You are on page 1of 21

BAB I

KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: An. Z

No. Rekam Medik

: 418667

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 5 tahun

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Oesao

MRS

: 05 Juli 2015 jam 18.02

Tanggal Pemeriksaan : 06 Juli 2015


II.

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Mata kanan tertusuk panah lidi sejak 1 minggu lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien anak laki-laki, 5 tahun datang dengan keluhan mata kanan tertusuk
panah lidi sejak 1 minggu lalu. Setelah itu pasien tidak mau membuka
matanya karena sakit, matanya berwarna merah namun tidak keluar darah,
penglihatan kabur seperti berbayang dan silau dengan cahaya.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum

: kesan sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis (GCS E4V5M6)

Tekanan darah

: tidak dilakukan

Nadi

: 116 kali/menit, reguler, isi cukup

Respirasi

: 18 kali/menit, reguler

Suhu aksila

: 36,0 C
1

Tinggi badan

: 107 cm

Berat badan

: 18 kg

Status Oftalmikus

IV.

OD
Simetris
Normal

Kedudukan bola mata


Pergerakan bola mata

OS
Simetris
Normal

Edema (-)
Hiperemis (+)
ruptur
Sinekia anterior
Prolapse iris
sde
keruh
>2/60

Palpebra
Konjungtiva
Kornea
COA
Iris
Pupil
Lensa
Visus

Edema (-)
Hiperemis (-)
Jernih
Dalam
Intak
Bulat, reflex cahaya (+)
Jernih
>2/60

LABORATORIUM
Darah Lengkap
RBC

4.89 x 106/mm3

PDWc

37.4 %

HGB

12.0 g/dL

PDWs

12.6 fl

HCT

37.2 %

WBC

9.42

103/mm3

MCV

76

LYM

3.46

103/l

MCH

24.5 pg

LYM

36.7

MCHC

32.2 g/dL

RDWc

14.3

RDWs

43.0 fl

PLT

466 x 103/mm3

MPV

9.5

PCT

0.44 %

m3

fl

Kimia Darah
GDS

114 mg/dl

Hematologi

V.

Cloting Time (CT)

6 menit 55 detik

Bleeding Time (BT)

2 menit 10 detik

DIAGNOSIS
Ruptur Kornea Okuli Dextra + Prolaps Oris et causa Trauma Okuli

VI.

PENATALAKSANAAN
Farmakologi
IVFD D5 NS 1400 cc/24 jam intravena
Operatif
Repair Ruptur Kornea OD
Reposisi Iris

VII.

FOLLOW UP POLI MATA /07/2015

S : mata tidak nyeri


O : status mata:

Sikatrik

OD
Simetris
Normal

Kedudukan bola mata


Pergerakan bola mata

OS
Simetris
Normal

Edema (-)
Hiperemis (+)

Palpebra
Konjungtiva

Edema (-)
Hiperemis (-)

Sikatriks kornea
Dalam
intak
Bulat, reflex cahaya (+)
keruh
5/15

Kornea
COA
Iris
Pupil
Lensa
Visus

Jernih
Dalam
Intak
Bulat, reflex cahaya (+)
Jernih
5/5

A : Post repair ruptur Kornea dan reposisi prolapse iris

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga

orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihatan. 1
2.1.2. Klasifikasi
Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), trauma mata dibagi
menjadi:
a. Tertutup
-

Kontusio: tidak ada luka pada bola mata

Laserasi lamellar: hanya mengenai setengah dari ketebalan dinding


bola mata.

b. Terbuka
-

Laserasi: mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang


disebabkan benda tajam

Penetrasi: satu agen menyebabkan satu luka masuk

Benda asing dalam mata: sama dengan penetrasi tetapi dikelompokan


sendiri karena memerlukan penanganan berbeda.

Perforasi: terdapat luka masuk dan luka keluar

Ruptur: mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang


disebabkan benda tumpul2

2.1.3. Etio-Patogenesis
Beratnya trauma yang terjadi ditentukan oleh ukuran benda, komposisi
dan kecepatan pada saat bertumbukan. Benda tajam seperti pisau akan
menimbulkan luka laserasi yang jelas pada bola mata. Berbeda dengan
kerusakan akibat benda asing yang terbang beratnya kerusakan ditentukan
oleh energi kinetik yang dimiliki. Contohnya pada peluru pistol angin yang
besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki energi kinetik
yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah. Kontras
dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan
kecepatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas yang jelas dan

beratnya kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol


angin.1
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli
yaitu coup, countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah
kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan
gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler
dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata
cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari okuli normal. Pada
akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini
tidak selalu seperti yang diharapkan.1
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan
sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
1. Palpebra mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator
apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen.
2. Saluran Lakrimalis dapat merusak sistem pengaliran air mata dari
pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan
kekurangan air mata.
3. Congjungtiva dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan
perdarahan subkonjungtiva.
4. Sklera bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan
tekanan bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera
yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi
injury.
5. Kornea, bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan
karena fungsi cornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus
kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus ciliaris
prolaps, hal ini dapat menurunkan visus.

6. Lensa bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina
sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan
menurun karena daya akomodasi tisak adekuat.
7. Iris bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis), sehingga
pupil agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan biasa terdapat warna
gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris tempat iridodialisis.
8. Pupil, bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter
pupil sehingga pupil menjadi midriasis
2.1.4. Manifestasi Klinis
Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai
tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat
bersifat tidak beracun (seperti pasir, kaca) dan beracun (contohnya logam besi,
tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu). Bahan tidak
beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing lainya
masuk kedalam bola mata maka akan mengakibatkan tanda-tanda bola mata
tembus seperti :1
a. Tajam penglihatan yang menurun akibat terdapatnya kekeruhan media
refraksi secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus tersebut
b. Bentuk dan letak pupil yang berubah
c. Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sclera
d. Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca
atau retina
e. Konjungtivis kemotis

f. Mata merah, nyeri, fotofobia, blefarospasme dan lakrimasi


g. Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata
h. Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea
i. Adanya hifema pada bilik mata depan
2.1.5. Diagnosis
Anamnesis 1
-

Mekanisme trauma harus ditanyakan dengan detail dan lengkap

Bentuk dan ukuran benda penyebab trauma.

Asal dari objek penyebab trauma.

Kemungkinan adanya benda asing pada bola mata dan atau pada orbita.

Keadaan saat terjadinya trauma

Waktu dan lokasi terjadinya trauma.

Aksesoris mata yang dapat melindungi atau berkontribusi pada trauma akut.

Keadaan miopia berat menyebabkan mata lebih rentan terhadap trauna


kompresi anterior-posterior.

Riwayat medis

Riwayat mata

Operasi mata sebelumnya, dapat membuat jaringan lebih mudah ruptur.

Penglihatan sebelum terjadinya trauma pada kedua mata.

Penyakit mata yang ada.

Medikasi yang sedang dijalani termasuk obat tetes mata dan alergi.

Pemeriksaan fisik

Orbita
Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola
mata. Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi
harus dijaga hingga dilakukan pembedahan.

Palpebra
Palpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanya
trauma yang dalam pada mata. Laserasi pada palpebra dapat menyebabkan
perforasi bola mata. Perbaikan palpebra ditunda hingga trauma bola mata

ditentukan penyebabnya.
Konjungtiva
Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.
Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola

mata.
Kornea dan sclera
Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagian dari
ruptur bola mata dan harus diperbaiki di kamar operasi. Dapat terjadi
prolapse iris pada laserasi kornea penuh. Tekanan bola mata umumnya
rendah, namun pengukuran merupakan kontraindikasi untuk menghindari

penekanan pada bola mata.4


Pupil
Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect
(APD). Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur

bola mata.
Segmen anterior
Pada pemeriksaan dengan lampu sliIt, bisa ditemukan defek pada iris,
laserasi kornea, prolaps iris, hifema, dan kerusakan lensa. Bilik mata
depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan prognosis
yang buruk. Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan

dalam pada ekstrusi vitreous pada segmen posterior.


Temuan lain
Perdarahan viteous setelah trauma menunjukan adanya robekan retina atau
koroid, avulsi saraf optikus, atau adanya benda asing. Robekan retina,

edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur bola mata.1,2
Pemeriksaan penunjang
Foto polos orbita untuk mencari benda asing radioopak.

USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan


informasi tentang status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda
asing intraokuler, deteksi benda asing non metalik, deteksi perdarahan

koroid, ruptur sklera posterior, ablasio retina, dan perdarahan sub retina.
CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya
benda asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat
kerusakan

periokuler,

keikutsertaan

trauma

intrakranial

misalnya

perdarahan subdural.
MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak tetapi kontraindikasi pada

benda asing yang terbuat dari metal.


Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola

mata (normal 12-25 mmHg). Pengkajian

dengan

menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,


papiledema, retina hemoragi. Pemeriksaan Laboratorium, seperti : SDP,
leukosit, kemungkinan adanya infeksi sekunder. Pemeriksaan kultur untuk
mengetahui jenis kumannya. Perlu pemeriksaan tonometri Schiotz,
perimetri, gonioskopi, tonografi, maupun funduskopi.
2.1.6. Penatalaksanaan2
Teknik yang digunakan tergantung dari beratnya luka dan adanya komplikasi
seperti inkarserasi iris, COA yang datar, dan kerusakan intraokular.

Laserasi kornea kecil


Tidak membutuhkan penjahitan karena bisa menyembuh sempurna atau
dengan bantuan lensa kontak yang seperti perban lembut.

Laserasi kornea ukuran medium


Biasanya membutuhkan jahitan terutama jika COA datar. COA yang datar
dapat kembali berubah semula secara spontan jika kornea telah dijahit,
jika tidak, harus dikembalikan dengan solusio garam seimbang. Bandage
contanct lens post operatif juga berguna selama beberapa hari untuk
meyakinkan bahwa COA tetap dalam.
10

Laserasi kornea dengan inkarserasi iris


Manajemen tergantung dari durasi dan luasnya inkarserasi. Kebocoran
kecil dari inkarserasi yang baru terjadi dapat digantikan oleh konstriksi
pupil. Inkarserasi iris yang besar harus di absisi terutama jika iris terlihat
non-viabel.

Laserasi kornea dengan kerusakan lensa


Diterapi dengan menjahit laserasi dan memindahkan lensa dengan
phacoemulsification atau dengan vitreus cutter jika vitreus terlibat.
Luka pada sklera anterior dapat berhubungan dengan komplikasi serius
seperti prolaps uvea dan inkarserasi vitreus. Inkarserasi vitreus meskipun
dengan manajemen yang tepat, dapat menimbulkan traksi vitreoretina dan
ablasio retina.

2.1.7. Komplikasi
Komplikasi yang ditentukan setelah trauma okuli perforans :
a. Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis
b. Katarak traumatik
c. Glaukoma sekunder
d. Oftalmika simpatika
e. Ablasi retina
f. Perdarahan intraokuler
g. Ptisis bulbi
Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa
minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis
dapat berlanjut menjadi panoftalmitis.
Simpatetik oftalmika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang tidak
cedera dalam jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90% terjadi

11

dalam 1 tahun.8 Diduga akibat respon autoimun akibat terekposnya uvea karena
cedera, keadaan ini menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman penglihatan
mendadak, dan fotofobia yang dapat membaik dengan enukleasi mata yang
cedera.1
2.1.8. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal, tipe
dan luasnya luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda asing.
Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau
ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek besar
yang menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan
retina yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik
dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian posteror. Trauma tembus
akibat benda asing yg bersifat inert pun mempunyai prognosis yang baik.
Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif magnetik lebih mudah
dikeluarka dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi, 50-75% mata akan
mencapai visus akhir 5/200 atau lebih baik.2

2.2. Ruptur Kornea


2.2.1. Definisi
Ruptur kornea merupakan trauma pada kornea baik sebagian / partialmaupun seluruh ketebalan/full-thickness. Luka partial-thickness tidak
mengganggu bola mata (abrasi) sedangkan luka full-thickness penetrasi penuh
pada kornea, menyebabkan ruptur dari bola mata. 3
2.2.2. Etiologi

12

a. Ruptur kornea (luka terbuka atau open globe) diakibatkan oleh trauma
yang bersifat tumpul. Luka terjadi akibat peningkatan tiba-tiba melalui
mekanisme inside-out (dalam ke luar) sebagai mekanisme cedera.
b. Laserasi adalah luka full thickness pada dinding mata akibat objek yang
tajam. Mekanisme adalah outside in (luar ke dalam). Termasuk di bawah
laserasi adalah luka perforasi, luka penetrasi, dan akibat benda asing.3

2.2.3. Diagnosis
a. Anamnesis, perlu ditanyakan bagaimana cedera pada mata terjadi, ketajaman
penglihatannya, dan mengetahui mekanisme bagaimana mata itu rusak secara
spesifik.
b. Inspeksi, diperhatikan apakah adanya darah di belakang kornea (hifema), ini
menunjukkan cedera yang signifikan pada kornea, perhatikan jika terdapat
laserasi pada kornea dan jika terdapat prolaps iris yang ditandai dengan pupil
yang berbentuk iregular.
c. Pemeriksaan dengan slitlamp menunjukkan kamera okuli anterior yang
dangkal, penumpukkan darah di segmen anterior atau posterior,lensa yang
opak,dan prolaps iris,dengan menggunakan teknik iluminasi retrograde
dimana kornea diiluminasi dengan cahaya yang dipantulkan dari iris melalui
slitlamp yang diarahkan langsung ke dalam mata3
2.2.4. Penatalaksanaan
a. Penyembuhan Luka Kornea
Dalam waktu satu jam setelah trauma, sel epitel parabasilar mulai
membelah dan bermigrasi ke seluruh denudation area secara terus menerus
untuk menutup defek. Penyembuhan yang lengkap, termasuk restorasi
ketebalan epitel (4-6 lapis) dan reformasi fibril, membutuhkan waktu 4-6
minggu.

13

Penyembuhan stroma kornea avascular. Tidak sepeti jaringan lainnya,


penyembuhan pada stroma kornea terjadi karena fibrosis daripada proliferasi
fibrovaskular. Epitelium dan endothelium merupakan bagian yang penting
untuk penyembuhan luka. Jika epitelium tidak menutupi luka dalam waktu
beberapa hari, penyembuhan stroma di bawahnya akan terbatas dan luka akan
rapuh. Factor pertumbuhan dari epitelium merangsang dan meneruskan
penyembuhan. Sel endotel di atas luka menyebrang ke posterior kornea,
beberapa sel diganti melalui aktivitas mitosis. Endothelium membentang di
bawah lapisan tipis yang baru dari membrane Descemet. Jika batas interna
luka tidak ditutupi oleh membrane Descemet, fibroblast stroma berproliferasi
terus-menerus ke ruang anterior sebagai fibrous ingrowth, atau posterior luka
mungkin terbuka permanen. Kolagen fibrillar pertama diganti oleh kolagen
yang lebih kuat pada pada akhir bulan-bulan penyembuhan. Lapisan Bowman
tidak berdegenerasi ketika luka ataupun hancur.
Pada partial-thickness corneal laceration luka biasanya akan menutup
sendiri. Terapi yang dibutuhkan berupa antibiotik topikal dan siklopegik
topikal untuk mengurangi spasme siliar sehingga nyeri berkurang. Dapat juga
digunakan lensa kontak sebagai pelindung luka. Pada simple full-thickness
lacerations, tatalaksana dilakukan berdasarkan ukuran luka, kebocoran luka,
dan keterlibatan organ okular lain. Jika ukuran kecil (<2mm), maka luka bisa
menutup sendiri dengan baik. Terapi yang diberikan sama seperti pada laserasi
partial-thickness, yaitu antibiotik, siklopegik dan lensa kontak perban. Jika
COA tidak bertambah dalam atau kebocoran luka tidak menutup dalam 48
jam, maka dilakukan penutupan luka dengan jahitan atau lem jaringan
(cyanoacrylate).
Pasien dengan ukuran luka lebih dari 3 mm, terdapat lepasnya jaringan
korneal, laserasi yang sampai ke iris atau kornea harus di tatalaksana bedah.
Intervensi pada trauma tembus bola mata idealnya dilakukan secepat

14

mungkin, meskipun dari berbagai penelitian menyatakan bahwa tidak ada


kerugian yang ditimbulkan jika operasi ditunda hingga 36 jam.
Laserasi kornea dapat menyebabkan tissue loss pada mata. Defek yang
sangat kecil dapat ditutup dengan cara dijahit atau menggunakan lem jaringan
cyanoacrylate. Untuk defek yang lebih besar membutuh terapi autograf. Jika
ukuran defek <5 mm dapat dilakukan autograf lamelar. Defek yang lebih besar
dari itu dapat diberikan graf full-thickness patch. Kedua teknik ini
membutuhkan donor kornea.
Laserasi pada kornea juga bisa menyebabkan terjadinya prolaps uvea.
Jika luka di kornea itu disertai prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan
sisanya di repossisi, Jika jaringan uvea prolaps lebih dari 24 jam jangan
direposisi karena beresiko terjadi infeksi atau epithelial seeding ke COA.
Prolap jaringan uveal yang lama atau prolap jaringan yang sudah tidak vial
lagi harus dieksisi.
Kalau luka telah berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata
depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisilin 10.000 U/cc, sebelum
kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan
spektrum luas dan sistemik, juga subkonjungtiva
Untuk terapi konservatif dapat diberikan Antibiotik agar tidak terjadi
endoftalmitis postraumatika. Sebaiknya diberikan antibiotika spektrum luas
untuk Gram positif dan Gram negatif. Obat yang dapat digunakan adalah
Vankomisin intravitreal 1 mg atau intravena 1 gram tiap 12 jam, Ofloksasin 1
tetes 4 kali sehari, atau Seftazidim 250 mg-2 g IV/IM tiap 8-12 jam atau 2,25
mg intravitreal. 3
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi sebelum penatalaksanaan, dapat berupa :

15

a. Terdapatnya benda asing intraokuler bisa memperberat keadaan


menjadi

endoftalmitis,

panoftalmitis,

ablasio retina,

perdarahan

intraocular,dan ptisis bulbi


b. Katarak traumatika. Lensa menjadi putih segera setelah masuk benda
asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan aquous
humour dan kadang-kadang viterus masuk ke dalam struktur lensa.
Komplikasi setelah penatalaksanaan, dapat berupa :
a. Jaringan sikatrik pada kornea
b. Glaukoma sekunder karena sinekia anterior, atau inflamasi yang
diinduksi oleh lensa
c. Pembentukan membran pada pupil
d. Kerusakan epitel okular permanen, timbul ulserasi stromal steril.
e. Downgrowth epitelial
Epitelium bisa tumbuh melewati luka dan terus ke bagian belakang
kornea. Lebih jarang ditemukan sekarang karena adanya teknologi
mikrosurgeri. Walaupun ditemukan, pengobatan yang efektif adalah
sukar. Downgrowth tersebut harus dieksisi dan kawasan sekeliling
downgrowth tersebut dikrioterapi.
f. Astigmatisme
Komplikasi yang sangat sering setelah luka kornea walau sekecil
manapun luka tersebut. Pertama, ini karena jaringan korneal lebih
berkompresi daripada elastis. Karena sifat tidak elastisnya, sutura yang
diikat keras bisa mendistorsi bentuk kornea dan mengakibatkan
astigmatisme. Keduanya, fibrosis pada penyembuhan luka adalah
sangat bervariasi. 3
2.2.6. Prognosis
Pada trauma kornea sederhana yang tidak melibatkan struktur okular
lain atau tissue loss, memperlihatkan hasil yang baik. Laserasi kornea
kompleks, yang melibatkan struktur okular lain seperti uvea atau vitreus
ataupun adanya tissue loss, tidak hanya sulit pada penatalaksanaannya, tetapi

16

lebih sulit lagi untuk memperbaiki komplikasi yang ditimbulkan setelah


penanganan. Semakin tinggi derajat komplikasi makin buruk prognosis
visualnya. 3
2.3. Prolapsus Iris
2.3.1. Definisi
Merupakan keadaan trauma pada mata dimana bagian dari iris atau ada
jaringan iris yang keluar dari tempat seharusnya.4
2.3.2. Patofisiologi
Prolaps iris dapat terjadi misalnya saat kornea mengalami perforasi karena
berbagai hal, adanya perforasi pada kornea mengakibatkan humor aqueous secara
cepat keluar dan terakumulasi didepan iris sehingga mendorong iris keluar.4
2.3.3. Insidensi
Tidak diketahui secara pasti insidensi terjadinya prolaps iris, hal ini tidak
dipengaruhi oleh faktor ras, maupun usia meskipun dilaporkan lebih sering mengenai
laki-laki dewasa muda.4
2.3.4. Mortalitas dan morbiditas
Prolaps iris merupakan suatu kondisi yang membahayakan jika tidak
ditangani karena dapat menimbulkan infeksi pada mata dan hilangnya penglihatan.
Jika prolaps iris bersifat massif atau terbuka misalnya akibat adanya laserasi kornea
maka diperlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah adanya infeksi pada
irisyang menyebar pada seluruh bagian mata. Namun apabila
prolaps iris terlindungi oleh konjungtiva misalnya akibat pengaruh dari tindakan
pembedahan maka penanganan bedah tidak bersifat segera. 4
2.3.5. Manifestasi perjalanan penyakit

17

Iris merupakan salah satu jaringan sensitif pada mata, pada saat terjadi prolaps
maka penderita akan merasakan nyeri, msalnya penderita dengan ulkus kornea yang
mengalami prolaps iris akan mengalami nyeri hebat yang sebelumnya sudah mereda.
Iris dapat mengalami prolaps misalnya pada tindakan bedah (ex : katarak,
transplantasi kornea), didahului danya trauma pada mata (ex : laserasi kornea, laserasi
sklera), perforasi ulkus kornea, akibat kornea yang melarut berhubungan dengan
penyakit rheumathoid arthritis. Akan tetapi dengan semakin berkembangnya tehnik
bedah micro pada mata maka jarang dijumpai prolaps iris akibat pembedahan begitu
pula prolaps iris akibat perforasi ulkus kornea. Yang saat ini sering dijumpai adalah
prolaps iris akibat adanya trauma pada mata meskipun insidensinya tidak diketahui
secara pasti. Pada kasus prolaps iris perifer dapat menimbulkan sinekia anterior
parsial, akan tetapi bila prolaps iris berada ditengah maka dapat menimbulkan sinekia
anterior total. Prolaps iris dapat diamati dengan jelas pada kasus perforasi kornea.
Manifestasi klinisnya bervariasi tergantung dari durasi atau lama terjadinya prolaps
iris, pada kasus dini maka iris masih terlihat viable tapi jika terlalu lama maka iris
akan terlihat kering dan tidak viable. Tekanan intraocular dapat kurang dari normal
tapi jarang menimbulkan hipotoni pada kasus prolaps iris. Pada stadium lanjut
prolaps iris dapat terjadi iridocyclitis, cystoids macular edema atau glaucoma. Prolaps
iris dapat memacu terjadinya infeksi pada mata, menurunkan proses epitelisasi,
peningkatan jaringan fibros bahkan meskipun jarang dapat juga menimbulkan
ophtalmia symphatica. 4
2.3.6. Diagnosis banding
a.
b.
c.
d.

Benda asing intraocular


Laserasi kornea-sklera
Melanoma iris
Uveitis anterior granulomatosa4

2.3.7. Pemeriksaan penunjang

18

Pada kasus prolaps iris yang sudah berjalan lama apabila dicurigai mengalami
cystoids macular edema maka diperlukan adanya pemeriksaan flourescein
angiography. CT scan pada mata diindikasikan pada kasus prolaps iris yang
diakibatkan oleh trauma untuk mengetahui kemungkinan terjadinya trauma pada
bagian mata yang lain. Sementara itu CT scan dan juga ocular ultrasound berguna
untuk mengetahui lokasi benda asing pada mata serta melihat kondisi segmen
posterior mata.4
2.3.8. Penatalaksanaan
Prolaps iris merupakan suatu kondisi yang membahayakan dan bersifat serius,
penanganan harus diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut. Penanganan secara medikamentosa hanya dapat
dilakukan jika prolaps iris kecil, terlindung oleh konjungtiva dan tanpa komplikasi
atau penyulit lain. Pemberian obat tetes antibiotic dan cyclopegikdapat dilakukan
selama fase akut. Antibiotic secara intravena dapat diberikan pada kasus yang berat
atau massif untuk menghindari penyebaran infeksi intraocular, sementara tetaus
toxoid dapat pula diberikan tergantung dari riwayat imunisasi pasien dan jenis dari
lukanya. Tindakan bedah dilakukan ketika konjungtiva tidak dapat melindungi atau
menutupi prolaps iris dan terdapat penyulit atau komplikasi. Tujuannya adalah untuk
mengembalikan integritas anatomi mata dan mengembalikan fungsi visual mata.
Melalui tehnik incisi paracentesis pada kasus incarserata iris perifer dapat diberikan
acetylcoline sementara pada kasus incarserata iris central dapat diberikan epinephrine
intraocular. Jika tehnik incise paracentesis tidak berhasil maka dapat dilakukan injeksi
viscoelastic pada bilik anterior di region iris yang mengalami prolaps dengan syarat:
prolaps yang terjadi tidak > 24-36 jam, iris masih viable atau masih ada tanda-tanda
untuk epitelisasi. Jika tetap tidak berhasil maka dilakukan tehnik spatula cyclodialisis
dengan ujung panjang, dilakukan sepanjang incise paracentesis. Pemberian antibiotik
sistemik sebagai profilaksis hal ini untuk menghindari terjadinya endophthalmitis,
karena walaupun jarang terjadi akan tetapi dampaknya buruk, hendaknya
19

menggunakan antibiotic broadspektrum (membunuh bakteri gram negative maupun


positif), bakteri yang sering mengakibatkan endophthalmitis misalnya Bacillus. 4

2.3.9. Komplikasi
Komplikasi berat akibat prolaps iris yang mungkin terjadi antara lain :
endophthalmitis, adanya epitelisasi berlebih dan pembentukan jaringan fibros pada
mata, opthalmia simpatika (jarang), iritis, cystoid macular edema, dan glaukoma
sekunder. 4
2.3.10. Prognosis
Prognosis tergantung dari beberapa faktor, semakin kecil prolaps maka
prognosis akan jauh lebih baik, adanya infeksi ikutan serta epitelisasi dan
pembentukan jaringan fibros berlebih akan memperburuk prognosis. 4

BAB 3
PEMBAHASAN

20

Pasien anak berumur 5 tahun mengalami trauma okuli terbuka sejak 1 minggu
pada okuli dextra. Pemeriksaan fisik didapati okuli dextra, konjungtiva menjadi
hiperemis, rupture kornea, sinekia anterior, prolapse iris dan terjadi penurunan tajam
penglihatan. Hal ini disebabkan karena bila ada tembus kornea dapat mengganggu
fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma
tembus kornea menyebabkan iris prolaps yang dapat menurunkan visus. Sehingga
pasien ini diberikan tindakan operatif berupa repair kornea dan reposisi iris untuk
mengembalikan penglihatan dan membersihkan bilik mata depan. Namun dari hasil
follow up visus mata kanan pasien 5/15 hal ini disebabkan karena sikatriks kornea
sehingga kornea tidak lagi jernih sebagai media refraksi dan pada anak ini terjadi
katarak traumatik akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada lensa sesudah traumatic.

21

You might also like