Professional Documents
Culture Documents
Teknologi Bioindustri
Golongan
: P2
Dosen
Asisten
IMOBILISASI ENZIM
Oleh :
Nabila An Nadjib
Angga Panji Trisna
Isma Nurhikmah Apupianti
(F34120069)
(F341200)
(F34120071)
LEMBAR PERNYATAAN
Tugas
Tanda Tangan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Imobilisasi enzim merupakan konsep yang cukup baru dan sangat menarik
perhatian pada industri yang menggunakan enzim. Enzim terimobilisasi adalah
suatu enzim yang dilekatkan pada suatu bahan yang inert dan tidak larut seperti sodium
alginate. Dengan sistem ini, enzim dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi
seperti pH atau temperatur. Sistem ini juga membantu enzim berada di tempat tertentu
selama
berlangsungnya reaksi sehingga
memudahkan
proses
pemisahan dan
memungkinkan untuk dipakai lagi di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalam
hal efisiensi sehingga di industri banyak digunakan dalam reaksi yang dikatalisis oleh
enzim. Immobilisasi enzim merupakan suatu metode pelumpuhan enzim, dimana enzim
dipasangkan pada suatu bahan inert, materi tak larut seperti sodium alginate (Jhonson,
1978).
Enzim amobil adalah suatu enzim yang secara fisik maupun kimia tidak bebas
bergerak sehingga dapat dikendalikan atau diatur kapan enzim harus kontak dengan
substrat. Teknologi amobilisasi enzim saat ini sudah banyak dikembangkan oleh
ilmuwan dan saat ini aplikasi terntangnya sangat luas di dunia industri. Teknologi
amobilisasi enzim juga sangat baik digunakan dalam reaktor yang bersistem batch
ataupun kontinu. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat jika mempelajari dan
melakukan teknik amobilisasi enzim guna menyongsong kehidupan di era teknologi.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik imobilisasi enzim dengan
menggunakan natrium alginate beserta pengaruh-pengaruh teknik tersebut.
METODOLOGI
Alat dan Bahan
.
Alat yang digunakan adalah gelas piala, gelas ukur, timbangan, pipet, dan
suntikan (syringe). Bahan yang digunakan adalah asam alginat, garam sodium,
CaCl2, dan amylase.
Metode
Mulai
Selesai
PEMBAHASAN
Hasil
(Terlampir)
Pembahasan
enzim dan aplikasi yang diinginkan, jelaslah bahwa material yang digunakan adalah
kompatibel dengan enzim. Proses imobilisasi juga dalam keadaan kamar sehingga tidak
dapat mendenaturasikan enzim selama penyiapan.
Faktor yang mempengaruhi
Banyak faktor yang mempengaruhi proses amobilisasi enzim, misalnya seperti
jumlah enzim yang ditambahkan, waktu amobilisasi, pH, suhu, dan konsentrasi garam.
Informasi mengenai jumlah garam yang ditambahkan sangat penting mengingat struktur
3D enzim lipase dimana pada permukaan struktur terluar bersifat hidrofilik, sedangkan
enzim tersebut akan diamobilkan pada permukaan hidrofobik dan hidrofilik-hidrofobik.
Jumlah garam yang ditambahkan dapat berbeda untuk masing-masing jenis matriks
modifikasi karena pada modifikasi permukaan hidrofilik-hidrofobik, enzim
kemungkinan dapat teramobilkan juga pada permukaan hidrofilik melalui interaksi
ionik. Oleh karena itu perlu dicari kondisi terbaik seberapa banyak garam yang perlu
ditambahkan agar enzim dapat teramobilkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut.
Faktor pertama yaitu suhu. Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel
hidup. Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan
naik bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum
(Rodwell,1987). Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim terdenaturasi
(Poedjiadi, 1994). Pada suhu 0oC enzim tidak aktif (tidak rusak) dan dapat kembali aktif
pada suhu normal (Lay, 1992). Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu
ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 3. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim (Page, 1997).
Faktor keempat yaitu konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi enzimatis pada
umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat
apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin
kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi
subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 1982). Faktor
yang terakhir yaitu aktivator dan inhibitor Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam
reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan
kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga
kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu
dan Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim
(Martoharsono, 1984). Menurut Wirahadikusumah (1997) inhibitor merupakan suatu zat
kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja
inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan
dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989).
Metode imobilisasi
Metode untuk immobilisasi enzim dapat dibagi atas 3 kategori dasar, yaitu metode
carrier-binding, metode ikat silang (cross-linking), metode penjebakan (entrapping),
serta adsorpsi fisik ke dalam suatu pembawa inert. Metode carrier-binding ini dibagi
menjadi tiga berdasarkan cara pengikatan enzimnya, yaitu adsorpsi fisika, pengikatan
ionik dan pengikatan kovalen. Metode adsorpsi fisika berdasarkan pada adsorpsi fisika
dari protein enzim pada permukaan pembawa yang tidak larut dalam air. Kelemahan dari
metode ini dimana enzim yang diserap dapat bocor selama pemakaian karena gaya ikat
antara protein enzim dan pembawa lemah atau kekuatan ikatannya lemah, sedangkan
kelebihannya yaitu dalam kondisi lunak, aktivitas enzim tetap tinggi serta dapat
diregenerasi. Contoh carrier untuk adsorbsi fisik yaiktu karbon aktif, hidroksil apatit,
gelas porous, gel Ca-fosfat, tanah liat, dan pati.
Adsorpsi fisik dari suatu enzim ke dalam suatu padatan merupakan teknik atau cara
yang paling sederhana dalam preparasi immobilisasi enzim. Metode ini bekerja
berdasarkan pada interaksi fisik nonspesifik antara enzim dengan permukaan dari
matriks, yang dapat dilakukan dengan pencampuran suatu larutan enzim dengan
konsentrasi tertentu dengan suatu padatan dengan daya penggerak adalah sifat
hydrophobic dan jembatan garam. Keuntungan utama dari metode adsorpsi ini serupa
dengan metode insolubilisasi enzim, dimana tidak ada reagen yang digunakan dan
memiliki tahapan aktivasi yang sangat sederhana. Metode ini sangat baik digunakan
karena tidak mempengaruhi aktivitas enzim. Adsorpsi dan desorpsi tergantung dari
pertukaran ion (ion exchange). Untuk itu, diperlukan penggunaan pendukung yang
dilapisi dengan polimer kationik sebagai alas dan mengoptimalkan kondisi-kondisi yang
diperlukan untuk immobilisasi.
Adsorpsi dilakukan pada kondisi-kondisi, yaitu : pH rendah dan kekuatan bersifat
ion tinggi. Selain itu, metode ini memerlukan biaya yang murah, karena padatan
penyerapnya tidak terlalu mahal, dan hasil dari metode ini sangat mudah untuk dibawa,
dan enzim pun menjadi lebih terjaga karena tidak bersifat destruktif. Dalam metode ini
juga hanya terjadi ikatan hidrogen, hubungan ikatan garam dan beberapa ikatan Van der
Wall's. Metode ini juga memberikan hasil yang paling serupa dengan keadaan biologis
yang sesungguhnya. Preparasi dalam metode adsorpsi untuk immobilisasi enzim lebih
sederhana dibandingkan dengan metode lainnya dalam immobilisasi enzim. Kekuatan
ikatan ikatan kimia yang terbentuk bervariasi ada yang lemah dan ada yang kuat
sehingga mempermudahkan dalam preparasi metode ini.
Secara umum, metoda ini menjadi yang paling lambat dari metode lainnya. Sebab
adsorpsi bukanlah suatu reaksi kimia, lokasi aktif dari enzim dihentikan dengan
dihalangi oleh matriks yang sangat mengurangi aktivitas dari enzim. Kerusakan pada
enzim juga dapat terjadi karena adanya beberapa jenis ikatan lemah yang ada di dalam
sistem ini. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu, perubahan pH,
kekuatan ionik, ataupun karena adanya substrat. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
pada immobilisasi enzim tersebut, atau apabila substansi penyerap merupakan substrat
bagi enzim, maka jangka waktu immobilisasi enzim ini akan menjadi menurun,
bergantung pada mobilitas permukaan dari enzim dan substrat. Metode adsorpsi ini
sangat diperlukan untuk memfasilitasi reaksi kovalen. Kestabilan enzim yang diadsorpsi
ke dalam suatu matriks diketahui terjadi karena adanya ikatan silang (cross-linking) dari
protein yang mengikuti adsorpsi fisiknya.
Metode kedua yaitu pengikatan ionik. Metode pengikatan ionik berdasarkan
pengikatan ionik dari protein enzim pada pembawa yang tidak larut dalam air yang
mengandung residu penukar ion. Kelemahan metode ini dimana kebocoran dapat terjadi
dimana dalam larutan substrat dengan kekuatan ionik yang tinggi atau pada variasi pH.
Terakhir yaitu metode pengikatan kovalen, pada metode ini terbentuk ikatan kovalen
antara enzim dengan carrier yang tidak larut dalam air sehingga ikatannya kuat dan
tidak mudah rusak. Diperlukan kondisi reaksi yang sulit dan biasanya dilakukan tidak
dalam keadaan kamar. Gugus fungsional enzim yang berperan yaitu atau -amino, ,
, atau -karboksil, sulfuhidril, hidroksil, imidazol, dan fenolik. Dalam beberapa kasus,
ditemukan bahwa ikatan kovalen mengubah bentuk konformasi dan pusat aktif enzim
yang mengakibatkan kehilangan aktivitas atau perubahan spesifitas aktivitas.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. (a) Metode adsorbsi fisik (b) Metode ikatan ionik dan (c) Metode ikatan
kovalen.
Metode kedua yaitu metode ikat silang (cross linking). Metode ini berdasarkan
pembentukan ikatan kimia seperti dalam metode ikat kovalen, namun pembawa yang
tidak larut dalam air tidak digunakan dalam metode ini. Imobilisasi enzim dilakukan
dengan pembentukan ikat silang intermolekuler diantara molekul enzim dengan
penambahan reagent bi- atau multifungsional. Pereaksi umumnya mempunyai 2 gugus
fungsional identik yang bereaksi dengan residu asam amino. Metode ketiga yaitu metode
penjebakan (entrapping). Metode penjebakan ini berdasarkan pengikatan enzim dalam
kisi matriks polimer atau melingkupi enzim dalam membrane semipermeabel dan dibagi
menjadi tipe kisi dan mikrokapsul.
Tipe kisi (lattice type), metode penjebakan tipe kisi meliputi penjebakan enzim
dalam bidang batas (interstitial space) dari suatu ikat silang polimer yang tidak larut
dalam air misalnya gel matriks, sedangkan tipe mikrokapsul penjebakan dengan cara
mikrokapsul melibatkan pelingkupan enzim dengan membran polimer semipermeable.
Prosedur untuk mikroenkapsulasi enzim dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu
polimerisasi interfasial, pengeringan cair (liquid drying), serta pemisahan fase (phase
separation) (Chibata,1978). Metode penjebakan yang umum untuk mikroorganisme
dalam butiran adalah ionotropic gelation dari makromolekul dengan kation
multivalensi.Penjebakan dapat terjadi dengan mencampurkan mikroorganisme dengan
polimer anionik dan kemudian diikat silang larutan tersebut dengan kation
multivalensi sehingga membentuk struktur yang menjebak mikroorganisme tersebut.
Stabilitas dari enzim ditentukan dengan lamanya pemakaian dimana enzim tersebut
masih aktif dan dapat mengkatalisis.Stabilitas dari enzim berdasarkan teknik imobilisasi
yang digunakan (Jhonson, 1978).
(a)
DAFTAR PUSTAKA
Adeloju, S.B., Barisci, J.N., Wallace, G.G. (1996). Electroimmobilisation of sulphite
oxidase into a polypyrrole film and its utilisation for flow amperometric
detection of sulphite. Anal. Chim. Acta 332 (2): 145.
Adeloju, S.B., Shaw, S.J., Wallace, G.G.. (1994). Polypyrrole-based amperometric flow
injection biosensor for urea. Electroanalysis 6 (1) : 865.
Chibata, I. 1978. Immobilisasi Enzymes. Kodansha, Tokyo. Page: 6.
Heri, Hermansyah, Arbianti Rita, Marno Sheptian, Surya Utami Tania, Wijanarko
Anondho ., (2009), Sintesis Biodiesel Rute Non-Alkohol Menggunakan Candida
Rugosa Lipase Dalam Bentuk Tersuspensi. Jawa Barat : Universtitas Indonesia
jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 8 No. 2 Agustus 2009, 38-43.
Johnson. 1978. Effect of Weaning and Slaugtering ages on Rabbit Meat Production. I.
Body weight, feed efficiency and mortality . J.Anim Sci. 3 (46).
Lay, Bibiana W. dan Hastowo, Sugyo. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Press.
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Martoharsono, S. dkk. 1984. Biokimia. UGM Press. Yogyakarta 91.
Page, D. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia . Jakarta: UI Press.
Reed, Gerald. 1975. Enzymes in Food Processing Second Edition. New York: Academic
Press Inc.
Rodwell, V.W. 1987. Harpers Review of Biochemistry. EGC Kedokteran: Jakarta.
Winarno, F.G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wirahadikusumah , M. 1997. Biokimia: Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. ITB Press.
Bandung. 91 halaman.
Yudoamijoyo, M., A. A. Darwis dan E. G. Said. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit
Rajawali Press dengan Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian
Bogor: Jakarta.