You are on page 1of 5

Penyakit Mukosa Mulut : Lichen Planus

Crispian Scully, Marco Carrozzo


Pendahuluan
Oral Lichen Planus (OLP) adalah penyakit yang umum dijumpai dan
hanya mempengaruhi lapisan epithelium skuamosa berlapis.
Penyakit ini terdapat diseluruh belahan dunia, mayoritas terjadi pada
dekade usia kelima dan keenam, dan resikonya dua kali lipat pada
wanita dibandingkan pria.
Penyebab dan Patogenesis
OLP adalah penyakit autoimun mediasi sel T namun penyebabnya
tidak diketahui secara pasti pada kebanyakan kasus. Peningkatan
produksi sitokin TH1 merupakan kunci dan penanda awal terjadinya
LP, yang diinduksi secara genetik, dan adanya polimorfisme genetik
dari sitokin yang terlihat mendominasi, baik pada lesi yang
berkembang hanya pada mulut(diasosiasikan dengan interferongamma (IFN-)) atau pada mulut dan kulit(diasosiasikan dengan
tumor nekrosis faktor-alpha(TNF-)). Sel T yang teraktivasi
kemudian akan tertarik dan bermigrasi melalui epitelium mulut, lebih
jauh akan tertarik oleh adhesi molekul interseluler (ICAM-1 dan
VCAM), regulasi ke atas dari protein matriks ekstraseluler membran
dasar epitelial, termasuk kolagen tipe IV dan VII, laminin dan
integrin, dan kemungkinan oleh jalur sinyal CXCR3 dan CCR5.
Sitokin disekresi oleh keratinosit misalnya TNF- dan interleukin (IL)1, IL-8, IL-10, dan IL-12 yang juga kemotaktik untuk limfosit. Sel T
kemudian akan berikatan pada keratinosit dan IFN-, dan regulasi
berkelanjutan dari p53, matriks metalloproteinase 1 (MMP1) dan
MMP3 memicu proses kematian sel (apoptosis), yang akan
menghancurkan sel basal epitelial.
Perjalanan kronis dari OLP merupakan hasil dari aktivasi faktor
nuklear mediator inflamasi kappa B (NF-B), dan inhibisi dari jalur
pengontrol faktor pertumbuhan transformasi (TGF-beta/smad) yang
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yang memicu timbulnya lesi
putih.
Asosiasi dengan Penyakit Sistemik

LP dapat diasosiasikan dengan banyak penyakit sistemik, beberapa


telah dikonfirmasi, namun infeksi virus Hepatitis C (HCV) dapat
memproduksi tanda ekstrahepatik yang termasuk satu diantaranya
adalah LP. Sel T spesifik-HCV mungkin memiliki peranan dalam
patogenesis pada beberapa kasus OLP. Dalam review sistematis
terkini yang menyertakan studi terkontrol, proporsi manusia yang
terinfeksi HCV lebih tinggi pada kelompok LP dibanding kelompok
kontrol yaitu 20 dari 25 studi, dan pasien dengan LP memiliki resiko
lima kali lipat lebih besar terinfeksi HCV dibanding kelompok kontrol.
Namun, hal ini tidak terlihat pada kasus yang terjadi di Inggris
maupun Eropa Utara.
OLP yang terkait HCV diasosiasikan dengan HLA kelas II alel HLADR6 pada pasien Italia tetapi tidak pada pasien Inggris, hal ini dapat
menjelaskan sebagian alasan bahwa heterogenitas geografis juga
berpengaruh.
Lesi Mulut
OLP dapat muncul sebagai lesi kecil, putih, panjang seperti tali dan
bertambah banyak (Gambar 1 dan 2), papula (Gambar 3) ataupun
plak, dan dapat memicu penyakit keratotik seperti leukoplakia. Lesi
atrofik (Gambar 4) dan erosi (Gambar 5) adalah bentuk yang paling
sering menimbulkan rasa sakit.
Bagian yang paling umum muncul lesi adalah mukosa bukal, lidah
(terutama pada dorsum), gingiva, mukosa labial, dan tepi vermilion
dari bibir bawah. Sekitar 10% dari pasien dengan OLP memiliki lesi
yang hanya terbatas pada gingiva (Gambar 6). Lesi eritrematous
pada gingiva menyebabkan gingivitis deskuamasi, tipe LP gingival
yang paling umum, yang muncul dapat berupa plak ataupun papula
kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak, dan dapat
menyerupai friksional keratosis maupun leukoplakia.
Lesi pada palatum, dasar mulut, dan bibir atas jarang terjadi. LP
yang terisolasi pada satu tempat dalam rongga mulut selain di
gingiva juga jarang terjadi, namun pada beberapa pasien pernah
terlihat adanya lesi yang terisolasi pada bibir atau lidah saja. Lesi
likenoid juga dapat terisolasi (lihat bawah).
OLP dapat secara klinis terlihat berbeda, namun pada banyak kasus
tidak. Bentuk seperti plak dari LP dapat menyerupai leukoplakia,

terutama leukoplakia verukosa proliferatif. Lesi putih berstriata,


dengan atau tanpa erosi dapat menyerupai lupus eritrematosa. Pada
kasus yang jarang dimana lesi putih tidak dapat terlihat dalam
bentuk erosif atau terulserasi, maka lesi ini dapat sulit untuk
dibedakan secara klinis dari penyakit vesikuloerosif lainnya misal
pemphigus dan pemphigoid. Lesi terkadang dapat menyerupai
karsinoma.
Potensi Malignansi dari OLP
Setidaknya terdapat tiga studi yang menggunakan kriteria diagnostik
ketat yang menunjukkan bahwa terdapat resiko signifikan terjadinya
transformasi malignansi dari OLP menjadi karsinoma sel skuamosa
(SCC). Akumulasi dari sintase oksida nitrit terinduksi (iNOS) dengan
8-nitroguanine dan 8-okso-7, 8-dihdro-2-deoksiguanosine (8-oxodG)
pada epitelium oral OLP kemungkinan menunjukkan kerusakan
oksidatif dan nitratif DNA yang dapat menjadi dasar dari malignansi.
Resiko transformasi malignansi bervariasi antara 0.4 hingga 5%
dalam periode waktu observasi dari 0.5 hingga 20 tahun, dan tidak
dibatasi tipe klinis dari OLP atau perawatan yang diberikan. Namun,
terdapat kemungkinan bahwa perawatan dengan agen
imunosupresif secara teoritis dapat mengurangi kekebalan tubuh
(lihat bagian dibawah Manajemen)

menghasilkan kuku yang lebih tipis dan kasar dan belahan pada
ujung distal dari kuku.
Mukosa ekstraoral
Lesi genital yang disebut sebagai sindrom vulvovaginal-gingival
berkembang pada 20% dari wanita dengan OLP dan ditandai
dengan rasa terbakar, sakit, tidak nyaman dan dispareunia. Lesi ini
dapat menjadi ganas.
LP esofageal telah banyak didokumentasikan dengan baik dan relatif
umum dijumpai pada pasien LP oral, namun LP pada ocular, urinary,
nasal, laringeal, otic, gastric dan mukosa anal jarang terjadi.
Reaksi Likenoid Oral
Reaksi likenoid merupakan lesi yang secara klinis dan histologis
terlihat sebagai OLP, namun memiliki etiologi yang dapat
diidentifikasi. Faktor presipitasinya antara lain penyakit Graft-versusHost kronis (cGVHD), beberapa material dental, dan berbagai
macam obat.
Reaksi likenoid memiliki tendensi untuk muncul unilateral dan erosif,
dan dalam pemeriksaan histologis dapat menunjukkan infiltrat
limfositik yang lebih difus disertai sel plasma dan eosinofil dan
dengan lebih banyak colloid bodies dibanding LP klasik.

Lesi Ekstraoral
Pasien OLP dapat mengalami lesi yang mengenai kulit, tambahan
kulit (appendage) dan mukosa lainnya.
Kulit
Sekitar 15% dari pasien OLP memiliki lesi kutaneus. Lesi ini
khususnya terlihat pada permukaan fleksor dari siku dan berupa
eritrematous, bagian atas rata, pruritik, papula poligonal yang
memiliki jalinan garis nyata (Wickhams striae) pada permukaannya,
dan berkembang dalam jangka waktu beberapa bulan hingga terlihat
sebagai OLP. (Gambar 7)

Penyakit Graft-versus-Host kronis (cGVHD)


Transplantasi sel stem hematopoetic telah digunakan secara luas
dalam perawatan penyakit hematological baik malignan maupun
non-malignan, namun hal ini diasosiasikan dengan berbagai macam
komplikasi, termasuk penyakit Graft-versus-Host. Reaksi likenoid
oral sering terlihat pada penyakit Graft-versus-Host kronis (cGVHD).
Pasien yang memiliki transplantasi allogenik dan memiliki resiko
tinggi berkembangnya malignan sekunder, secara khusus yaitu
leukimia dan limfoma, juga memiliki resiko terjadinya karsinoma sel
skuamosa dan beberapa karsinoma oral telah dilaporkan.

Tambahan Kulit (Appendage)


LP pada kulit kepala dapat menyebabkan alopecia dengan luka
parut, lichen planopilaris. LP juga dapat terjadi pada kuku, sehingga

Material restorasi dental


Material dental dapat menjadi penyebab dari reaksi likenoid oral
termasuk didalamnya adalah amalgam, resin komposit, kobalt dan

emas. Reaksi ini dapat diduga sebagai lesi OLP apabila hanya
terbatas pada mukosa yang berkontak rapat dengan, atau pada
jarak dekat dengan restorasi tersebut. Terkadang dapat muncul
unilateral. Beberapa penulis menduga bahwa sensitisasi merkuri
merupakan salah satu penyebab penting lesi ini, namun yang
lainnya menemukan bahwa pada beberapa orang yang sensitif
terhadap merkuri, tidak menunjukkan efek menguntungkan setelah
pembuangan restorasi amalgam, yang mana dapat diduga bahwa
ada faktor lain yang terlibat.
Sayangnya, tes sensitivitas kulit dan spesimen biopsi ternyata tidak
dapat memprediksi respon dari pembuangan amalgam, namun
reaksi terhadap tes kulit dengan penggunaan lebih dari satu jenis
alergen merkuri dapat meningkatkan akurasi dari diagnosis.
Selain itu juga dilaporkan adanya transformasi menjadi malignan
pada lesi likenoid yang terkait dengan restorasi.
Obat-Obatan
Reaksi likenoid yang diinduksi oleh obat paling sering dikarenakan
NSAID (Non Steroida Anti Inflammatory Drugs) dan obat inhibisi
enzim pengubah angiotensin. Beberapa obat lain juga dapat terkait
dengan reaksi likenoid, namun hanya terdapat pada kasus tertentu
saja.
Metode yang paling memungkinkan untuk mendiagnosis reaksi
likenoid adalah dengan melihat apakah reaksi hilang segera setelah
pemberian obat-obatan tersebut dihentikan dan apakah kembali ada
apabila obat itu dikonsumsi lagi. Namun, hal ini terkadang tidak
praktis dan memiliki potensi bahaya; mungkin membutuhkan
beberapa bulan sebelum reaksi likenoid sembuh sehingga
penghentian obat perlu dipertanyakan dan akan lebih terjamin
dengan penggunaan substitusi obat.
Diagnosis OLP
OLP yang berupa lesi putih yang umum mungkin akan mudah
didiagnosis dengan benar apabila terdapat lesi kulit ataupun lesi
ekstraoral lainnya. Namun, biopsi oral disertai pemeriksaan
histopatologis, keduanya direkomendasikan untuk mengonfirmasi
diagnosa klinis dan khususnya untuk mengesklusi displasia dan

malignansi.
Perlu diketahui, hasil pemeriksaan histopatologis OLP dapat bersifat
subyektif dan, pada setengah dari beberapa kasus, terdapat korelasi
buruk klinikopatologis. Pada kondisi ini, mungkin akan membantu
dengan melakukan pemeriksaan imunofluorescence secara
langsung, yang akan menunjukkan bentuk linear dari fibrin dan
fibrinogen yang terdeposit pada membran dasar epitelial atau badan
sitoid (Russel bodies), atau keduanya apabila tidak adanya deposisi
fibrinogen.
Manajemen OLP
Perawatan LP bergantung pada gejala, perluasan dari keterlibatan
oral dan ekstraoral secara klinis, riwayat medis, dan faktor lainnya.
Pada kasus pasien dengan reaksi likenoid, faktor presipitasinya
harus dieliminasi.
Pasien dengan OLP retikular dan asimptomatik lainnya umumnya
tidak membutuhkan perawatan aktif. Luka mekanis atau iritan seperti
tepi restorasi atau gigi tiruan yang tidak nyaman harus diberi
perhatian serius dan perlu dibuat program untuk mengoptimalkan
higienitas oral, terutama pada pasien LP gingival.
Pasien dengan lesi simptomatik juga membutuhkan perawatan
,biasanya dengan obat, terkadang dibutuhkan terapi bedah.
1. Perawatan Obat
Perawatan dengan agen topikal lebih diutamakan untuk mencegah
efek samping. Namun, agen sistemik mungkin dibutuhkan apabila
lesi telah meluas, atau terjadi penyakit yang bersifat recalcitrant.
Obat untuk OLP umumnya bersifat imunosupresif dan beberapa
dikembangkan khusus untuk penyakit oral, konsekuensinya, kurang
adanya studi yang mencukupi mengenai penggunaannya. Pasien
harus diberi peringatan mengenai pentingnya mengikuti instruksi
yang ada, terutama pada instruksi obat yang terdapat tulisan, hanya
untuk pemakaian luar
2. Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal dengan potensial sedang seperti triamcinolone,
steroid poten yang terfluorinasi seperti fluocinolone acetonide dan

fluocinonide, dan steroid superpoten terhalogenasi seperti


clobetasol, terbukti efektif pada kebanyakan pasien. Eliksir seperti
dexamethasone, triamcinolone dan clobetasol dapat digunakan
sebagai obat kumur untuk pasien dengan keterlibatan oral yang
difus/ menyebar atau pada kondisi dimana sulit untuk
mengaplikasikan medikasi pada bagian tertentu di dalam mulut.
Tidak terdapat data yang definitif untuk membuktikan steroid topikal
dengan bahan adesif lebih efektif dibanding bentuk preparasi
lainnya, walaupun telah digunakan secara luas.
Pasien harus dinstruksikan untuk mengaplikasikan steroid (ointment,
spray, obat kumur atau bentuk lain) beberapa kali dalam sehari,
untuk menjaga agar obat tetap berkontak dengan mukosa selama
beberapa menit, dan pasien harus menunda makan atau minum
selama satu jam setelahnya.
Mayoritas studi menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal lebih
aman apabila diaplikasikan pada membran mukosa dalam interval
waktu yang pendek, selama 6 bulan, namun terdapat potensi
terjadinya supresi adrenal pada pemakaian dengan jangka waktu
lama, terutama pada penyakit yang sudah kronis, sehingga
membutuhkan follow up berkala dan penanganan yang lebih hatihati. Supresi adrenal lebih sering terjadi pada pemakaian steroid
sebagai obat kumur. Beberapa efek samping yang serius dapat
muncul dari penggunaan kortikosteroid topikal, namun pada pasien
OLP yang mengalami candidiasis sekunder, beberapa klinisi
memberikan obat antifungal.
3. Agen Topikal Lainnya
Agen imunosupresan dan imunomodulator yang lebih poten seperti
inhibitor calcineurin (ciclosporin, tacrolimus atau pimecrolimus) atau
retinoid (tretinoin) dapat membantu. Ciclosporin dapat digunakan
sebagai obat kumur namun mahal, kurang efektif dibanding
clobetasol topikal dalam menginduksi perbaikan klinis OLP,
walaupun dua jenis obat ini memiliki efek yang hampir sama dalam
mengatasi gejala.
Tacrolimus, 100 kali lebih poten dibanding ciclosporin, menunjukkan
efektifitas tanpa efek samping secara klinis pada beberapa studi
klinis tanpa kelompok kontrol, namun mengakselerasi

karsinogenesis kulit pada kulit sehingga Food and Drug


Administration (FDA) membatasi penggunaannya. Saat ini, terdapat
laporan yang menunjukkan kanker oral pada OLP yang diobati
dengan tacrolimus.
Retinoid topikal seperti tretinoin atau isotretinoin telah cukup banyak
digunakan pada pasien OLP, terutama bentuk atrofik-erosif, dengan
perbaikan yang memuaskan namun retinoid memiliki efek samping
dan kurang efektif jika dibanding kortikosteroid topikal.
4. Obat Sistemik
Beberapa kortikosteroid sistemik yang dianggap paling efektif untuk
mengobati OLP, pada penelitian terkini menunjukkan tidak adanya
perbedaan respon yang signifikan antara prednisone sistemik (1
mg/kg/hari) dengan clobetasol topikal pada bahan adesif
dibandingkan dengan clobetasol saja. Kortikosteroid sistemik
biasanya digunakan pada kasus dimana aplikasi topikal tidak
berhasil, terdapat OLP recalcitrant, erosif atau eritrematous, atau
pada OLP yang menyebar hingga kulit, genital, esofagus, dan kulit
kepala. Prednisolone 40-80 mg tiap hari biasanya cukup untuk
mendapat respon perbaikan; toksisitas yang mungkin timbul
membuatnya hanya diresepkan apabila benar-benar dibutuhkan,
pada dosis terendah, dan untuk jangka waktu terpendek yang paling
memungkinkan. Harus diberikan pada jangka waktu yang
mencukupi (5-7 hari) kemudian dihentikan, atau dosisnya dapat
dikurangi 5-10 mg/ hari secara gradual selama 2-4 minggu. Efek
samping dapat diminimalkan apabila pasien dapat menoleransi total
dosis yang sama pada hari lainnya.
5. Bedah
Reseksi direkomendasikan pada plak yang terisolasi ataupun erosi
yang tidak menyembuh, karena dengan prosedur ini dapat diambil
spesimen jaringan untuk konfirmasi diagnosis secara histopatologis,
dan dapat menyembuhkan lesi yang terlokalisir, namun hanya
beberapa data yang mendukung hal tersebut. Graft jaringan lunak
dapat diberikan pada OLP erosif, dan OLP simptomatik akan hilang
secara menyeluruh dengan perawatan graft gingival setelah follow
up 3.5 tahun. Namun, bedah periodontal juga dilaporkan dapat

memicu OLP.
Cryosurgery telah digunakan secara khusus pada OLP erosif yang
resisten terhadap obat, tetapi lesi ini dapat berkembang pada bekas
lesi yang telah sembuh ataupun sembuh dalam bentuk jaringan
parut.
Laser juga telah digunakan untuk merawat OLP; laser karbon
dioksida digunakan pada lesi multisentrik atau area yang sulit
dijangkau, dan laser eksimer 308 nm dengan dosis rendah terbukti

cukup menjanjikan pada tiga kali percobaan, namun perlu bukti lebih
lanjut untuk membukti efektifitasnya pada OLP, sebagaimana pada
kasus terapi fotodinamik.
6. Surveillance Kanker
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa pentingnya untuk
memonitoring pasien dengan OLP pada jangka waktu lama.

You might also like

  • Lichen Planus
    Lichen Planus
    Document5 pages
    Lichen Planus
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • Preparasi Mahkota Jaket
    Preparasi Mahkota Jaket
    Document21 pages
    Preparasi Mahkota Jaket
    Cytha Nilam Chairani
    No ratings yet
  • Pulpa Morfologi dan Fungsi
    Pulpa Morfologi dan Fungsi
    Document23 pages
    Pulpa Morfologi dan Fungsi
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • SELULITIS
    SELULITIS
    Document7 pages
    SELULITIS
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • Pola Perjalanan Abses
    Pola Perjalanan Abses
    Document3 pages
    Pola Perjalanan Abses
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • OBAT Herbal Dalam Islam
    OBAT Herbal Dalam Islam
    Document10 pages
    OBAT Herbal Dalam Islam
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • SELULITIS
    SELULITIS
    Document7 pages
    SELULITIS
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • Neuralgia Trigeminal
    Neuralgia Trigeminal
    Document4 pages
    Neuralgia Trigeminal
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • KRONIS KANDIDIASIS
    KRONIS KANDIDIASIS
    Document8 pages
    KRONIS KANDIDIASIS
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • KARIES
    KARIES
    Document5 pages
    KARIES
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • KRONIS KANDIDIASIS
    KRONIS KANDIDIASIS
    Document8 pages
    KRONIS KANDIDIASIS
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • KARIES
    KARIES
    Document5 pages
    KARIES
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet
  • Hemangioma
    Hemangioma
    Document4 pages
    Hemangioma
    Anita Yandi Putri Widyantoro
    No ratings yet