You are on page 1of 15

PRESENTASI PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP
DOKTER INDONESIA
TATALAKSANA
KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Pembimbing :
Letkol CKM dr. A. Antonius Rumambi, DK,M.kes
Disusun oleh :
dr.Leony Anatasia Maranatha

Unit Gawat Darurat (UGD)


Rumkit TK.III R.W. Monginsidi
Manado, Sulawesi Utara
2015
Nama Peserta : dr. Leony Anatasia Maranatha

Nama Wahana : Rumkit Tk. III R.W. Monginsidi


Topik: Ketoasidosis Diabetikum
Tanggal (kasus) : 14 Maret
2015
Nama Pasien : Tn AS , 50
tahun
Tanggal Presentasi : 20 Mei
2015

Pendamping : Letkol CKM dr. Anton Rumambi,


DK, M.Kes

Tempat Presentasi : Rumkit Tk III R.W. Monginsidi, Manado, Sulawesi Utara


Objektif Presentasi :
Keilmuan

O Ketrampilan

O Penyegaran

O Tinjauan Pustaka

O Diagnostik

Manajemen

O Masalah

O Istimewa

O Neonatus

O Bayi

O Anak

O Remaja

Dewasa

O Lansia

O Deskripsi
3 bulan SMRS menurut keluarga pasien sering merasa mudah lapar dan
sehari makan bisa sampai 6 kali sehari. Namun pasien merasa berat badan
menurun. Selain itu pasien sering haus sehingga minum banyak dan sering
kencing dan sering terbangun untuk kencing malam hari 5 kali sehingga
mengganggu tidur pasien. 2 hari SMRS, pasien sering mengeluh sesak nafas,
namun sesak nafas tidak memberat dengan aktifitas. Selain itu pasien
mengeluh dada berdebar-debar, rasa mual, namun tidak ada nyeri dada, tidak
ada sakit kepala,tidak muntah dan tidak ada batuk . 2 jam SMRS pasien
diantar oleh keluarga dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam
SMRS., Pasien tidak merespon ketika keluarga mengajak pasien untuk makan.
Menurut keluarga pasien terlihat sesak nafas dan berkeringat banyak. Tidak
ada demam . Pasien tampak lemah. Pasien tidak merespon ketika keluarga
mengajak pasien untuk makan. Menurut keluarga pasien terlihat sesak nafas
dan berkeringat banyak. Tidak ada demam . Pasien tampak lemah. Buang air
kecil sehari 4-5 kali sehari, berwarna seperti kuning jernih, tidak nyeri, tidak
ada darah, volume sekitar gelas aqua. Buang air besar 1 kali sehari,
warna dan konsistensi normal, tidak ada nyeri dan tidak ada darah.
O Tujuan
Memahami tatalaksana pada pasien dengan ketoasidosis diabetikum

Bahan
Bahasan

Tinjauan
Pustaka

O Riset

Kasus

O Audit

Cara
Membahas

O Diskusi

Presentasi dan
diskusi

DATA PASIEN

Nama : Tn. AS

Nomor Registrasi : 069238

Nama klinik :
UGD

Telp : -

Terdaftar sejak : -

O Email

O Pos

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis : Ketoasidosis Diabetikum
Gambaran klinis : 3 bulan SMRS menurut keluarga pasien sering merasa
mudah lapar dan sehari makan bisa sampai 6 kali sehari. Namun pasien
merasa berat badan menurun. Selain itu pasien sering haus sehingga minum
banyak dan sering kencing dan sering terbangun untuk kencing malam hari
5 kali sehingga mengganggu tidur pasien. 2 hari SMRS, pasien sering
mengeluh sesak nafas, namun sesak nafas tidak memberat dengan aktifitas.
Selain itu pasien mengeluh dada berdebar-debar, rasa mual, namun tidak ada
nyeri dada, tidak ada sakit kepala,tidak muntah dan tidak ada batuk . 2 jam
SMRS pasien diantar oleh keluarga dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak 2 jam SMRS., Pasien tidak merespon ketika keluarga mengajak pasien
untuk makan. Menurut keluarga pasien terlihat sesak nafas dan berkeringat
banyak. Tidak ada demam . Pasien tampak lemah. Pasien tidak merespon
ketika keluarga mengajak pasien untuk makan. Menurut keluarga pasien
terlihat sesak nafas dan berkeringat banyak. Tidak ada demam . Pasien
tampak lemah. Buang air kecil sehari 4-5 kali sehari, berwarna seperti kuning
jernih, tidak nyeri, tidak ada darah, volume sekitar gelas aqua. Buang air
besar 1 kali sehari, warna dan konsistensi normal, tidak ada nyeri dan tidak
ada darah.
2. Riwayat pengobatan : 3. Riwayat penyakit dahulu : riwayat hipertensi dan DM tidak diketahui
4. Riwayat keluarga : Ada riwayat DM dalam keluarga
5. Riwayat pekerjaan : tidak bekerja
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama anak, menantu,
dan cucu
Daftar Pustaka
1. Soewondo, Pradana. Ketoasidosis diabetic. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009. P 1906-1910

2. American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes


Care 2004;27(1):94-102
3. Bakta IM, Suastika IK. 1999. Ketoasidosis diabetic. Gawat Darurat di Bidang
Penyakit Dalam. Penerbit Buku KEdokteran EGC. Jakarta
4. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and
hyperglycemic hyperosmolar syndrome. 2002[sitasi 20 Mei 2009] 15:28-36.
Diunduh dari http://spectrum.diabetesjournals.org/content/15/1/28.full
5. Kapita Selekta Indonesia. 2001. Ketoasidosis Diabetik. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indoesia.h.606-610
Hasil Pembelajaran
1. Memahami penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum

1. Subjektif :
3 bulan SMRS menurut keluarga pasien sering merasa mudah lapar dan
sehari makan bisa sampai 6 kali sehari. Namun pasien merasa berat badan
menurun. Selain itu pasien sering haus sehingga minum banyak dan sering
kencing dan sering terbangun untuk kencing malam hari 5 kali sehingga
mengganggu tidur pasien. 2 hari SMRS, pasien sering mengeluh sesak nafas,
namun sesak nafas tidak memberat dengan aktifitas. Selain itu pasien
mengeluh dada berdebar-debar, rasa mual, namun tidak ada nyeri dada, tidak
ada sakit kepala,tidak muntah dan tidak ada batuk . 2 jam SMRS pasien
diantar oleh keluarga dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam
SMRS., Pasien tidak merespon ketika keluarga mengajak pasien untuk makan.
Menurut keluarga pasien terlihat sesak nafas dan berkeringat banyak. Tidak
ada demam . Pasien tampak lemah. Pasien tidak merespon ketika keluarga
mengajak pasien untuk makan. Menurut keluarga pasien terlihat sesak nafas
dan berkeringat banyak. Tidak ada demam . Pasien tampak lemah. Buang air
kecil sehari 4-5 kali sehari, berwarna seperti kuning jernih, tidak nyeri, tidak
ada darah, volume sekitar gelas aqua. Buang air besar 1 kali sehari,
warna dan konsistensi normal, tidak ada nyeri dan tidak ada darah.
2. Objektif :
a. Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : koma , GCS E1M1V1
Keadaan umum: Tampak sakit sedang,
Tanda vital
- Tekanan darah : 100/60 mmHg
- Nadi

: 100 kali/menit, teratur, kuat, penuh

- Laju nafas

: 36 kali/menit , nafas kusmaul, nafas bau aseton

- Suhu aksila : 36,5oC


Kepala
Kalvaria : intak, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-), sklera anikterik
Hidung : deformitas (-), discharge (-), nafas cuping hidung (-)
Bibir : kering
Leher : simetris, kelenjar getah bening tidak teraba, JVP 5 + 2 mmHg
Thorax

Paru/
Inspeksi

: simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: gerak nafas simetris, Fremitus taktil kanan = kiri

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara nafas vesicular (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)


Jantung/
Inspeksi
Palpasi
sinistra
Perkusi

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis teraba di ICS IV linea mid clavicular
: kesan kardiomegali (-)

Auskultasi

: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop

(-)
Abdomen/
Inspeksi

: datar, tidak tampak massa

Auskultasi: bising usus (+), 4 kali permenit


Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi

: timpani (+)

Extremitas
Akral hangat +/+ , edema -/b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
WBC : 15,4
RBC : 4,43
HGB : 12,1

GDS : 485
SGOT : 50
SGPT : 26

HCT : 36,2

Ureum: 52

MCV : 82,3

Creatinin: 1.3

MCH : 25,2

Natrium : 133

MCHC : 30,2
PLT : 400
Urinalisis :
BJ : 1.020
Glukosa : +4

Kalium : 5.0
Klorida : 101
pH : 5,5
Protein : -

Keton : +1
Urobilinogen : 0,1
Leukosit : 3

BIlirubin : Eritrosit : -

3. Assessment
Pasien laki-laki 50 tahun dengan Ketoasidosis Diabetikum
Dasar diagnosis:
Anamnesis: Ada penurunan kesadaran , sesak nafas, badan lemah 2 jam
SMRS. Riwayat pasien sering merasa mudah lapar, namun berat badan
menurun, sering merasa haus dan sering kencing dalam 3 bulan SMRS.
Pemeriks aan Fisik:
Kesadaran : Koma , GCS E1M1V1, Bibir kering
Laju nafas: 36 kali/menit , nafas kusmaul, nafas bau aseton
Pemeriksaan Penunjang:
GDS= 485, WBC=15400, Urinalisis : glukosa =+4, keton =+1, dan
lekosit=3
4. Planning
a. Saran pemeriksaan
Pro pemeriksaan darah lengkap cito, urinalisis cito, GDS cito, analisis
gas darah, elektrolit serum, ureum creatinine, SGPT, SGOT, profil lipid.
Pro EKG
b. Tatalaksana di UGD
Oksigen 02 4 L/menit
1gr IV (skin tes)

Inj Ceftriakson 2 x

IVFD NaCl 0,% 1000cc dalam 1 jam pertama


Inj Ondancentron 3 x 2 mg IV
Inj Ranitidine 2 x 50 mg IV
Novorapid 3 x 4 mg SC
Pasang kateter urin balans cairan

Prinsip Pengobatan Ketoasidosis Diabetikum


1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan gluconeogenesis sel hati

dengan pemberian insulin


3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan
Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan
perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan,
maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1
liter dan selanjutnya sesuai protocol. Ada dua keuntungan rehidrasi pada
KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan kontraregulator insulin.
Bila konsentrasi glukosa kurang dari 200mg% maka perlu diberikan larutan
mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%)
Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi

memadai.

Pemberian

insulin

akan

menurunkan

konsentrasi

hormone glucagon , sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati,


pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino
dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
Efek kerja insulin terjadi dalam beberapa menit setelah insulin berikatan
dengan reseptor. Kemudian reseptor telah berikatan akan mengalami
internalisasi dan insulin akan mengalami destruksi. Dalam keadaan hormone
kontraregulator masih tinggi dalam darah, dan untuk mencegah terjadinya
lipolisis dan ketogenesis, pemberian insulin tidak boleh dihentikan tiba-tiba
dan perlu dilanjutkan beberapa jam setelah koreksi hiperglikemia tercapai
bersamaan

dengan

pemberian

larutan

mengandung

glukosa

untuk

mencegah hipoglikemia. Kesalahan yang sering terjadi adalah penghentian


drip insulin lebih awal sebelum klirens benda keton darah cukup adekuat
tanpa konversi ke insulin kerja panjang.
Tujuan pemberian insulin disini adalah bukan hanya untuk mencapai

konsentrasi glukosa normal, tetapi untuk mengatasi keadaan

ketonemia.

Oleh karena itu bila konsentrasi glukosa kurang dari 200 mg%, insulin
diteruskan dan untuk mencegah hipoglikemia diberi cairan mengandung
glukosa sampai asupan kalori oral pulih kembali
Di RSCM cara pengobatan KAD dengan insulin dosis rendah sudah
diperkenalkan sejak tahun 1980 dan sampai sekarang sudah beberapa kali
mengalami modifikasi.
Pada pasien dengan klinis yang sangat berat, reguler insulin diberikan secara
kontinu intravena. Bolus reguler insulin intravena diberikan dengan dosis
0,15 U/kgBB, diikuti dengan infus reguler insulin dengan dosis 0,1
U/kgBB/jam (5-10 U/jam). Hal ini dapat menurunkan kadar glukosa darah
dengan kecepatan 65-125 mg/jam.
Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL
pada SHH, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kgBB/jam
(3-5 U/jam) dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa 5-10% secara
intravena. Pemberian insulin tetap diberikan untuk mempertahankan glukosa
darah pada nilai tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan hiperosmolalitas
teratasi.

Kalium
Pada awal KAD biasanya konsentrasi ion K serum meningkat. Hyperkalemia
yang fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan
pemberian bikarbonat. Bila pada EKG ditemukan gelombang T yang tinggi,
pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperglikemia
tersebut.
Yang perlu menjadi perhatian adalah terjadinya hypokalemia yang fatal
selama pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat intraselular. Pada

KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urin.
Total deficit K yang terjadi selama KAD diperkiran mencapai 3-5 mEq//kgBB.
Selama terapi KAD, ion K kembali ke dalam sel. Untuk mengantisipasi
masuknya ion K ke dalam sel serta mempertahankan konsentrasi K serum ke
dalam batas normal, perlu pemberian kalium.
Pencegahan hypokalemia dapat dimulai setelah konsentrasi serum kalium
turun di bawah normal yaitu 5 mEq/L. Tujuan terapi ini adalah menjaga
serum kalium dalam batas normal yaitu 4-5 mEq/L. pemberian kalium 20-30
mEq/L dalam setiap liter cairan infus cukup untuk menjaga kalium dalam
batas normal.
Di Indonesia pemberian kalium sebagai tahap awal diberikan kalium 40
mEq/L dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam diberikan sesuai
ketentuan berikut:
-

Kalium < 3 mEq/L, koreksi dengan 75 mEq/L/6 jam

Kalium 3-4,5 mEq/L, koreksi dengan 50 mEq/L/6 jam

Kalium 4,5-6 mEq/L, koreksi dengan 25 mEq/L/6 jam

Kalium > 6 mEq/L, koreksi dengan dihentikan


Bila pasien sadar dapat diberi kalium oral selama seminggu

Terapi Kalium
Diabetik

Glukosa

sesuai

kadar

kalium

darah

dalam

Ketoasidosis

Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah


akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi
penurunan konsentrasi glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila konsentrasi glukosa
mencapai <200mmg% maka dapat dimulai infus mengandung glukosa.
Tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan konsentrasi glukosa tetapi
untuk menekan ketogenesis.
Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topic perdebatan selama beberapa
tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah: 1. Menurunkan pH
intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat. 2. Efek negative pada
disosiasi oksigen di jaringan, 3. Hipertonis dan kelebihan natrium, 4.
Meningkatkan insiden hypokalemia, 5. Gangguan fungsi serebral, dan 6.
Terjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto.
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 , walaaupun
demikian komplikasi asidosis laktat dan hyperkalemia yang mengancam
tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
Pengobatan Umum
Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting.
Pengobatan umum KAD, terdiri atas:
1. Antibiotika yang adekuat
2. Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
3. Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l)
Pemantauan
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD
mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlansung. Untuk itu
perlu dilaksanakan pemeriksaan:
1. kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer
2. elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan
3. Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH
>7,1, selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil

4. Vital Sign tiap jam


5. Keadaan hidrasi, balance cairan
6. Waspada terhadap kemungkinan DIC
Skema Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum

Infus I

Koreksi K+

Infus II

Koreksi HCO3

Jam ke
0
1
2
3
4
5
6

Bila pH
2 kolf
jam
1 kolf
2 kolf
1 kolf
1 kolf
kolf
kolf

Dst.
Bergantung pada
kebutuhan jumlah
cairan
yang
diberikan
dalam
15 jam sekitar 5
liter.
Bila

Na+

>155

mEq/l ganti NaCl


n

Dimulai jam ke 2:
Bolus 180 mU/kgBB
dilanjutkan dengan
drip insulin 90
mU/jam/kgBB dalam
NaCl 0,%
Bila gula darah <
200 mg% kecepatan
dikurangi menjadi 45
mU/jam/kgBB
Bila gula darah stabil
sekitar 200-300 mg
% selama 12 jam
dilakukan drip
insulin 1-2 unit
perjam disamping
dilakukan sliding
scale setiap 6 jam
Bila,kadar gula
darah
insulin sk
<200 mg%
200-250
5U
250-300
10 U
300-350
15 U
>350
20 U
Bila
dilanjutkan

stabil
sliding

<7

7-7,1

100mEq
0

50mEq

>7
50 mEq/6jam
dalam infus
Bila kadar K+
<3
>6

75
0

3-4,5 4,5-6

50

25

HCO3

HCO3

26 mEq

13 mEq

K+

K+

scale tiap 6 jam

Bila

gula

darah

Setelah sliding
<200 mg% ganti scale tiap 6 jam
dapat
dengan
dextrose
diperhitungkan
5%
kebutuhan insulin
sehari : 3x sehari
sebelum makan
Control CVP

Bila sudah sadar Bila pH maka


+
dapat diberi K+ K
oral
seminggu

selama Oleh

karena

itu

pemberian
bikarbonat disertai
dengan pemberian
K+

You might also like