You are on page 1of 19

BAB 1

KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah
mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial
(Smeltzer & Bare, 2013).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas
yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu
tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan
saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau
dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses
ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk
juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah
dan selaput otak. (Fransisca, 2008: 84).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi
maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas
pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium.
Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan
cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti

venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan


serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
B. ETIOLOGI
Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena.
Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada ketidaknormalan
sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena fungsi dari
bagian-bagian berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada
bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.
1. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan
tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
2. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang
sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan
nigtatius (gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak
horizontal.
3. Tumor korteks motorik
Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana
kejang terletak pada satu sisi.

4. Tumor lobus frontal


Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan
tingkah laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
5. Tumor intra cranial
Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara
dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang
paling sering adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat
maligna) dan metastase serebral dari bagian luar.
6. Tumor sudut cerebelopointin
Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala yang
timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
Gejala pertama :
Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yang
mengarah terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII /
vestibulochorlearis / oktavus)
Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan
dengan cranial ke V/trigemirus)
Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII /
fecialis)
Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada
fungsi motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)
C. PATOFISIOLOGI/ PATHWAY

( Suddart & Brunner. 2003)

Idiopatik
Tumor otak
Penekanan jaringan otak
Invasi jaringan otak

Nekrosis jar. otak

Kerusakan Jar. Neuron


( Nyeri )

Kejang

Bertambahnya massa

Gang.
Suplai darah

Gang. Fungsi
otak
Gang. Neurologis
fokal
Defisit
neurologis

Aspirasi sekresi
Obstruksi jalan
nafas
Dispnea
Henti nafas
Perubahan pola
nafas
Gang. Pertukaran
gas

Gang. Perfusi
Jaringan

Cemas

Gang. Rasa nyaman (Nyeri)

Oedema

Peningkatan
TIK

Hidrosefalus

Perubahan
proses pikir

Bradikardi progresif,
hipertensi sitemik,
gang.pernafasan
Ancaman
kematia

Obstruksi vena di otak

Hipoksia
jaringan

Disorientasi

Resti. Cidera

Penyerapan cairan otak

Bicara terganggu,
afasia

Hernialis ulkus

Gang. komunikasi

Menisefalon
tekanan

verbal

Mual, muntah,
papileodema, pandangan
kabur, penurunan fungsi
pendengaran, nyeri
kepala

Gang.
kesadaran

D. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)


1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a)

Sakit kepala

b)

Muntah

c)

Papiledema

2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :


a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak
pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan
dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan
dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak
terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak
disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status
emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering
menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli
(gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan

lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial


keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,
jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi
tentang sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam
batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran
yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan
untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi
lobus temporal pada waktu kejang (Doenges, 2000).

F. PENATALAKSAAN MEDIS
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien
dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila
memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya
adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan
tanpa meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya
gejala-gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).
1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid
dan beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan
tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat
melakukan tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan
nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor yang secara teori
meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap
radiasi atau kemoterapi.
2. Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga
menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan
menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali

untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai


akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa
digunakan pada klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi
radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi
3. Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu
di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk
menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple
sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan
sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor
sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan
pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam
tumor.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik
dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah
pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial
tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :

1. Kehilangan memory
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6. Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi
mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :
1. Perubahan visual dan verbal
2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit
kepala
3. Perubahan pupil
4. Kelemahan otot / paralysis
5. Perubahan pernafasan
Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan yang
terjadi yaitu :
1. Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum

maka

akan

menyebabkan

pusing,

ataksia

(kehilangan

keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh


ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata
berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif.

Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan


sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan
menurun.
3. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga
hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan
malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas
prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea
(kelebihan atau aliran spontan susu )
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan
hipogonadisme.
c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan
perubahan tingkat kepuasan.

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift / jaw trust

b) Suction / hisap
c) Guedel airway
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi,
whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
Adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah dengan metode AVFU
Awake

: A, Respon bicara :V, Respon nyeri : P, Tidak ada respon : U

5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang,
maka imobilisasi inline harus dikerjakan.
PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,


agama, suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian
tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga
(otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru paru (bronkiektaksis, abses
paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
5. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6. Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada vasomotor).
b) Eliminasi
Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c) Nutrisi
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)

Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa


kering.
d) Hygiene
Gejala : -) , dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan,
perawatan diri (pada periode akut).
e) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori,
sulit dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor
(peningkatan TIK), nistagmus, kejang umum lokal.
f) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
g) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah
h) Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis,
telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit,
fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

I. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL
dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,
perubaan respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital
Kriteria Hasil : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran, perbaiakan
kognitif, fungsi motorik/sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan
TIK (Tekanan Intra Kranial)
Intervensi :
a. Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
b. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar ( GCS )
c. Pantau TTV
d. Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
e. Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )
f. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
g. Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara
tambahan yang abnormal

Kolaborasi :
h. Pantau analisa gas darah
i.

Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan

j.

Berikan oksigenasi

2. Resiko

tinggi

terhadap

ketidakefektifan

pola

napas

b.d kerusakan

neurovaskuler, kerusakan kognitif.


Kriteria Hasil : pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas
sianosis, dengan GDA dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi
c. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
d. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 15
detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
e. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
Kolaborasi:
f. Berikan O2 sesuai indikasi
g. Lakaukan fisioterapi dada jika ada indikasi
3. Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena perubahan
posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong
keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad
dirisendiri, wajah menahan nyeri, perubahna pola tidur, menarik diri secara
fisik
Kriteria Hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjukan perilaku
untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri .

Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, tingkat, skala, durasi, dan frekuensi nyeri yang
dirasakan klien
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal (Misal : ekspresi wajah, gelisah,
menangis,

menarik

diri,

diaforesis, perubaan

frekuensi

jantung,

pernapasan dan tekanan darah.


c. Anjurkan untuk istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai
kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat
toleransi terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggunakan persyaratan positif saya sembuh
atau saya suka hidup ini
Kolaborasi :
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi

4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis), ditandai denagg disorientasi,
perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola
komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk,

perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola


perilaku
Kriteria Hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara,

afektif,

sensoris dan proses pikir


b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda
tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan

letak

tubuh,

perhatkian adanya masalah penglihatan


c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil,
pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi

5. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan


TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, (anoreksia, iritasi,
penyimpangan rasa mual) dibuktikan oleh : keluhan masukan makanan tidak

adekuat, kehilangan sensasi pengecapan, anoreksia, ketidakmampuan untuk


mencerna makanan, BBI < 10 %, penurunan penumpukan lemak/masa otot,
sariawan, rongga mulut terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.
Krieteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil,
mengungkapkan pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi spesifik
untuk merangsang nafsu makan
Intervensi :
a. Pantau masukan makanan setiap hari
b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
c. Dorong pasien untuk makandiit tinggi kalori kaya nutrien sesui program
d. Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari makanan terlalu manis,
berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
e. Identifikasi pasien yang mengalami mual / muntah
Kolaborasi :
f. Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler
g. Vitamin A, D, E dan B6
h. Rujuk kepada ahli diit
i. Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,


Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses
Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan (Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9 Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

You might also like