Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
pada era globalisasi ini, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi telah mengalami
perkembangan yang pesat. Hal ini dapat menggeser pola hidup masyarakat dari yang serba
tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern. Perkembangan tersebut
menuntut bangsa Indonesia untuk menyiapkan generasi yang memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas. Upaya peningkatan sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi dan keterampilan adalah melalui pendidikan. Mengingat pendidikan sebagai
peran penting dalam kualitas sumber daya manusia maka pemerintah Indonesia perlu
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Perubahan kurikulum di Indonesia merupakan salah satu bentuk kepedulian
pemerintah terhadap pendidikan bangsa. Saat ini pendidikan di Indonesia sudah
memberlakukan kurikulum 2013. Berdasarkan Permendikbud No.58 tahun 2014,
karakteristik kurikulum 2013 adalah mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual
dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di
sekolah dan masyarakat. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Oleh sebab itu,
kurikulum 2013 mengoptimalkan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran yang di
dalamnya menerapkan keterampilan proses.
Pembelajaran IPA lebih menekankan pada penerapan keterampilan proses. Hal ini
dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran IPA, siswa dituntut untuk terlibat aktif salah
satunya melalui kegiatan eksperimen. Eksperimen yang dilakukan siswa akan menjadi
bekal pengalaman untuk menyadari suatu konsep sehingga pembelajaran IPA akan menjadi
lebih bermakna, aplikatif dan bisa diingat dalam jangka panjang. Keterlibatan siswa secara
aktif melalui eksperimen ini, akan mengarahkan siswa untuk menerapkan keterampilan
proses dalam pembelajaran. Dalam kurikulum 2013 memang sudah mengoptimalkan
pendekatan saintifik dalam setiap pembelajaran, namun pembelajaran IPA dirasa akan
lebih optimal jika disempurnakan dengan penerapan keterampilan proses sains dimana
siswa dapat membuktikan kebenaran suatu teori hingga menyadari suatu konsep.
Keterampilan proses sains merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para
ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Keterampilan yang dilatihkan ini dikenal
dengan keterampilan proses IPA (permendikbud no. 58, 2014).
Berdasarkan Permendikbud No. 103 tahun 2014 dalam kurikulum 2013, materi
pembelajaran dapat berasal dari buuku siswa dan buku panduan guru. Buku siswa ini
bukan merupakan satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik, guru boleh
mengembangkan sumber belajar lainnya berkaitan konteks pembelajaran dari lingkungan
sekitar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah dirancang. Buku siswa dan
buku panduan guru yang telah disediakan, penyusunannya sesuai dengan karakter
kurikulum 2013 yaitu mencakup banyak aktivitas siswa di dalamnya. Hal ini sudah sesuai
dalam kurikulum 2013, peserta didik dituntut lebih aktif selama proses pembelajaran dan
guru hanya sebagai fasilitator, bahkan untuk pemerolehan konsep peserta didik dituntut
menemukan sendiri, peran guru hanya menyamakan persepsi dan mengarahkan jika ada
penyimpangan konsep.
Penekanan pada keaktifan siswa dianggap kurang jika pembelajaran hanya
menerapkan buku siswa saja. Perlu diterapkan juga LKS yang terkait dengan materi untuk
mematangkan dalam menemukan konsep berdasarkan pengalaman peserta didik itu
sendiri. LKS akan sangat membantu peserta didik dalam menerapkan keterampilan proses
sains. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan selembar kertas untuk menyusun skema
pemecahan masalah atau membuat desain, mencatat data hasil pengamatan dan lembar
diskusi. LKS berisikan informasi dan interaksi dari guru kepada siswa agar dapat
mengerjakan sendiri suatu aktivitas belajar melalui praktek atau penerapan hasil-hasil
belajar untuk mencapai tujuan instruksional (Suyanto, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pengajar IPA di SMP Negeri 26
Surabaya, diperoleh informasi bahwa peserta didik sebenarnya minat dalam pelajaran IPA
jika peserta didik dilibatkan dalam pembelajaran secara langsung seperti adanya kegiatan
praktikum yang mendukung bukan sekedar menghafal materi. Sedangkan peserta didik
tahun ajaran 2014/2015 ini jarang sekali menerapkan LKS, hal ini dikarenakan
laboratorium IPA di SMP Negeri 26 Surabaya digunakan sebagai kelas sejak pembangunan
gedung sekolah sehingga LKS yang diterapkan masih sebatas LKS observasi bukan
eksperimen. Hasil wawancara tersebut diperkuat dengan data dari penyebaran soal prapenelitian terkait keterampilan proses sains yang dilakukan terhadap siswa kelas VII di
SMP Negeri 26 Surabaya, diperoleh hasil bahwa keterampilan proses sains siswa masih
belum optimal. Data yang diperoleh adalah siswa yang mampu merumuskan masalah
sebesar 32%, menyusun hipotesis 44%, membuat kesimpulan 48%, menginterpretasikan
data dan mengkomunikasikan 39%, serta menyusun variabel 37%.
Melihat kondisi permasalahan seperti di atas, peneliti ingin memberikan alternatif
penyelesaian masalah dengan cara melatihkan keterampilan proses sains melalui kegiatan
praktikum. Melalui kegiatan praktikum ini, diharapkan peserta didik mampu menguasai
keterampilan proses sains yang telah ditentukan sehingga dapat membantu untuk
mengingat hasil belajar karena peserta didik terlibat sepenuhnya dalam pembelajaran.
Pada kegiatan praktikum ini, perlu adanya upaya untuk meningkatkan keaktifan
peserta didik sehingga dalam penelitian ini model yang digunakan adalah Discovery
Learning. Berdasarkan Permendikbud No. 103 tahun 2014, ada beberapa model
pembelajaran yang dianjurkan dalam pelaksanaan kurikulum 2013 yaitu discovery
learning, project-based learning, problem-based learning dan inquiry learning. Discovery
Learning merupakan proses pembelajaran yang menitikberatkan studi individual,
manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi
sampai siswa menyadari suatu konsep (Hamalik, 2009; 134). Pada penelitian ini, LKS
yang diterapkan berbasis Discovery Learning, keunggulan LKS berbasis Discovery
Learning dibandingkan LKS eksperimen pada umumnya adalah terdapat pengarahan
kegiatan merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengidentifikasi variabel,
menginterpretasikan data, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan secara lebih
optimal. Menurut peneliti fungsi dari LKS yaitu memudahkan peserta didik untuk
memahami konsep yang diajarkan, menjadi pengalaman belajar yang bermakna dan
melatihkan keterampilan proses sains.
Pada penelitian penerapan ini, peneliti memilih materi pemanasan global karena
beberapa pertimbangan. yaitu materi pemanasan global dianggap kontekstual dengan
masalah lingkungan di sekitar kita akhir-akhir ini. Harapannya dengan penelitian ini, siswa
dapat meminimalisir pemanasan global di bumi ini berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman saat melakukan percobaan pada LKS tersebut. Selain itu pemilihan materi
pemanasan global adalah pertimbangan waktu penelitian, yaitu pemanasan global
merupakan materi SMP kelas VII semester genap bagian akhir. Hal ini menyebabkan
pemahaman konsep pemanasan global dianggap kurang karena sudah terbatasnya waktu
menuju ujian akhir semester. Informasi yang didapat dari pengajar IPA di SMP Negeri 26
Surabaya bahwa karena minimnya waktu yang tersisa, peserta didik hanya diminta
membuat artikel tentang pemanasan global dan belum pernah diterapkan LKS materi
pemanasan global selama ini.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian untuk
menerapkan LKS pada materi pemanasan global. Penerapan LKS ini diharapkan dapat
menjadi salah satu komponen dalam menciptakan pembelajaran yang diminati siswa,
membantu pemahaman konsep siswa yang lebih dari suatu materi, serta meningkatkan
keterampilan proses sains bagi siswa, sehingga penelitian ini diberi judul Peningkatan
Keterampilan Proses Sains Melalui Penerapan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Berbasis
Discovery Learning Pada Materi Pemanasan Global.
PEMBAHASAN
Pada tes pra penelitian yang merupakan lembar tes keterampilan proses sains siswa ini
merupakan soal yang mengarah pada keterampilan proses sains yang akan dicapai siswa.
Lembar tes keterampilan proses sains siswa ini mencakup keterampilan proses sains yang
telah ditentukan, antara lain : merumuskan masalah, menyusun hipotesis, mengidentifikasi
variabel, menginterpretasikan data, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. penyebaran
soal pra-penelitian terkait keterampilan proses sains yang dilakukan terhadap siswa kelas
VII di SMP Negeri 26 Surabaya, diperoleh hasil bahwa keterampilan proses sains siswa
masih belum optimal. Data yang diperoleh adalah siswa yang mampu merumuskan masalah
sebesar 32%, menyusun hipotesis 44%, membuat kesimpulan 48%, menginterpretasikan
data dan mengkomunikasikan 39%, serta menyusun variabel 37%. Hal ini menunjukkan
bahwa keterampilan proses sains siswa di SMP N 26 Surabaya bervariasi. Data dapat
ditunjukkan melalui grafik di bawah ini :
Grafik 1. Hasil Pra Penelitian Keterampilan Proses Sains
Hasil Pra-Penelitian
50%
45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
persentase
Berdasarkan hasil tes pra penelitian di atas, keterampilan proses sains yang mencapai
persentasi tertinggi oleh siswa kelas VII-D di SMP N 26 Surabaya adalah keterampilan
menyimpulkan yaitu sebesar 48%. Sedangkan keterampilan proses sains yang mencapai
persentase terendah adalah keterampilan merumuskan masalah yaitu sebesar 32%.
Adanya ketidaktercapaian keterampilan proses sains siswa ini memotivasi peneliti
untuk memanfaatkan bahan ajar lebih optimal terutama pada penerapan LKS di kelas.
Siswa akan lebih memahami IPA jika mereka terlibat dalam pembelajaran tersebut. Selain
itu pengalaman siswa dalam mengaplikasikan keterampilan proses sains pada pembelajaran
juga sangat penting, sehingga LKS yang berbasis discovery learning sangat cocok
digunakan. Berikut tabel yang menjelaskan indikator keterampilan proses sains yang akan
dicapai.
Tabel 1. Indikator Keterampilan Proses Sains yang Dilatihkan
Jenis keterampilan proses
Keterampilan yang diterapkan
sains yang dilatihkan
Merumuskan masalah
1. Menganalisis beberapa masalah tentang
suatu topik
2. Mengajukan
pertanyaan
dari
permasalahan tersebut
3. Merumuskan pertanyaan dalam kalimat
Tanya yang mengandung beberapa
variabel
Membuat hipotesis
1. Mengidentifikasi
masalah
atau
pertanyaan yang diajukan
2. Memastikan hipotesis dapat diuji
3. Merumuskan sebagai pernyataan Jika
maka
Mengidentifikasi variable
1. Mengidentifikasi variabel control
2. Mengidentifikasi variabel manipulasi
3. Mengidentifikasi variabel respon
Menginterpretasikan data
1. Membuat dan menggunakan tabel, grafik,
atau diagram untuk mengorganisasikan.
Menarik kesimpulan
1. Mencari kecenderungan-kecenderungan
atau pola-pola dalam data
2. Membuat satu inferensi atau lebih dari
data, kemudian membandingkannya
dengan pengetahuan yang dimliki
3. Menarik kesimpulan/pernyataan terkait
hasil percobaan dengan mengacu pada
hipotesis yang telah dibuat
Mengkomunikasikan
1. Mendeskripsikan
hasil
pengamatan
secara jujur dan lengkap
2. Menyampaikan hasil pengamatan atau
percobaan dalam bentuk tulisan berupa
poster tentang upaya pencegahan
pemanasan global ataupun secara lisan.
(Diadaptasi dari Qomariyah, 2014)
Berdasarkan indikator keterampilan proses sains pada tabel 1, akan mempermudah
menyusun rubrik ketercapaian ketuntasan siswa. Dalam permendikbud No. 103 tahun 2014,
kriteria ketuntasan minimal untuk keterampilan proses sains siswa dalam kurikulum 2013
adalah 2,67 dengan kategori (B-). Dan secara klasikal akan diadakan remedial apabila
terdapat lebih dari 75% siswa yang belum mencapai ketuntasan minimal yang telah
ditetapkan.
Pada penelitian ini peningkatan keterampilan proses sains dianalisis dari hasil pretest
dan posttest, yang disajikan dalam bentuk tes uraian masing-masing terdiri dari 6 soal yang
berhubungan berdasarkan 1 uraian kasus. Setiap soal digunakan untuk mengukur 1 jenis
keterampilan proses sains.
membuktikan kebenaran suatu teori hingga menyadari suatu konsep sehingga informasi
yang diterima bisa diingat dalam jangka panjang. Hal ini sudah sesuai dengan teori belajar
konstruktivisme yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses
mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan
pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Selain
itu, makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana siswa
membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan
merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang
telah ada dan dimilikinya (Shymansky, 1992). Jadi poin penting dalam belajar adalah
pengetahuan dan pengalaman.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Achmadi. Dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV
Setia.
Pustaka
Jakarta :