Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Andi Khoirul A
135070209111040
Departemen
: Medikal
Persepti
: Andi Khoirul.a
Periode
: 22 mei 2015
Preseptor
Ruang
: 29
kelompok
: 8
komplikasi toxoplasmosis
Mampu melakukan analisa data dari hasil pengkajian
Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien
Mampu membuat prioritas masalah pada pasien
Mampu menentukan tujuan dan kriteria hasil dari prioritas masalah
Mampu menetapkan intervensi sesuai diagnose
Mampu menetapkan implementasi sesuai dengan intervensi
Mampu menetapkan evaluasi dan mendokumentasikan semua proses
keperawatan pada pasien
B. Rencana kegiatan
TIK
1
Jenis Kegiatan
Komunikasi terapeutik
Pengkajian
Waktu
22 mei 2015
Kriteria hasil
BHSP
Data
yang
(anamnesa,pengkajian
dikumpulkan dapat
fisik,data penunjang)
mewakili
kondisi
klien
2
Menganalisa
data
dari
hasil
pengkajian
3
Menetapkan
yang
sesungguhnya
Data
dianalisis
menjadi diagnose
diagnose
dan
keperawatan
Diagnose sesuai
dengan
kondisi
actual klien
4
Menetapkan
tujuan
sesuai
22 25 mei 2015
criteria hasil
Mencari
literature
untuk
22 25 mei 2015
sesuai
dengan
kondisi
klien
Literature mewakili
informasi
ingin dicapai
yang
Melakukan
implementasi
dan
22 25 mei 2015
Dapat melakukan
prosedur
dengan SOP
a. Memasang infuse
b. Mengambil darah vena dan
arteri
c. Memberikan terapi relaksasi
napas
dalam
untuk
meredakan nyeri
d. Memberikan latihan drainage
postural, batuk efektif, dan
perkusi dada
e. Mengenali
suara
jantung
normal
f. Mengenali suara paru normal
g. Melakukan transfusi
h. Memberikan
posisi
yang
nyamna untuk pasien sesak
i.
napas
Melakukan keterampilan dan
prosedur pada pasien dengan
masalah
transportasi
gas
sesuai
Mengetahui
Mahasiswa,
Andi Khoirul A
NIM. 135070209111040
LAPORAN PENDAHULUAN
HIV/AIDS DENGAN TOXOPLASMOSIS
HIV/AIDS
A. Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah sekumpulan gejala
penyakit karena penurunan sistem kekebalan tubuh (Samsuridjal Djauzi, 2004).
Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS
ditujukan pada individu yang mengalami infeksi oportunistik, dimana individu
tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200
atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering
muncul antara lain demensia progresif, wasting syndrome, atau sarkoma kaposi
(pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu
kanker serviks invasif) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami
lokalisasi (misalnya, TB) (Doengoes, 2000).
B. Etiologi
Agen penyebab AIDS yaitu HIV (human immunodeficiency virus). HIV
merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel dalam sistem imun, terutama sel
limfosit T CD4+, dan menyebabkan kerusakan progresif pada sel-sel tersebut.
Partikel infeksius HIV terdiri dari 2 rantai RNA dengan 1 protein inti, dikelilingi oleh
selaput lemak (lipid envelope) yang didapat dari sel host namun mengandung
protein virus.
Siklus hidup HIV terdiri dari beberapa tahap yang saling berkesinambungan,
yaitu infeksi sel, produksi DNA virus dan integrasi DNA virus ke dalam genome host,
ekspresi gen virus, dan produksi partikel virus. HIV menginfeksi sel dengan
selubung glikoproteinnya yang disebut gp120, berikatan dengan CD4 dan reseptor
kemokin khusus (CXCR5 dan CCR5) pada sel-sel manusia. Dengan demikian, virus
ini dapat menginfeksi sel-sel yang mengekspresikan CD4 dan reseptor kemokin
tersebut. Tipe sel utama yang dapat diinfeksi oleh HIV yaitu sel T CD4+, tetapi sel
ini juga dapat menginfeksi makrofag dan sel dendritik. Setelah berikatan dengan
reseptor seluler, terjadi perubahan konformasi gp41 yang melepas fusion peptide,
yang masuk ke dalam membran sel dan memungkinkan membran bergabung (fusi)
dengan membran sel host dan virus dapat memasuki sitoplasma sel host.
Dalam sitoplasma sel host, virus ini dapat melepas RNA. Kopi DNA dari RNA
disintesis oleh enzim reverse transcriptase yang dimiliki oleh virus, dan DNA
berintegrasi ke dalam DNA sel host karena kerja dari enzim integrase. Virus DNA
yang telah berintegrasi disebut dengan provirus. Jika sel T, makrofag, dan dendritik
yang terinfeksi mengalami aktivasi oleh stimulus ekstrinsik, seperti infeksi mikroba
lain, sel-sel ini akan berespon dengan mengaktifkan transkripsi gennya dan
memproduksi sitokin. Efek merugikan dari respon normal ini yaitu akticasi seluler
dan produksi sitokin dapat mengaktifkan provirus dan menyebabkan produksi RNA
dan protein virus. Dengan demikian, virus dapat membentuk struktur inti, yang akan
bermigrasi ke membran sel, mendapatkan selaput lemak (lipid envelope) dari sel
host, dan terlepas menjadi partikel virus yang infeksius dan dapat menginfeksi selsel lain.
C. Patogenesis HIV/AIDS
HIV menimbulkan infeksi laten pada sel-sel imun dan dapat mengalami
reaktivasi untuk memproduksi virus yang infeksius. Produksi virus menyebabkan
kematian sel yang terinfeksi dan limfosit yang tidak terinfeksi, defisiensi imun, dan
manifestasi klinis AIDS. Infeksi HIV didapatkan dari hubungan seksual, jarum yang
terkontaminasi yang digunakan pengguna obat intravena, transplacental transfer,
atau transfuse darah atau produk darah yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi,
mungkin terdapat viremia akut ketika virus terdeteksi dalam darah, dan host akan
merespon sebagai infeksi virus ringan. HIV menginfeksi sel T CD4+, makrofag, dan
sel dendritik dalam darah, port de entry melalui epithelia, dan organ limfoid, seperti
nodus limfe.
Perjalanan penyakit yang disebabkan infeksi HIV dimulai dengan infeksi akut,
yang dikontrol oleh respon imun adaptif, dan berlanjut menjadi infeksi kronik dari
jaringan limfosit perifer (gambar 2). Virus ini biasanya masuk melalui epitel mukosa.
Beberapa efek selanjutnya dapat dibagi dalam beberapa fase. Infeksi akut (early
infection) dikarakteristikkan dengan infeksi pada sel T CD4 memori (yang
mengekspresikan CCR5) pada mukosa jaringan limfoid, dan kematian sejumlah
besar sel-sel yang terinfeksi. Karena jaringan mukosa merupakan tempat
penyimpanan sel T terbesar dalam tubuh, dan tempat penyimpanan sel T memori,
kehilangan sel T ini sering disebut deplesi limfosit. Dalam 2 minggu terjadinya
infeksi, mayoritas sel T CD4 dapat mengalami kerusakan.
Deplesi sel T CD4 setelah infeksi HIV merupakan efek sitopatik dari virus,
terjadi akibat produksi partikel virus dan kematian sel-sel yang tidak terinfeksi.
Ekspresi gen virus yang aktif dan produksi protein mungkin dapat mengganggu
sintesis sel T. dengan demikian, sel T yang terinfeksi akan mati selama proses ini.
HIV aktif dalam tubuh dan pasien dapat menularkannya pada orang
lain
Selain infeksi HIV, pasien belum tentu menderita AIDS
Pasien tidak kebal terhadap AIDS (antibody tidak mengindikasikan
kekebalan)
b. Interpretasi hasil pemeriksaan negatif
Antibody HIV tidak terdapat dalam darah pasien saat ini. Terdapat dua
kemungkinan:
o Pasien tidak terinfeksi HIV
o Pasien terinfeksi, namun tubuh belum membentuk antibody
terhadap HIV
Pasien harus terus
melakukan
tindakan
pencegahan.
Hasil
Jika hitung sel T CD4+ <200/L, pasien harus menerima regimen terapi profilaksis
P.jiroveci, dan jika <50/L, profilaksis untuk MAC.
G. Penatalaksanaan
Beberapa strategi potensial yang secara spesifik ditujukan untuk mengganggu
siklus HIV antara lain:
Menghamba virus untuk berikatan dengan reseptor sel T CD4+
Mengganggu proses uncoating virus dalam sel, tahap pertama yang penting
TOXOPLASMOSIS
A. Definisi
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang
dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal
dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak
menginfeksi manusia dan hewan peliharaan. Toxoplasma adalah parasit protozoa
dengan sifat alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, simtomatik
maupun asimtomatik.
B. Etiologi
Toksoplasmosis disebabkan oleh agen infeksi Toxoplasma gondii, suatu
protozoa intraseluler coccidian pada kucing, masuk dalam famili Sarcocystidae dan
kelas Sporozoa. Parasit ini terdiri dari empat bentuk yaitu Tachyzoid yang secara
cepat memperbanyak diri pada jaringan organisme, Bradyzoit yang memperbanyak
diri secara lambat pada jaringan, Pseudocyst, dan Oocyst (Knapen, 2008).
Siklus hidup Toxoplasma gondii :
a. Fase seksual
berlangsung pada Hospes definitif dari T. Gondii (kucing) dan jenis Feliidae.
Siklus seksual berlansung dalam epitel usus kucing yang kemudian berakhir
dengan pembentukan Oocyst yang dikeluarkan bersama tinja (10-20 hari atau
bisa lebih lama). Oocyst berbentuk oval dengan diameter 10-20 dan berisi 8
sporozoit di dalam 2 sporokista.
b. Fase aseksual
T. gondii mengalami siklus reproduksi aseksual di semua spesies. Kista jaringan
atau oocyst larut selama digesti, menghasilkan bradizoit atau sporozoit, yang
masuk ke lamina propria pada usus kecil dan mulai untuk memperbanyak diri
sebagai takizoid. Takizoid dapat menyebar pada jarinngan eksternal dengan
waktu singkat melalui limfe dan darah. Mereka dapat masuk pada beberapa sel
dan memperbanyak diri. Sel dari host akhirnya pecah dan menghasilkan takizoid
masuk ke sel yang baru. Ketika host berkembang menjadi resisten, kira-kira 3
minggu setelah infeksi, takizoid mulai menghilang dari dalam jaringan dan
menjadi bentuk resting bradizoid dalam kista jaringan (Knapen, 2008).
C. Patofisiologi
Toxoplasma gondii yang tertelan melalui makanan akan menembus epitel
usus dan difagositosis oleh makrofag atau masuk ke dalam limfosit akibatnya terjadi
penyebaran limfogen. Toxoplasma gondii akan menyerang seluruh sel berinti,
membelah diri dan menimbulkan lisis, destruksi sel tersebut akan berhenti bila tubuh
telah membentuk antibodi. Pada organ tubuh, seperti susunan saraf dan mata,
antibodi tidak dapat masuk karena ada sawar (barier) sehingga destruksi akan terus
berjalan. Oocysts memiliki daya tahan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan dan
dapat tetap infeksius selama 18 bulan pada air, cuaca panas, dan tanah yang
basah. Mereka tidak dapat bertahan dengan baik pada tanah yang gersang dan
iklim dingin. Kista jaringan dapat infeksius selama berminggu-minggu pada darah di
suhu kamar, dan pada daging selama daging tersebut dapat dimakan dan kurang
matang. Takizoid lebih rentan dan dapat bertahan pada tubuh selama berhari-hari
dan di seluruh aliran darah selama 50 hari pada suhu 40 0 C. Pada manusia, periode
inkubasi terjadi selama 10 sampai 23 hari setelah mengkonsumsi daging yang
terkontaminasi dan 5 sampai 20 hari setelah terpapar kucing yang terinfeksi. Infeksi
dapat diperoleh dari makan makanan mentah atau kurang matang yang terinfeksi
(daging babi atau domba,dan lebih jarang pada daging sapi) yang mengandung
kista jaringan, atau ingesti dari infeksi oocysts pada makanan atau minuman yang
terkontaminasi feces kucing. Infeksi dapat terjadi pada tranfusi darah atau
transplantasi organ dari pendonor yang terinfeksi. Selama invasi akut parasit
Toxoplasma (proliferatif fase, takizoit), ada kerusakan ringan jaringan utama
(Nekrosis) (Knapen, 2008).
virchow robin, disamping nekrosa lokal jaringan otak. Juga terjadi proliferasi sel-sel
adventisia, disamping nekrosa lokal jaringan otak. Perubahan-perubahan itu paling
banyak terdapat dalam cortex cerebralis. Parasit itu juga bisa dijumpai pada selaput
otak.
Hati memperlihatkan perdarahan local, yaitu gambaran degenerasi dan reaksi
seluler disamping sarang-sarang nekrosa tersebut di atas. Parasit dapat ditemukan
di dalam makrofag atau di dalam sel-sel hati. Di dalam limpa kadang-kadang di
jumpai sel-sel reticulum dan makrofag. Parasit-parasit terlihat di dalam miokard
yakni didalam makrofag atau didalam miofibril.
D. Manifestasi Klinik
Umumnya infeksi Toxoplasma gondii ditandai dengan gejala seperti infeksi
lainnya yaitu demam, malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
(toxoplasmosis limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan mononukleosis infeksiosa.
Infeksi
yang
mengenai
susunan
syaraf
pusat
menyebabkan
encephalitis
Banyak bayi yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala saat lahir, namun sebagian
besar akan mengembangkan pembelajaran dan cacat visual atau bahkan yang
parah.
4) Toksoplasmosis pada wanita hamil
Pada kondisi tertentu, infeksi pada wanita selama kehamilan menyebabkan
abortus spontan, lahir mati, dan kelahiran prematur. Aborsi dan stillbirths juga
dapat dipertimbangkan, terutama bila infeksi terjadi pada trimester pertama.
Tanda dan gejalanya yaitu penglihatan kabur, rasa sakit, fotofobia, dan
kehilangan sebagian atau seluruh keseimbangan tubuh.
5) Toxoplasmosis congenital
Bayi yang terinfeksi selama kehamilan trimester pertama atau kedua yang paling
mungkin untuk menunjukkan gejala parah setelah lahir. Tanda-tandanya yaitu
demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kuning (menguningnya kulit
dan mata), sebuah kepala yang sangat besar atau bahkan sangat kecil, ruam,
memar, pendarahan, anemia, dan pembesaran hati atau limpa. Mereka yang
terinfeksi selama trimester terakhir biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi pada kelahiran, tetapi mungkin menunjukkan tanda-tanda toksoplasmosis
okular atau penundaan perkembangan di kemudian hari.
E. Diagnosa
Uji laboratorium biasanya digunakan untuk diagnosis. Beberapa pemeriksaan
diagnostik yang biasanya dilakukan diantaranya :
a) Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma,
yaitu IgG, IgM dan IgG affinity.
IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi
toksoplasma.
IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap
jadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang
o
sesudah hamil.
Bila IgG (+) dan IgM (-)
Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan dilakukan pada awal
kehamilan, berarti infeksinya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan
sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu
diperiksa lagi.
dan
cairan
vitreus
atau
aquos
humor
dari
penderita
toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak
tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada
di otak setelah infeksi akut.
d) CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan
biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan
disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma
jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.
e) Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak
F. Penatalaksanaan
Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk takizoid T.
gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-obat ini dapat
memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun, yang
dapat menjadi aktif kembali. Obat-obatan yang biasanya dipakai :
Spiramisin
antibiotik makrolida yang dihasilkan oleh Streptomyces ambofaciens yang
bekerja dengan cara menghambat sintesa protein bakteri. Spiramisin efektif
terhadap kuman Stafilokokus, Streptokokus, Pneumokokus, Bordetella pertusis.
Obat ini dapat diberikan pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer,
sebagai obat profilaksis untuk mencegah transmisi T. gondii ke janin dalam
kandungannya. Dewasa : 500 mg, 3 x sehari selama 5 hari. Pada infeksi berat,
dosis dapat ditingkatkan sampai maksimal 3000 mg/hari. Anak-anak : sehari 50100 mg/kg berat badan terbagi dalam 2-3 dosis. Efek samping yang serius dari
spiramisin namun sangat jarang seperti mual, muntah, diare, nyeri epigastrik,
ruam kulit dan urtikari.
Sebelum 30 minggu
o jika toxoplasma tidak terdeteksi dengan cairan amniotik dan jika test
ultrasonografi normal, maka menggunakan spiramycin dengan 9 juta UI per
o
diajukan ke orangtua
Setelah 30 minggu, resiko transmisi transplasenta tinggi, maka pengobatan
ophthalmologic surveillance. Jika uji klinik dan serologi negatif, tidak ada
pengobatan. Infeksi pada anak harus diobati dengan pyrimethamine and
sulfonamides selama 12 bulan
Pengobatan pada bayi
Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari selama 2-6 bulan,
lagi
Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan kombinasi
Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-seling setiap bulan
dengan pirimetamin
Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada perbaikan korioretinitis. Perlu dilakukan pemeriksaan serologis ulangan untuk menentukan
apakah pengobatan masih perlu diteruskan
G. Pencegahan
Terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari
penyakit toksoplasmosis, antara lain (Chin, 2000):
1) Mendidik ibu hamil tentang langkah-langkah pencegahan:
Gunakan iradiasi daging atau memasak daging pada suhu 1500F (660C)
sebelum dimakan. Pembekuan daging tidak efektif untuk menghilangkan
Toxoplasma gondii.
Ibu hamil sebaiknya menghindari pembersihan sampah panci dan kontak
dengan kucing. Memakai sarung tangan saat berkebun dan mencuci tangan
pengobatan
profilaksis
sepanjang
hidup
dengan
pirimetamin,
bagaimana
HIV
menginduksi
infeksi
oportunistik
seperti
toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan
produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas sitokin yang dihasilkan
limfosit T. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi
IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai
respon terhadap Toxoplasma gondii. Hal ini berperan penting dalam perkembangan
toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV. Pada pasien yang terinfeksi HIV,
jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk validasi kemungkinanan
adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200sel/mL kemungkinan
untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
o Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan.
o Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
terhadap aktifitas.
Sirkulasi
o Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama
o
bila cedera
Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung, anemis,
perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian
kapiler memanjang.
Integritas ego
Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol
Eliminasi
o Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
o Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi
pada rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin.
Makanan/cairan
o Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.
o Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit
jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mukosa
mulut
Hygiene
o Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan penampilan yang
tidak rapi.
Neurosensorik
o Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.
o Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi,
kelemahan otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada ekstrimitas.
Nyeri/kenyamanan
o Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit
o
ROM, pincang.
Pernapasan
o Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak
pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
Keamanan
o Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.
o Tanda : demam berulang
Seksualitas
o Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan
DIAGNOSA
1. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi
Hipertermi berhubungan
dengan
peningkatan metabolisme dan penyakit,
ditandai
dengan
peningkatan suhu tubuh,
tubuh menggigil
NOC :
Termoregulasi
NIC :
1. Monitor
tanda-tanda
infeksi.
2.
Monitor tanda-tanda
Tujuan:
vital tiap 2 jam.
Setelah
dilakukan
suhu
tindakan
keperawatan 3. Berikan
lingkungan
yang
selama 1x24 jam suhu
DS/ DO:
tubuh
dapat
-Kenaikan
suhu
tubuh dipertahankan
dalam
daiatas rentang normal
batas normal.
4.
-Serangan atau konvulsi
(kejang)
-Kulit kemerahan
Kriteria Hasil:
-Pertambahan RR
- Suhu antara 36o-37o c 5.
-Takikardia
RR dan nadi dalam
-Kulit teraba pabnas/hangat
batas normal
- Membran
mukosa
6.
lembab
- Kulit dingin dan bebas
dari keringat yang 7.
berlebih.
Kekurangan
volume NOC :
cairan
berhubungan - Fluid balance
1.
dengan
tidak
adekuat - Hydration
masukan makanan dan - Nutritional status : food2.
and fluid intake
cairan
Tujuan:
Setelah
dilakukan
DS :
3.
tindakan
keperawatan
-Haus
selama 1x24 jam, asupan
DO :
4.
cairan adekuat
-Penurunan turgor kulit
5.
-Membran mukosa kering
-Peningkatan denyut nadi Kriteria hasil:
6.
- Memiliki
dan TD
-Konsentrasi
urin
dan
keseimbangan asupan
7.
temeratu
tubh
dan haluaran yang
meningkat
seimbang dalam 24
-Kehilangan BB secara tiba
jam.
8.
-Kelemahan
- Tanda-tanda
vita,
dalam batas normal
- Membran
mukosa
lembab
- Nadi perifer teraba
- Menampilkan hidrasi
yang baik misalnya
membran
mukosa
yang lembab.
- Memiliki asupan cairan
oral dan atau intravena
yang adekuat.
NIC :
Kaji
tanda-tanda
dehidrasi.
Pantau Tanda-tanda vital,
status
membran
mukosa dan turgor
kulit
Pantau tekanan darah
atau denyut jantung
Palpasi denyut perifer
Berikan minum per oral
sesuai toleransi.
Atur pemberian cairan
infus sesuai order.
Ukur
semua
cairan
output (muntah, urine,
diare)
Ukur
semua
intake
cairan.
Daftar Pustaka
Bulecheck,
Gloria
M.,
Butcher,
Howard
K.,
Dochterman,
J.
McCloskey.
Marilynn
E,
Mary Frances
Moorhouse
dan Alice
C.
Geisser.
Diakses
pada
tanggal
24
Mei
2015.
institute for International Cooperation in Animal Biologics. 2005.Toxoplasmosis.
www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/toxoplasmosis.pdf.
Diakses
tanggal
24 Mei 2015
Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St.
Louis ,Missouri ; Mosby
Jones,
Effrey;
Toxoplasmosis.
Lopez,
Adriana;
Wilson,
Marianna.
2003.
http://www.maternofetal.net/PDF/TOXOcongenita.pdf.
Congenital
Diakses