You are on page 1of 14

A.

Klasifikasi dan Identifikasi Lesi Non Karies


1. Berdasarkan Gambaran Klinis dan Etilogi
Abrasi
Abrasi adalah suatu keadaan reduksi gigi non-fisiologis yang diakibatkan karena
masuknya material luar ke dalam rongga mulut dan berkontak dengan permukaan gigi. Konsep
klasik Abrasi adalah suatu proses demineralisasi atau kehilangan struktur gigi karena pathologis
atau restorasi , bebas dari plak bakteri yang terjadi secara perlahan , bertahap dan progresif
karena kebiasaan yang berbahaya. Beberapa material luar tersebut adalah :

Makanan yang mengandung material kasar, berpasir, keras dan sebagainya yang terjadi
pada saat mastikasi

Teknik menggunakan Sikat gigi, dental floss yang salah dan penggunaan pasta gigi yang
abrasif pada saat membersihkan gigi

Kebiasaan buruk, misalnya menggigit pulpen, menahan pipa rokok dengan gigi

Penggunaan tusuk gigi yang terlalu bertenaga pada gigi yang saling bersebelahan.

Ataupun berbagai alat yang menggunakan kemampuan gigi yang untuk dapat berfungsi.
Misalnya : membuka tutup botol, membuka jepit rambut dengan gigi.
Pada orang yang berusia muda memiliki tingkat abrasi yang lebih sedikit karena kontak

gigi dengan material luar tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang memiliki umur
yang lebih tua.
Gambaran mikroskopis dari lesi abrasi yaitu permukaan yang mengalami abrasi
menunjukan adanya goresan, beberapa pit, dan tanda-tanda lainnya. Biasanya goresan tersebut
tersusun parallel karena material abrasive tersebut hanya datang melalui satu arah saat melewati
permukaan gigi. Panjang, kedalaman, dan lebar dari goresan tersebut tergantung daripada
material abrasive tersebut.
Gambaran Klinis secara umum biasanya terdapat di bagian servikal gigi bagian bukal,
lesi cenderung melebar daripada dalam. Gigi yang sering terkena adalah gigi P dan C.
Pada gambaran radiografis terlihat permukaan gigi yang terkena abrasi tampak radiolusen
terutama di bagian servikal gigi permukaan interproksimal. Pada gigi yang mengalami abrasi
karena penggunaan dental floss yang salah, groove radiolucent lebih banyak terlihat di bagian
mesial daripada distal, karena lebih mudah menambah tekanan ke arah depan daripada kearah
belakang.

Akibat teknik menggunakan sikat gigi yang salah merupakan tipe abrasi yang paling
sering terjadi, biasanya karena gerakan sikat gigi yang salah dan tekanan yang terlalu besar. Itu
akan membentuk groove berbentuk V antara mahkota dan gingival ke daerah servikal gigi.
(wedged shaped). Daerah abrasi yang biasanya paling parah terjadi di CEJ pada permukaan
labial dan bukal (secara berurut) premolar, caninus, dan insisiv rahang atas.
Abrasi berbeda dengan atrisi karena abrasi tidak membuat permukaan gigi menjadi bulat
atau menumpulkan cusps atau memotong edges. Permukaan gigi akan tetap memiliki pit yang
dimana pada bagian dentin akan lebih dalam. Namun, dentin yang terkena abrasi ini tidak
menimbulkan rasa ngilu dikarenakan adanya smear layer yang melapisi tubulus dentin. Smear
layer dihasilkan karena adanya tindakan mekanis karena material luar tersebut.

Atrisi
Atrisi didefinisikan sebagai gesekan fisiologis pada permukaan gigi atau restorasi

disebabkan oleh kontak gigi (tooth to tooth contact) selama proses mengunyah atau berfungsi
mungkin terjadi di keduanya pada gigi susu dan gigi permanen, tanpa adanya pengaruh dari
makanan

ataupun

material

asing

lainnya;

atau

karena

adanya

kelainan

fungsi/

parafunction.cTingkat atrisi bergantung pada : Makanan, faktor saliva, mineralisasi gigi, Usia
(semakin tua akan lebih cepat terkena atrisi), emotional tension.
Penyebaran atrisi dipengaruhi oleh tipe oklusi, geometri sistem stomatognatik (sistem
yang menggabungkan sistem-sistem yang berada dalam rongga mulut, seperti mastikasi, bicara,
oklusi, artikulasi dan sebagainya) serta karakeristik pengunyahan dari masing-masing individu.
Paling sering kita menemukan dipermukaan oklusal , insisal dan lingualgigi anterior rahang atas
dan bukal gigi rahang bawah.

Atrisi dapat juga terjadi karena kelainan fungsi/parafunction, salah satunya adalah
bruxism. Bruxism adalah kebiasaan mengertakan dan menggesekan gigi antara rahang atas dan
bawah. Hal ini terjadi pada saat tidur dan tidak disadari.
Gambaran mikroskopis pada atrisi yaitu terdapat goresan-goresan parallel dengan satu
arah pada permukaan yang datar dan ada batas pada setiap seginya. Pada gambaran radiografis
biasanya terjadi penebalan di lamina dura dan bagian mahkota gigi mengalami keausan atau
bahkan hilang.
Gambaran klinis pada lesi atrisi, yaitu:

Biasanya terlihat pada permukaan kunyah seperti insisal, oklusal, dan proksimal.

Biasanya menyebabkan permukaan melengkung sampai rata, mahkotanya memendek dan


permukaan enamel oklusal/ insisal menghilang.

Menyebabkan tepi enamel menjadi tajam

Pada gigi anterior, ujung insisal tampak melebar

Pada gigi posterior, bagian yang mengalami atrisi terutama adalah cusp. Pada gigi rahang
atas, yang paling mudah terkena atrisi adalah cusp lingual, sementara pada gigi rahang bawah
adalah cusp bukal.

Jika sudah terkena dentin, warna menjadi kekuning-kuningan serta terbuka.

Pada atrisi patologis (bruxism, maloklusi, bentuk gigi, dll), keausan batas (facet) meluas
lebih cepat dibandingkan atris karena fisiologis.

Erosi
Erosi digambarkan sebagai kehilangan struktur gigi patologis yang progesif disebabkan

karena adanya kontak berulang kali dalam jangka waktu yang lama terhadap larutan asam atau
larutan kimia tanpa melibatkan bakteri. (terjadi demineralisasi gigi karena bahan kimia). Lokasi
erosi, pola daerah yang tererosi dan penampakan lesi dapat ditentukan dari sumber/asal

dekaslifikasi tersebut. Misalnya pada erosi yang disebabkan karena muntah maka daerah yang
biasanya terserang adalah permukaan lingual gigi maksila (terutama gigi anterior), sedangkan
pada erosi yang disebabkan karena konsumsi makan-makanan akan menyerang permukaan
labial/bukal.
Sumber asam yang dapat menyebabkan lesi erosi dapat berasal dari:
1. Faktor ekstrinsik, yaitu

konsumsi makanan asam, buah asam atau minuman

berkarbonasi dalam jumlah besar. Misalnya : lemon. asam Provenient dari minuman , jus
buah , anggur , minuman sporty , semua jenis soft drink , cuka , asam organik , khusus
laktat , sitratdan malat digunakan dalam industri makanan. Konsumsi obat yang bersifat
asam.
2. Faktor instrinsik, yaitu muntah kronis atau refluks asam dari kelainan gastrointestinal
(sekresi dari lambung yang disebut perymolisis). Efek buffering dari saliva sehingga
menjadi hiposalivasi karena

kelebihan asam . Kelenjar saliva menjadi hipofungsi

mungkin dapat terjadi karena bulimia , diabetes, penggunaan obat-obatan , regurgitasi


sukarela atau terpaksa , mulas ,hernia hiatus ..
Gambaran klinis :

Umumnya berupa lesi halus, terdapat depresi mengkilap di permukaan enamel yang terletak
di dekat gingival.

Erosi dapat menyebabkan kehilangan enamel dalam jumlah yang besar sehingga dapat
menimbulkan noda berwarna pink di seluruh enamel yang tersisa.

Tidak ada lagi enamel ridges yang tajam karena smuanya sudah membulat

Permukaan enamel bisa menjadi konkaf hingga dentin terkena.

Pada gambaran radiografis lesi erosi, terlihat radiolusen pada bagian yang mengalami erosi

Abfaksi
Abfraksi merupakan hilangnya permukaan gigi di daerah servikal gigi disebabkan oleh

ketegangan dan tekanan sekunder pada saat pergerakan gigi dengan beban oklusal berlebihan
yang bila diterapkan pada posisi eksentris gigi, ketegangan terkonsentrasi pada titik tumpu
servikal (fulkrum), yang mengarah ke sudut yang bisa menembuskristal enamel dan ikatan kimia
di daerah servikal. Daerah gigi tersebut membelok pada servikal margin dan dapat menyebabkan
kerusakan progresif terhadap jaringan gigi yang rapuh. Apabila cusp tetap berada dibawah

tekanan saat awal maupun akhir siklus mastikasi, maka kemungkinan akan terjadi fleksur atau
kompresi yang akan menyebabkan dislokasi dentin atau enamel pada titik rotasi.
Secara klinis, dapat dilihat adanya kehilangan jaringan keras gigi berupa V pada 1/3
servikal gigi. Abfraksi dapat mempengaruhi hanya satu gigi dan gambaran klinisnya berbentuk
wedge shape biasanya dalam dan dengan batas yang jelas. .Jenis lesi memiliki insiden yang
lebih besar pada gigi depan karena diameter mahkota terkecil mereka di servikal. Abfraksi
adalah contoh dari lesi non-karies yang mempengaruhi daerah servikal dan tidak terjadi secara
eksklusif karena adanya perubahan asam dan tindakan mekanik agen abrasif ( Gambar 1 dan 2 ).
Fenomena ini mungkin diperburuk oleh abrasi yang disebabkan oleh kegiatan menyikat gigi
dengan keras .Ketika enamel sudah rusak dapat lebih mudah untuk terkikis oleh erosi atau abrasi.

2. Klasifikasi Keparahan Lesi Non Karies


Keparahan dari lesi non karies pentuk untuk diperhatikan juga. Pengelompokan kasus lesi
non karies berdasarkan tingkat keparahan pemakaian gigi, yang dapat dianggap normal atau
fisiologis seperti usia dan yang tidak dapat diterima atau patologis.
Lesi non karies yang berasal dari penggunaan fisiologis maupun patofisiologis dapat
menyebabkan hilangnya estetika, kerugian fungsional, dan menimbulkan ketidaknyamanan pada
pasien seperti rasa ngilu. Manajemen lesi karies gigi karena proses fisiologis dapat dilakukan
dengan upaya pencegahan dan monitoring saja. Sedangkan yang akibat patologis, manajemen
nya yaitu denga protocol preventif dan kuratif seperti restorasi aktif. Keausan gigi yang
dihasilkan secra congenital perkembangan juga harus dibedakan, seperti yang dihasilkan dari
amelogenesis imperfecta atau dentinogenesis imperfecta.
Sejumlah indeks telah diusulkan untuk menilai beratnya lesi non karies, yaitu dengan
merekam karakteristik permukaan gigi dengan skor numerik. Klasifikasi yang paling populer
Tooth Wear Index oleh Smith dan Knight.21 Indeks ini seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Ini
dapat digunakan untuk membandingkan keparahan

antara individu dan juga memantau

perkembangan manjamen untuk pasien yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa Tooth Wear
Indeks oleh Smith dan Knight telah menerima kritik karena tidak berhubungan etiologi dari
masing masing lesi non karies.

Pada tahun 2010, Bartlett menggambarkan indeks berdasarkan BPE untuk merekam
tingkat keparahan lesi non kariea untuk pasien dalam perawatan primer. Indeks ini dikenal
sebagai BEWE (Basic Erosif Wear Pemeriksaan). Tujuan indek ini adalah untuk membangun
indeks yang dapat untuk merekam pemakaian gigi. BEWE mencatat keparahan lesi pada skala
dari 0 sampai 3 untuk setiap bagian gigi, seperti 0 (tidak ada kerusakan), 1 (initial loss surface
texture), 2 (less tha 50% loss of surfce) dan 3 (greater than 50% loss of surface). Dari setiap
bagian dalam suatu gigi yang diambil untuk kasifikasi adalah skor yang paling parah. Skor dapat
digunakan sebagai panduan dengan manajemen klinis pasien
Baru-baru ini, Vailati dan Belser memperkenalkan suatu klasifikasi yang disebut dengan
Anterior Clinical Erosive Classification (ACE) berdasarkan pengamatan klinis untuk gigi
anterior atas. Sistem klasifikasi ini telah diusulkan untuk tidak hanya menilai keparahan
hilangnya jaringan keras tetapi juga untuk memberikan panduan ke dokter meneganai
manajemen yang tepat untuk mengembalikan fungsi gigi yang terkena. mengobati tentang cara
tepat. Klasifikasi ini menetapkan enam tingkat keausan menurut tingkat paparan dentin di derah
kontak palatal, tepi insisal, panjang mahkota klinis yang tersisa, sisa enamel pada permukaan
labial

dan vitalitas pulpa. Penedekatakan manajemennya seperti terapi dengan restorasi

sandwich yang

mengacu pada penerapan berbasis bahan resin untuk mengobati keausan

permukaan palatal, diikuti oleh aplikasi dari labial / veneer keramik pada permukaan fasial.

3. Klasifikasi Dari Lokasi Hilangnya Permukaan Gigi Pada Lesi Non Karies
Pola hilangnya permukaan gigi dilihat harus sub-diklasifikasikan menjadi local dan
general. Dalam kasus keausan gigi local penting untuk menentukan wilayah yang terkena
dampak, seperti anterior, posterior, mandibula atau maksila. Gigi anterior rahang bawah relative
kurang dipengaruhi oleh proses erosi dari pada gigi-geligi anterior rahang atas. Hal ini mungkin
karena asam intrinsik ditahan oleh lidah terhadap permukaan palatal anterior gigi rahang atas,
sedangkan gigi bawah terdapat buffer dari sekresi kelenjar saliva submandibular sublingual. Gigi
posterior dilindungi oleh sekresi dari kelenjar parotis. Beberapa prevalensi penelitian telah
menunjukkan bahwa paling umum daerah yang terkena pada permukaan oklusal gigi molar dan
tepi insisal gigi anterior.
Untuk kasus lokal juga patut mempertimbangkan apakah mungkin ada ruang tersedia
untuk penempatan bahan restorative baik dalam posisi interkuspal (oklusi sentrik) atau ketika
saat penutupan mandibula pada sumbunya ( hubungan sentrik). Hal ini juga penting untuk
mengidentifikasi adanya kontak di lateralis dan gerakan tonjol mandibula.
Untuk kasus general, penting untuk mengkategorikan jumlah
dentoalveolar

kompensasi

yang mungkin telah hilang. Hilangnya struktur gigi mungkin

tidak

mengakibatkan peningkatan dalam ruang Freeway (FWS). Setelah evaluasi dimensi vertikal
oklusi (OVD) pasien pada kasus general dapat ditugaskan untuk tiga kategori klasifikasi (Turner
dan Missirlian):
Kategori 1 lesi dengan kehilangan dimensi vertikal oklusi
Kategori 2 - lesi tanpa kehilangan dimensi vertikal oklusi, tetapi dengan ruang yang tersedia
Kategori 3 - lesi tanpa kehilangan dimensi vertikal, tetapi dengan ruang terbatas.
Adanya supra erupsi sekunder pada dento alveolar dianggap menjadi dianggap
bertanggung jawabi terhadap terjadinya pasien di kategori 2 dan 3. Klasifikasi di atas memiliki
pengaruh penting pada strategi restoratif .
4. Faktor etiologi dari lesi non karies.

Etiologi dari lesi non-karies mungkin disebabkan oleh multifaktorial dan dipengaruhi oleh
faktor ekstrinsik (diet ,obat ), faktor intrinsik ( gastroesophageal refleks ,sering muntah khas
bulimia ), trauma mekanik padaa gigi karena menyikat gigi, terkait penggunaan pasta gigi abrasif
atau konsumsi zat asam, penggunaan obat - obatan

penggunaan zat zat abrasif (seperti

belaching gigi tanpa pengawasan professional), kebiasaan mengigit gigit pensil, menggigit
pipa kabel, menggigit pin rambut, menggigit kuku, membuka sesuatu dengan menggunakan gigi.
Faktor ekstrinsik yang paling umum ditemukan disebabkan karena diet. Sebagian besar
dari buah-buahan yang asam, jus , minuman ringan, minuman berkarbonasi termasuk varian
tanpa gula dan beberapa minuman susu dengan PH rendah. Pada PH hingga kira-kira 5,5 cukup
untuk melemahkan dan demineralisasi permukaan enamel gigi, sedangkan pada dentin
membutuhkan pH 6,5 atau lebih rendah. Pada dekade terakhir, terjadi peningkatan yang
signifikan dalam penggunaan asam seperti pada minuman ringan dan jus buah siap saji yang
sering digunakan.
Proses melemahnya gigi karena asam biasanya dilemahkan oleh aksi dari saliva ,
adanya kalsium pada saliva, kontak lama dengan zat asam dapat menyebabkan remineralisasi.
Dalam keadaan lemah ini , enamel rentan terhadap tindakan abrasif karena menyikat gigi.
Penurunan pH dari saliva mungkin disebabkan langsung oleh konsumsi buah asam dan minuman
atau secara tidak langsung dengan mengkonsumsi hasil fermentasi karbohidrat yang
memungkinkan produksi asam oleh bakteri dari plak. Dengan penurunan pH , kelarutan enamel
apatit meningkat secara dramatis .Perhitungan sederhana mengungkapkan bahwa penurunan unit
dalam kisaran pH 7-4 memberikan ke tujuh kali lebih besar kelarutan hidroksiapatit .Gambaran
klinis terlihat( gbr. 4 ) adalah contoh akibat dari konsumsidari minuman ringan seperti colapada
pasien dengan bruxism.

Kelarutan apatit yang dipengaruhi oleh pH karena: konsentrasi hidroksil berbanding


terbalik dengan konsentrasi hidrogen dan konsentrasi fosfation kompleks tergantung dari pH

larutan. Studi menunjukkan bahwa pH kritis bervariasi antara 5,2 dan 5,5. Namun nilai ini
tergantung pada konsentrasi kalsium dan fosfat dalam saliva.
Ketika produk saliva berupa hidroksiapatit masih tetap jenuh walaupun

dengan

fluoroapatit . PH = 4 subtrat saliva dari kedua apatit terjadi , karena kehilangan kemampuan
mineralisasi. Kita dapat menyimpulkan bahwa nilai Ph merupakan salah satu faktor yang paling
penting untuk dipertimbangkan pada

diet makanan cair. Faktor-faktor lain yang harus

dipertimbangkan adalah Jenis asam yang ada dan tingkat disiosiasi asam ion.
Faktor intrinsik, penyebab yang lebih umum adalah erosi yang berhubungan dengan
gastroesophageal reflux dan regurgitasi, itu mempengaruhi lebih dari 60 % pada hidup
seseorang. Terkait dengan pH rendah dan asam lambung , dimana kerusakan enamel dan dentin
lebih parah karena faktor instrinsik.
Penyalagunaan zat sebagai pemutih topikal untuk gigi tanpa pengawasan profesional,
obat-obatan( antidepresan , antihipertensi , antikonvulsan ), penggunaan vitamin, dan obatobatan legal dapat dikaitkan sebagai penyebab kerusakan patologis pada proses keausan gigi.
Beberapa obat bertanggung jawab sebagai penyebab terjadinya hiposalivasi, tablet kunyah
vitamin C dapat menyebabkan pH rendah. Aplikasi pasta kokain di sepertiga servikal gigi
anterior, konsumsi Metamfetamin dan asam lysergic juga harus diselidiki.
B. Menetapkan Diagnosis Kerusakan Jaringan Keras Gigi Non Karies
Keberhasilan manajemen pada setiap kasus keausan gigi didasarkan pada hasil diagnosis
yang akurat, pengetahuan yang baik mengenai prinsip prinsip dasar oklusi, ketrampilan
operator, serta teknik dan bahan yang tersedia untuk perawatan baik dengan cara pasif maupun
aktif.
1. Anamnesis Riwayat Pasien
Penting untuk mengidentifikasi penyebab dan faktor faktor etiologi yang menimbulkan
kerusan pada gigi atau pada restorasi. Rencana perawatan keausan gigi merupakan hal yang
cukup kompleks. Rencana perawatan yang komprehensif bergantung pada sejarah dan
pemeriksaan pasien yang akurat. Manajemen dari keausan gigi bergantung pada kemampuan
untuk memahanikondisi pasien dan untuk menemukan diagnosis banding yang sesuai. Dalam
beberapa kasus mungkin diperlukan beberapa kali kunjungan untuk menentukan penyebab yang

mendasari, hal ini karena pasien mungkin enggan mengungkapkan informasi yang senstif selama
konsultasi awal mereka.
Menurut Holbrook dan Arnadottir, yang harus dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi kerusakan non-karies pada substansi gigi adalah :

Melihat masalah yang ada

Menilai kelas keparahan

Mendiagnosis penyebab atau kemungkinan penyebab

Memantau perkembangan penyakit untuk menilai keberhasilan, dan jika ada melakukan
langkah-langkah pencegahan.
Akurasi dan pentingnya keluhan utama harus dievaluasi terlebih dahulu. Keluhan umum

yang terkait dengan keausan gigi, yaitu:

Gangguan estetika (retak gigi/ restorasi atau perubahan warna gigi)

Gangguan fungsional, seperti efisiensi pengunyahan, bibir / pipi atau lidah sering tergigit.

Ketidaknyamanan (nyeri dan sensitivitas)


Sejarah

dari

pasien

yang

rinci

dari

keluhan

utama

harus

dipastikan

dan

didokumentasikan. Riwayat medis yang akuran dan terbaru dari pasien harus didapatkan untuk
menentukan diagnosis. Sebuah Riwayat medis dapat mengungkapkan kondisi yang mendasari
yang menghalangi pemberian rencana pengobatan yang kompleks, dan juga dapat memberikan
pengetahuan dari etiologi pola keausan gigi yang ada.
Obat- obatan, seperti penggunaan inhaler asma yang sering yang mengandung steroid
atau obat effervescent, dapat berkontribusi pada erosion. Telah diteliti bahwa nilai pH obat asma
pada umumnya berkisar dari 4,31 (Bricanyl),sampai 9,30 (Ventolin, bentuk aerosol). Obat dalam
bentuk tablet seperti aspirin (Asam salisilat) dan vitamin kunyah C (asam askorbat) serta
berbagai obat yang mengandung besi

juga terkait dengan erosion. Obat lain yang dapat

menginduksi xerostomia mungkin juga menjadi penyebab lesi non karies (karena mengurangi
efek perlindungan yang ditawarkan oleh air liur) seperti agen diuretik dan obat antidepresan.
Adanya gastro-esofagus refluks seperti yang terlihat pada pasien yang didiagnosis dengan
anoreksia nervosa, bulimia nervosa atau hernia hiatus, ketidakmampuan sphincter, esofagitis,
atau peningkatan tekanan lambung juga dapat dikaitkan dengan keausan gigi. Dilaporkan bahwa
pasien wanita lebih sering mengalami gangguan makan lebih sering daripada laki laki, rasionya

10: 1.5. Sindrom siklus dan regurgitasi juga daapat menjadi faktor etiologi pada kondisi keausan
gigi.
Kehamilan juga dapat meningkatkan risiko keausan gigi, karena adanya peningakatan
tekanan pada abdominal sehingga meningkatkan regurgitasi. Adanya morning sickness juga
menyebabkan sering muntah, sehingga memperparah pola keausan. Gastric reflux merupakan
gejala dari karsinoma oesophaagus.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan xerostomia, oleh karena itu penanganan nya
harus dirujuk ke dokter umum.
Riwayat kesehatan di gigi dimasa lalu, akan berguna untuk memberikan informasi
mengenai perawatan gigi yang telah diterima pasien di masa lalu. Sejarah gigi masa lalu akan
memberikan berguna. Cara pasien membersihkan mulut juga harus diketahui oleh dokter,
keausan gigi juga dapat dipengaruhi oleh cara pasien menyikat gigi, seberapa sering menyikat
gigi, frekuensi dan waktu menyikat gigi, serta bahan abrasive yang digunakan.
Rendahnya motivasi pasien dalam melakukan perawatan gigi juga mempengaruhi derajat
keparahan pasien. Status sosial pasien dapat memberikan pengetahuan mengenai etiologi, seperti
tekanan gaya hidup atau pekerjaan yang mungkin berpengaruh pada rencana perawatan.
Kebiasaan seperti merokok dan konsumsi alcohol, dan kebiasaan diet pasien juga harus dikethaui
oleh dokter gigi.
2. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan ekstraoral
Pasien dengan keausan gigi, pemeriksaan ekstra oral juga termasuk pemeriksaan
temoporomandibula dan otot yang terkait. Pemeriksaan harus melibatkan palpasi otot dan
sendi secara bilateral adanya rasa sakit pada otot dan sendi, clicking, krepitasi, deviasi
mandibula pada saat membuka atau menutup atau adanya sesuatu yang berhubungan
dengan rasa sakit harus dicatat. Pembukaan rahang maksimum harus dicatat (jika
pembukaan kurang dari 40 mm diantara tepi insisal maka pembukaan terbatas). Adanya
pembesaran kelenjar parotis sering terlihat pada pasien bulimia merupakana ciri khusus
yang harus dicatat.
Proporsi wajah secara vertical juga harus diperiksa secara hati-hati. Ini termasuk
pemeriksaan freeway space (FWS) yang didapat dari hasil pengurangan dimensi vertikal
istirahat dan dimensi vertikal oklusi dengan menggunakan penggaris willis.

Teknik lain yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi vertical dengan


pengujian fonetik (biasanya suara sibilan), analisis kontur jaringan lunak pasien, jaw
tracking, dan teknik stimulasi elektrik otot (Rivera-Morales dan Mohl).
Garis senyum dan garis bibir juga harus diperiksa untuk melihat kesimetrisan

midline.
Pemeriksaan intraoral
Termasuk pemeriksaan detail dari jaringan lunak. Adanya keratosis di bagian
bukal, scalloping tongue, atau berbagai tanda dari xerostomia yang merupakan etiologi
saliva mempunyai peranan penting dalam proteksi email gigi terhadap erosi dari asam,
karena saliva dapat mensuplai komponen dari acquired pellicle yang menyelimuti
permukaan enamel sehingga membentuk suatu pertahanan email, selain itu, adanya
kapasasitas buffer yang merangsang terjadinya remineralisasi pada permuaakn email dari
serangan asam.
Tingkat kebersihan mulut juga harus dicatat bersamaan dengan basic periodontal
assessment (BPA). Perlu juga dilakukan pemeriksaan periodontal, pemeriksaan gigigeligi secara lengkap seperti pemeriksaan kelengkapan gigi, karies gigi, restorasi,
restorasi yang gagal, fraktur, abrasi dan erosi.
Pada saat mendiagnosis lokasi dari keausan gigi (lokal, anterior atau posterior,
menyeluruh) dan keparahan dari permukaan gigi juga harus dicatat (misalnya kerusakan
hanya pada email, mencapai dentin, atau seluruh gigi).
Untuk menentukan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan dengan menentukan
index keparahan gigi mrnggunakan tooth wear index of Smith and Knight.
Pemeriksaan oklusal secara menyeluruh dilakukan untuk melihat adanya
crowding, rotasi, tilting, drifting, spacing, overerupsi dan kegoyangan. Overbite dan
overjet juga harus dihitung dan dicatat. Hubungan oklusi RA dan RB seperti oklusi
sentrik, ICP, RCP, dan relasi sentrik harus diperiksa dan dicatat untuk mengembalikan
fungsional gigi.

3.

Pemeriksaan Penunjang

Special test
1. Radiograf

Radiografi periapikal dengan kualitas yang baik dan akurat sangat diperlukan untuk
setiap gigi yang memiliki tanda keausan dan juga untuk gigi yang akan diberikan restorasi secara
aktif. Radiograf penting untuk menunjukkan adanya tanda kehilangan tulang alveolar.
Faktor lain seperti morfologi permukaan akar, anatomi pulpa, kualitas perawatan saluran
akar, adanya karies dentin, penebalan lamina dura, adanya kelainan akar atau beberapa tanda
patologi di periapikal (radiolusensi atau radio-opasitas) akan terlihat pada foto radiografi. Selain
itu dengan adanya foto radiografi, gigi dengan morfologi akar yang buruk, dukungan tulang yang
kurang baik, dan perbandingan mahkota gigi dan akar yang tidak baik atau memiliki tanda
patologi, yang akan dirawat endodontik sepanjang perawatan gigi secara endodontik dengan
prognosis pasti dan semua gigi yang kondisinya burukyang akan mendapatkan restorasi yang
kompleks, dimana diharapkan adanya peningkatan dari mahkota.
2. Model studi yang diartikulasi
Model studi dengan kualitas yang bagus yang telah dicor dengan die stone akan
dipasang pada artikulator semi adjustable dengan relasi sentrik. Model studi akan menunjukkan
menejemen untuk oklusi pada kelainan jaringan lunak atau otot. Efek dari gigi yang overerupsi
juga dapat terlihat pada model studi. Kontak gigi pada relasi sentrik selama pergerakan ke lateral
dan protrusive dan adanya gangguan oklusi akan mudah dideteksi dengan model studi. Untuk
mendapatkan ruangan dapat dilakukan dengan menempatkan posisi mandibula ke relasi sentral,
dan pembukaan gigitan pada artikulator serta penyesuaian oklusi. Gerakan secara vertical dan
horizontal dari relasi sentrik ke relasi oklusal juga dapat dinilai pada tahap ini.
3. Tes sensibilitas
Tes ini harus dilakukan pada semua gigi yang terkena. Kehilangan vitalitas gigi sering
terlihat pada gigi dengan keausan yang parah. Hal ini penting untuk melihat status kesehatan
pulpa sebelum melakukan terapi rehabilitasi yang kompleks secara prostodontik. Tes sensibilitas
biasanya digunakan dalam praktek umum untuk berbagai tujuan dengan cara mengaplikasikan
chloretil, gutta percha panas atau stimulus elektrik ke gigi (bagaimanapun, status vitalitas yang
bernar dari gigi hanya bias didapatkan dengan menggunakan Doppler flow techniques).
4. Foto intraoral
Foto intraoral digunakan pada gigi anterior, posterior (kanan, kiri) dan oklusal untuk
melihat kelengkungan rahang. Gambar yang diambil harus disimpan selama perawatan untuk
monitoring.

5. Analisis saliva
Analisis saliva digunakana untuk menilai jumlah sekresi saliva, baik yang distimulasi
maupun yang tidak distimulasi dan kapasitas buffer.
6. Diagnosis Wax Mock Ups
Diagnostik mock-up dapat dibuat untuk melihat skema akhir oklusal yang diinginkan dan
estetika seperti yang ditentukan oleh operator. Mereka berfungsi sebagai gambaran visual yang
dan alat bantu komunikasi, untuk membantu dalam mengevaluasi estetika, bentuk gigi, panjang,
inklinasi. Selain itu wax up dapat menduplikasi cetakan model studi yang dapat digunakan untuk
membuat sebuah vakum dari matriks PVC matriks yang awalnya digunakan untuk menunjukkan
rencana perubahan intra-oral dari penggunaam mahkota dan jembatan materi sementara ke dalam
matriks vakum. Matriks dapat membantu membuat restorasi definitive dengan menggunakan
komposit resin langsung. Lilin mock-up dapat digunakan sebagai bantuan untuk panduan reduksi
gigi, membantu fabrikasi dari restorasi sementara, atau digunakan untuk membentuk indeks
polyvinylsiloxane (PVS) pada restorasi komposit resin secara langsung.

You might also like