Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak. Hal
ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian kejang
dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak yang berusia
kurang dari tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000 anak
mendapatkan kejang dan 30.000 diantaranya berkembang menjadi status epilepsi.1
Kejang atau bangkitan didefinisikan sebagai kejadian mendadak yang berupa
kesadaran terganggu, binggung, gerakan otot abnormal yang sifatmya involunter.2
Definisi klasik dari epilepsi mengacu pada kejang terus menerus atau berulang yang
berlangsung lebih dari 30 menit tanpa pemulihan kesadaran. Selama kejang, aliran
darah otak, oksigen, konsumsi glukosa, karbon dioksida dan produksi asam laktat
meningkat. Kejang singkat jarang menghasilkan efek yang berlangsung pada otak.
Kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis metabolik, hiperkalemia,
hipertermia, hipoglikemia, dan kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan neurologis
permanen.3
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam,
hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit,
dan overdosis obat.4 Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal
tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan
nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.2
Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang demam.
Kejang demam adalah kejang disertai demam (suhu 100.4 F atau 38C), tanpa infeksi
sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan. Kejang demam
terjadi pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian menjadi bentuk
yang paling umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg, menggunakan data
dari National Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan bahwa kejang demam
diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks. Kejang demam simpleks didefinisikan
sebagai kejang yang terjadi setelah demam, yang berlangsung selama kurang dari 15
menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan
sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari 15 menit, dan atau berulang dalam waktu
24 jam. Anak-anak yang mengalami kejang demam simpleks tidak terbukti meningkat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana
ekstrakranial.
1. Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan
sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan
sekunder dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital
seperti hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma
kepala.
2. Ekstrakranial
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme
seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia,
hiperproteinemia, hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab
ekstrakranial dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan ke otak9.
2.4.
Diagnosis
2.4.1. Anamnesa
1. Kejadian Pre-Iktal
Berikut ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan mengenai
kejadian sebelum episode kejang terjadi :
Apakah ada kejadian yang merangsang terjadinya kejang seperti
keadaan stres, rangsangan nyeri, dan sebagainya?
Apakah sebelum kejang terjadi, terdapat aura seperti mencium bau
bauan, melihat cahaya yang sangat terang, mendengar suara
suara, mual, merasa ketakutan dan sebagainya?
Apa yang dilakukan anak sesaat sebelum kejang terjadi?
Apakah beberapa jam atau beberapa menit sebelum kejang anak
mengkonsumsi obat obatan tertentu?
penyakit meningitis.1
Iritasi meningens didefinisikan sebagai adanya Brudzinski sign
(fleksi leher menyebabkan fleksi dari pinggul pasien dan lutut),
Kernig sign (nyeri muncul ketika adanya fleksi 90 dari fleksi
sendi pinggul dan ekstensi sendi lutut), kaku kuduk yaitu
kekakuan leher pada anak yang lebih tua dari usia 1 tahun. Pada
anak-anak berusia kurang dari 1 tahun, tanda-tanda iritasi
meningens adalah tanda-tanda di atas atau rasa gelisah atau
rewel selama manipulasi kepala atau kaki oleh dokter dan atau
menggembungnya fontanel. Perlu ditekankan bahwa tandatanda klinis meningitis tidak sensitif dan jika klinisi curiga
bahwa meningitis positif, pungsi lumbal tidak boleh ditunda
Diagnosis Banding
Ketika anak menampakkan gejala klinis seperti kejang, maka pemeriksa harus
segera menentukkan sebab dari kejang tersebut. Penting untuk mengetahui apakah
yang dialami seorang anak benar adalah kejang atau bukan kejang. Berikut adalah
Tatalaksana
2.6.1. Penilaian Awal
Langkah pertama dalam pengelolaan pasien yang mengalami kejang
adalah untuk menilai dan mendukung saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi. Ini akan memastikan bahwa kejang tidak membahayakan pasokan
darah beroksigen ke otak dan tidak menyebabkan cedera sekunder terhadap
hipoksia dan atau iskemia.2,4 Penilaian awal terdiri dari :
1. Airway
Saluran napas yang bebas adalah syarat pertama. Lakukan
penilaian patensi jalan napas dengan metode look, listen dan feel. Jika
jalan napas tidak bebas, maka kita harus membuka dan menjaganya
dengan cara head tilt- chin lift atau jaw thrust manuver dan
memberikan ventilasi dengan bag-valve-mask jika perlu. Jika jalan
napas terganggu karena kejang, mengendalikan kejang dengan
antikonvulsan umumnya akan mengontrol jalan napas. Bahkan jika
jalan napas telah bebas, orofaring mungkin perlu dibersihkan dari sekret
oleh suction. 2,4
2. Breathing
Penilaian kemampuan pernapasan dilihat dari laju pernapasan,
suara napas yang merintih, ekspansi dada, denyut jantung dan warna
ketosis yang mengurangi kejang pada anak. Terapi dengan cara ini
dilakukan sekitar 5 hingga 7 hari dengan dirawat di rumah sakit hingga
kondisi ketosis dicapai. Terapi ini dapat menyebabkan hipoglikemia selama
fase puasa dan kadar gula darah pasien harus selalu dipantau selama
dilakukannya terapi ini. Muntah dan dehidrasi terkadang juga terjadi selama
fase terapi ini. Lalu diet dengan 3 atau 4 porsi lemak dan 1 porsi karbohidrat
dalam sehari diberikan dan pemberian suplemen diberikan untuk
menghindari defisiensi vitamin. Pada terapi ini, abnormalitas metabolik
dapat terjadi yaitu renal tubular asidosis, hypoproteinemia, dan elevasi kadar
enzim hati dan pankreas. Efek lain yang dapat terjadi yaitu infeksi dan QT
interval yang memanjang. Oleh karena itu, pemeriksaan EKG dan evaluasi
kondisi metabolik pasien harus diperhatikan sebelum diet ini dimulai.
Evaluasi laboratorium harus dilakukan sepanjang diet ini dilakukan.7
Selain penanganan dengan diet ketogenik ini dapat juga dilakukan
penanganan lain. Ketika seseorang mengalami kondisi intractable seizure
dan tidak memberi respon terhadap pemberian obat terdapat pendekatan lain
yang harus dilakukan untuk menangani kejang tersebut. Salah satu caranya
dengan stimulasi nervus vagus.13
Nervus vagus berjalan mulai dari leher ke dada hingga ke abdomen dan
serat tambahan menghubungkan nervus vagus ke otak. Stimulasi nervus
vagus mengganggu kerentangan otak untuk mengalami serangan kejang.
Beberapa studi ilmiah, yang hasilnya disetujui oleh US Food and Drug
Administration, menunjukkan penurunan kejang ketika nervus vagus di
stimulasi oleh listrik. Stimulasi listrik dilakukan melalui battery powered
metal stimulator yang ditanam di bawah kulit dada pasien lalu dihubungkan
dengan kabel yang menghubungkan kabel ke nervus vagus sinistra dan lalu
dialiri listrik sebagai stimulasi pada siklus yang diprogram. Biasanya
stimulasi dilakukan selama 30 detik dan diistirahatkan selama 5 menit.
Beberapa orang terkadang mendapatkan hasil yang memuaskan tetapi
terkadang terdapat beberapa orang yang tidak merasakan perubahan apapun.
Hasil terapi stimulasi nervus vagus tidak dapat diprediksi. Kejang yang
dialami pasien bisa berkurang secara drastis tetapi tidak dapat
menghilangkan kejang tersebut secara total. Efek samping penggunaan cara
ini adalah batuk dan suara nafas deperti mendengkur dan terjadi biasanya
pada saat stimulasi dilakukan.13
Selain penanganan dengan stimulasi nervus vagus, yang dapat dilakukan
pada intractable seizure yaitu operasi pada area otak yang mencetuskan
terjadinya kejang.13
Operasi biasanya menjadi pilihan terakhir dalam penanganan kejang.
Rasio kesuksesan unruk menghentikan kejang sekitar 50 90% tergantung
penyebab dari kejang tersebut dan lokasi dari kelainan yang terdapat di
otak.13
2.6.6. Edukasi keluarga perjalanan penyakit dan rekurensi
Edukasi pasien dan pendidikan keluarga merupakan bagian integral dari
pengelolaan kejang demam. Langkah langkah yang perlu dilakukan
antara lain:
1. Membantu keluarga untuk mengatasi pengalaman yang menakutkan dan
menyingkirkan asumsi bahwa anak mereka akan meninggal saat kejang
demam pertama dengan kesepakatan keluarga untuk memahami
prognosis dari kejang.
2. Memastikan keluarga mengerti bahwa tidak ada peningkatan risiko
keterlambatan intelektual jika kejang kurang dari 30 menit.
3. Memberikan keluarga informasi tentang risiko kekambuhan kejang
berikutnya.1
2.6.7. Rekurensi
Risiko untuk terjadinya kekambuhan setelah kejang pertama adalah
sekitar 33%. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
kekambuhan meliputi kejang demam pertama pada usia muda, riwayat
keluarga kejang demam, durasi pendek demam sebelum kejang atau demam
yang relatif rendah pada saat kejang awal. Terdapat faktor genetik yang
mempengaruhi terjadinya kejang. Hal ini terlihat dari risiko saudara
kandung untuk menderita kejang adalah sekitar 10-20% dan dapat lebih
tinggi jika orang tua juga memiliki riwayat kejang. Profilaksis terus menerus
dengan obat antiepilepsi tidak dianjurkan.1
2.6.8. Penanganan pertama saat di rumah
Hal yang harus dilakukan pertama saat dirumah dan berhadapan dengan
anak yang sedang kejang adalah tetap tenang dan jangan panik, jangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Guidelines and Protocols Advisory Committe. Febrile Seizure. British Columbia
Medical Association. 2010.
2. Children and Infants with Seizures-Acute Management Clinical Guidelines.
NSW Department of Health. 2009.
3. Febrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child
With a Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 2011 Feb:2(127);390-394
4. Convulsions in Children. Pediatric Guidelines. 2006. October;1-3
5. Sampson HA dan Leung D. Seizures in Childhood. Di dalam: Kliegman et al.
Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.
6. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al. Epilepsy.
Di Dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition: McGraw
Hill. 2008.
7. Friedman M.J, Sharrieff G. Q. Seizures in Children. Pediatric Clin N Am.
2006;53:257-277
8. Major P, Thiele E.A. Seizures in Children: Determining the Variation. Pediatrics
in Review. 2007;28:363-371.
9. Breton A. N. Seizures: Stages, Types, and Care. 10th Emergency & Critical Care
UK Annual Congress. 2013
10. Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002:2(4);5962.
11. Fallah R, Karbasi A.S, Golestan M. Efficacy and Safety of Lamotrigene in
Lennox Gastaut Syndrome. Iran Journal Child Neurology. 2009 December;3338.
12. Tavazolli A,Ghofrani M,Rouzrokh M,Eznollah A.Efficacy of Oxarbazepine Add
On Therapy on Intractable Seizures in Children. Journal of Neuroscience and
Behavioural Health, 2010 September;3:30-34.
13. Rudolph C, Rudolph A, Lister G, First L, Gershon A. Rudolphs Pediatrics 22nd
Edition. San Fransisco:McGraw-Hill. 2012.
14. Febrile Convulsions in Children. Victoria Departement of Health. December
2010.