You are on page 1of 26

Laporan Praktikum

Teknologi Fermentasi

Hari, tanggal
Dosen
Asisten Dosen

: Rabu, 27 Maret 2015


: Ir. CC. Nurwitri, DAA
: Embun Novita A.Md

PENGOLAHAN PRODUK FERMENTASI


NATA DE COCO
Kelompok 5/ SJMP BP2
1.
2.
3.
4.

Dewi Mitalina
Nur Andini Putriningtyas
Putri Balkhis
Sklolastika Marina

J3E113081
J3E113032
J3E213109
J3E113025

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Nata adalah selulosa bakteri hasil sintesis gula oleh bakteri pembentuk

nata, yaitu Acetobacter xylinum. Beberapa galur Acetobacter menghasilkan


membran bergelatin yang dinamakan pellicle pada permukaan suatu kultur cair.
Membran ini sama dengan Nata de Coco, jenis makanan hasil fermentasi
tradisional di Filipina yang sangat dikenal sebagai makanan penutup di Jepang.
Ananas comosus, nanas dan air kelapa merupakan substrat yang umum digunakan
untuk pembentukan nata. Hal tersebut ditinjau dari komposisinya yang terdiri atas
sebagian besar air, mengandung gula, vitamin serta mineral penting.
Sebagai negara kepulauan, di sepanjang pesisir pantai Indonesia banyak
ditumbuhi pohon kelapa. Pohon kelapa memberikan banyak hasil bagi manusia
mulai dari batang, daun, air kelapa, buah dll. Air kelapa dalam jumlah besar
merupakan hasil samping industri pembuatan kopra dan desiccated coconut yang
terbuang begitu saja. Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat
minuman fermentasi karena kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap,
sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba (Astawan, 2004).
Di Filipina air kelapa telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
nata de coco (Saragih Y, 2004). Produk ini mulai diperkenalkan di Indonesia
sekitar tahun 1987. Nata de coco merupakan jenis minuman yang terdiri dari
senyawa selulosa (dietry fiber) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses
fermentasi, melibatkan jasad renik bakteri, yang selanjutnya dikenal sebagai bibit
nata (starter). Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat
membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya
dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi
demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat
gula menjadi ribuan rantai serat dan menjadi benang-benang selulosa yang
akhirnya tampak padat berwarna putih hingga transparan, kokoh, kuat dan kenyal
dengan rasa mirip kolang-kaling, yang disebut sebagai nata.
Produk nata de coco banyak diminati konsumen karena rasanya yang enak
dan kaya serat, selain itu pembuatannya tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan
tidak banyak. Produk ini banyak digunakan sebagai pencampur es krim, coktail
buah, sirup, dan makanan ringan lainnya. Nata de coco dapat dipakai sebagai

sumber makan rendah energi untuk keperluan diet. Produk ini dapat membantu
penderita diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam tubuh.
1.2

Tujuan
Memahami dan mengatuhui bahan baku serta bahan tambahan dalam
pembuatan nata de coco.
Untuk mempelajari cara pembuatan starter nata de coco.
Untuk mempelajari cara membuat nata de coco.
Untuk melatih kreatifitas mahasiswa mengolah suatu produk berbahan
baku nata de coco.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu nata de coco.

BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan Pembuatan Kultur Starter Nata De Coco
2.1.1 Alat

Panci
Botol sirup bekas
Penyaring
Gelas Ukur
Termometer
Spatula
Gelas Jar
Bunsen

Gelas kimia
Timbangan
Mangkuk
Sendok
Indikator pH
Gegep

Termometer
Gelas Jar
Bunsen
Gelas kimia
Mangkuk
Kertas koran
Setrika

2.1.2 Bahan

Air Kelapa
Starter nata de coco
Gula pasir
Urea

10 L
10%
10%
0.5%

2.2 Alat dan Bahan Pembuatan Nata De Coco


2.2.1 Alat

Panci
Kain saring
Pengaduk
Timbangan
Indikator pH
Baki plastik
Gelas Ukur

Karet
Gegep

2.2.2 Bahan

Air Kelapa
Kultur Starter Acetobacter xylinum
Gula pasir
Asam asetat glasial (cuka biang)
Urea (Amonium sulfat)

12 L
10%
10%
1%
0.5%

2.3 Alat dan Bahan Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco (Minuman
nata de coco berperisa leci dan melon)

2.3.1 Alat

Panci
Gelas ukur
Timbangan
Sendok
Mangkuk
Baskom
Piring plastik kecil
Penyaring

Pengaduk
Kemasan cup plastik
Mesin Sealer
Termometer
Indikator pH
Refrigerator
Gegep

2.3.2 Bahan

Nata de coco
Gula
15%
Campuran A
Air
Gula
0.1%
Asam Sitrat
0.08%
Natrium Sitrat 0.025%
CMC
0.03%
Campuran B
Flavor leci
0.1%
Flavor melon 0.1%
Lakukan penyaringan pada air kelapa
2.4 Diagram Alir beberapa
Proses Pembuatan
Starter
kali hingga Kultur
air kelapa
bersihNata De Coco (Metode
CekPerebusan)
pH
dari kotoran.
awal
Lakukan sterilisasi pada botol sirup bekas,
gelas jar, dan semua peralatan yang akan
digunakan
langsung
Timbang (kontak
gula 10%
dan ureadgn
0.5bahan).
%
dari total air kelapa yang digunakan.

Cek suhu

Kemudian tiriskan peralatan dalam


posisi terbalik.
Rebus air kelapa,
tambahkan gula
dan urea. Rebus hingga mendidih
selama 15 menit.

Masukan media yang telah


didihkan ke dalam botol sirup.
yang telah steril.

Cek pH

Tambahkan starter nata de coco


(Acetobacter xylinum) sebanyak
10% secara aseptik.
Lakukan inkubasi selama 1 minggu
pada suhu kamar sampai terbentuk
lapisan putih (film) pada media.

Masukkan air kelapa ke dalam


panci perebus, panaskan sampai
mendidih sambil diaduk.

Biarkan mendidih selama 15 menit


(sambil terus diaduk).

Matikan api, biarkan suhunya


turun sampai 40oC.

api,Pembuatan
biarkan suhunya
Bagan 1. DiagramMatikan
Alir Proses
Kultur Strater Nata De Coco
o
2.5

Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco


Lakukan sterilisasi
pada(tetes
botoldemi
siruptetes)
asam asetat
Tambahkan
bekas,
jar, dan
semua
hingga
nilaigelas
pH-nya
turun
menjadi <4.3
peralatan
yang
akan
digunakan
(gunakan kertas indikator pH).
(kontak langsung dgn bahan).
Tentukan volume asam asetat
Kemudian
tiriskan
peralatan
yang
digunakan.
dalam posisi terbalik.
Tunggu suhu campuran hingga
kelapa menggunakan
Saring airmencapai
suhu kamar. kain
Timbang
gulabersih
10% dari
dan urea
0.5 % dari
saring
hingga
kotoran.
total air kelapa yang digunakan.
Tambahkan kultur starter sebanyak
10% (lakukan secara aseptik), aduk
hingga homogen.

Tuang campuran ke dalam baki plastik yang


sudah disterilisasi (sebelumnya lakukan
simulasi, yaitu tentukan volume air yang
diperlukan untuk membentuk ketebalan nata
sekitar 1.3-1.5 cm).
Tambahkan gula sebanyak 10%
lalu aduk. Kemudian tambahkan
Tutup bagian atas baki dengan kertas
urea sebanyak 5% lalu aduk.
koran yang telah disetrika.

Cek pH
awal

Ikat pinggiran baki dengan karet.

Sebagai kontrol (untuk melihat


ketebalan lapisan yang terbentuk),
tuangkan juga campuran tadi ke
dalam gelas jar steril.

Simpan pada suhu ruang selama 1


minggu, dan lakukan pengamatan
setiap 2 hari.

Bagan 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco

2.6 Diagram Alir Proses Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco (Minuman
Berperisa Leci dan Melon)
Bersihkan permukaan nata dari
lapisan/selaput yang menempel pada
bagian atas dan bawah nata.

Cek pH
nata dan
timbang
bobot nata
awal.

Potong-potong nata dalam bentuk yang


diinginkan, kemudian timbang kembali.
Timbang
yang diperlukan
nata bahan-bahan
lalu rebus potongan
nata sampai
Cuci
seperti
gula
15%
(campuran
menddih selama 5 menit, ukur A),
nilaidan
pH air
asam
sitrat,
natrium
nitrat,
CMC,
flavor
perebuannya, lalu buang air rebusannya.
(Campuran kering = B).
Rendam potongan nata dalam air, lakukan
Buat larutan gula 15%.
Campuran A
perebusan dan perendaman 5 kali, setiap
kali air perebus diganti, hingga nata terasa
tawar atau tidak lagi tercium bau asam (pH
Buat campuran
A dan =7).
campuran B.
nata netral

Masukkan
natapotongan
pada wadah
Tiriskan
nata.cup
plastik dan lakukan secara hot
filling ke wadah cup plastik.
Tutup cup dengan mesin sealer.

Lakukan pasteurisasi
80ooC, selama 15 menit.

Lakukan cooling shock.

Simpan nata selama sehari


agar larutan gula terserap.

Nata siap dikonsumsi.

Bagan 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Hasil
3.1.1

Propagasi kultur
Tabel 1.Formulasi Propagasi Kultur Starter

No
1
2
3
4
5

Nama Bahan
Air kelapa
Kultur starter
Gula
Urea
Asam asetat
3.1.2

Formulasi
5L
10%
10%
0,6%
30 L

Hasil perhitungan
10/100 x 5 L= 0,5 L
10/100 x 5 L= 0,5 kg
0,6/100 x 5 L= 30 g
-

Pembuatan nata de coco


Tabel 2.Formulasi Pembuatan Nata de coco

No
1
2
3
4
5

Nama Bahan
Air kelapa
Kultur starter
Gula
Urea
Asam asetat
3.1.3

Formulasi
12 L
12,5 %
10%
0,6%
100

Hasil perhitungan
12,5/100 x 12 L= 1,5 L
10/100 x 12 L= 1,2 kg
0,6/100 x 12 L= 72 g
-

Pembuatan cocktail nata dalam sirup


Tabel 3.Formulasi Pembuatan Olahan Nata

No
1
2
3

5
6
7

Nama Bahan
Nata Lempeng
Air

Formulasi
7,983 kg

Hasil perhitungan
-

20,8 L

160 cupx@130 ml=20,8 L

Gula untuk sirup


15%
Campuran kering
Asam sitrat
0,08%
Natrium sitrat
0,025%
CMC
0,03 %
Essence (lechi dan melon)
0,1%
Gula
0,1 %
Biji selasih
Secukupnya
Cup plastik ukuran 150 ml 160 buah
Plastik seal cup
160 lembar

15/100 x 20,8 L= 3,12 kg


0,08/100 x 20,8 L = 16,64 g
0,025/100 x 20,8 L= 5,2 g
0,03/100 x 20,8 L= 6,24 g
0,1/100 x 20,8 L= 20,8 g
0,1/100 x 20,8 L= 20,8 g
7,983 kg/0,05 kg= 160 cup
-

Tabel 4. Hasil Data Organoleptik


Pengamatan

Data Uji Organoleptik

Hari ke-1 (Setelah Perebusan)

Nata tidak dapat di gigit dan rasa


hambar

Hari ke-2 (Penyimpanan dengan air gula)

Nata dapat di gigit dan manis, tetapi


untuk air gula tidak terasa manis)

Tabel 5. Hasil Penjualan Nata


Harga Penjualan/cup

Pemasukan/cup

Jumlah Pemasukan

5000/3cup

Rp. 75.000

Rp. 75.000

2000/cup

Rp. 226.000

Rp. 226.000

Total

3.2

Rp. 301.000

Pembahasan
3.2.1

Pembuatan Starter Nata De Coco

Dalam proses fermentasi, kultur starter merupakan hal terpenting yang


harus diperhatikan. Hal ini dikarenakan seringkalinya kegagalan proses fermentasi
disebabkan oleh penyimpangan kultur starter. Beberapa persyaratan yang harus
dimiliki oleh kultur starter yang baik adalah seragam, tidak terkontaminasi,
viabilitas cukup tinggi dan aktif pada kondisi fermentasi. Untuk menjaga kualitas
kultur starter perlu dilakukan pengawetan kultur. Starter atau bibit yang digunakan
adalah bakteri Acetobacter xylinum. Pembuatan bibit nata de coco dimaksudkan
untuk memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter xylinum yang dimanfaatkan
untuk membantu fermentasi air kelapa. Pembuatan bibit nata biasanya dalam
jumlah yang cukup banyak dan disimpan dalam botol transparan.
Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap
diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat
dan fermentasi segera terjadi. Media starter biasanya identik dengan media
fermentasi. Media ini diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih segar
(umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan
murni. Pada permukaan starter akan tumbuh mikroba membentuk lapisan tipis
berwarna putih. Lapisan ini disebut dengan nata. Semakin lama lapisan ini akan semakin

tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Starter yang telah berumur 9 hari
(dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni) tidak dianjurkan digunakan lagi karena
kondisi fisiologis mikroba tidak optimum bagi fermentasi, dan tingkat kontaminasi mungkin
sudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan volume media fermentasi yang
akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% volume media
yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak
dianjurkan karena tidak ekonomis (Astri Ayu Andari, dkk, 2014).
Bakteri

Acetobacter

xylinum

akan

dapat

membentuk

nata

jika

ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon(C) dan Nitrogen (N),
melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan
enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa.
Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan
lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga
transparan, yang disebut sebagai nata (Budiyono, 2004).
Dalam praktikum pembuatan nata de coco yang telah dilakukan,
pembuatan propagasi kultur starter menggunakan komposisi air kelapa sebanyak 5
liter, dengan formulasi penambahan gula 10% yaitu sebanyak 0,5 kg, urea 0,6%
yaitu sebanyak 30 gram, dan penambahan asam asetat sebanyak 30 liter, serta
penambahan formulasi kultur starter nata de coco ke dalam media sebanyak 10%
(kultur Acetobacter xylinum) yaitu sebanyak 0,5 liter secara aseptik. Proses
propagasi ini dilakukan dengan merebus terlebih dahulu botol bening 600 ml
yang akan digunakan sebagai wadah di dalam air mendidih selama 30 menit
(direbus botol dalam posisi terbalik). Kondisikan agar semua peralatan yang
digunakan disterilkan secara berkala dan kondisi lingkungan juga harus dijaga
untuk menjamin keberhasilan inokulasi. Kemudian air kelapa, gula, dan urea
direbus sampai mendidih selama 15 menit sesuai formulasi diatas. Setelah
mendidih, matikan kompor dan tunggu hingga suhu sekitar 35-400C, untuk
memperoleh pH yang sesuai yaitu < 4,5 tambahkan asam asetat, kemudian starter
diinokulasikan ke dalam media tersebut secara aseptis. Setelah diinokulasi,
masukkan ke dalam botol bening juga secara aseptis, kemudian tutup dengan
alumunium foil dan tutup kembali dengan tutup botol sirup dimaksudkan untuk

meminimalisir terjadinya kontaminasi. Lalu inkubasi selama 1-2 minggu sampai


terbentuk lapisan putih pada media.
3.2.2

Pembuatan Nata De Coco

Nata adalah produk terfermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada


substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan
memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktifitasnya. Glukosa substrat sebagian akan
digunakan bakteri untuk aktifitas metabolisme dan sebagian lagi diuraikan
menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan extracelluler selulose berbentuk
gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata (Suarsini, 2010).
Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dalam sari buah
yang mengandung glukosa yang kemudian diubah menjadi asam asetat dan
benang-benang selulosa. Lama-kelamaan akan terbentuk suatu massa yang kokoh
dan mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam
media itu berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida
berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata. Bakteri
Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air
kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses
yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan
enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau
selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan
jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna
putih hingga transparan (Novrischa, 2010).
Air kelapa yang digunakan dalam praktikum pembuatan nata de coco ini
yaitu sebanyak 12 liter. Air kelapa disaring terlebih dahulu dengan menggunakan
kain saring hingga bersih dari kotoran. Air kelapa yang digunakan dalam
pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua
atau terlalu muda. Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh
Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk
membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk nata
de coco.
Pengecekan pH air kelapa dilakukan sebagai pH awal. Kemudian gula dan
urea ditimbang, masing-masing sebanyak 10% dan 0,6% dari total air kelapa yang

digunakan. Air kelapa yang sudah di cek pH-nya kemudian di panaskan sampai
mendidih. Selama pemanasan harus sambil diaduk. Pengadukan harus dilakukan
dengan konstan. Gula dan urea kemudian ditambahkan.
Gula ditambahkan sebanyak 10% dari bobot air kelapa yaitu 1,2 kg. Gula
ditambahkan untuk dijadikan sebagai sumber karbon dan glukosa untuk
pertumbuhan Acetobacter xylinum. Menurut Sutarminingsih (2004),
Acetobacter xylinum akan menguraikan gula yang kemudian
membentuk
menghasilkan

lapisan
asam

nata.
asetat

Acetobacter
yang

dapat

xylinum
menurunkan

akan
pH

lingkungannya yang dalam hal ini adalah nata. Semakin banyak


penambahan gula dan konsentrasi starter dalam pembuatan
nata, maka pH yang dihasilkan semakin kecil atau semakin
asam.
Sedangkan untuk urea ditambahkan sebanyak 0.6% dari bobot air
kelapa yaitu 72 gram. Urea ditambahkan untuk dijadikan sebagai sumber nitrogen
untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Adanya penambahan urea yang
merupakan sumber nitrogen

dapat menstimulasi aktivitas dari

Acetobacter xylinum menjadi lebih sempurna sehingga ketebalan


lapisan meningkat, namun penambahan sumber nitrogen yang
terlalu banyak akan menurunkan kembali rendemen nata.
Setelah mendidih, pemanasan dihentikan. Api dimatikan, dan air kelapa
yang sudah mendidih dibiarkan suhunya turun sampai 40oC. Asam asetat
ditambahkan tetes demi tetes hingga pH-nya turun menjadi <4,3. Untuk
pengukuran pH dilakukan menggunakan kertas indikator pH. Asam asetat
digunakan untuk menurunkan pH karena Acetobacter xylinum akan tumbuh
optimum pada pH asam tersebut.
Kultur stater ditambahkan sebanyak 12,5% (sebanyak 1,5 liter) dari bobot
air kelapa. Penambahan kultur stater ini dilakukan secara aseptik agar tidak terjadi
kontaminasi mikroba. Setelah penambahan

kultur stater kemudian campuran

larutan tersebut diaduk hingga homogen. Campuran larutan tersebut kemudian


dituang kedalam baki plastik yang sudah disterilisasi dengan air panas. Ketebalan
campuran larutan yang dituang yaitu sekitar 1.3-1.5 cm. Bagian atas baki ditutup

dengan koran yang sebelumnya sudah disterilisasi dengan menggunakan setrika.


Koran yang dibutuhkan adalah koran bekas yang bersih, tidak bolong, rapuh, tidak
tercemar kotoran seperti minyak, pestisida, tepung dan lain-lain. Penutupan
dengan koran bertujuan agar sedikit memberi celah untuk terjadinya sirkulasi O2,
karena proses fermentasi membutuhkan reaksi dengan O2. Karet gelang digunakan
untuk mengikat koran di baki fermentasi. Setiap baki diikat dengan dua karet
gelang, yang berfungsi untuk menahan agar permukaan koran penutup tidak
kendor dan menghindari menempelnya cairan di koran selama fermentasi.
Sebagai kontrol, campuran larutan tadi juga dituangkan kedalam gelas jar
steril. Baki dan gelas jar yang berisi campuran larutan tersebut disimpan pada
suhu ruang selama 1 minggu dan dilakukan pengamatan setiap 2 hari untuk
mengetahui perkembangan pembentukan lapisan film.
Selama pemanenan nata, koran dipisahkan tersendiri dan diusahakan tidak
basah karena sisa cairan nata yang tumpah, dan sobek sewaktu membuka karet.
Tindakan yang perlu dilakukan saat dilakukan fermentasi antara lain :
-

Menjaga ruang fermentasi kering dan bersih

Suhu ruangan dipertahankan konstan 32 C

Mengurangi cahaya sinar matahari masuk langsung diruang fermentasi

Ruang fermentasi terpisah dari ruang pengolahan


Keberhasilan dalam

pembuatan

nata

de

coco

dipengaruhi

oleh

viabilitas (kemampuan hidup) bakteri, kandungan nutrisi media air kelapa dan
lingkungannya. Viabilitas bakteri yang baik akan menghasilkan nata yang baik
dan cepat. Kandungan nutrisi yang cukup terutama gula sebagai sumber karbon
untuk bahan baku pembentukan nata sangat diperlukan. Demikian pula
ketersediaan sumber nitrogen dan mineral, walaupun tidak digunakan langsung
pembentuk nata, sangat diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum.
Kriteria keberhasilan dalam pembuatan lempeng nata de coco yaitu
terbentuknya nata berwarna putih kekuningan, tidak terdapat jamur dan noda
dengan ketebalan 1,5-2 cm, permukaan sempurna atau tidak cacat, cairan
dalam loyang hampir tidak ada atau kering.

3.2.3

Faktor - faktor yang Mempengaruhi Produksi Nata

Untuk menghasilkan produksi nata yang maksimal perlu diperhatikan


faktor-faktor sebagai berikut :
1. Temperatur ruang inkubasi
Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal. Pada umumnya suhu fermentasi untuk pembuatan nata
adalah pada suhu kamar (280C). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang
akhirnya juga menghambat produksi nata.
2. Jenis dan Konsentrasi Medium
Medium fermentasi ini harus banyak mengandung karbohidrat (gula)
di samping vitamin dan mineral, karena pada hakekatnya nata tersebut
adalah slime (menyerupai lendir) dari sel bakteri yang kaya selulosa yang
diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini
dalam kondisi yang optimum memiliki kemampuan yang luar biasa untuk
memproduksi slime, sehingga slime tersebut terlepas dari sel vegetatif
bakteri dan terapung-apung di permukaan medium. Pembentukan nata
terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula yang
kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor (penciri
nata) pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam
bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi
selulosa yang merupakan bahan dasar pembentukan slime. Kadar
karbohidrat optimum untuk berlangsungnya produksi nata adalah 10%
(Palungkun, 2002).
3. Jenis dan Konsentrasi Starter
Pada umumnya Acetobacter xylinum merupakan stater yang lebih
produktif dari jenis stater lainnya, sedang konsentrasi 5-10% merupakan
konsentrasi yang ideal.
4. Kebersihan alat

Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan bakteri


Acetobacter xylinum. Sedangkan alat-alat yang steril dapat mendukung
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.
5. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 24 minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu yang
maksimal produksi nata, yang berarti lebih dari 4 minggu, maka kualitas
nata yang diproduksi akan menurun.
6. pH fermentasi
Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5
atau dalam suasana asam. Pada kedua kondisi pH optimum, aktifitas enzim
seringkali menurun tajam. Suatu perubahan

kecil pada pH dapat

menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis


yang amat penting bagi organisme.
7. Tempat fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah
korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk
nata. Di samping itu tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya
matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam
kondisi steril. Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan
bahwa selama proses pembentukan nata langsung harus dihindari gerakan
atau goncangan, hal ini akan menenggelamkan lapisan nata yang telah
terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan nata yang baru yang
terpisah dari nata yang pertama. Sehingga menyebabkan ketebalan
produksi nata tidak standar.
3.2.4

Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco

Serat nata terbentuk setelah proses inkubasi selama 14 hari yang akan
tampak padat, berwarna putih hingga transparan, kokoh, kuat dan kenyal. Hasil
pemanenan tersebut, diperoleh nata de coco yang mentah, rasa asam dan dalam
bentuk lempengan dengan ketebalan 1cm.
Nata de coco yang akan diperdagangkan dan dikonsumsi perlu dilakukan
berbagai tahapan agar layak berada di tangan konsumen. Pengolahan lanjutan nata

berupa penambahan gula, pewarna, berbagai macam essence, penambahan bahan


pengawet dan pengemasan. Jenis produk olahan nata antara lain puding, nata de
coco dalam agar, koktail, manisan basah dan lain-lain. Pada praktikum kali ini
nata diolah menjadi minuman sirup nata de coco yang dicampur dengan biji
selasih.
Untuk mengolah lempengan nata sampai menjadi produk siap dikonsumsi
perlu melalui tahapan proses berikut ini :
a. Pembersihan dan Pemotongan
Lempengan nata de coco yang baru dipanen terdapat lapisan tipis yang
ada dibagian bawah. Lapisan ini dibuang dengan cara mengerok dengan pisau.
Lempengan yang sudah bersih dipotong sesuai bentuk yang diinginkan, dapat
dilakukan pemotongan membentuk dadu maupun slice. Setelah pemotongan, nata
dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang melekat.
Peralatan pemotongan antara lain pisau, telenan plastik dan bak plastik
untuk penampungan. Pisau yang digunakan harus tajam, agar hasil potongan
bagus dan pinggirannya rata.
b. Netralisasi
Nata dadu yang baru dipotong rasanya sangat asam. Untuk itu perlu
dilakukan netralisasi dengan cara menghilangkan kandungan airnya hingga
pHnya normal. Netralisasi dilakukan dengan cara pencucian, perebusan dan
perendaman secara berulang kali dengan air bersih. Perendaman dihentikan
setelah nata dapat digigit, kembali kebentuk semula dan terasa hambar. Selain itu
juga terjadi perubahan penampakan nata yang menjadi lebih bersih dan warna
putih transparan. Berdasarkan pelaksanaan praktikum, nata baru dapat digigit dan
netral setelah perebusan sebanyak 7 kali yang disertai perendaman dan pencucian
setelahnya.
c. Pengolahan
Produk nata de coco dipasarkan dalam bentuk kemasan dan siap
dikonsumsi maka nata netral diolah lebih lanjut dengan menambahkan bahanbahan lain seperti gula, air, essense, dan food additives (bahan tambahan
makanan).

Gula yang digunakan adalah sukrosa yang berasal dari tebu atau bit gula.

Fungsi gula terutama sebagai pemanis (sweeteners), pengawet, penambah


flavor dan memperbaiki tekstur. Efek pengawet gula adalah menurunkan
aw (water activity) dari bahan makanan sampai suatu keadaan dimana
pertumbuhan mikroba tidak memungkinkan lagi. Untuk membuat nata
dalam sirup diperlukan gula pasir yang berkualitas baik, terutama
keputihan dan bebas dari kotoran. Gula yang kotor akan mengakibatkan
nata berwarna kusam dan tidak transparan. Endapan kotoran susah
disaring dan berpengaruh pada warna cairan sirup. Konsentrasi gula makin
tinggi akan menyebabkan manisan nata renyah, tidak liat dan awet. Untuk
produk yang langsung dikonsumsi perlu diperhatikan konsentrasi

kemanisan yang disukai oleh konsumen.


Asam Sitrat ditambahkan pada produk nata de coco untuk memperkuat
dan mempertahankan flavor serta menghambat pertumbuhan bakteri,
kapang dan khamir. Asam sitrat mempunyai rasa asam yang tajam, flavor

asam dan pH rendah.


CMC (Carboxy Methyl Celullose) ditambahkan untuk menstabilkan
larutan dan mengentalkan. CMC merupakan turunan selullosa yang mudah
larut air dan sering diaplikasikan dalam industri makanan maupun
minuman untuk mendapatkan tekstur dan penampakan yang baik dari
produk berkadar gula tinggi serta mencegah terjadinya pengendapan
terhadap bahan-bahan yang telah ditambahkan. Sebagai pengental CMC
mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam
struktur gel yang dibentuk CMC.
Essence atau flavor ditambahkan untuk memperoleh cita rasa dan aroma
tertentu. Flavor yang ditambahkan mempunyai sifat-sifat berikut, yaitu :
kelarutan cukup tinggi, mudah bercampur dengan komponen lain, tahan
terhadap asam, kemurnian cukup tinggi, tahan terhadap panas dan stabil
terhadap cahaya. Flavor yang digunakan merupakan golongan flavor
sintetik kerena dibuat dari bahan organik atau bahan kimia yang identik
dengan flavor alami. Flavor yang digunakan pada produk nata de coco
berupa flavor buah leci dan melon.
Air digunakan untuk membuat larutan sirup dan melarutkan bahan kering
seperti gula dan BTM (bahan tambahan makanan). Fungsi lain air dalam

pembuatan nata de coco berperan dalam segala aspek, dimulai dari


membersihkan bahan mentah, merendam dan merebus potongan nata,
hingga sterilisasi produk dan sanitasi.
Dalam proses pengolahan nata menjadi produk siap santap langkah awal
yang dilakukan setelah nata terasa netral yaitu menyiapkan air yang volumenya
telah ditentukan dari pendapatan total nata dan disesuaikan dengan pembagian
nata sebanyak 7983 gram ke 50 gram setiap kemasan, sehingga dihasilkan 160
kemasan/cup. Volume setiap kemasan yaitu 180 ml, maka volume untuk sirup
hanya 130 ml/cup. Dengan perhitungan seperti ini didapatkan total air sirup yang
akan dibuat yaitu 20,8 L. Air yang telah disiapkan volumenya, dididihkan
kemudian ditambahkan gula 15%. Dibagian lain dibuat larutan yang terdiri dari
berbagai BTM berupa asam sitrat 0,08 %, CMC 0,03%, flavor 0,1% dan
penambahan gula sebanyak 0,1%. Seluruh BTM ini merupakan bahan padat
kering kecuali flavor dalam keadaan cair. Maka diperlukan pelarutan awal dengan
sedikit air. Larutan ini kemudian dicampurkan ke dalam sirup gula sambil diaduk
merata dan terakhir ditambahkan flavor. Sambil mempersiapkan larutan sirup,
dipersiapkan pula biji selasih (kemanggi) yang direndam air hangat agar
mengembang. Larutan sirup, potongan nata dan biji selasih kemudian
digabungkan dan dikemas kedalam cup yang berkapasitas 180 ml. Untuk
mengabungkannya maka penambahan potongan nata sebanyak 50 gram, larutan
sirup 130 ml dan biji selasih 1/2 sdt. Pengisian komponen olahan tersebut
dilakukan secara hot filling kemudian penutupan kemasan dengan mesin sealer
dan langsung dilakukan pasteurisasi pada suhu 800C untuk menjaga keawetan
produk, kerena pasteurisasi merupakan suatu proses untuk memperlambat
pertumbuhan mikroba dan mengurangi jumlah bakteri pathogen dalam makanan
(Hariyadi, 2007). Setelah pasteurisasi segera dilakukan cooling shock untuk
mengurangi jumlah bekteri yang tergolong thermofilik. Tahapan cooling shock
dilakukan dengan perendaman air dingin dan penyimpanan langsung dalam
refrigerator.
Sebelum produk minuman nata de coco dipasarkan, dilakukan
penyimpanan dalam refrigerator selama 2 hari. Hal ini bertujuan agar larutan sirup
yang manis dan telah memiliki flavor dapat meresap ke potongan nata, serta biji

selasih dapat mengembang sempurna karena berada dalam kondisi basah secara
lama. Hasil akhir minuman nata de coco diperoleh sebanyak 158 cup. Dalam
pembuatannya terdapat beberapa produk reject akibat sealer yang tidak teratur
dan merusak kemasan. Minuman nata de coco dijual seharga Rp 2000/cup.
Perolehan hasil penjualan didapatkan Rp 301.000,- yang nantinya akan dikurangi
dengan dana pemenuhan bahan baku sehingga akan didapatkan keuntungan bersih
hasil penjualan produk nata de coco.
3.2.5

Uji Organoleptik Nata De Coco

Uji organoleptik dilakukan semenjak diperoleh lembaran nata yang telah


dipotong hingga hasil produk olahan nata de coco. Pada dasarnya uji organoleptik
nata bertujuan untuk mengetahui apakah produk nata de coco dapat diterima oleh
konsumen atau tidak. Uji organoleptik ini dapat diketahui dengan merasakan dan
mengamati secara visual (Rossi, dkk. 2008). Parameter yang diamati terhadap
mutu nata yaitu :
a. Tekstur
Awal pengamatan dilakukan terhadap nata setelah dipotong. Hasil
pengamatan menujukkan bahwa larutan air kelapa yang ditambahan urea
dan gula dengan adanya pemberian starter Acetobacter xylinum terjadi
proses fermentasi sehingga dihasilkan lembaran benang-benang selulosa
seperti agar yang memiliki tekstur kenyal, licin, dan kokoh. Tekstur nata
yang terbentuk erat, sangat berkaitan dengan persentase ketebalan nata
yang dihasilkan. Semakin tinggi ketebalan nata maka semakin padat dan
kenyal nata yang dihasilkan. Kekenyalan yang ditimbulkan berasal dari
banyaknya serat yang terbentuk. Berhubung sangat kenyalnya nata yang
dihasilkan, saat di gigit terasa sangat alot sehingga belum layak jika akan
dikonsumsi begitu saja. Perlu perebusan dan pencucian berulang kali agar
nata menjadi layak untuk dikonsumsi. Setelah perebusan dan pencucian
tekstur nata berubah, tingkat kekenyalannya menurun, lebih lembek,
mudah untuk digigit dan dikunyah walupun masih sedikit susah terputus.
Perlakuan selanjutnya nata direndam dan di campur dengan larutan gula
dan sirup. Pada perlakuan ini tekstur kembali berubah. Tekstur nata yang
dihasilkan kekenyalannya semakin munurun, sehingga sangat mudah

digigit dan dikunyah. Hal ini disebabkan selama proses perebusan, air gula
akan masuk ke dalam jaringan selulosa (jaringan antar serat) yang
menyebabkan susunannya lebih longgar dan lebih mudah putus.
Perendaman dengan air gula maupun sirup juga menyebabkan tekstur nata
menjadi gurih.
b. Rasa
Rasa yang dihasilkan dari awal nata dipanen yaitu asam. Hal ini
disebabkan

karena

adanya

perombakan

komponen

oleh

bakteri

Acetobacter xylinum menjadi asam asetat. Rasa yang asam tidak disukai
oleh para konsumen sehingga perlu penanganan lebih lanjut untuk
menghilangkan rasa asam ini diantaranya perebusan dan pencucian.
Dengan metode ini rasa asam akan sedikit demi sedikit pudar karena larut
air dan menguap saat perebusan sehingga dihasilkan nata dengan rasa yang
hambar. Nata yang hambar juga tidak disukai konsumen karena tidak
memiliki rasa yang khas. Untuk menciptakan rasa yang khas maka
dilakukan pengolahan dengan penambahan sirup manis yang telah diberi
flavor (essesnse). Flavor yang ditambahkan berupa rasa buah leci dan
melon. Nata yang telah dicampur dengan larutan gula maupun flavor
memiliki rasa yang lebih enak. Nata dapat tercipta rasa sesuai flavor
karena jaringan antar serat longgar sehingga berpotensi

menyerap

komponen flavor dalam larutan.


c. Warna
Warna yang terbentuk setelah proses fermentasi disebabkan karena
adanya enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat
dan menjadi benang-benang selulosa berwarna putih memadat yang
disebut nata. Semakin tebal nata yang terbentuk maka warnanya akan
semakin putih keruh. Berbanding terbalik dengan nata yang terbentuk
tipis, maka dihasilkan warna yang lebih transparan. Selain itu warna nata
yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Air
kelapa yang jernih akan menghasilkan nata yang baik. Begitu pula dengan
penggunaan bahan tambahan lain terutama gula. Gula dengan kemurnian
dan kebersihan yang rendah akan menyebabkan nata terbentuk warna

cenderung putih kekuningan. Pada dasarnya selama proses pembentukan


nata terjadi interaksi gula pasir dan kandungan-kandungan yang terdapat
di dalam media air kelapa yang nantinya memberi efek pada warna yang
dihasilkan.
Nata setelah fermentasi diperlakukan dalam berbagai tahapan
diantaranya

perebusan

dan

pencucian.

Proses

lanjutan

tersebut

menyebabkan warna nata yang dihasilkan semakin memudar. Hingga hasil


akhirnya, warna nata tampak lebih transparan. Hal ini disebabkan kerena
terjadinya kerenggangan serat dan masuknya air yang mengisi rongga
serat nata.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa nata adalah produk

yang berbahan baku air kelapa, dicampur dengan bahan-bahan lain yang
mengandung glukosa, nitrogen dan difermentasi oleh bakteri Acetobacter xilynum.
Penambahan gula pada proses pembuatan nata adalah sebagai sumber karbon dan
nutrisi untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Penambahan urea/ZA merupakan
sumber

nitrogen

untuk

pertumbuhan

Acetobacter

xylinum.

Sedangkan

penambahan cuka untuk mengasamkan bahan dasar asam karena bakteri


Acetobacter xylinum tumbuh optimum pada pH asam. Acetobacter xylinum
menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan
rantai serat atau selulosa sehingga menjadi nata.
Nata dapat diolah ke berbagai produk olahan, diantaranya minuman
koktail dalam sirup berperisa leci maupun melon dengan campuran biji selasih.
Kontaminasi dapat terjadi karena mikroorganisme yang berada diudara dan
lingkungan sekitar maupun peralatan, kemudian masuk ke larutan dan tumbuh
berkembang pada larutan tersebut sehingga mengakibatkan nata yang tidak
terbentuk.
4.2

Saran
Dalam pembuatan nata de coco perlu dijaga kondisi sanitasi lingkungan,

alat dan wadah yang digunakan. Selain itu higiene praktikan juga perlu di
perhatikan karena pengolahan nata perlu kondisi yang aseptik agar bakteri
Acetobacter xylinum dapat bekerja optimal tanpa gangguan kontaminan.

DAFTAR PUSTAKA
Andari, Astri Ayu, dkk. 2014. Industri Kimia Pembuatan Nata de Coco.
http://www.academia.edu/10031476/INDUSTRI_KIMIA_PEMBUATAN_N
ATA_DE_COCO. [18 April 2015].
Astawan M, 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas: 10 (klm 78)
Budiyono, Haris. 2004. Fermentasi Nata de Coco. Jakarta: Renika Cipta.
Hariyadi, 2007. Prinsip dan Tahapan Proses Pasteurisasi dan Sterilisasi.
http://files.wordpress.com/2007/10/blanching.pdf [16 April 2015]
Novrischa, Dinda. 2010. Nata. http://dindan.blogspot.com/nata/2010.html[16
April 2015]
Palungkun, R. 2002. Aneka Produk Oolahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rossi,dkk. 2008. Optimalisasi Uji Organoleptik pada Produk Nata de Coco.
Jakarta: Ardy Agency.
Saragih Y. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta: Puspa Swara.
Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air kelapa Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Nata De coco. Malang. FMIPA UM
Sutarminingsih, Ch. L. 2004. Peluang Usaha Nata De Coco. Kanisius,
Yogyakarta.

LAMPIRAN

Gambar 1. Kultur starter nata de coco

Gambar 2. Lembaran nata

Gambar 3. Pemotongan nata

Gambar 4. Produk nata setelah pasteurisasi

Gambar 5. Penyimpanan di refrigerator

You might also like