You are on page 1of 19

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Herbarium merupakan suatu bukti autentik perjalanan dunia tumbuhtumbuhan selain berfungsi sebagai acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis
pohon. Istilah Herbarium adalah pengawetan specimen tumbuhan dengan berbagai
cara.untuk kepentingan koleksi dan ilmu pengetahuan. Koleksi specimen
herbarium biasanya disimpan pada suatu tempat yang diberi perlakuan khusus
pula yang dikenal dengan laboratorium herbarium.
Herbarium merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Turnefor
(1700) untuk tumbuhan obat yang dikeringkan sebagai koleksi. Luca Ghini (14901550) seorang Professor Botani di Universitas Bologna, Italia adalah orang
pertama yang mengeringkan tumbuhan di bawah tekanan dan melekatkannya di
atas kertas serta mencatatnya sebagai koleksi ilmiah (Arber, 1938). Pada awalnya
banyak spesimen herbarium disimpan di dalam buku sebagai koleksi pribadi tetapi
pada abad ke-17 Ramadhanil dan Gradstein Herbarium Celebense 39 praktek ini
telah berkembang dan menyebar di Eropa (Ramadhanil, 2003).
Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah
dimatikan dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi dengan data-data
mengenai tumbuhan tersebut. Membuat herbarium yaitu pengumpulan tanaman
kering untuk keperluan studi maupun pengertian, tidaklah boleh diabaikan. Yaitu
melalui pengumpulan, pengeringan, pengawetan, dan dilakukan pembuatan

herbarium (Steenis, 2003).

B. Tujuan
Praktikum klinik tanaman dalan acara pengawetan tanaman sakit dan
pembuatan herbarium bertujuan untuk:
1. Mengenal dan melaksanakan teknik-teknik yang digunakan untuk pengawetan
tanaman sakit.
2. Memilih teknik yang sesuai bagi bahan tanaman yang harus ditangani, meliputi
metode penyimpanan dan penanganannya.
3. Memperagakan specimen yang diawetkan dengan penyertaan informasi yang
relevan.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Herbarium berasal dari kata hortus dan botanicus, artinya kebun botani
yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi
spesimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi
(Onrizal, 2005). Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang
telah dimatikan dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi dengan
data-data mengenai tumbuhan tersebut. Membuat herbarium yaitu pengumpulan
tanaman kering untuk keperluan studi maupun pengertian, tidak boleh diabaikan.
Melalui pengumpulan, pengeringan, pengawetan, dan dilakukan pembuatan
herbarium (Steenis, 2003).
Herbarium merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Turnefor
(1700) untuk tumbuhan obat yang dikeringkan sebagai koleksi. Luca Ghini (14901550) seorang Professor Botani di Universitas Bologna, Italia adalah orang
pertama yang mengeringkan tumbuhan di bawah tekanan dan melekatkannya di
atas kertas serta mencatatnya sebagai koleksi ilmiah (Arber, 1938). Pada awalnya
banyak spesimen herbarium disimpan di dalam buku sebagai koleksi pribadi tetapi
pada abad ke-17 Ramadhanil dan Gradstein Herbarium Celebense 39 praktek ini
telah berkembang dan menyebar di Eropa (Ramadhanil, 2003).
Herbarium merupakan karya referensi tiga dimensi, herbarium bukan hanya
untuk mendefinisikan suatu pohon, namun segala sesuatu dari pohon. Mereka

memegang bagian yang sebenarnya dari bagian mereka itu. Nama latin untuk
koleksi ini ataupun Herbarium adalah Siccus Hortus, yang secara harfiah berarti
taman kering, dan setiap specimen menekan yang terpasang pada selembar kertas
yang diulisi dengan apa tanaman yang dikumpulkan itu, kapan dan dimana
ditemukannya (Stacey, 2004).
Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama,
penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak
disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan berbentuk
herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen
yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan
herbarium basah digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya
buah (Setyawan dkk, 2004).
Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam
praktek pembuatan herbarium. Specimen herbarium yang baik harus memberikan
informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Suatu koleksi
tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan
yang memberikan seluruh informasi yang tidak nampak specimen herbarium
(Aththorick dan Siregar, 2006).
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah
diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesiesmen tumbuhan
yang telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari komponen
macam zat dengan komposisi yang berbeda-beda. (Tjitoseopomo, 2005).

III.

METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, antara lain bahan tanaman sakit
atau bahan tanaman yang mengalami kerusakan hama yang akan diawetkan, FAA
(Formaldehid Acetic Acid), pemampat bahan tanaman sakit untuk herbarium
kering, dan Naphthalene (kapur barus. Alat yang digunakan dalam praktikum ini,
antara lain Botol museum, gelas breaker, botol-botol gelas, gelas ukur, dan label
herbarium.
B. Prosedur kerja
1. Bahan-bahan tanaman sakit atau yang mengalami kerusakan yang bentuknya
besar dan berdaging dengan kandungan air yang tinggi (misal buah jeruk,
magga, buah jambu, akar gada pada kubis, albasia-karat puru).
a. Bahan tanaman diawetkan dalam larutan FAA untuk mencegah
kehancuran jaringan oleh bakteri dan jamur.
b. Botol penyimpanan yang digunakan mempunyai tutup dari gelas atau
plastic karena tutup dari logam akan menimbulkan korosi oleh pengaruh
FAA
c. Botol museum dilengkapi (yang terisi FAA dan bahan tanaman yang akan
diawetkan) dengan label herbarium yang telah berisi informasi tentang
koleksi specimen tersebut (nama penyakit, pathogen, tipe pathogen,
tanaman/inang, lokasi, tanggal, kolektor, metode identifikasi dan ditambah
informasi ekologi untuk hama), direkatkan pada bagian luar botol.
d. Label diidi dengan tulisan tangan, tinta hitam secara benar dan rapi.
Untuk identifikasi pendahuluan (tentatif) digunakan acuan yang tersedia
dan sesuai.
2. Bahan-bahan tanaman dengan kandungan air yang rendah dan ukuran relative
kecil atau tipis, diawetkan dengan cara pemampatan (pressing).

a. Dilakukan pemampatan dengan cara menempatkan lembaran bahan


tanaman (misal daun) di antara lembaran-lembaran surat kabar kering dan
atasnya dibebani dengan setumpuk buku tebal atau batu bata.
b. Untuk specimen yang kandungan airnya lebih tinggi, diganti kertas-kertas
tersebut setiap hari untuk mencegah pertumbuhan jamur kapang (mold)
pada specimen.
c. Setelah kering, disimpan lembaran herbarium ini dengan posisi mendatar
dalam almari yang kering dan bebas insekta.
3. Specimen yang berupa perakaran tanaman berkayu, biji-bijian kering atau
buah berkayu tak membutuhkan cairan pengawet.
a. Specimen tersebut dikeringkan pada udara bebas atau dikering-ovenkan
pada suhu rendah, kemudian simpan langsung dalam botol.
b. Ditambahkan butiran-butiran Naphthalene bersama specimen untuk
mencegah infestasi serangga.
c. Herbarium dilengkapi denga label herbarium yang berisi informasi tentang
specimen yang bersangkutan,
d. Disertakan specimen sehat bersama specimen yang sakit
e. Label diisi dengan tulisan tangan, tinta warna hitam secara benar dan rapi.
f. Pendahuluan (tentatif) diidentifikasi dengan menggunakan acuan yang ada
dan relevan.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Praktikum

Pengawetan Tanaman Sakit dan Pembuatan Herbarium


Prosedur pembuatan Larutan FAA
1. Air steril disiapkan sebanyak 175 ml.
2. Prusi ditimbang sebanyak 1 gram.
3. Air steril dan prusi diaduk sampai homogen.
4. Asam asetat glasial ditambahkan pada larutan, sebanyak 25 ml tanpa
diaduk.
5. Formaldehid (40%) sebanyak 50 ml dan alcohol (95%) sebanyak 50 ml
6.
7.
8.
9.

ditambahkan pada larutan tanpa diaduk.


Larutan FAA yang sudah jadi dibagi dalam 2 toples.
Masukka hama dan penyakit tanaman kedalam masing-masing toples.
Toples ditutup rapat.
Masing-masing toples di beri label specimen.
B. Pembahasan

Herbarium merupakan tempat penyimpanan contoh koleksi specimen


tanaman atau tumbuhan yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Herbarium
yang baik selalu disertai identitas, pengumpul (nama pengumpul atau kolektor dan

nomor koleksi). Serta dilengkapi keterangan lokasi asal material dan keterangan
tumbuhan tersebut untuk kepentingan penelitian dan identifikasi.
Pada masa sekarang herbarium tidak hanya merupakan suatu specimen yang
diawetkan tetapi juga mempunyai suatu lingkup kegiatan botani tertentu, sebagai
sumber informasi dasar untuk para ahli taksonomi dan sekaligus berperan sebagai
pusat penelitian dan pengajaran, juga pusat informasi bagi masyarakat umum.
Herbarium diartikan juga sebagai bank data dengan sejumlah data mentah yang
belum diolah. Masing-masing specimen dapat memberikan bermacam-macam
informasi, tergantung kelengkapan specimen, data da nasal-usul materialnya.
(Balai Taman Nasional Baluran, 2004).
Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama,
penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak
disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan berbentuk
herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen
yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan
herbarium basah digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya
buah (Setyawan dkk, 2004).
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah
diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesiesmen tumbuhan
yang telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari komponen
macam zat dengan komposisi yang berbeda-beda. (Tjitoseopomo, 2005).

10

Kegunaan herbarium secara umum antara lain:


1. Sebagai pusat referensi: merupakan sumber utama untuk identifikasi
tumbuhan bagi para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani jenis
tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas yang bergerak dalam konservasi
alam.
2. Sebagai lembaga dokumentasi: merupakan koleksi yang mempunyai nilai
sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan yang
mempunyai nilai ekonomi dll.
3. Sebagai pusat penyimpanan data: ahli kimia memanfaatkannya untuk
mempelajari alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan
ramuan untuk obat kanker, dan sebagainya (Onrizal, 2005).
4. Material herbarium sangat penting artinya sebagai kelengkapan koleksi untuk
5.
6.
7.
8.
9.
10.

kepentingan penelitian dan identifikasi.


Material peraga pelajaran botani.
Material penelitian.
Alat pembantu identifikasi tanaman.
Material pertukaran antar herbarium di seluruh dunia.
Bukti keanekaragaman dan,
Specimen acuan untuk publikasi spesies baru.
Herbarium dibagi menjadi dua jenis yaitu herbarium kering dan herbarium

basah. Herbarium kering adalah herbarium yang dibuat dengan cara pengeringan,
namun tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bias diamati dan
dijadikan perbandingan pada saat determinasi selanjutnya. Sedangkan herbarium
basah adalah specimen tumbuhan yang telah diawetkan disimpan dalam suatu
larutan yang dibuat dari komponen macam zat dengan komposisi yang berbedabeda.

11

1. Pembuatan medium FAA


1 gr Prusi yang telah dihaluskan dilarutkan ke dalam 175 ml air steril diaduk
hingga homogen dan ditambah asam asetat glasial sebanyak 25 ml tanpa diaduk.
Formaldehid (40%) sebanyak 50 ml dan alcohol (95%) ditambahkan pada larutan
tanpa diaduk. Larutan FAA dibagi dalam 2 toples.
2. Pembuatan herbarium
Hama ulat tanah dan Penyakit bulai pada tanaman jagung yang telah
dikumpulkan dimasukan ke dalam masing-masing botol museum yang berisi
larutan FAA. Lalu kemudian masing-masing botol diberi label yang berisi
keterangan mengenai informasi-informasi spesimen.

12

Label untuk hama


Spesimen

: P. maydis.

Tempat

: Karang Wangkal

Tanggal

Oleh

: Kelompok 1, Rombongan 3

Tanaman inang

: Zea mays

Informasi ekologi

: Tanaman jagung ditanam secara monokultur bersebelahan


dengan tanaman padi, tanaman jagung ditanam bergilairan
dengan tanaman padi.

Klasifikasi penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung (P. maydis)


Kingdom

: Chromista

Filum

: Heterokontophyta

Kelas

: Oomycetes

Ordo

: Sclerosporales

Famili

: Peronosporaceae

Genus

: Peronosclerospora

Spesies

: P. maydis

Gejala
Gejala khas bulai adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar tulang
daun dengan batas yang jelas antara daun sehat. Pada daun permukaan atas dan

13

bawah terdapat warna putih seperti tepung dan ini sangat jelas pada pagi hari.
Selanjutnya pertumbuhan tanaman jagung akan terhambat, termasuk pembentukan
tongkol, bahkan tongkol tidak terbentuk, daun-daun menggulung dan terpuntir
serta bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan.
Penyebab dan penyebarannya
Penyebab penyakit bulai di Indonesia ada tiga jenis spesis yaitu
Peronosclerospora maydis, P. phillipinensis dan P. sorghi. Lokasi penyebaran dan
identifikasi sepsis Peronosclerospora spp. telah diketahui di 20 Kabupaten dan
kota di Indonesia. P. maydis umumnya menyerang tanaman jagung di Pulau Jawa
seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY. P.philipinensis banyak menyerang
tanaman jagung di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan sampai Sulawesi Utara,
sedangkan p. sorghi banyak ditemukan di Tanah Karo Sumatera Utara dan BatiMalang.
Siklus penyakit
Proses infeksi cendawan Peronosclrospora spp. dimulai dari konidia jatuh
dan tumbuh dipermukaan daun jagung serta berkembang membentuk appressoria
lalu masuk kedalam jaringan tanaman muda melalui stomata, selanjutnya terjadi
lesion local dan berkembang sampai ketitik tumbuh, menyebabkan infeksi
sistemik sehingga terbentuk gejala bulai.
Inang alternative

14

Beberapa jenis inang alternatif penyakit bulai selain tanaman jagung


diantaranya adalah Avena sativa, Digitaria spp., Euchlaena spp., Heteropogon
contartus, Panicum spp., Setaria spp., Saccharum spp., Sorghum spp.,
Pennisetum spp. dan Zea mays.
Pengendalian
Untuk menanggulangi OPT jagung telah dilakukan pencarian gen-gen yang
tahan terhadap hama dan penyakit. Karakterisasi molekuler berbasis marka SSR
(Single Sequence Repeats) dan SNP (Single Nucleotide Polymorphisms) untuk
perakitan varietas jagung toleran cekaman abiotik telah dilakukan melalui
sejumlah proses genotyping dan sequencing. Sejak 3 tahun terakhir skrining
ketahanan hama penyakit telah mengidentifikasi sejumlah galur dengan ketahanan
spesifik terhadap penyakit dan hama jagung.
Dibawah ini sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
penyakit bulai di lapangan:
1. Penggunaan varietas tahan seperti jagung hibrida varietas Bima-1, Bima-3,
Bima-9, Bima- 14 dan Bima-15 serta jagung komposit varietas Lagaligo dan
Lamuru.
2. Periode bebas tanaman jagung hal ini dikhususkan kepada daerah-daerah
endemik bulai dimana jagung ditanam tidak serempak, sehingga terjadi variasi
umur yang menyebabkan keberadaan bulai dilapangan selalu ada, sehingga
menjadi sumber inokulum untuk pertanaman jagung berikutnya

15

3. Sanitasi lingkungan pertanaman jagung sangat perlu dilakukan oleh karena


berbagai jenis rumput-rumputan dapat menjadi inang bulai sehingga menjadi
sumber inokulum pertanaman berikutnya.
4. Rotasi tanaman dengan tujuan untuk memutus ketersediaan inokulum bulai
dengan menanam tanaman dari bukan sereal.
5. Eradikasi tanaman yang terserang bulai.
6. Penggunaan fungisida (b.a. Metalaksil) sebagai perlakuan benih (seed
treatment) untuk mencegah terjadinya infeksi bulai lebih awal dengan dosis 2,5
-5,0 g/kg benih. (Balai Penelitian Tanaman Serealia).

16

V.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Herbarium merupakan koleksi spesimen yang telah dikeringkan / diawetkan


dalam larutan, yang biasanya disusun berdasarkan sistem klasifikasi. Pada
praktikum yang telah dilakukan, dibuat herbarium basah, untuk mengawetkan
hama yang ditemukan dilapang dan herbarium kering untuk penyakit.
B. Saran

Sebaiknya pengambilan spesimen untuk kepentingan herbarium dilakukan


secara hati-hati dan teliti. Dan juga pengisian informasi pada label herbarium
sebaiknya diisi dengan jelas agar dapat memberikan informasi yang sesuai.

17

DAFTAR PUSTAKA

Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. http://ocw.usu.ac.id. Diakses pada


tanggal 19 April 2015.

Ramadhanil. 2003. Herbarium Celebense (CEB) dan Peranannya dalam


Menunjang Penelitian Taksonomi Tumbuhan di
Sulawesi. http://unsjournals.com. Diakses pada tanggal 19 April 2015.

Steenis, C.G.G.J.Van. 2003. Flora. Cet. 9. PT Pradnya Paramitha. Jakarta.


Tjtrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Aththorick, T.A, dan Siregar E.S. 2006. Taksonomi Tumbuhan. Departemen


Biologi FMIPA USU. Medan.

Setyawan, A. D, Indrowuryatno, Wiryanto, Winanrno, K dan Susilowati, A. 2005.


Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah. Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Stacey, Robyn and Ashley Hay. 2004. Herbarium. Cambridge University Press.
New York.

18

19

You might also like