Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
M. Furqan Hidayat
H1A 008 028
Pembimbing :
dr. Mayuarsih Kartika S
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Demografi Puskesmas Narmada
2.1.1 Geografi
Puskemas Narmada merupakan Puskesmas Perawatan yang terletak di jalan Ahmad
Yani Narmada Kabupaten Lombok Barat dengan luas wilayah kera 49.15 Km2 dengan batasbatas wilayah :
Sebelah Timur
Sebelah Barat
Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Puskesmas Perawatan Narmada dibangun pada tahun 2009 diareal seluas 10.000 M2,
Melayani 42.884 jiwa penduduk. Yang terdiri dari 20.880 laki-laki dan 22.004 perempuan.
Luas Wilayah kerja Puskesmas Narmada yaitu 49,15 Km2 yang terbagi menjadi 11 Desa dan
61 Dusun.
Gambaran Penyakit Diare Di Puskesmas Narmada
Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Narmada, diare merupakan salah
satu penyakit yang tetap masuk dalam 10 penyakit terbanyak setiap tahunnya. Pada tahun
2013, diare masuk dalam sepuluh penyakit terbanyak dengan jumlah penderita mencapai 866
orang. Angka ini mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya dimana pada tahun
2011 berada pada urutan ke 8 dengan jumlah penderita diare sebanyak 1279, dan pada tahun
2012 turun satu anak tangga menjadi urutan ke sembilan dengan jumlah penderita sebanyak
1203 penderita.
Jumlah
1.
ISPA
5435
2.
3823
3.
Gastritis
2787
4.
2155
5.
1774
6.
1642
7.
1432
8.
Diare
1279
9.
Asma
978
10.
Penyakit lain
910
Jumlah
1.
ISPA
7589
2.
Gastritis
3170
3.
3027
4.
Hipertensi
2521
5.
1794
6.
Asma
1673
7.
1494
8.
1227
9.
Diare
1203
10.
Kecelakaan rudapaksa
628
Jumlah
8044
3529
Gastritis
3213
Hipertensi
2908
1960
Asma
1593
1240
1161
Bronkhitis
1129
10
Diare
866
Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400
per 1000 penduduk per tahun. Angka Case Fatality Rate (CFR) menurun dari tahun ke tahun,
pada tahun 1975 CFR sebesar 40-50%, tahun 1980-an CFR sebesar 24%. Berdasarkan hasil
survey kesehatan rumah tangga (SKRT), tahun 1986 CFR sebesar 15%, tahun 1990 CFR
sebesar 12%, dan diharapkan pada tahun 1999 akan menurun menjadi 9%. Angka kesakitan
dan kematian akibat diare mengalami penurunan dari tahun ke tahun. (Widoyono, 2008).
2.4 Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1. Lama waktu diare: akut atau kronik, 2.
Mekanisme patofisiologi: osmotik atau sekretorik dll, 3. Berat ringan diare: kecil atau besar,
4. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non-infeksi dan 5. Penyebab organik atau tidak:
organik atau fungsional. (Sudoyo,2009)
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus maupun
parasit. Penyebab lain timbulnya diare akut adalah toksin dan obat, nutrisi enteral yang
diikuti puasa yang lama, kemoterapi,impaksi fekal (overflow diarrhea) atau berbagai
kondisi lain. Dari penelitian pada tahun1993-1994 terhadap 123 pasien dewasa yang
menderita diare akut, penyebab terbanyak hasil infeksi bakteri E.coli (38.29%),
V.cholerae Ogawa (18.29%), Aeromonas. Sp (14.29%) (Mansjoer,2001).
Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau parasit. Bakteri yang dapat
menyebakan terjadinya diare diantaranya yaitu Shigela, Salmonella, E.colli, Vibrio
cholera, Staphylococcus aureus, Campilobacter aeromonas. Virus yang dapat
menyebabkan diare antara lain Rotavirus, Norwalk, Norwalk like agent, Adenovirus.
Sedangkan parasit yang dapat menimbulkan terjadinya keluhan diare yaitu Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli (protozoa), Ascaris, Trichiuris trichiura
(cacing), dan Candida (jamur) (Sudoyo,2009).
Diare oleh sebab non infeksi dapat disebabkan oleh penyakit penyakit defek
anatomi seperti Short Bowel Syndrome, Penyakit Hirchsprung atau penyakit Malabsorbsi
seperti Defisiensi disakaridase dan Cholestasis, serta penyakit lain seperti alergi susu
sapi, keracunan logam berat dan jamur, vitamin C terlalu tinggi, dan fruktosa berlebih
(Sudoyo,2009).
2. Faktor Umur
Umur merupakan karakter yang memiliki pengaruh paling besar. Umur mempunyai lebih
banyak efek pengganggu daripada yang dimiliki karakter tunggal lain. Umur merupakan
salah satu variabel terkuat yang dipakai untuk memprediksi perbedaan dalam hal
penyakit, kondisi, dan peristiwa kesehatan, dan karena saling diperbandingkan maka
kekuatan variable umur menjadi mudah dilihat. Umur adalah variabel yang selalu
diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi.Angka-angka kesakitan
maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur
(Widoyono, 2008).
3. Faktor Status Gizi
4. Faktor Lingkungan sanitasi dasar, sarana air bersih, limbah dan sampah, serta jamban
keluarga
5. Faktor Susunan Makan yang mempengaruhi angka kejadian diare adalah adanya
antigen, osmolaritas terhadap cairan, malabsorpsi, dan mekanik (Widoyono, 2008).
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman
yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat
( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger) (Widoyono, 2008).
Faktor risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku
Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut:
a. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan.Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare.
b. Kebiasaan membuang tinja
Membuang tinja harus dilakukan secara bersih dan benar.Banyak orang
beranggapan bahwa tinja tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung
virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja yang dibuang secara tidak benar inilah
yang anntinya akan menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit, termasuk diare.
c. Menggunakan air minum yang tercemar
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di
rumah.Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat peyimpanan tidak tertutup
atau tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.Untuk mengurangi risiko terhadap diare yaitu dengan menggunakan
air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi. Salah satu caranya
yaitu dengan merebus air hingga mencapai suhu 1000 C sebelum dikonsumsi.
d. Menggunakan jamban
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci
Kakus (MCK)
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk (Widoyono, 2008).
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang dapat
meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak
gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Depkes RI, 2011).
Menurut Mansjoer (2001), diare akibat infeksi ditularkan secara fekal oral. Hal ini
disebabkan makanan atau minuman yang masuk terkontaminasi tinja ditambah ekskresi yang
buruk, makanan yang tidak matang bahkan disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah
melalui transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi, tangan yang terkontaminasi
(Clostridium difficile), atau melalui aktifitas seksual.
Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain penetrasi yang merusak
sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus
serta daya lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni yang dapat menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan karena infeksi bakteri terbagi dua, yaitu :
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada usus halus namun tidak merusak mukosa.
Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. cholera, Enterotoksigenik E.coli,
C.perfingers, S.aureus, dan vibrio-nonaglutinabel. Secara klinis, diare berupa cairan dan
meninggalkan dubur seara deras dan banyak. Keadaan seperti ini disebut diare sekretorik
isotonik voluminal.
2. Bakteri enteroinvasif
Diare yang menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan bersifat
sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lender dan darah. Bakteri yang
termasuk golongan ini adalah enteroinvasive E.coli, S.paratyphi B,S. typhimurium,
S.enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C.perfingers Tipe C (Sudoyo,2009).
Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri.
Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut ini:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang
menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar
selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam
jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut
hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang yang
memakannya.
3. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko diare adalah:
a. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI ekslusif lagi. (ASI ekslusif adalah
pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan). Hal ini akan meningkatkan risiko
kesakitan dan kematian karena diare, karena ASI banyak mengandung zat-zat
kekebalan terhadap infeksi.
b. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan
meningkatkan risiko pencemaran kuman, dan susu akan terkontaminasi oleh kuman
dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan menyebabkan
permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makanan yang merupakan
media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
d. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah buang air besar (BAB)
akan memungkinkan kontaminasi langsung (Widoyono, 2008).
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Keluhan diare biasanya berlangsung kurang dari 15 hari. Pasien dengan diare akut
infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja
yang sering, bisa air, malabsortif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik.
Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas
mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi
jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan
mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan (Sudoyo,2009).
Pemeriksaan Fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai
dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh
dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting.
Adanya kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan
merupakan clue bagi penentuan etiologi (Sudoyo,2009).
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung
lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut
antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit), kadar elektrolit serum, ureum, dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan
Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan test serologic
amebiasis dan foto x-ray abdomen. (Sudoyo,2009)
15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok diberikan
cairan per intravena. (Sudoyo,2009)
Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan
pasien immunocompromised. Obat pilihan yaitu kuinolon (missal siprofloksasin 500 mg 2
x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri pathogen invasif termasuk
Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternatif
yaitu kotrimoksazol. Metronidazol 250 mg 3 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang
dicurigai giardiasis. (Sudoyo,2009)
Obat Antidiare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala:
a. Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan tinktur
opium.
b. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap
diare/BAB encer sampai diare berhenti.
c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari (Sudoyo,2009)
Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah
dicerna seperti pisang, nasi, kripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya
defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein
dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
(Sudoyo,2009)
menggunakan air bersih, akan memiliki kecenderungan menderita penyakit diare. Hal ini
sejalan dengan penelitian Munir (1983) yang menyatakan bahwa penyediaan air bersih dapat
menurunkan risiko diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang memanfaatkan
air bersih dari sumber yang memenuhi syarat kesehatan angka kejadian diarenya lebih sedikit
bila dibandingkan dengan keluarga yang memanfaatkan air dari sumber yang tidak memenuhi
syarat kesehatan. (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air
bersih adalah:
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan
sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti
septiktank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.
Jenis tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit
tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut Notoatmodjo
(2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.
Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari
rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain, yakni sampah
anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam/besi,
pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat
membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan. Cara pengolahan sampah
antara lain sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2003).
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar rumah.
Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA)
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill), dibakar (Inceneration),
dijadikan pupuk (Composting)
Perumahan
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan
sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya,
luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut :
(Notoatmodjo, 2003).
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap
segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari luas lantai rumah
2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang masuk ke
dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit.
Penerangan yang cukup baik siang maupun malam 100-200 lux.
3. Luas bangunan rumah
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap
orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka menyebabkan
kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni menderita penyakit infeksi
maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lain.
4. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang cukup,
pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, fasilitas dapur, ruang
berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak
Air limbah
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri dan
pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang
terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan
menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah
sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus, media
berkembangbiaknya
mikroorganisme
patogen,
tempat
berkembangbiaknya
nyamuk,
menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber
pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas
manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).
Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan kondisi,
persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi sumber air
minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air sungai, tidak
dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan
vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak mengganggu (Notoatmodjo,
2003).
2.8 Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah
dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar
dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari
daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. (Khalid,2004)
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air. (Khalid,2004)
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
(Khalid,2004)
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
: Aq.Nurini
Umur
: 80 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Nama
Istri
Iq.Tari
Umur
70 Th
Pendidikan/Berapa tahun
SMA
Pekerjaan
Nama
Anak (laki-laki)
Ahmad
Cucu 1 Syaiful Basri
Menantu (perempuan)
Suryan
Cucu 2
Nama
Umur
Nurul
40 th Humaeni
Siti
38 thSaoni
Umur
Pendidikan
Nama
Pendidikan
Pekerjaan
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
19
th 3
Cucu
SMA
Syaiful
SMA
Pedagang Bakso
14 th
Siswi
SMP (kelas 1)
17
Cucu
SDth 4
Saputri
SMA
IRT (kelas 1)
9 bln
Siswi
-
Siswa
Pekerjaan
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Mencret
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan mencret sejak 3 hari yang lalu. Mencret terjadi 5-10 kali sehari
sebanyak setengah sampai satu gelas belimbing setiap kali mencret, konsistensi cair, ampas
(+), lendir (-), darah (-), dan tidak berbau busuk. Pasien juga dikeluhkan demam pada malam
harinya sebelum terjadinya mencret pada pagi hari. Demam tiba-tiba terjadi dan langsung
tinggi, terus menerus sepanjang hari, menggigil (-), berkeringat (-), batuk (-), pilek (-). Mual
dan muntah (-), namun pada hari pertama mencret pasien mengeluhkan mual dan muntah
sebanyak 3 kali. BAK (+) 3 kali sehari, warna kuning, darah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasein sebeumnya pernah menderita diare (lebih dari setahun), dan setelah berobat ke
puskesmas diare membaik.
Riwayat penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gula darah disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga :
6 orang anggota keluarga, kecuali cucu pasien yang berusia 9 bulan dan istri pasien,
mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Dimana sebelum mencret seluruh anggota
keluarga menderita panas terlebih dahulu, sebelum kemudian mencret. Anak pasien, Tn
Ahmad Syaiful Basri bahkan mencret sampai 10 hari, sebelum akhirnya sembuh lalu diikuti
oleh anggote keluarga yang lain dan yang terakhir adalah pasien sendiri
Rumah tinggal pasien terdiri dari 3 kamar tidur, dan 1 ruang keluarga sekaligus
sebagai ruang tamu dan pada malam hari juga dipakai untuk ruang tidur, 1 dapur, 1
kamar mandi dan 1 gudang. Luas rumah pasien 10 x 10 meter, rumah pasien
tidak memiliki pekarangan, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga sebelah
barat 0,5 meter, sebelah timur 2 meter, belakang 0.5 meter dan bagian depan
1 meter. Terdapat masing-masing 1 jendela pada setiap kamar, namun hanya 2
buah jendela kamar tidur yang mendapat pencahayaan yang cukup, sedangkan
untuk ruang keluarga dan 1 buah jendela kamar tidur lainnya sedikit bahkan tidak
mendapatkan cahaya sama sekali. Jendela di rumah pasien selalu dibuka setiap
pagi harinya. Ventilasi di rumah pasien hanya berupa jendela sebanyak 4 buah.
Lantai rumah pasien terbuat dari semen, dinding rumah berupa tembok, atap rumah
terbuat dari seng dan tidak memiliki plafon.
Sumber air minum berasal dari PAM, air biasanya langsung diminum dan tidak
direbus. Namun, setelah hampir seluruh anggota keluarga mencret, 1 hari yang lau
pasien mulai memasak air yang diminum. Kamar mandi sekaligus jamban terletak
dalam rumah disamping dapur. Kamar mandi menggunakan bak sebagai
penampung air. Lantai kamar mandi terbuat dari semen, begitu juga dinding bak
terbuat dari semen. Kamar mandi ini juga digunakan oleh tetangga sekitar, karena
tetangga sekitar masih ada yang belum memiliki kamar mandi. Untuk mencuci
piring dan alat dapur juga digunakan air PAM. Di teras rumah, pasien juga
memelihara ayam yang dikurung di dalam sangkar ayam. Di teras rumah juga
biasanya tempat dimana pasien mengatur barang dagangan istri pasien berupa
sayur-sayuran yang dijajakkan ke lingkungan sekitar.
Setelah BAB atau sebelum makan, pasien dan keluarga tetap mencuci tangan
dengan air, namun tidak menggunakan sabun. Walaupun pasien sudah mempunyai
WC dan kamar mandi, namun jika mandi pasien lebih sering dikali, juga tempat
mencuci baju pasien mencucinya di kali, karena menurut keluarga pasien biaya
untuk pembayaran PAM bisa maha jika air digunakan untuk segala keperluan.
Pasien juga buang air besar lebih sering dikai walaupun sudah memiliki jamban
keluarga.
Riwayat Ekonomi
Pendapatan keluarga berasal dari anak pasien yang bekerja sebagai pedagang
bakso dan dari istri pasien yang bekerja sebagai pedagang keliling. Penghasilan
per bulan Rp. 1.000.000, sampai Rp.1.500.000,-.
Riwayat pengobatan
Ikhtisar Keluarga
Perempuan
Laki-laki
Pasien
Hub. Keturunan
Hub. Perkawinan
: Baik
Kesadaran/GCS
: Composmentis/E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/70
Nadi
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,8 C
Kepala:
Kepala
Mata
: sianosis (-)
THT
Leher
Thorax :
Inspeksi
Palpasi
: Pergerakan simetris
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
: Distensi (-)
Auskultasi
: BU (+) meningkat
Perkusi
: timpani
Palpasi
: Supel, turgor normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Urogenital
Tidak dievaluasi
Anal-perianal
Tidak dievaluasi
Ekstermitas atas :
Edema (-/-), akral hangat (+/+), pembesaran KGB aksila (-/-)
Ekstermitas bawah :
Edema (-/-), akral hangat (+/+),
KAMAR 2
KAMAR 3
KAMAR 1
DAPUR
RUANG KELUARGA
TERAS RUMAH
WC
Ruang Keluarga
Kamar Tidur 1
Kamar Tidur 2
Kamar Tidur 3
Langit-langit Rumah
Dapur
WC
Keran Air
BIOLOGIS
PERILAK
U
LINGKUNGAN
Pasien tidak
mencuci tangan
sebelum makan
Walaupun sudah
memiliki jamban,
pasien masih
sering BAB di
kali, mandi serta
mencuci pakaian
DIARE
Kurangnya penyuluhan
mengenai alur penularan
diare serta pentingnya
PELAYANAN
KESEHATAN
Kandang ayam
dilingkungan
rumah, satu
tempat
dikumpulkannya
makanan
BAB IV
PEMBAHASAN
Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah laki-laki berusia 80 tahun dengan keluhan utamanya adalah
mencret. Mencret dengan frekuensi 5-10x/hari, dengan konsistensi cair, tidak ada darah
ataupun lendir yang berlangsung sejak 3 hari sebelum ke puskesmas. Berdasarkan keadaan
tersebut, pasien di diagnosis awal dengan diare akut. Diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari tiga kali perhari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang
dari 15 hari
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tandatanda dehidrasi pada pasien ini, keadaan umum pasien baik, mata cekung tidak ada, mukosa
mulut terlihat basah, tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, kuat angkat,
pernapasan dalam batas normal, suhu tubuh normal yaitu 36,8C, pemeriksaan turgor kulit
normal. Dari pemeriksaan abdomen juga didapatkan peristaltik usus meningkat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis diare akut tanpa
dehidrasi. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan feses lengkap (FL) pada kasus ini
tidak perlu dilakukan karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarahkan bahwa diare
ini bersifat akut dan berdasarkan literatur menunjukkan diare akut infektif. Hal ini didukung
oleh adanya keluhan yang khas yaitu nausea, muntah, dan demam sebelumnya.
ORT (Oral Rehydration Therapy) merupakan hal yang paling penting untuk mencegah
dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit. Di Indonesia telah dibuat ORS yang diberi
nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g, trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g serta glukosa
anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet, dimana setiap sachet untuk 200 ml air. Glukosa
menstimulasi secara aktif transport Na dan air melalui dinding usus sehingga resorbsi air
dalam usus halus meningkat 25 kali. Penggunaan ORS dengan formula WHO yang
dilaksanankan dengan benar, dapat mengatasi dehidrasi akibat semua jenis diare pada semua
kelompok umur.
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampun menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien.
Pada kasus ini, faktor yang paling berperan dalam penularan diare ialah faktor
perilaku dan lingkungan. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien dan amak-anaknya
meminum air yang tidak dimasak. Selain itu, pasien dan keluarga tidak terbiasa mencuci
tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air.
Untuk itu, selain menatalaksanai pasien dengan terapi sesuai tatalaksana diare tanpa
dehidrasi, keluarga pasien juga diberi informasi mengenai cara penularan diare melalui
perilaku mereka yang salah selama ini serta cara mencegahnya muncul lagi dikemudian hari.
Dari pengamatan yang dilakukan selama tiga tahun terakhir, tampak angka kejadian
diare secara keseluruhan berkurang. Hal ini mungkin disebabkan karena kesadaran orang
mengenai cara penularan serta cara mencegah penularan diare semakin baik. Namun, angka
kejadian diare ini biasanya meningkat di bulan tertentu dalan suatu tahun. Bulan-bulan ini
adalah saat musim penghujan tiba, dimana lalat sebagai vektor kuman mulai banyak tumbuh
dan mengkontaminasi makanan dan minuman
2. Faktor Lingkungan
Faktor yang mempengaruhi terjadinya diare sebagian besar dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Seperti yang telah dijabarkan diatas, lingkungan rumah pasien termasuk
lingkungan yang kurang sehat. Sumber air yang digunakan untuk minum tidak dimasak,
di teras rumah pasien juga terdapat kandang ayam, yang juga menjadi tempat
dikumpulkannya sayur-sayur dagangan istri pasien. Jarak antara rumah yang begitu dekat
satu sama lain sehingga memudahkan terjadinya transmisi penyakit.
3. Faktor Perilaku
Kebiasaan tidak mencuci tangan menggunakan sabun
Keefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah makan, sebelum
mempersiapkan makanan, sesudah BAK dan BAB pada pasien masih belum dilakukan.
Pasien tetap melakukan rutinitas cuci tangan, namun pasien tidak menggunakan sabun.
Hal ini dapat memudahkan penyebaran penyakit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Diare merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah di Puskesmas Narmada
terlihat pada tahun 2013, diare masih masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak, yang
mana tetap terjadi setiap tahunnya, dengan jumlah total penderita sebanyak 866.
2. Munculnya diare pada pasien ini disebabkan oleh perilaku hidup bersih dan sehat yang
berupa mencuci tangan, sarana air bersih dan matang.
Saran
1.
2.
Mencuci tangan serta makanan dengan air mengalir dan dengan sabun secara benar
3.
Memakan makanan yang bergizi, tidak berlebihan dan buah-buahan yang bersih agar
terhindar dari diare.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R. I., 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Ditjen PPM
dan PL.
Depkes, R.I., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan PL.
Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS., 2010. Buku Ajar
Gastroenterohepatologi. Jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI
Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara
Kementrian Kesehatan RI., 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
Tim Penyusun, 2013, Profil Kesehatan Puskesmas Narmada Tahun 2013. Dinas Kesehatan
Kabupaten Lombok Barat
Tim Penyusun, 2013, Laporan Tahunan Puskesmas Narmada Tahun 2013. Dinas Kesehatan
Kabupaten Lombok Barat
Widoyono.
2008.
Penyakit
Tropis
Epidemiologi,
Penularan,
Pencegahan
&