You are on page 1of 18

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Depresi
a. Pengertian Umum
Depresi adalah suatu gangguan perasaan dengan komponen
psikologik, misalnya rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan,
tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis dan komponen
somatik, misalnya : anorexia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan
darah dan nadi menurun sedikit (Maramis, 2005).
Adapun jenis -jenis depresi meliputi :
1. Menurut gejalanya :
a) Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa
yang menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya.
Penderitanya

seringkali

dipenuhi

trauma

emosional

yang

mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai,


pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih. Orang yang
menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas dan
sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau
ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak
menderita delusi atau halusinasi.
b) Depresi psikotik
Secara tegas istilah psikotik harus dipakai untuk penyakit
depresi berat yang mencerminkan penyakit yang parah dan
merupakan indikator prognostik yang buruk.

c) Psikosis depresi manik


Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh
kembali disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang

mengalami gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan rasa


cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan
gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan gambaran ini
disebut mania.
(Sadock dan Sadock, 2009)
2. Menurut Penyebabnya :
a) Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres
luar seperti kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.
b) Depresi endogenus
Pada

depresi

endogenous,

gejalanya

terjadi

tanpa

dipengaruhi oleh faktor lain.


c) Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan
depresi yang disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan
obat atau alkohol (depresi sekunder) dengan depresi yang tidak
mempunyai

penyebab-penyebab

ini

(depresi

primer).

Penggolongan ini lebih banyak digunakan untuk penelitian tujuan


perawatan.
(Szklo, 2002)
b. Epidemiologi
Gangguan ini dapat terjadi pada semua umur (umur rata-rata onset
adalah akhir 20-an; 10% terjadi setelah umur 60-an) dengan sebagian besar
kasus adalah pada usia dewasa dan perbandingan perempuan dengan lakilaki adalah 2:1 (ada peningkatan remaja dan dewasa muda yang mengalami
gangguan ini) (Tomb, 2003). Gangguan depresi berat terjadi pada orang
tanpa hubungan interpersonal dekat atau pada mereka yang tidak menikah
atau bercerai (Sadock dan Sadock, 2009).

Depresi

merupakan

salah

satu

jenis

gangguan

jiwa

yang

prevalensinya cukup banyak. WHO mencatat saat ini (2006) terdapat 121
juta orang mengalami depresi, sebanyak 5,8% pria dan 9,5% wanita di dunia
pernah mengalami episode depresif dalam hidup mereka. Diperkirakan,
pada tahun 2020, depresi akan menempati peringkat kedua setelah penyakit
jantung, yang umum dialami masyarakat di dunia (Andra, 2007).
c. Etiologi
Dilihat dari etiologi dasarnya, secara umum untuk depresi belum
diketahui secara pasti. Akan tetapi berdasarkan faktor penyebab dapat dibagi
menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Perbedaan
tersebut hanyalah suatu pengelompokan saja, karena dimungkinkan bahwa
ketiga bagian tersebut berinteraksi satu sama lainnya (Tomb, 2003).
Menurut (Szklo, 2002) penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
1. Faktor organobiologis
Karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama
serotonin.
2. Faktor psikoedukasi
Karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku
terhadap suatu situasi sosial.
3. Faktor sosio-lingkungan
Misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan,
paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya.
Menurut teori psikoanalisis (Freud) mendalilkan bahwa pasien
depresi menderita kehilangan objek cinta yang ambivalen, baik nyata atau
imajinasi, mereka bereaksi dengan kemarahan yang tidak disadari dan
kemudian diarahkan kepada diri sendiri, dan ini menyebabkan penurunan
harga diri dan depresi (Tomb, 2003). Teori kognitif mendalilkan suatu trias
kognitif pada persepsi yang terdistorsi, yaitu (1) interprestasi negatif
seseorang tentang pengalaman hidupnya; (2) menyebabkan penurunan nilai
dirinya; (3) sehingga menyebabkan depresi (Sadock dan Sadock, 2007).

Sedangkan teori biologi mempelajari tentang depresi dengan


memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin (5-HT).
Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan oleh
rendahnya kadar NE otak, dan peningkatan NE menyebabkan mania.
Hipotesis indolamin menyatakan bahwa rendahnya 5-HT otak (atau
metabolit utama, 5-HIAA) menyebabkan depresi sedangkan hipotesis
permisif mendalilkan bahwa penurunan NE menimbulkan depresi dan
peningkatan NE menyebabkan mania, hanya apabila kadar 5-HT rendah
(Tomb, 2003).
Penyebab-penyebab depresi lainnya berdasarkan etiologi dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Gangguan Regulasi Hormon Cortical-Hypotalamic-Pituitary-Adrenal
Cortical Axis (CHPA)
Dilihat dari regulasi hormon, bila pengalaman yang berbentuk
stressor dalam kehidupan sehari-hari tercatat dalam korteks serebri dan
sistem limbik sebagai stressor atau emosi yang mengganggu, bagian
otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh meningkatkan
kesadarannya dan mempersiapkan diri untuk mengatasi stressor
tersebut. Target adalah kelenjar adrenal. Kelenjar akan mengeluarkan
hormon kortisol untuk mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang
peranan penting dalam mengatur tidur, nafsu makan, fungsi ginjal,
sistem imun, dan semua faktor penting dalam hidup manusia.
Peningkatan aktivitas glukokortikoid merupakan respon utama terhadap
stressor. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan terjadinya
mekanisme umpan balik negatif yaitu hipotalamus menekan sekresi
corticotrophin releasing hormone (CRH), yang kemudian mengirimkan
pesan ini ke hipofisis sehingga hipofisis juga menurunkan produksi
adrenocorticotropin-hormone

(ACTH). Akhirnya

pesan

ini

juga

diteruskan kembali ke adrenal untuk mengurangi produksinya (Sadock


dan Sadock, 2007).
2. Faktor Psikososial
Berdasarkan faktor Psikososial pengamatan klinis yang telah
direplikasikan adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood
daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan untuk
menjelaskan keadaan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai
episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan
lama, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan fungsional
neurotransmitter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam bentuk
kontak sinaptik. Hasil akhir, dapat menyebabkan seseorang berada
dalam resiko yang lebih tinggi untuk menderita gangguan mood
selanjutnya bahkan tanpa adanya stressor eksternal (Sadock dan Sadock,
2007).
3. Faktor Kepribadian Premorbid
Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara unik
mempredisposisikan seseorang pada depresi, tetapi tipe kepribadian
tertentu misalnya dependen, obsesif kompulsif, histerikal, mungkin
berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada
tipe lainnya (Sadock dan Sadock, 2007).
d. Gejala Klinik
Gejala depresi meliputi trias depresi, yang terdiri dari mood yang
terdepresi, hilangnya minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi
yang ditandai dengan keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas
(Hawari, 2001).

10

Menurut (Hawari, 2004) dilihat dari gejala atau tanda-tanda yang


dialami seseorang yang mengalami depresi secara umum terlihat dari :
1) Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun,
tidak semangat, merasa tidak berdaya.
2) Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan.
3) Nafsu makan dan berat badan menurun.
4) Konsentrasi dan daya ingat menurun.
5) Gangguan tidur ; insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya
hipersomnia (terlalu banyak tidur). Gangguan ini seringkali disertai
dengan mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi
orang yang telah meninggal.
6) Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak
berdaya).
7) Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi
melakukan hobi, kreativitas menurun, produktivitasnya juga menurun.
8) Gangguan seksual (libido menurun).
9) Pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri.
10) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
11) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna.
12) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e. Diagnosis
Menurut Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders IV
(DSM-IV) untuk episode depresi berat :
1) Lima atau lebih gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami
perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut: (1) mood
depresi (2) kehilangan minat atau kesenangan.
a) Mood depresi hampir tiap hari
b) Kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua
pada aktivitas harian
c) Kehilangan berat badan bila tidak mau makan atau kenaikan berat
badan (perubahan berat badan lebih dari 5% setiap bulan), atau
kehilangan nafsu makan hampir setiap hari
d) Insomnia dan hiperinsomnia hampir setiap hari
e) Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari

11

f) Fatigue atau hampir kehilangan energi setiap hari


g) Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah tidak sesuai atau
berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari
h) Kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi

atau

ketidakyakinan hampir setiap hari


i) Pikiran berulang akan kematian (tidak hanya takut mati), ide bunuh
diri berulang tanpa rencana, percobaan bunuh diri
2) Gejala tidak memenuhi episode campuran.
3) Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan
dan area penting lainnya.
4) Gejala tidak terkait dengan efek psikologik penyalahgunaan (misalnya
obat) atau karena kondisi medik umum (missal : hipotiroid)
5) Gejala sebaiknya tidak dihitung bila akibat kehilangan, misalnya
kehilangan yang dicintai, gejala yang bertahan lebih dari 2 bulan atau
dikarakterisasi dengan gangguan fungsional, preokupasi dengan
perasaan tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi
psikomotor. (Sadock dan Sadock, 2007)
f. Hal-hal Yang Mempengaruhi Tingkat Depresi
Tingkat depresi dapat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :
1) Kematangan
Yaitu merupakan perkembangan susunan syaraf sehingga fungsi tubuh
menjadi lebih sempurna.
2) Pengalaman
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya.
3) Transmisi sosial
Yaitu hubungan timbal balik dengan lingkngan sosial antara lain melalui
pengasuhan dan pendidikan dari orang lain.
4) Ekuilibrasi
Yaitu sistem pengaturan dalam diri individu sendiri yang mampu
mempertahankan

keseimbangan

dan

penyesuaian

lingkungannya.
5) Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga, misalnya :
a) Kematian orang tua
b) Orang tua sakit berat atau cacat
c) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis
d) Orang tua sakit jiwa

diri

terhadap

12

e) Kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan


keuangan, tempat tinggal tidak memenuhi syarat, dan lain-lain.
(Sarwono, 2002)
g. Cara Mengatasi Depresi
Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan keadaan
pasien, namun biasanya merupakan gabungan dari obat, spiritual healing
dan terapi suportif. Dukungan dari keluarga dan teman juga sangat
membantu dalam penyembuhan.
Dewasa ini perkembangan terapi di dunia kedokteran sudah
berkembang ke arah pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai
penelitian yang telah dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai
problem kehiduapan yang merupakan stressor psikososial. WHO telah
menetapkan unsure spiritual (agama) sebagai salah satu dari 4 unsur
kesehatan. Keempat unsur kesehatan tersebut adalah :
1) Sehat fisik
2) Sehat psikis
3) Sehat sosial
4) Sehat spiritual
Sebagai contoh misalnya dalam agama Islam beberapa ayat dan
hadist berikut ini dapat diamalkan sebagai doa bagi mereka yang sedang
menderita stres, cemas, dan atau depresi atau penyakit fisik lainnya,
terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
1) (Yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah
hati menjadi tenteram (Q.S. 13: 28)
2) Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar
dan sholat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (Q.S.
2: 153)
3) Dari Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad saw barsabda: Tidaklah
seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit,

13

gangguan menumpuk pada dirinya (karena banyaknya) kecuali Allah


hapuskan akan doso-dosanya (H.R. Bukhari dan Muslim)
(Hawari, 2001)

h. Skala Penilaian Depresi


Tingkat depresi dapat dinilai dengan skala berikut :
- Beck Depression Inventory (BDI)
- Hamilton Rating Scale Scale for Depression (HRSD)
- Montgomery-Asberg Depression Rating Scale
2.

Sistem Pembelajaran KBK (dengan pendekatan Problem Based Learning)


a.

Definisi
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang
seperti namanya didasari oleh kompetensi. Kompetensi berdasarkan Konsil
Kedokteran Indonesia (2006) adalah pengetahuan, keterampilan dan nilainilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak
secara terus-menerus dan konsisten.
Problem Based Learning adalah metode belajar yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru (Suradjiono, 2004).
KBK Problem Based Learning merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang memberikan kondisi belajar aktif kepada
mahasiswa. Mahasiswa dilibatkan untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga mahasiswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah sekaligus memiliki
ketrampilan untuk memecahkan masalah (Zulharman, 2007).

b. Ciri-ciri
Ciri-ciri pembelajaran dengan metode KBK Problem Based Learning
diantaranya sebagai berikut :

14

1)
2)

Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.


Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan

3)
4)

secara mengambang (ill-structured).


Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective).
Masalah membuat pelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di

5)
6)

ranah pembelajaran yang baru.


Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber

7)

saja.
Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.
(Amir, 2009)
c. Tujuan
Tujuan pembelajaran dengan metode KBK Problem Based Learning
diantaranya sebagai berikut :
1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.
2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan.
3) Mendorong untuk berpikir.
4) Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial.
5) Membangun kacakapan belajar (life-long learning skills).
6) Memotivasi pelajar.
(Amir, 2009)
d. Tahapan PBL
Dalam PBL ada beberapa tahap, yang disebut seven jump, yaitu :
1). Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas
2). Merumuskan masalah
3). Menganalisa masalah
4). Menata gagasan dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam
5). Memformulasikan tujuan pembelajaran
6). Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi
kelompok)
7). Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan
membuat laporan untuk dosen/kelas
(Amir, 2009)

15

e. KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA (KKI)


1. Definisi
Konsil Kedokteran Indonesia selanjutnya disebut KKI adalah
suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen,
yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
2. Kompetensi menurut KKI
Kompetensi terdiri atas kompetensi utama, kompetensi
pendukung,kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan
kompetensi utama (SK Mendiknas 045/U/2002). Elemen-elemen
kompetensi terdiri atas:
a. Landasan kepribadian.
b. Penguasaan ilmu dan keterampilan.
c. Kemampuan berkarya.
d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian
berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai.
e. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan
pilihan keahlian dalam berkarya.
f. Lulusan adalah dokter yang memenuhi standar kompetensi yang
disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (sesuai pasal 8
Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran), yaitu Standar Kompetensi Dokter.

STANDAR KOMPETENSI DOKTER


1. Area Kompetensi:
1.1. Komunikasi efektif
1.2. Keterampilan Klinis

16

1.3. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran


1.4. Pengelolaan Masalah Kesehatan
1.5. Pengelolaan Informasi
1.6. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
1.7. Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta
Keselamatan Pasien
2. Komponen Kompetensi
2.1. Area Komunikasi Efektif
2.1.1.

Berkomunikasi dengan pasien serta anggota

keluarganya
2.1.2.

Berkomunikasi dengan sejawat

2.1.3.

Berkomunikasi dengan masyarakat

2.1.4.

Berkomunikasi dengan profesi lain

2.2. Area Keterampilan Klinis


2.2.1.

Memperoleh dan mencatat informasi yang

akurat serta penting tentang pasien dan keluarganya


2.2.2.

Melakukan prosedur klinik dan laboratorium

2.2.3.

Melakukan prosedur kedaruratan klinis

2.3. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran


2.3.1.

Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip

ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan


masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat
primer
2.3.2.

Merangkum

dari

interpretasi

anamnesis,

pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan prosedur yang


sesuai
2.3.3.

Menentukan efektivitas suatu tindakan

2.4. Area Pengelolaan Masalah Kesehatan

17

2.4.1.

Mengelola penyakit, keadaan sakit dan masalah

pasien sebagai individu yang utuh, bagian dari keluarga


dan masyarakat
2.4.2.

Melakukan Pencegahan Penyakit dan Keadaan Sakit


2.4.3.

Melaksanakan pendidikan kesehatan dalam

rangka promosi kesehatan dan pencegahan penyakit


2.4.4.

Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat

untuk meningkatkan derajat kesehatan


2.4.5.

Mengelola sumber daya manusia serta sarana

dan prasarana secara efektif dan efisien dalam


pelayanan

kesehatan

primer

dengan

pendekatan

kedokteran keluarga
2.5. Area Pengelolaan Informasi
2.5.1.

Menggunakan

teknologi

informasi

dan

komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis,


pemberian terapi, tindakan pencegahan dan promosi
kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status
kesehatan pasien
2.5.2.

Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi

informasi
2.5.3.

Memanfaatkan informasi kesehatan

2.6. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri


2.6.1.

Menerapkan mawas diri

2.6.2.

Mempraktikkan belajar sepanjang hayat

2.6.3.

Mengembangkan pengetahuan baru


2.7. Area

Etika,

Moral,

Medikolegal

Profesionalisme serta Keselamatan Pasien


2.7.1.

Memiliki Sikap professional

dan

18

2.7.2.

Berperilaku profesional dalam bekerja sama


2.7.3.

Sebagai anggota Tim Pelayanan Kesehatan yang

professional
2.7.4.

Melakukan

praktik

kedokteran

dalam

masyarakat multikultural di Indonesia


2.7.5.

Memenuhi aspek medikolegal dalam praktik

kedokteran
2.7.6.

Menerapkan keselamatan pasien dalam praktik

kedokteran
(Buku panduan Konsil Kedokteran Indonesia, 2006)
Kompetensi di atas meliputi kompetensi afektif, kognitif, dan
psikomotor. Adapun pengertian masing-masing, adalah sebagai
berikut:
1. Afektif : kompetensi yang berhubungan dengan sikap, perilaku,
sopan santun.
Contoh : sikap saat wawancara dengan pasien, sikap dengan
teman sejawat, atau dengan lain profesi.
2. Kognitif : kompetensi yang berhubungan dengan kecerdasan otak
untuk memahami persoalan.
Contoh : memahami efek samping obat yang diberikan kepada
pasinnya, pemahaman tentang gejala-gejala penyakit.
3. Psikomotor : kompetensi yang berhubungan dengan aktifitas fisik
yang berhubungan dengan mental.
Contoh : pengambilan darah pasien, memasang infus.
3. Sistem Pembelajaran Non-KBK (Konvensional)
a. Definisi
Metode konvensional merupakan pembelajaran yang sifatnya searah
yaitu dari dosen ke mahasiswa. Berupa kuliah atau ceramah yang
memusatkan perhatian mahasiswa sepenuhnya kepada dosen sehingga yang

19

aktif disini hanya dosen, sedangkan mahasiswa hanya mendengarkan


penjelasan yang dipaparkan oleh dosen. Partisipasi mahasiswa rendah
karena mahasiswa hanya diberi kebebasan untuk bertanya mengenai materi
yang telah dijelaskan oleh dosen sehingga sehingga metode konvensional
masih kurang menggugah daya pemikiran mahasiswa (Jogianto, 2006).
b. Kekurangan dan Kelebihan Non-KBK (Konvensional)
Walaupun lebih mudah dalam pelaksanaannya namun sistem
konvensional memiliki kelemahan yaitu terbentuknya karakteristik pelajar
yang hanya memahami teori, memiliki ketrampilan individual, motivasi
belajar hanya untuk lulus ujian, hanya berorientasi pada pembatasan
target, orientasi belajar hanya pada mata kuliah individual secara terpisah,
proses pembelajaran bersifat pasif, penggunaan teknologi terpisah dari
proses belajar (Turyanto, 2007).
Saat ini banyak lulusan perguruan tinggi di Indonesia hanya
memiliki karakteristik antara lain, hanya memahami teori, memiliki
keterampilan individual, motivasi belajar hanya untuk lulus ujian, hanya
berorientasi pada pencapaian grade atau pembatasan target, orientasi
belajar hanya pada mata kuliah individual secara terpisah, proses belajar
bersifat pasif, hanya menerima informasi dari dosen, serta penggunaan
teknologi terpisah dari proses belajar. Padahal, sumber daya manusia yang
diperlukan dalam pasar kerja, antara lain kemampuan solusi masalah
berdasarkan

konsep

ilmiah,

mempelajari

bagaimana

memiliki

belajar

yang

keterampilan
efektif,

team

berorientasi

work,
pada

peningkatan terus-menerus dengan tidak dibatasi pada target tertentu saja.


Setiap

target

yang

tercapai

akan

terus-menerus

ditingkatkan,

membutuhkan pengetahuan terintegrasi antardisiplin ilmu untuk solusi


masalah yang kompleks, bekerja adalah suatu proses berinteraksi dengan
orang lain dan memproses informasi secara aktif, penggunaan teknologi

20

merupakan bagian integral dari proses belajar untuk solusi masalah


(Turyanto, 2007).
Perbedaan utama yang terjadi di atas, membutuhkan perubahan
proses belajar di perguruan tinggi dari metode konvensional berupa kuliah
atau ceramah, menjadi case Problem Based Learning yang mengandalkan
analisis kasus dan solusi masalah sehingga memperoleh keterampilan
sebagai problem solver yang handal. Kurikulum perguruan tinggi di
Indonesia seyogyanya diarahkan untuk case Problem Based Learning
yang dilakukan melalui teori-teori ilmu pengetahuan diorganisasikan di
seputar masalah-masalah nyata yang diambil dari praktik-praktik
profesional, melalui mengajukan pertanyaan-pertanyaan lintas topik
sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dan memperoleh
keberhasilan (Turyanto, 2007).
Tabel 1. Perbedaan Metode non-KBK dengan Metode KBK
Metode non-KBK
Berfokus pada dosen
Dosen menerangkan dan

Metode KBK
Berfokus pada mahasiswa
Mahasiswa menjelaskan (two

mahasiswa mendengarkan (one

way learning).

way learning)
Mahasiswa bertanya.
Dosen bertanya.
Dosen menjelaskan seluruh materi. Dosen merangkum materi
berdasarkan hasil
Key process is teaching
Dosen hanya menyiapkan materi.

diskusi/pemikiran mahasiswa.
Key process is learning.
Dosen tidak hanya menyiapkan
materi, tetapi juga harus
menguasai metode penyampaian

Mahasiswa membaca menjelang

materi yang efektif.


Mahasiswa membaca sesuai

ujian, terutama catatan (reading

silabus sebelum kuliah dimulai

21

habit rendah)

(reading habit tinggi)

Mahasiswa pasif (partisipatif

Mahasiswa aktif (partisipatif

rendah).
Mahasiswa hanya menghafal

tinggi).
Mahasiswa dapat dengan mudah

materi) dan kemudian lupa

menangkap esensi dari

perkuliahan.
(sumber: Magister Management UI, 2006)

3. Kerangka Berpikir

22

KBK

4. Hipotesis
Terdapat perbedaan tingkat depresi yang bermakna antara mahasiswa
kedokteran dengan sistem pembelajaran KBK dan non-KBK, dimana sistem
KBK lebih depresi daripada yang non-KBK.

You might also like