran. Harga satuan dasar bahan
olahan ini merupakan masukan dalam proses perhitungan analisis harga satuan
pekerjaan.

2.7.3.3 Harga Satuan Dasar Bahan Jadi


Bahan jadi diperhitungkan diterima di base camp/gudang atau dipabrik
setelah memperhitungkan ongkos bongkar muat dan pengangkutannya serta biaya
pemasangan (tergantung perjanjian transaksi)
Untuk harga satuan dasar bahan jadi, harus diberi keterangan harga bahan
diterima sampai di lokasi tertentu, misal lokasi pekerjaan, base camp atau bahan
diambil

di

pabrik/udang

grosir.

Bahan

jadi

dapat

berasal

dari

pabrik/pelabuhan/gudang kemudian diangkut ke lokasi pekerjaan menggunakan


tronton/truk, sedang untuk memuat dan menurunkan barang menggunakan crane atau
alat lainnya.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan yang dilakukan meliputi:

1. Studi Literatur
Mengumpulkan, membaca, dan menganalisis sumber-sumber pustaka
yang ada kaitannya dengan tema penulisan tugas akhir ini, baik melalui bukubuku, makalah-makalah hasil seminar, jurnal, karya tulis lainnya maupun
bahan-bahan yang didapatkan dari bangku kuliah. Hal ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman terhadap permasalahan yang diangkat sehingga
didapat landasan teori yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan.
2. Survey Pendahuluan
Merupakan kegiatan survey dilapangan dalam skala kecil sebelum
pengumpulan data untuk menghimpun data-data lapangan secara visual di
lokasi tempat pekerjaan akan dilakukan.
Hal-hal yang dilakukan dalam survey pendahuluan antara lain:
a. Melihat langsung kondisi jalan secara umum
b. Menentukan titik awal dan akhir lokasi penelitian
c. Mengambil foto-foto keadaan jalan dan lingkungan di sekitar lokasi
penelitian.
3.2

Pengumpulan Data

1. DataPrimer
Data primer adalah data-data yang diperoleh langsung dilapangan melalui
hubungan langsung dengan objek penelitian, yaitu berupa kondisi awal
dilapangan.

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari studi pustaka, karya tulis,dan
badan atau instansi pemerintah. Data sekunder yang dikumpulkan berupa:
a. Data Topografi
b. Data tingkat pertumbuhan lalu lintas
c. Data curah hujan.
d. Daftar harga upah dan bahan.
3.3

Analisa Data
Berdasarkan data primer dan data sekunder, selanjutnya dilakukan analisis

untuk mendapatkan hasil analisa yang diinginkan, yaitu struktur perkerasan lentur
(FlexiblePavement) jalan yang berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
02/M/BM/2013 Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun
2013 dan rencana anggaran biaya (RAB).
3.4

Bagan Alir
Bagan Alir (flowchart) adalah bagan (chart) yang menunjukkan alir (flow) di

dalam suatu program atau prosedur sistem secara logika. Dalam hal ini, dapat dilihat
pada Gambar 3.1 untuk bagan alir perencanaan utama dengan ditunjukkan urutanurutan sebagai berikut yaitu perencanaan, dimulai dari persiapan dan studi literatur,
pengumpulan data yang meliputi data primer dan data sekunder (data tanah/CBR
lapangan dan Lalu-lintas harian/LHR) dan data sekunder (data topografi kondisi
disekitar lapangan, data tingkat pertumbuhan lalu lintas, curah hujan, dan harga
satuan), setelah itu diteruskan dengan mengolah data dan verifikasi data yang didapat
maka akan didapat perencanaan tebal perkerasan tersebut hingga dapat diketahui hasil
dari perencanaan. Setelah didapat tebal perkerasan maka dapat dihitung rencana
anggaran biaya (RAB) sehingga didapat kesimpulan akhirnya.

Mulai

Persiapan dan Studi


Literatur

Pengumpulan data

Data Sekunder:

Data Primer:
a.
b.

a. Data CBR
lapagan
b. Data LHR (lalu
lintas harian
rata-rata)

Perencanaan tebal perkerasan lentur


dengan Manual Desain Perkerasan Jalan
Nomor 02/M/BM/2013 Kementrian
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Bina Marga tahun 2013

c.

Data topografi
Data tingkat pertumbuhan
lalu lintas (i)
Data harga upah dan bahan

Perencanaan
perkerasanlenturjalan,metodeyangdigun
akan adalah Metode PtT-01-2002-B

Perkerasan Alternatif

RAB

Kesimpulan

Selesai
i
Gambar 3.1 Bagan Alir Perencanaan Utama

Perencanaan tebal perkerasan lentur


dibantu program SDPJL(Software
Desain Perkerasan Jalan Lentur)

Gambar 3. 2 Bagan Alur Metode Pt T-01-2002-B

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan analisis data dan perhitungan perencanaan tebal
perkerasan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan lentur nomor
02/M/BM/2013, pedoman Pd-T-01-2002-B, danprogram SDPJL pada ruas jalan M.
Said Sta 0+000-3+800 Samarinda.
Selain membahas tentang perhitungan tebal perkerasan lentur disini juga
dilakukan perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) yang didapat dari hasil
pengumpulan data maka didapatkan sejumlah data penunjang berupa data primer dan
data sekunder yang kemudian data-data tersebut dianalisa untuk mendapatkan desain
tebal perkerasan dan rencana anggaran biaya pada ruas jalan M.Said Sta 0+0003+800 Samarinda.
4.1

Perencanaan Dengan Manual Desain Perkerasan Jalan 02/M/BM/2013

4.1.1

Menetapkan Umur Rencana


Sesuai pedoman perkerasan jalan 02/M/BM/2013 pada Tabel 4.1 diambil

umur rencana untuk perkerasan lentur sebesar 20 tahun.


Tabel 4.1 Umur Rencana perkerasan jalan baru (UR)
Jenis
Perkerasan
Perkerasan lentur

Elemen Perkerasan

Umur Rencana
(Tahun)

lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB

20

pondasi jalan

40

semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak


diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan
ulang, misal : jalan perkotaan, underpass,
jembatan, terowongan.

40

Cement Treated Based


Perkerasan
Kaku

lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis


beton semen, dan pondasi jalan.

Jalan

Semua elemen

tanpa penutup

Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013

40
Minimum 10

4.2.1

Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar


`Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai empiris

hasil penetrometer konusdinamis (Dynamic Cone Penetrometer) yang dikenal dengan


DCP.
Analisa data CBR
Stasiun

Titik

CBR

0+000

24

0+200

29

0+400

21

0+600

25

0+800

10

1+000

24

1+200

31

1+400

13

1+600

16

1+800

10

21

2+000

11

26

2+200

12

20

2+400

13

12

2+600

14

13

2+800

15

17

3+000

16

23

3+200

17

15

3+400

18

20

3+600

19

24

3+800

20

26

Sumber: Hasil survey

Setelah didapat data CBR hasil survey lalu dicari standar deviasi untuk
mendapatkan CBR desain. Untuk mencari nilai Standar Deviasi didapat dengan cara
berikut:
CBR Urut

CBR Rata-rata

CBR Urut-CBR Rata-rata

(CBR Urut-CBR Rata-rata)2

10

20,5

-10,5

110,25

12

20,5

-8,5

72,5

13

20,5

-7,5

56,25

13

20,5

-7,5

56,25

15

20,5

-5,5

30,25

16

20,5

-4,5

20,25

17

20,5

-3,5

12,25

20

20,5

-0,5

0,25

20

20,5

-0,5

0,25

21

20,5

-0,5

0,25

21

20,5

-0,5

0,25

23

20,5

2,5

6,25

24

20,5

3,5

12,25

24

20,5

3,5

12,25

24

20,5

3,5

12,25

25

20,5

4,5

20,25

26

20,5

5,5

30,25

26

20,5

5,5

30,25

29

20,5

8,5

72,25

31

20,5

10,5

110,25

TOTAL

Sumber: Hasil Perhitungan

665

Maka standar Deviasi didapat dengan rumus:

= 20,5

Maka didapat hasil CBR efektif dengan cara:


CBR karakteristik = CBR rata-rata 1.3 x standar deviasi
CBR karakteristik = 20,5 1,3 x 5,92 = 12,8%

4.1.3

Menentukan Nilai CESA4


Menentukan CESA4 pertama-tama harus menentukan nilai lalulintas harian

rencana (LHR) x VDF , berikut data LHR x VDF pada Tabel 4.2:
Tabel 4.2 LHR2034 (Akhir Umur Rencana)
LHR x VDF
Jenis kendaraan
LHR

VDF4

Mobil penumpang

1628

Mobil angkutan

85

Mobil minibus

305

Bus kecil

0,3

Truck ringan 2 sumbu

40

0,8

TOTAL ESA

32,6

Sumber: Hasil Perhitungan


Setelah mengetahui nilai LHR, maka didapat nilai ESA seperti Tabel 4.2 lalu
dimasukan ke dalam rumus:
CESA4

ESA x 365 x R

32,6 x 365 x 20,268

241168,932

0,2 x 106

Dari data LHR pada lampiran didapat nilai LHR= 2060, lalu nilai LHR tersebut
dimasukan ke dalam rumus untuk mencari nilai CESA4. Dari hasil perhitungan
didapat nilai CESA4 = 0,2 x 106

4.1.4

Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM)


Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan

yang berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8-2. Nilai yang akurat berbeda-beda
tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk.
Diambil nilai TM yang terkecil TM=1,8 karena merupakan jalan dengan lalulintas
rendah.

4.1.5

Menentukan nilai CESA5


Nilai CESA tertentu (pangka 4) untuk desain perkerasan lentur harus

dikalikan denagn nilai TM untuk mendapatkan CESA5. Adapun perhitungannya


sebagai berikut:
CESA5 =

(TM x CESA4)

CESA5 =

(1,8 x 0,2x106 )

CESA5 =

0,36 x 106

Dari perhitungan diatas didapat nilai CESA5 = 0,36 x 106

4.1.6

Menentukan Tipe Perkerasan


Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas, umur

rencana, untuk pemilihan umur rencana 20 tahun menggunakan nilai CESA 4 seperti
pada Tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3 Pemilihan Jenis Perkerasan

Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013


Setelah memasukan data ke Tabel 4.4 didapat jenis perkerasan untuk nilai CESA4 =
0,2x106 yaitu Burda atau Burtu dengan LPA Kelas A atau batuan asli.

4.1.7

Struktur Pondasi Jalan


Untuk menetukan desain struktur pondasi jalan memerlukan data CBR

desain dan CESA5 yang dimasukan kedalam Tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 4.4 Desain Pondasi Jalan


Kelas Jalan

Tinggi tanah dasar diatas muka air


tanah (mm)

Tinggi tanah dasar diatas muka air


banjir (mm)

Jalan Bebas Hambatan

1200(jika ada drainase bawah


permukaan di media)

500 (banjir 50 tahunan)

1700 (tanpa drainase bawah


permukaan di median)
Jalan Raya

600(jika ada drainase di median)

Jalan Sedang

600

500 (banjir 10 tahunan)

Jalan Kecil

400

Tidak digunakan

Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013


Dari Tabel 4.4 untuk kelas jalan sedag didapat tinggi tanah dasar diatas muka air
tanah (mm) = 600 mm dan tinggi tanah dasar diatas muka air banjir (mm) = 500 mm
(banjir 10 tahunan).

4.1.8

Menentukan Standar Drainase Bawah Permukaan


Sesuai dengan keadaan jalan M. Said di Samarinda maka pada Tabel 4.5

didapat koefisen drainase m untuk tebal lapisan sebai berikut:

Tabel 4.5 Koefisien Drainase m untuk Tebal Lapisan

Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013


Sesuai kondisi lapangan jalan M. Said maka didapat dari Tabel 4.5 yaitu kondisi
lapangan nomor5 dan didapat nilai m= 0,7.

4.1.9

Desain Tebal Perkerasan


Setelah didapat jenis perkerasan kemudian nilai CESA5 dimasukkan

kedalam Tabel 4.6 untuk desain perkerasan berbutir dengan lapis aspal tipis.
Memasukan nilai CESA5 tersebut bertujuan untuk mendapatkan masing-masing tebal
perkerasan.

Tabel 4.6 Desain Perkerasan Berbutir Dengan Lapis Aspal Tipis

Sumber: Pedoman Perkerasan 02/M/BM/2013


Untuk nilai CESA4 = 0,2 x 106 didapat dari Tabel 4.6 tebal masing-masing perkerasan
sebagai berikut:
Burda

= 20 mm

LPA Kelas A

= 250 mm

LPA Kelas A atau Kerikil

= 110 mm

Tabel 4. 7 Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan Berbutir Dengan Lapis Aspal Tipis
Tebal
No

Perkerasan

Lapisan

(mm)
1.

Burda

20

2.

LPA Kelas A

250

3.

LPA Kelas A atau Kerikil

110

= 4cm= 2 cm
Burda
BC

= 6 cm
LPA Kelas A

= 25cm
A = 11cm
= 60cm

0,5 m

2,5 m

2,5 m

0,5 m

5m
6m
Gambar 4.1 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur

4.2

Perencanaan Tebal Perkerasan Dengan SDPJL

4.2.1 Data Input


Untuk input data awal, diperlukan data-data seperti yang terlihat pada
Gambar 4.2 dibawah ini. Pada isian data yang bernilai nol, ini dikarenakan dalam
perencanaan jalan baru data-data tersebut tidak digunakan.

Gambar 4.2 Data Input Awal Program SDPJL


Kemudian untuk input data akhir, dapat dilihat dari Gambar 4.3 berikut ini
data-data tersebut didapatkan dari input data awal. Pada isian data yang bernilai
nol,ini dikarenakan dalam perencanaan jalan baru data-data tersebut tidak
digunakan.

Gambar 4.3 Data Input Akhir Program SDPJL


4.2.2 Data Output
Hasil perencanaan dengan menggunakan SDPJL didapat tebal perkerasan
masing-masing lapisan seperti yang terlihat pada Gambar 4.4 dibawah ini.

Gambar 4.4 Data Output Program SDPJL


Dari hasil perencanaan dengan menggunakan program SDPJL ini, maka
didapat masing-masing tebal perkerasan sebagai berikut:
Lapis permukaan (AC WC)

cm

Lapis sub permukaan 1 (AC Base)

cm

Lapis sup permukaan 2

13

cm

Lapis pondasi (Agregat A)

10

cm

Lapis pondasi bawah (Agregat B)

15

cm

Dari hasil perencanaan diatas maka didapat tebal perkerasan masing-masing


lapisan seperti yang terlihat pada sketsa penampang jalan pada Gambar 4.5 dibawah
ini.

= 4cm
= 6 cm
= 10 cm
= 15cm

0,5 m

2,5 m

2,5 m

0,5 m

5m
6m

Gambar 4.5 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur

Untuk detail potongan A-A pada sketsa profil melintang desain tebal perkerasan
lentur dapat dilihat seperti Gambar 4.6 dibawah ini.
= 4cm

Base= 6 cm

= 10cm
B = 15cm

Gambar 4.6 Sketsa Detail Pot. A-A Desain Tebal Perkerasan

4.3

Analisa Data Perhitungan Tebal PerkerasanDengan Menggunakan


Pedoman Pt-T-01-2002-B
Metode Pt T-01-2002-B mengacu kepada metode AASHTO seperti yang

telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pada bab ini akan disajikan langkahlangkah
dan proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan dengan metode Pt T-01-2002B pada ruas jalan M. Said Kota Samarinda.
Dari hasil pengumpulan data didapatkan sejumlah data berupa data primer dan
data sekunder yang kemudian data-data tersebut dianalisa untuk mendapatkan desain
tebal perkerasan ruas jalan M. Said Kota Samarinda sepanjang 3,800 Km.
4.3.1

Menentukan Indeks Permukaan


Indeks permukaan menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan

yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat. IP merupakan
skala penilaian kinerja struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang antara angka

1sampai 5. Angka 5 menunjukan fungsi pelayanan yang sangat baik dan angka 1
menunjukan fungsi pelayanan yang sangat buruk. Jenis indeks permukaan terbagi
menjadi dua,yaitu:
a. Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo)
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana.
Sesuai dengan tabel 4.8 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)
pada bab IV,
Tabel 4.8 Indeks Permukaan padaAwal Umur Rencana (IPo)
Jenis Lapis Permukaan
Laston
Lasbutag
Lapen

IPo
4
3,9-3,5
3,9-3,5
3,4-3,0
3,4-3,0
2,9-2,5

Roughness* (IRI, m/km)


1,0
>1,0
2,0
>2,0
3,0
>3,0

(Sumber: Pt-T-01-2002-B)

diambil nilai IPosebesar 3,5 dengan jenis lapis permukaan Beton Aspal
(Laston = Asphalt Concrete = AC) yang merupakan lapis permukaan dengan
menggunakan agregat bergradasi baik. Asumsi ini diambil juga berdasarkan
agar tebal perkerasan jalan lebih efisien. IP merupakan skala penilaian kinerja
struktur perkerasan jalan yang memiliki rentang antara angka 1 sampai 5.
Angka 5 menyatakan fungsi pelayanan yang sangat baik dan angka 1
menyatakan fungsi pelayanan yang sangat buruk.
b. Menentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana telah
diperlihatkan pada tabel 4.9 pada Bab IV dan diambil nilai indeks permukaan
akhir sebesar 2,5.

Tabel 4.9 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana(IPt)


Lokal
1-1,5
1,5
1,5-2
-

Fungsi Jalan
Kolektor
arteri
1,5
1,5-2
1,5-2
2
2
2-2,5
2-2,5
2,5

Tol
2,5

(Sumber: Pt-T-01-2002-B)

Nilai IPt yang tersedia pada metode ini berbeda dengan Metode AASHTO
1993, karena pada Metode AASHTO 1993 hanya memiliki 3 nilai yaitu 2; 2,5;
dan 3. Sedangkan untuk metode Pt T-01-2002-B memiliki nilai yang
bervariasi antara 1; 1,5; 2; atau 2,5. Pengambilan nilai 2,5 pada IP t
menyatakan permukaan masih cukup stabil dan baik.

4.3.2

Asumsi Nilai Struktural Number (SN)


Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien

relatif lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase (drainage coefficients).


Strktural number adalah angka yang menunjukan nilai struktur perkerasan jalan.
Dilakukan setiap percobaan dari nilai SN terkecil sampai nilai SN terbesar namun
untuk sebagai asumsi awal maka diambil nilai SN sebesar 1,4 karena nilai tersebut
paling mendekati diperhitungan selanjutnya.

4.3.3

Menentukan Angka Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan


Jenis setiap kendaraan memiliki minimal dua sumbu, yaitu sumbu depan

disebut juga sumbu kendali, dan sumbu belakang atau sumbu penahan beban.
Masing-masing sumbu dilengkapi satu, dua atau tiga roda, yang apabila sumbu
dilengkapi dengan satu roda disebut dengan sumbu singlet atau tunggal, apabila
dilengkapi dengan dua roda disebut sumbu tandem atau ganda dan apabila dilengkapi
dengan 3 roda disebut sumbu triple. Sebagai usaha mempermudah untuk

membedakan berbagai jenis kendaraan maka dalam proses perencanaan digunakan


kode angka dan simbol.
Untuk pelaksanaan tebal perkerasan jalan beban yang diperhitungkan adalah
beban yang mungkin terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan jalan. Beban
lalulintas rencana tidak selalu sama dengan beban lalulintas maksimum. Perencanaan
dengan menggunakan beban maksimum akan menghasilkan tebal perkerasan yang
tidak ekonomis, tetapi perencanaan berdasarkan beban yang lebih kecil dari beban
rata-rata yang digunakan akan menyebabkan struktur perkerasan mengalami
kerusakan sebelum masa pelayanan habis. Oleh sebab itu, perencanaan beban
lalulintas yang digunakan tidak menggunakan beban maksimum masing-masing jenis
kendaraan.
Dalam satu contoh perhitungan menentukan nilai angka ekivalen kendaraan
sesuai dengan tabel nilai angka ekivalen pada lampiran adalah sebagai berikut :
Jenis Kendaraan

: Truk Ringan

Berat

: 8300 Kg

Konfigurasi sumbu

: 1.2 L

Pembagian Berat

: Depan

: Sumbu Tunggal

= 8300x 34%
= 2822 Kg

Belakang : Sumbu Tandem

= 8300 x 66%
= 5478 Kg

Dengan SN (asumsi) = 1,4 dan IPt = 2,5 didapat nilai faktor ekivalen dengan
cara interpolasi sebagai berikut:
Sumbu Depan:
2724 Kg = 0,015

2822 Kg = X
3632 Kg = 0,043
X =

0,043 0,015
(2822 2724) + (0,155)
3632 2724

X = 0,018

Sumbu Belakang:
5448 Kg = 0,021
5478 Kg = Y
6356 Kg = 0,035
Y =

0,035 0,021
(6356 5448) + (0,021)
6356 5448
Y = 0,021

Dari hasil tersebut nilai faktor ekivalen untuk truk berat adalah:
X + Y = 0,018+ 0,021 = 0,039
Untuk perhitungan nilai ekivalen jenis kendaraan lainnya dikonfigurasi sumbu
dan tipe kendaraan serta berat kendaraan untuk masing-masing kendaraan dengan
nilai SN asumsi sebesar 1,4 dan IPt sebesar 2,5 dapat dilihat pada Tabel 4.10
dibawah ini.
Tabel 4.10 Faktor Ekivalen Setiap Jenis Kendaraan (E)
Jenis Kendaraan

Sumbu

Beban Sumbu (Kg)

Roda

Nilai Faktor
Ekivalen

Mobil Penumpang (1.1)

Depan 50%

1000

Single

0,0007

2000 Kg

Belakang 50%

1000

Single

0,0007
0,0014

0,0Bus (1.2)

Depan 34%

3060

Single

0,025

9000 Kg

Belakang 66%

5940

Double

0,029
0,286

Truk (1.2 L)

Depan 34%

2822

Single

0,018

8300 Kg

Belakang 66%

5478

Double

0,021
0,039

Sumber: Hasil Perhitungan

4.3.4

Menentukan Faktor Distribusi Arah (DA)


Faktor distribusi arah dapat ditentukan apabila volume lalulintas yang tersedia

dalam 2 arah. Nilai DA berkisar antara 0,3-0,7. Untuk perencanaan umumnya diambil
nilai DA sama dengan 0,5 kecuali pada kasus khusus dimana kendaraan berat
cenderung menuju satu arah tertentu atau pada kasus dimana diperoleh data volume
lalulintas untuk masing-masing arah.

4.3.5

Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL)


Faktor distribusi lajur yaitu faktor distribusi ke lajur rencana. Sesuai dengan

Tabel 4.11 yang menunjukan faktor distribusi lajur untuk jumlah lajur perarah sama
dengan 1 adalah 100% sumbu standar dalam lajur rencana atau DL=1.
Tabel 4.11 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah Lajur PerArah
1
2
3
4

Persen Sumbu Standar Dalam Lajur


Rencana
100
80-100
60-80
50-75

(Sumber: Pt-T-01-2002-B dan AASHTO 1993)

4.3.6

Menghitung Repetisi Beban Selama Umur Rencana (W18)


Untuk mendapatkan nilai W18 sebelumnya dicari terlebih dahulu nilai tingkat

pertumbuhan lalulintas (i), nilai Lintas Harian Rata-rata (LHR) dan faktor umur
rencana (N).
A. Perhitungan Pertumbuhan Lalu Lintas
Jenis kendaraan yang memakai ruas jalan M. Said Kecamatan Sungai Kunjang
beraneka ragam, bervariasi, baik ukuran, berat total, konfigurasi dan beban sumbu.
Oleh karena itu volume lalu lintas umumnya dikelompokkan atas beberapa kelompok
yang masing-masing kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan.

o Berdasarkan data 2010 dan 2011


Angka kendaraan Mobil Penumpang:
Kendaraan ringan 2010 (1+i)

Kendaraan ringan 2011

57813 (1+i)

58237

(1+i)

58237/57813

(1+i)

1,0073

1,0073 1

0,0073

o Berdasarkan data 2010 dan 2011


Angka kendaraan Truck:
Kendaraan berat 2010 (1+i)

Kendaraan berat 2011

841 (1+i)

869

(1+i)

869/882

(1+i)

1,033

1,033 1

0,033

o Berdasarkan data 2010 dan 2011


Angka kendaraan Bus:
Kendaraan berat 2010 (1+i)

Kendaraan berat 2011

241 (1+i)

259

(1+i)

259/241

(1+i)

1,074

1,074 1

0,074

o Berdasarkan data 2011 dan 2012


Angka kendaraan Mobil Penumpang:

Kendaraan ringan 2011 (1+i)

Kendaraan ringan 2012

58237 (1+i)

62713

(1+i)

62713/58237

(1+i)

1,076

1,076 1

0,076

o Berdasarkan data 2011 dan 2012


Angka kendaraan Truck:
Kendaraan berat 2011 (1+i)

Kendaraan berat 2012

869(1+i)

882

(1+i)

882/869

(1+i)

1,014

1,014 1

0,014

o Berdasarkan data 2011 dan 2012


Angka kendaraan Bus:
Kendaraan berat 2011 (1+i)

Kendaraan berat 2012

259 (1+i)

278

(1+i)

278/259

(1+i)

1,073

1,073 1

0,073

Jadi angka perhitungan pertumbuhan lalu lintas kendaraan pada setiap tahunnya
dapat dilihat dari Tabel 4.12 dibawah ini:

Tabel 4.12 Angka Pertumbuhan Kendaraan


Jenis Kendaraan
Tahun

Mobil Penumpang
Jumlah

2010

i (%)

57813

Truck
Jumlah

58237

2012

62713

Jumlah

869

0,074
259

0,014
882

0,042

i (%)

241
0,033

0,076
Rata-rata
(i)

i (%)

841
0,007

2011

Bus

0,073
278

0,024

0,074

Sumber: Hasil Perhitungan


Data tersebut merupakan data jumlah kendaraan dalam 3 tahun terakhir (20102012) di Daerah Samarinda dari data tersebut maka akan diketahui angka
pertumbuhan lalu lintas setiap tahunnya berdasarkan jenis kendaraan. Kemudian
diambil rata-rata pertumbuhan lalu lintas untuk Mobil Penumpang 0,0420 sedangkan
untuk Truck rata-rata pertumbuhannya adalah 0,0241 dan untuk Bus rata-rata
pertumbuhannya adalah sebesar 0,0740. Untuk angka pertumbuhan lalu lintas pada
tahun 2014 didapat sebesar 0,1402 atau sama dengan 14,02%.
B. Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Data lalu lintas diperlukan untuk menghitung volume lalu lintas pada tahun
yang dikehendaki dalam umur rencana jalan. Data lalu lintas terdiri dari berbagai jenis
kendaraan yang diproyeksikan sampai 20 tahun umur rencana jalan yang
direncanakan. Perencanakan ini diambil sampai 20 tahun karena dikhawatirkan
adanya kemencengan jumlah LHR pada tahun umur rencana, karena semakin lama
umur rencana kemencengan peramalan menjadi semakin besar pula. Selain itu,
diperkirakan hasil perhitungan tebal perkerasan jalan tersebut menjadi tidak

ekonomis.
Dalam perhitungan tebal perkerasan, kita memerlukan data berupa data LHR.
Data ini didapatkan dari peninjauan langsung dilapangan pada ruas jalan M. Said
Kota Samarinda dengan masa tinjau selama 3x24 jam, dari pukul 10.00 WITA sampai
10.00 WITA. Hasil survey dapat dilihat pada Lampiran, berikut ini kesimpulan hasil
LHR yang didapatkan, volume lalu lintas pada tahun 2014 adalah:
Tabel 4.13 Lalu Lintas Harian Rencana 2014 (LHR2014)
LHR2014
Jenis kendaraan
(kendaraan/Hari/2 arah)
Mobil penumpang

1628

Kendaraan

Mobil angkutan

85

Kendaraan

Mobil minibus

305

Kendaraan

Bus kecil

Kendaraan

Truck ringan 2 sumbu

40

Kendaraan

TOTAL

2060

Kendaraan

Sumber: Survey Lapangan


Perhitungan untuk LHR akhir umur rencana untuk salah satu contoh
dapat dillihat dibawah ini.
LHR 2034 (akhir umur rencana)
Truck Ringan 2 Sumbu
LHR 2034 =

LHR 2014 (1+i)20

LHR 2034 =

40 (1+0,024)20

64

Untuk perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) yang lainya untuk
ruas jalan M. Said Sta 0+000-3+800 Samarinda pada akhir umur rencana pada 20
tahun yang akan datang yaitu tahun 2034 dapat dilihat pada Tabel 4.14 dibawah ini.
Tabel 4.14 LHR2034 (Akhir Umur Rencana)
LHR2034
Jenis kendaraan
(kendaraan/Hari/2 arah)
Mobil Penumpang

3714

Kendaraan

Mobil angkutan

194

Kendaraan

Mobil Mini b us

696

Kendaraan

Bus kecil

Kendaraan

Truck ringan 2 sumbu

64

Kendaraan

TOTAL

4676

Kendaraan

Sumber: Hasil Perhitungan


C. Faktor Umur Rencana (N)
Faktor umur rencana dapat di tentukan berdasarkan tabel pada lampiran 5
dan dapat pula dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

N=
Contoh salah satu perhitungan faktor umur rencana adalah :
N mobilpenumpang= [(1 +i)ur-1]
i

= [(1 +0,042)20 -1]


0,042

= 30,434
Perhitungan faktor umur rencana kendaraan lainnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :

Tabel 4.15 Nilai Faktor Umur Rencana (N)


Jenis
Kendaraan

TingkatPertumbuhan
Kendaraan
(%)

Umur
Rencana (UR)
(tahun)

MobilPenumpang
Mobil Angkutan

0,042
0,042

20
20

30,434
30,434

Mobil Minibus
Bus Kecil
Truk ringan 2 as

0,042
0,074
0,024

20
20
20

30,434
42,842
25,321

Ssetelah nilai faktor umur rencana untuk masing-masing kendaraan


diketahui LHR tahun 2034 dengan satuan kendaraan/hari/2 arah diubah
menjadi lss/hari/2 arah dengan mengalikan nilai ekivalen masing-masing
kendaraan. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.16 dibawah ini:
Tabel 4.16 LHR dalam kend/hari/2 arah diubah menjadiLHR dalam lss/hari/2 arah
Jenis Kendaraan
MobilPenumpang
Mobil Angkutan
Mobil Minibus
Bus Kecil
Truk ringan 2 as

LHR 2034
(kend/hari/2 arah)
3714
194
696
8
64
Jumlah

E
kendaraan
0,0008
0,0008
0,0008
0,0361
0,0247

LHR 2034
(lss/hari/2 arah)
2,9712
0,1552
0,5568
0,2888
1,5808
5,5528

Dari beberapa hasil perhitungan data diatas, maka dapat dihitung repetisi
beban selama umur rencana dengan rumus berikut ini :
W18=E kendaraanxLHRix DAx DLx365 xN
Contoh Perhitungan :
W18TRUCK= 0,0247 x 64 x 0,5 x 1 x 365 x 25,321
= 7354,948 lss/ur/lajur rencana

Hasil perhitungan untuk masing-masing kendaraan dapat dilihat pada


tabel di bawah ini :
Tabel 4.17 Hasil PerhitunganW18

Jenis
Kendaraan

LHR
E
Kendara Kend/hari/ Lss/hari/
an
2 arah
2 arah

i
N

Lss/ur/jrs
rencana

MobilPenu
mpang

0,0008

3714

2,9712

0,042
0

30,434

16501,541

Mobil
Angkutan

0,0008

194

0,1552

0,042
0

30,434

861,567

Mobil
Minibus

0,0008

696

0,5568

0,042
0

30,434

3091,505

Bus kecil

0,0361

0,2888

0,074
0

42,842

2354,803

Truck
ringan 2
sumbu

0,0247

64

1,5808

0,024
0

25,321

7354,948

W18 total

D.

W18

30164,365

Menentukan Nilai Reliabilitas


Konsep

reliabilitas

merupakan

upaya

untuk

menyertakan

derajat

ketidakpastian kedalam proses perencanaan untuk menjamin berbagai macam


alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Tabel
4.18 pada Bab IV menunjukkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacammacam klasifikasi jalan.

Tabel 4.18 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan


Rekomendasi TingkatReliabilitas
Fungsi Jalan
Bebas hambatan
Arteri
Kolektor
Lokal

Perkotaan

AntarKota

85-99,9
80-99
80-95
50-80

80-99,9
75-95
75-95
50-80

(Sumber: AASHTO, 1993)

Untuk klasifikasi jalan rencana berupa jalan kolektor perkotaan tingkat


reliabilitas berkisar antara 80%-95% dan diambil nilai tertinggi yaitu 95% untuk
perencanaan ini karena merupakan jalan kolektor perkotaan.
Deviasi Standar (So) adalah deviasi standar keseluruhan dari distribusi
normal sehubungan dengan kesalahan yang terjadi pada perkiraan lalulintas dan
kinerja perkerasan. Berdasarkan nilai yang mewakili kondisi setempat rentang nilai
So adalah 0,4-0,5 dan diambil nilai tertinggi 0,5 karena perkiraan beban lalu lintas
yang sulit untuk didapatkan.
Berdasarkan tabel 4.19 pada Bab IV untuk nilai reliabilitas, R = 95% didapat
nilai Standar Normal Deviate (ZR) = -1,645. Nilai Standar Normal Deviate (ZR)
adalah nilai yang sehubungan nilai lengkung. Untuk nilai So = 0,5 dengan R = 95%
didapat faktor reliabilitas (FR) sebesar 6,65.

Tabel 4.19 Nilai Reliabilitas, ZR, dan FR

Tingkat
kepercayaan
R (%)
50
60
70
75
80
85
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
99.9
99.99

FR
Deviasi Normal
untuk
Standar
So =
ZR
0.4
-0,000
1,00
-0,253
1,26
-0,524
1,62
-0,674
1,86
-0,841
2,17
-1,307
2,60
-1,282
3,26
-1,340
3,44
-1,405
3,65
-1,476
3,89
-1,555
4,19
-1,645
4,55
-1,751
5,02
-1,881
5,56
-2,054
6,63
-2,327
8,53
-3,090
17,22
-3,750
31,62

FR
untuk
So =
0.45
1
1,3
1,72
2,01
2,39
2,93
3,77
4,01
4,29
4,62
5,01
5,50
6,14
7,02
8,40
11,15
24,58
48,70

FR
untuk
So =
0.5
1
1,34
1,83
2,17
2,63
3,30
4,38
4,68
5,04
5,47
5,99
6,65
7,51
8,72
10,64
14,57
35,08
74,99

(Sumber:WSDOT, 1995)

Reliabilitas kinerja perencanaan dikontrol dengan faktor reliabilitas (F R)


yang dikalikan dengan perkiraan lalulintas (W18) selama umur rencana untuk
memperoleh prediksi kinerja (W18) dengan rumus dan perhitungan sebagai berikut:

W18= FRxW18
= 6,65 x 30164,365= 200593,0237lss/lajurrencana
Jadi, prediksi kinerja setelah di kontrol dengan faktor reliabilitas adalah
200593,0237 lss/lajur rencana.

4.3.7

Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar


Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai empiris

hasil penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer) yang dikenal


dengan DCP. Dari hasil test DCP akan didapat nilai CBR segmen jalan dan akan
dikorelasikan menjadi nilai MR untuk tanah dasar.

A. Analisa Data CBR


Data CBR Tanah Dasar
Stasiun

Titik

CBR

0+000

24

0+200

29

0+400

21

0+600

25

0+800

10

1+000

24

1+200

31

1+400

13

1+600

16

1+800

10

21

2+000

11

26

2+200

12

20

2+400

13

12

2+600

14

13

2+800

15

17

3+000

16

23

3+200

17

15

3+400

18

20

3+600

19

24

3+800

20

26

Selanjutnya nilai-nilai CBR diurutkan dari jumlah yang sama atau yang
lebih besar dan di persentasekan seperti pada tabel 4.20 dan dibuat grafik
seperti gambar 4.7.

Tabel 4.20 Data Persentase CBR Subgrade


CBR

Jumlah Yang Sama Atau Lebih


Besar

Persentase Nilai Yang Sama Atau Lebih Besar

10

20

100

12

19

95

13

17

85

13

17

85

15

16

80

16

15

75

17

14

70

20

12

60

20

12

60

21

10

50

21

10

50

23

45

24

30

24

30

24

30

25

25

26

15

26

15

29

10

31

Sumber : Hasil Perhitungan


Setelah didapatkan persentase nilai-nilai CBR seperti diatas maka dapat di buat grafik
seperti Gambar 4.7 dibawah ini

CBR % Sama atau lebih besr

CBR per Segmen


100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930313233
CBR Desain %

didapat cbr = 14%

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis
Dari grafik tersebut dengan memplotkan 90% pada grafik, diperoleh nilai
CBR Subgrade = 14%. Untuk CBR tanah dasar yang kurang dari CBR desain
sebesar 14%, maka harus dilakukan penanganan khusus seperti yang
ditunjukan pada Gambar 4.8:
0+000

0+200

0+400

0+600

0+800

1+000

24%

29%

21%

25%

10%

24%

1+800

2+000

2+200

2+400

2+600

26%

20%

21%

12%

13%

1+200

1+400

1+600

31%

13%

16%

2+800

3+000

3+200

3+400

17%

23%

15%

20%

3+600

3+800

24%

26%

Gambar 4.8 CBR yang Perlu Penanganan Khusus

4.3.8

Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing-Masing Lapisan


Dari nilai CBR dikorelasikan Menjadi MRyang berperan sebagai parameter

penunjuk daya dukung lapisan tanah dasar atau subgrade menggantikan nilai CBR
yang selama ini digunakan dengan perhitungan dibawah ini :
MR =1500 (CBR), MRdalam psi
=1500 (14)
=21000 psi
Dari perhitungan diatas didapat nilai MR untuk lapisan timbunan yaitu sebesar 21.000
psi. Tebal minimum setiap lapisan perkerasan berdasarkan mutu daya dukung lapisan
dibawahnya seperti diilustrasikan pada gambar 4.9 di bawah ini.

Gambar 4. 9 Ilustrasi Penentuan Tebal Minimum SetiapLapis Perkerasan


(Sumber: Sukirman.S, 2010)

Dari gambar dapat disimpulkan bahwa SN yang digunakan untuk


perencanaan masing-masing lapisan berdasarkan SN lapisan masing-masing. Cara
menentukan SN yang diperlukan diatas material lapis fondasi dengan nomogram pada
lampiran dengan menggunakan Modulus Resilient material lapis pondasi atas masingmasing modulus elastisitas.

Menggunakan alternatif 1
1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base)
nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1 minimum
adalah 6 cm.
2. Lapisan Base (Pondasi), nilai a2 = 0,135 dengan D2 minimum adalah 10 cm.
3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas B nilai a3= 0,125 dengan D3
minimum adalah 15 cm.
Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah sebagai
berikut:
a2

0,249 (log EBS) 0,977

0.135

0,249 (log EBS) 0,977

1.112

0,249 (log EBS)

Log EBS

4,46586

EBS

29232 psi

MRbase

EBS

a3

0,227 (log EBS) 0,837

0.125

0,227 (log EBS) 0,837

0.964

0,227 (log EBS)

Log ESB

4,24670

ESB

17648 psi

MRsubbase

EsB

29232 psi

17648 psi

Jadi, diperoleh nilai untuk Modulus Resilient adalah sebagai berikut:


MRsubgrade (timbunan)

21000 psi.

MRbase

29232 psi.

MRsubbase

17648 psi.

4.3.9

Mencari Nilai SN Dengan Nomogram dan Rumus Log Penentu Nilai SN


Angka Struktural Number (SN) yang diperoleh dengan nomogram harus sama

dengan SN yang asumsikan yaitu, SN= 1,4. Jika SN yang diperoleh tidak sama, maka
langkah diulang kembali mulai dari asumsi SN sampai ditemukan SN hasil hitungan.
Cara menggunakan nomogram penentu nilai SN adalah :
a. Tarik garis lurus antara nilai Reliabilitas dengan nilai Standar Deviation So
menuju garis bantu pertama.
b. Digaris bantu akan ditemukan titik potong dari penarikan garis pertama.
c. Tarik kembali garis lurus dari garis bantu pertama menuju garis W18dan
diteruskan menuju garis bantu kedua yang akan membentuk titik potong
yang kedua.
d. Dari titik potong kedua tarik garis lurus menuju garis Modulus Resilient
MR dengan satuan psi dirubah menjadi ksi. Teruskan garis lurus menuju
grafik nilai SN dan akan membentuk titik potong yang ketiga.
e. Pilih nilai PSI dan tarik garis lurus mendatar dari titik potong ketiga
menuju grafik nilai PSI, dana kantor bentuk titik potong yang
keempat,yang mana PSI = IPoIpt.
f. Setelah terbentuk titik potong yang keempat tarik garis vertikal ke bawah
dan akan menghasilkan angka SN dari nomogram.
Berdasarkan nomogram penentu nilai SN, diperoleh SN = 1,4, maka nilai SN
hasil hitungan = SN asumsi, tidak perlu dilakukan perhitungan ulang. Penggunaan

nomogram dapat dilihat pada lampiran. Dengan perhitungan nilai MR = 21000 psi =
21 ksi, dan nilai R = 95%, So = 0,5, W18 = 0,20059 (in million), PSI = 1.
Lalu dengan menggunakan rumus:

Log10W18 = ZR S0 + 9.36[Log10(SN + 1)] 0 .20+Log10[PSI/2.7]/{0.40+[1094/(SN+1)5.19 }+ 2.32

Diketahui:
SN asumsi =

1,4

So

0,5

MR

21000 psi

PSI

W18

0,20059 (in million)

Didapat Hasil:

0,20059 = 0,20059

Dari perhitungan diatas didapat nilai SN Asumsi = 1,4 tidak perlu dilakuka
perhitungan ulang.
4.3.10 Menentukan Koefisien Drainase
Pengaruh kualitas drainase dalam proses perencanaan tebal lapisan perkerasan
dinyatakan dengan koefisien drainase (m). Berdasarkan kondisi dilapangan dengan
pengamatan secara visual dimana dilakukan pengamatan terhadap jalan yang ditinjau
selama 1 hari dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi lingkungan disekitar daerah
perencanaan mempunyai kualitas drainase baik dimana kemampuan menghilangkan
air dari struktur perkerasan selama 1 hari. Dari tabel koefisien drainase 4.21, maka
diambil angka koefisien drainase m2 dan m3=1,25.

Tabel 4.21 Koefisien Drainase (m)


AirHilang

Kualitas

Dalam

Drainase

2 jam

Baik
sekali

PersenWaktu Struktur Perkerasan


Dipengaruhi olehKadarAiryang
Mendekati Jenuh
<1%

1-5%

5-25%

>25%

1,4-1,35

1,35-1,3

1,3-1,2

1,20

1 hari

Baik

1,35-1,25

1,25-1,15

1,15-1

1 minggu

sedang

1,25-1,15

1,15-1,05

1-0,80

0,80

1 bulan

Jelek

1,15-1,05

1,05-0,80

0,8-0,6

0,60

Air tidak

Jelek

mengalir

sekali

1,05-0,95

0,95-0,75

0,75-0,4

0,40

(Sumber: AASHTO, 1993)

4.3.11 Menentukan Tebal Minimum Masing Masing Perkerasan


Komposisi lapisan yang direncanakan dalam perencanaan perkerasaan lentur
metode Pt T-01-2002-B ini adalah sebagai berikut :
Komposisi lapisan yang direncanakan dalam perencanaan perkerasan lentur
dengan menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Lentur (Rancangan
3) ini adalah sebagai berikut:
a. Lapis permukaan/ surface (AC-WC beton aspal dan AC-Base)
b. Lapis pondasi/ baseAgregat kelas A (lapis pondasi beraspal)
c. Lapis pondasi bawah/ subbaseAgregat kelas B (lapis pondasi granular)
Untuk mencari nilai SN1 digunakan nilai MR = 29232 psi, dengan nilai R =
95%, SO = 0,5, W18 = 0,137248 (in million) dan PSI = 0,5 yang mana nilai-nilai
ini sama dengan nilai untuk mencari SN nomogram yang dijadikan SN 3 namun
hanya untuk nlai MR nya saja yang berbeda, yaitu MR = 17648 psi. untuk penggunaa
nomogram dapat dilihat pada Lampiran.

Dari penggunaan nomogram didapatkan nilai sebagai berikut :


SN1

= 1,38

SN2

= 1,72

SN3

= 1,4
Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya

dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Tebal minimal
masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan rumus dan perhitunganya
sebagai berikut :
D1*

SN1
a1
1,38
,

3,45 inci
Diambil Tebal D1= 4 inci
SN1* = a1xD1
= 0,4x4
=1,6
SN2*

= SN2 SN1
= 1,72 1,6
= 0,12

D2*

0,71

Maka diambil tebal minimum D2 = 4 inci


SN2*

4x0,135x1,25

D3*

0,675

5,6

(
,

( ,

)
)

Maka diambil tebal minimum D3 = 6 inch


Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D1*), lapis
pondasi (D2*), lapis pondasi bawah (D3*).

Menggunakan Alternatif 2
1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base)
nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1 minimum
adalah 6 cm.
2. Lapisan Base (Pondasi) Tanah Semen, nilai a2= 0,145 dengan D2 minimum
adalah 15 cm.
3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas C nilai a3= 0,112 dengan D3
minimum adalah 15 cm.
Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah
sebagai berikut:
a2

0,249 (log EBS) 0,977

0.145

0,249 (log EBS) 0,977

1.122

0,249 (log EBS)

Log EBS

4,50602

EBS

32064 psi

MRbase

EBS

a3

0,227 (log EBS) 0,837

0.112

0,227 (log EBS) 0,837

0.949

0,227 (log EBS)

Log ESB

4,18061

ESB

15157 psi

MRsubbase

EsB

32064 psi

15157 psi

Jadi, diperoleh nilai untuk Modulus Resilient adalah sebagai berikut:


MRsubgrade (timbunan)

21000 psi.

MRbase

32064 psi.

MRsubbase

15157 psi.

Berdasarkan nomogram penentu nilai SN, diperoleh SN = 1,4, maka nilai SN


hasil hitungan = SN asumsi, maka tidak perlu dilakukan perhitungan ulang.
Penggunaan nomogram dapat dilihat pada lampiran. Dengan perhitungan nilai MR =
21000 psi = 21 ksi, dan nilai R = 95%, So = 0,5, W18 = 0,20059 (in million), PSI =
1.

Dari penggunaan nomogram didapatkan nilai sebagai berikut :


SN1

= 1,27

SN2

= 1,83

SN3

= 1,4

Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya


dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Tebal minimal
masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan rumus dan perhitunganya
sebagai berikut :
D1*

SN1
a1
1,27
,

3,175 inci
Diambil Tebal D1*= 4 inci
SN1* = a1xD1*
= 0,4x4
=1,6
SN2*

= SN2 SN1
= 1,83 1,6

D2*

= 0,23

1,36

Maka diambil tebal minimum D2 = 6 inci


SN2*

D3*

6x0,135x1,25

1,0125

(
,

( ,

7,76

Maka diambil tebal minimum D3 = 8 inch


Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D1*), lapis
pondasi (D2*), lapis pondasi bawah (D3*).

Menggunakan Alternatif 3
1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC dan AC-Base)
nilai a1= 0,400 dengan D1 minimum adalah 4 cm dan untuk D1 minimum
adalah 6 cm.
2. Lapisan Base (Pondasi) Tanah kapur, nilai a2= 0,144 dengan D2 minimum
adalah 15 cm.
3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas C nilai a3= 0,112 dengan D3
minimum adalah 15 cm.
Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah
sebagai berikut:
a2

0,249 (log EBS) 0,977

0.14

0,249 (log EBS) 0,977

1.117

0,249 (log EBS)

Log EBS

4,48594

EBS

30616 psi

MRbase

EBS

30616 psi

a3

0,227 (log EBS) 0,837

0.112

0,227 (log EBS) 0,837

0.949

0,227 (log EBS)

Log ESB

4,18061

ESB

15157 psi

MRsubbase

EsB

15157 psi

Jadi, diperoleh nilai untuk Modulus Resilient adalah sebagai berikut:


MRsubgrade (timbunan)

21000 psi.

MRbase

30616 psi.

MRsubbase

15157 psi.

Berdasarkan nomogram penentu nilai SN, diperoleh SN = 1,4, maka nilai SN


hasil hitungan = SN asumsi, maka tidak perlu dilakukan perhitungan ulang.
Penggunaan nomogram dapat dilihat pada lampiran. Dengan perhitungan nilai MR =
21000 psi = 21 ksi, dan nilai R = 95%, So = 0,5, W18 = 0,20059 (in million), PSI =
1.

Dari penggunaan nomogram didapatkan nilai sebagai berikut :


SN1

= 1,33

SN2

= 1,83

SN3

= 1,4
Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu daya

dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 4.2. Tebal minimal
masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan dengan rumus dan perhitunganya
sebagai berikut :

D1*

SN1
a1
1,33
,

3,325 inci
Diambil Tebal D1*= 4 inci
SN1* = a1xD1*
= 0,4x4
=1,6
SN2*

= SN2 SN1
= 1,83 1,6

D2*

= 0,23

1,36

Maka diambil tebal minimum D2 = 6 inci


SN2*

D3*

6x0,135x1,25

1,0125

7,76

(
,

( ,

Maka diambil tebal minimum D3 = 8 inch


Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D1*), lapis

pondasi (D2*), lapis pondasi bawah (D3*).

Dari hasil perhitungan di atas didapat tebal perkerasan setiap alternatif, dari
ketiga alternatif tersebut diambil tebal perkerasan alternatif 1 karena material yang
digunakan baik dan hasil perhitungan tebal perkerasan alternatif lebih efisien
daripada alternatif yang lain. Seperti tabel dan sketsa pada gambar dibawah ini dan
untuk lebih jelasnya gambar dapat dilihat pada lampiran. Untuk gambar hasil
perencanaan sebagai berikut :
Tabel 4.22 Hasil PerhitunganTebal Perkerasan Alternatif 1
D

Nilai
No

Lapisan

A
SN

AC-WC
1.

Min
(cm)

D
Inch

4
1

0,4

AC-Base

4
6

Lapis Pondasi
2.

0,98

0,135

10

1,86

0,125

15

(Agregat Kelas A)
Lapis Pondasi Bawah
3.
(Agregat Kelas B)
Sumber : Hasil Perhitungan

= 4cm
= 6 cm
= 10cm
= 15cm

0,5 m

2,5 m

0,5 m

2,5 m
5m
6m

Gambar 4.10 Sketsa Profil Melintang Desain Tebal Perkerasan Lentur


Dari hasil perhitungan diatas, maka didapat masing-masing tebal perkerasan. Untuk
masing-masing perkerasan bisa dilihat pada Tabel 4.23 sebagai berikut:
Tabel 4.23 Perkerasan Setiap Metode
Metode

Pt T-01-2002-B

SDPJL

02/M/BM/2013

Lapisan Surface (cm)

Sub permukaan
2

Lapisan
Base
(cm)

Lapisan
SubBase
(cm)
LPA
Kelas A

AC-WC

AC-BC

CTB

(4cm)

(6cm)

(10cm)

AC-WC

AC-BC
AC-Base (13cm)

(4cm)

(6cm)

Burda (2cm)

Sumber: Hasil Perhitungan

Total Lapis
Perkerasan
(cm)

35cm

(15cm)

Agregat
Kelas A

Agregat
Kelas B

(10cm)

(15cm)

LPA
Kelas A

Kerikil

(25cm)

(11cm)

48cm

38cm

Dari Tabel 4.23 dapat dilihat berdasarkan tebal perkerasan yang paling efisien
adalah metode SDPJL dan Pt T-01-2002-B karena total lapisan perkerasan yang
digunakan lebih sedikit dibandingkan metode 02/M/BM2013, sehingga untuk
penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) diambil metode dengan perkerasan yang
lebih efisien.
4.4

Rencana Anggaran Biaya


Perhitungan rencana anggaran biaya ini dengan menggunakan bantuan

komputer berupa program Microsoft Excel untuk mendapatkan perkiraan harga


satuan pekerjaan penangan jalan dilingkungan Dirjen Bina Marga, Departement
Pekerjaan Umum. Untuk perhitungan jumlah volume pekerjaan yang diasumsikan
ialah kondisi jalan dalam keadaan lurus terdapat pada uraian berikut ini:
Perhitungan Kuantitas Masing-Masing Pekerjaan
Divisi 1: Umum
1.2

Mobilisasi

Jumlah volume = 1 LS
Divisi 3 : Pekerjaan Tanah
3.1(1)

Galian Biasa

Jumlah volume = tebal perkerasan x lebar jalan x panjang jalan


= 0,35 x 5 x 3800
= 6650 m3
3.3(1)

Penyiapan Badan Jalan

Jumlah volume = (lebar jalan + bahu jalan + 1) x panjang jalan


= (5 + 0,5 + 1) x 3800

= 24700 m2
Divisi 4 : Pelebaran Perkerasan Dan Bahu Jalan
4.2(2a)

Lapis Pondasi Agregat Kelas B

Jumlah volume = tebal bahu jalan kelas B x lebar bahu jalan x panjang
= 0,1 x 0,5 x 3800
= 190 m3
Divisi 5 : Perkerasan Berbutir Dan Perkerasan Beton Semen
5.1(1)

Lapis Pondasi Agregat Kelas A

Jumlah volume = tebal lapis pondasi kelas A x lebar jalan x panjang


= 0,10 x 5 x 3800
= 1900 m3
5.1(2)

Lapis Pondasi Agregat Kelas B

Jumlah volume = tebal lapis pondasi kelas B x lebar jalan x panjang


= 0,15 x 5 x 3800
= 2850 m3
Divisi 6 : Perkerasan Aspal
6.1(1)(a)

Lapis Resap Pengikat-Aspal Cair

Jumlah volume = 1,1 L x lebar jalan x panjang jalan


= 1,1 x 5 x 3800
= 20900 liter

6.1(2)(a)

Lapis Perekat-Aspal Cair

Jumlah volume = 0,4 L x lebar jalan x panjang jalan


= 0,4 x 5 x 3800
= 7600 liter
6.3(5a)

Laston Lapis Aus (AC-WC) (Gradasi halus/kasar)

Jumlah volume = tebal lapisan AC-WC x lebar jalan x panjang jalan


= 0,06 x 5 x 3800
= 1140 ton
6.3(6a)

Laston Lapis Antara (AC-Base) (Gradasi halus/kasar)

Jumlah volume = tebal lapisan AC-Base x lebar jalan x panjang jalan


= 0,12 x 5 x 3800
= 2280 ton
Divisi 8 : Pengembalian Kondisi Dan Pekerjaan Minor
8.4(1)

Marka Jalan Termoplastik

Jumlah volume = tebal marka jalan termoplastik x panjang jalan


= 0,03 x 3800
= 114 m2
Setelah didapat jumlah volume pekerjaan jalan dan data lain seperti halnya
harga satuan ataupun data-data yang diperlukan dalam perhitungan analisis harga
satuan, maka dapat dihitung perkiraan harga pekerjaan dengan rekapitulasi seperti
pernyatan selanjutnya.

4.4.1 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan


Berikut ini adalah hasil total biaya pekerjaan yang diperlukan dengan rumus
(volume x harga satuan) dapat dilihat pada Tabel 4.24 dibawah ini.
Tabel 4.24 Perhitungan Total Biaya Pekerjaan
Pembayaran
a

Uraian
B

Perkiraan
Kuantitas

Harga Satuan

Satuan

(Rupiah)

Jumlah HargaHarga
(Rupiah)

f = (d x e)

1,353,030,000

1,353,030,000

DIVISI 1. UMUM
1.2

Mobilisasi

LS

Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 1 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)

1,353,030,000

DIVISI 3. PEKERJAAN TANAH


3.1.(1a)
3.3.(1)

Galian Biasa
Penyiapan Badan Jalan

M3
M

6,650

103,568.55

688,730,858

24,700

399.82

9,875,450

Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 3 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)

698,606,307

DIVISI 4. PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN


4.2.(2a)

Lapis Pondasi Agregat Kelas B

M3

190

450,825.73

Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 4 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)

85,610,318
85,610,318

DIVISI 5. PERKERASAN BERBUTIR


5.1.(1)
5.1.(2)

Lapis Pondasi Agregat Kelas A

M3

1,900

473,061,.84

898,817,503

Lapis Pondasi Agregat Kelas B

2,850

444,667,68

1,267,302,898

Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 5 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)

2,166,120,402

DIVISI 6. PERKERASAN ASPAL


6.1 (1)(a)

Lapis Resap Pengikat - Aspal Cair

Liter

20,900

5,840.95

122,075,942

6.1 (2)(a)

Lapis Perekat - Aspal Cair

Liter

7,600

7,600

51,509,456

Ton

1,140

472,041..20

538,126,964

Ton

2,280

478,841.82

1,091,759,361

6.3(5a)

6.3(7a)

Laston Lapis Aus (AC-WC) (gradasi


halus/kasar)
Laston Lpis Pondasi (AC-Base)
(gradasi halus/kasar)

Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 6 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan)

1,803,471,723

DIVISI 8. PENGEMBALIAN KONDISI DAN PEKERJAAN MINOR


8.4.(1)

Marka Jalan Termoplastik

M2

114

239,728.12

Jumlah Harga Pekerjaan DIVISI 8 (masuk pada Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan

27,329,005
27,329,005

4.4.2 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya


Untuk perhitungan rencana anggaran biaya dapat dilihat pada
lampiran.Untuk rekapitulasi dapat dilihat pada Tabel 4.25 dibawah ini.
Tabel 4.25 Rekapitulasi Perkiraan Harga Pekerjaan
No. Divisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Uraian
Umum
Drainase
Pekerjaan Tanah
Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan
Perkerasan Non Aspal
Perkerasan Aspal
Struktur
Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor
Pekerjaan Harian
Pekerjaan Pemeliharaan Rutin

(A) Jumlah Harga Pekerjaan (termasuk Biaya Umum dan


Keuntungan)
(B) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) = 10% x A
(C) Jumlah Total Harga Pekerjaan = A + B

Jumlah Harga Pekerjaan


(Rupiah)
Rp 1.353.030.000
Rp
0
Rp 698.606.307
Rp 85.610.368
Rp 2.166.120.402
Rp 1.803.471.723
Rp
0
Rp 27.329.005
Rp
0
Rp
0
Rp 6.134.167.755
Rp 613.416.775
Rp 6.747.584.530

Sumber: Hasil Perhitungan


Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk perencanaan ruas jalan M. Said Sta 0,0-3,8
Km ini didapatkan perkiraan harga pekerjaan sebesar Rp. 6.747.584.530 (enam
milyar tujuh ratus empat puluh tujuh juta lima ratus lima delapan puluh empat ribu
lima ratus tiga puluh rupiah tiga rupiah) dengan jalan sepanjang 3.8 Km dengan
lebar jalan sebesar 6 m.

BAB V
PENUTUP

5.1

Kesimpulan
Dari hasil analisis tebal lapisan perkerasan lentur pada bab sebelumnya, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa:


1. Perancangan tebal perkerasan lentur jalan M. Said Km 0,0-3,8 Kota Samarinda
dengan menggunakan Pedoman Perancangan Tebal Perkerasan Jalan Lentur
02/M/B/BM/2013 dengan umur rencana 20 tahun, lebar jalan 6 meter sepanjang
3.8 Km menghasilkan struktur tebal perkerasan lentur sebagai berikut:
D1

= 2 cm Burda

D2

= 25 cm Lapis Pondasi Agregat Kelas A

D3

= 11 cm Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kerikil

CBR Tanah Dasar = 12,8 %


Sedangkan perancangan dengan menggunakan program SDPJL dengan umur
rencana 20 tahun, lebar jalan 6 meter serta panjang 3.8 Km mendapatkan struktur
tebal perkerasan lentur sebagai berikut:
Lapis permukaan (AC WC)

=4

cm

Lapis sub permukaan 1 (AC Base)

=6

cm

Lapis sup permukaan 2

= 13

cm

Lapis pondasi (Agregat A)

= 10

cm

Lapis pondasi bawah (Agregat B)

= 15

cm

CBR Desain Program

= 12,8%

Sedangkan perancangan dengan menggunakan metode Pt T-01-2002-B dengan


umur rencana 20 tahun, lebar jalan 6 meter serta panjang 3.8 Km mendapatkan
struktur tebal perkerasan lentur sebagai berikut:
Lapis permukaan (AC WC)

=4

cm

Lapis sub permukaan 1 (AC Base)

=6

cm

Lapis pondasi (Agregat A)

= 10

cm

Lapis pondasi bawah (Agregat B)

= 15

cm

CBR Desain Program

= 14%

Dari hasil perancangan dengan ketiga metode diatas, didapatkan nilai tebal
perkerasan lentur yang tidak jauh berbeda, hanya untuk di lapis sub permukaan
dan lapis pondasi saja yang perbedaannya tidak terlalu jauh selain itu nilainya
sama.
Perbedaan nilai tebal perkerasan ini dikarenakan masukan data awal serta
syarat-syarat tiap metode yang berbeda-beda. Dari perancangan yang didapat, hasil
perhitungan yang dilakukan dengan metode Perancangan Tebal Perkerasan Jalan
Lentur Pt T-01-2002-B ini lebih efisien daripada 02/M/B/BM/2013 dan program
SDPJL, ketebalan lapisan perkerasan menggunakan metode ini dikarenakan
besarnya nilai CBR tanah akan menentukan ketebalan lapis perkerasan yang akan
dibuat sebagai lapisan perkerasan diatasnya. Namun, untuk efisiensi dalam hal
anggaran biaya maka diambil tebal perkerasan yang paling tipis yaitu tebal
perkerasan dengan metode Perancangan Tebal Perkerasan Jalan Lentur Pt T-012002-B.
Rencana anggaran biaya (RAB) yang didapat dari perkerasan yang ada maka
didapat Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebesar sebesar Rp. 6.747.584.530
(enam milyar tujuh ratus empat puluh tujuh juta lima ratus lima delapan puluh

empat ribu lima ratus tiga puluh rupiah tiga rupiah) dengan jalan sepanjang 3.8
Km dengan lebar jalan sebesar 6 m.
5.2

Saran
1. Dalam mendesain tebal perkerasan suatu jalan, data-data yang nantinya
dipergunakan sebaiknya diambil langsung kelapangan oleh perencana, agar
memperoleh perencanaan yang sesuai dengan kondisi daerah sekitar
perencanaan.
2. Perencanaan dengan menggunakan program SDPJL sebaiknya terlebih
dahulu dilakukan perhitungan secara manual sebagai pembanding, karena
mungkin saja terjadi kesalahan dari hasil program dikarenakan data-data
asumsi yang dimasukkan. Program SDPJL ini juga mendapatkan hasil yang
kurang sempurna oleh karena itu sebaiknya lebih bisa dipelajari lagi lebih
lanjut.
3. Sebaiknya untuk hasil perhitungan nilai CBR tanah dasar yang kurang dari
14% dan 12,8% itu lebih baik dilakukan perbaikan atau penambahan
timbunan pada tanah dasar untuk meningkatkan nilai CBRnya dengan
menggunakan timbunan pilihan.
4. Dalam perencanaan rencana anggaran biaya proyek pembangunan
diperlukan dasar-dasar pertimbangan yang tepat serta digunakan harga
satuan yang baru, sehingga didapat rencana anggaran biaya yang lebih
optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. Pedoman Perencanaan


Tebal Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B. Jakarta.
Hendarsin, L.S. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik
Negeri Bandung. Bandung.
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. 2002. Pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur. Jakarta.
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. 2013. Analisa Harga
Satuan Pekerja (AHSP). Jakarta.
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga. 2013. Pedoman
Perancangan Tebal Perkerasan Lentur 02/M/BM/2013. Jakarta.
Sukirman, S. 2010. Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur. Nova. Bandung.

You might also like