You are on page 1of 27

TUGAS MARTIKULASI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


KIMIA UMUM
Dosen: Drs. Muh. Yunus, M.Si
OLEH:
FAJRI NURDIN
Kelas B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
1. Kestabilan Orbital dengan konfigurasi electron

Konfigurasi electron adalah susunan elektron-elektron pada sebuah atom. Susunan elektron pada
sebuah atom tidak sembarangan tetapi mengikuti pola atau rumus atau kaidah tertentu yang telah di
tetapkan oleh para ahli kimia yang khusus mempelajari tentang konfigurasi elektron. Pada Ilmu Kimia,
diterapkan tiga aturan dasar atau azas penting yang menjadi dasar penyusunan konfigurasi elektron suatu
atom yaitu prinsip Aufbau, kaidah Hund dan larangan Pauli. Masing-masing prinsip ini menjelaskan
tentang konfigurasi elektron yang mungkin terjadi pada suatu atom dengan peraturan-peraturan yang
mengikat dan harus terpenuhi.
Konfigurasi elektron pertama kali muncul saat Niels Bohr, pada tahun 1923 mengajukan teori
bahwa periodisitas pada sifat-sifat unsur kimia dapat dijelaskan oleh struktur elektronik atom yang
bersangkutan. Teori ini didasarkan pada model atom Bohr. Pada saat itu, Bohr telah mencetuskan teori
konfigurasi elektron yang memang sangat berbeda dengan yang ada sekarang.
Adapun ke 3 kaidah yang mengatur konfigurasi elektron adalah sebagai berikut :

Prinsip Aufbau

Kata Aufbau berasal dari bahasa Jerman yaitu "Aufbauen" yang berarti "membangun". Pada saat
menuliskan konfigurasi elektron, maka sama dengan membangun elektron orbital yang tersusun dari
atom-atom. Pada saat menulisnya, maka orbital akan terisi dengan elektron untuk menambah nomor
atom. Prinsip Aufbau berasal dari asa larangan Pauli yang mengatakan bahwa tidak ada dua elektron
dalam sebuah atom dapat memiliki bilangan kuantum yang sama, karena harus "menumpuk" atau
"membangun" ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Tingkatan Energi sesuai Aturan Aufbau

Contoh :
Cl, e =17 1s 2s 2p6 3s 3p5
K, e =19 1s 2s 2p6 3s 3p1 4s2

Penyimpangan Aturan Aufbau

Pada aturan Aufbau terdapat penyimpangan terhadap beberapa konfigurasi elektron atom-atom tertentu.
Hal ini disebabkan karena berdasarkan kaidah kestabilan (orbital berisi setengah penuh atau penuh).
Hanya berlaku pada atom-atom yang berakhir pada subkulit "d" diantaranya adalah Cr (krom) dan
Cu(tembaga), dengan pola :
ns2 (n-1)d4 berubah menjadi ns1 (n-1)d5
ns2 (n-1)d9 berubah menjadi ns1 (n-1)d10
Contoh :
Cr, e =24 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4
menjadi
Cr, e =24 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5

Kaidah Hund

Aturan ini dikemukakan oleh Friedrick Hund Tahun 1930. yang menyatakan elektron-elektron dalam
orbital-orbital suatu subkulit cenderung untuk tidak berpasangan. Dengan kata lain setiap orbital di
subtingkat diisi elektron tunggal sebelum orbital diisi pasangan elektron. Semua elektron tunggal yang
mengisi orbital akan mempunyai spin yang sama. Ketika menetapkan elektron dalam orbital, setiap
elektron pertama akan mengisi semua orbital dengan energi yang sama (juga disebut sebagai degenerat)
sebelum berpasangan dengan elektron lain dalam orbital setengah penuh. Atom pada keadaan dasar
(ground state) cenderung memiliki banyak elektron yang tidak berpasangan.
Suatu orbital digambarkan dalam bentuk kotak, sedangkan elektron yang menghuni orbital digambarkan
dengan dua anak panah yang berlawanan arah. Jika orbital hanya mengandung satu elektron, maka anak
panah yang ditulis mengarah ke atas.

Kaidah Hund

Larangan Pauli

Aturan ini dikemukakan oleh Wolfgang Pauli pada tahun 1926. Yang menyatakan Tidak boleh
terdapat dua elektron dalam satu atom dengan empat bilangan kuantum yang sama.
Larangan Pauli menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dapat memiliki empat bilangan kuantum yang
sama. Dalam satu orbital maksimal dua elektron dapat ditemukan dan dua elektron harus memiliki spin
yang berlawanan. Itu berarti satu elektron mempunyai spin ke atas (+) dan yang lain akan mempunyai
spin ke bawah (-).

Larangan Pauli

Tiga bilangan kuantum pertama adalah n=1, l=0, m=0. Hanya dua elektron yang sesuai, yang akan berupa
s=- atau s =+.
Penyederhanaan penulisan Konfigurasi Elektron
Penulisan konfigurasi elektron dapat disederhanakan dengan cara mengganti beberapa subkulit dengan
atom-atom gas mulia(golongan VIIIA)
Golongan VIIIA
He 1s2
Ne 1s2 2s2 2p6
Ar 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
dst.

Contoh :
Na, e =11 1s2 2s2 2p2 3s1 menjadi [Ne] 3s1

N, e =7 1s2 2s2 2p3 menjadi [He] 2s2 2p3

2. Golongan dan Periode


Sistem Periodik Unsur (SPU) disusun memiliki makna untuk memudahkan mempelajari atau
mengetahui sifat-sifat (karakteristik) secara umum dari sebuah unsur. Dengan mengetahui letaknya di
SPU kita mengetahui sifat dan dengan mudah meramalkan bagaimana reaksi kimia bahkan energy
ionisasi dari sebuah unsur secara kasar. Untuk mengetahui tepat letak dari sebuah unsur, kita harus
mengetahui dimana golongan dan periode dari sebuah unsur.
Golongan merupakan pengelompokan unsur berdasarkan electron valensi dalam konfigurasi. Hal
ini ditandai dengan kolom vertical dari atas ke bawah yang diberikan nama dengan angka romawi (I
VIII) yang kemudian diikuti dengan grup A (utama) ataupun B (transisi), inilah aturan yang diadopsi dari
Amerika dan kebanyakan dipakai di Indonesia. Sedangkan dari Eropa digunakan angka dari kiri ke kanan
semakin besar yaitu golongan 1 s.d. 18. Selain persamaan electron valensi, ternyata unsur-unsur dalam
satu golongan juga memiliki persamaan sifat fisika dan kimia. Hal ini akan dibahas dalam bab tersendiri.
Periode adalah kolom horizontal atau (mendatar) dari kiri ke kanan yang menandai persamaan
jumlah kulit . Dan dari kiri ke kanan memiliki kecenderungan kenaikan nomor atom.
Penentuan Golongan dan Periode Unsur Golongan Utama (Golongan A) dan Transisi (Golongan B)
Penentuan golongan pada unsur-unsur A lebih mudah dari pada unsur golongan B. Penentuannya dapat
dilakukan dengan konfigurasi Lewis (sederhana) ataupun dengan konfigurasi Auf Baw.
1.
Dengan Aturan Lewis
Dengan aturan ini, golongan langsung dapat ditentukan dengan melihat electron valensi dan
menambahkan A dibelakang.
Misalkan : 11Na = 2, 8, 1.
Elektron valensi untuk Na adalah 1 dan golonganya adalah I A, Sedangkan untuk periode tinggal di lihat
saja berapa jumlah kulit yang dimiliki oleh Na
Dari konfigurasi 11Na =

Kulit 1
2

Kulit 2
8

Kulit 3
1

Karena Na memiliki jumlah kulit sebanyak 3 kulit, maka bisa dipastikan Na berada dalam periode 3.
Maka Na dalam tabel SPU terletak dalam Golongan I A dan periode 3.
Contoh lain :
Dari konfigurasi 17Cl = 2, 8, 7. Elektron valensi Cl adalah 7, maka golongan Cl adalah VII A Sedangkan
jumlah kulit Cl ada sebanyak 3 kulit, maka Cl terletak dalam periode 3. Aturan Lewis memiliki
keterbatasan. Aturan ini hanya berlaku untuk golongan A saja, sedangkan untuk golongan transisi atau
deret Lantanida dan Actinida sangatlah tidak representative. Maka untuk tingkat lanjut, diharapkan
memakai aturan Aufbaw.
2.
Dengan Prinsip AufBaw
Prinsip Aufbaw ini memiliki keunggulan dari metode Lewis untuk menetukan golongan dan periode
dalam SPU. Karena system Aufbaw mampu menjangkau semua golongan dan periode bahkan termasuk
deret Lantanida dan Aktinida. Jadi sangat disarankan menggunakan prinsip ini dalam konfigurasi.

a.

Jika konfigurasi berakhir di sub kulit s atau p maka unsur tersebut masuk dalam golongan
A, dan jumlah electron terakhir menyatakan nomor golongan.
Contoh 1: kita punya 20Ca :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kuli
Sub Kulit
Jumlah Elektron per
t
kulit
1
1s2
2
2
6
2
2s
2p
8
3
3s2 3p6
8
4
4s2
2
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, 3p6, 4s2
Konfigurasi elektron berakhir di 4s (sub kulit s) maka dapat dipastikan bahwa unsur Ca adalah golongan
A, kemudian golongan berapa A? bisa dilihat pada jumlah electron pada kulit terkahir. Ca jumlah elekron
terakhir adalah 2, maka Ca adalah golongan II A.
Sedangkan untuk periode, sama penentuanya dengan teknis Lewis, yaitu jumlah kulit. Maka Ca berada
pada periode 4.
Contoh 2 : Misalkan kita punya 33As, tentukan golongan dan periodenya!
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kuli
Sub Kulit
Jumlah Elektron per
t
kulit
2
1
1s
2
2
2s2 2p6
8
2
6
10
3
3s
3p
3d
18
4
4s2 4p3
5
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, 3p6, 4s2, 3d10, 4p3
Konfigurasi elektron berakhir di 4p (sub kulit p) maka dapat dipastikan bahwa unsur As adalah golongan
A, kemudian golongan berapa A? bisa dilihat pada jumlah electron pada kulit terkahir. As jumlah elekron
terakhir adalah 5, maka Ca adalah golongan V A dan periode 4.
Jika sebuah unsur berakhir di sub kulit S atau P, maka dapat diformulasikan :
Golongan = (e kulit terakhir) A

b.

Jika konfigurasi berakhir di sub kulit d maka unsur tersebut masuk dalam golongan B, dan
jumlah electron pada sub kulit ns dan (n-1)d adalah nomor golongan.
Contoh 1: kita punya 22Ti :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kuli
Sub Kulit
Jumlah Elektron per
t
kulit
2
1
1s
2
2
2s2 2p6
8
2
6
2
3
3s
3p
3d
10
4
4s2
2
2
2
6
2
6
2
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s , 2s , 2p , 3s , 3p , 4s ,3d2

Konfigurasi Ti berakhir pada sub kulit 3d (sub kulit d) maka Ti masuk dalam golongan B. Penentuan
nomor golongan adalah jumlah dari dua sub kulit terakhir yaitu jumlah electron pada 4s + 3d, maka
jumlahnya adalah 4, sehingga Ti masuk dalam golongan IV B. Mudah bukan?
Untuk periode sama, yaitu jumlah kulitnya sebanyak 4, maka Ti masuk dalam periode 4.
Contoh 2: kita punya 43Tc :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kuli
Sub Kulit
Jumlah Elektron per
t
kulit
2
1
1s
2
2
2s2 2p6
8
2
6
10
3
3s
3p
3d
18
4
4s2 4p6 4d5
13
5
5s2
2
2
2
6
2
6
2
10
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s , 2s , 2p , 3s , 3p , 4s , 3d , 4p6, 5s2, 4d5
Konfigurasi Tc berakhir pada sub kulit 4d (sub kulit d) maka Tc masuk dalam golongan B. Penentuan
nomor golongan adalah jumlah dari dua sub kulit terakhir yaitu jumlah electron pada 5s + 4d, maka
jumlahnya adalah 7, sehingga Tc masuk dalam golongan VII B.
Untuk periode sama, yaitu jumlah kulitnya sebanyak 5, maka Ti masuk dalam periode 5.
Jika sebuah unsur berakhir di sub kulit d, maka dapat diformulasikan :
Golongan = (elektron 2 sub kulit terakhir) B
Atau
Golongan = (electron nS + electron (n-1) d) B
Dimana : n = kulit terakhir.
c.

Jika konfigurasi berakhir di sub kulit f maka unsur tersebut masuk dalam golongan IIIB secara
otomatis , dan masuk dalam deret Lantanida (jika konfigurasi berhenti di 4f) atau deret
Actinida (jika konfigurasi berhenti di 5f)
(1) Deret Lantanida
Contoh : kita punya 59Pr :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kuli
t
1
2
3
4
5
6

Sub Kulit
1s2
2s2
3s2
4s2
5s2
6s2

2p6
3p6
4p6
5p6

3d10
4d10

4f3

Jumlah Elektron per


kulit
2
8
18
21
8
2

Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2,2s2,2p6,3s2,3p6,4s2,3d10,4p6,5s2,4d10,5p6,6s2,4f3


Karena Pr berakhir di sub kulit 4f maka dia masuk golongan III B dan pada deret Lantanida. Untuk
periode cara penentuannya sama, yaitu jumlah kulit, maka Pr masuk dalam periode 6.
Catatan : ada beberapa pengecualian dalam deret Lantanida, seperti yang telah dibahas dalam bab
sebelumnya, yaitu pada atom Gd. Pada konfigurasi ini, terjadi perpindahan electron dari orbital 4f ke 5d
dikarenakan adanya tumpang tindih orbital yang sangat berdekatan (berdasarkan percobaan yang
dilakukan C,.E. Moore, NSRDS-NBS 34, National Bureu of Standars, Washington DC 1970).
(2) Deret Actinida
Contoh : kita punya 90Th :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kuli
t
1
1s2
2
2s2
3
3s2
4
4s2
5
5s2
6
6s2
7
7s2

Sub Kulit

2p6
3p6
4p6
5p6
6p6

3d10
4d10
5d10

4f14
5f2

Jumlah Elektron per


kulit
2
8
18
21
8
2

Atau bisa juga dengan teknik mendatar


1s2,2s2,2p6,3s2,3p6,4s2,3d10,4p6,5s2,4d10,5p6,6s2,4f14,5d10,6p6,7s2,5f2
Karena Th berakhir di sub kulit 5f maka dia masuk golongan III B dan pada deret Aktanida. Untuk
periode cara penentuannya sama, yaitu jumlah kulit, maka Th masuk dalam periode 7.
Catatan : ada beberapa pengecualian dalam deret Lantanida, seperti yang telah dibahas dalam bab
sebelumnya, yaitu pada atom U, Pa, Np dan Cm. Pada konfigurasi ini, terjadi perpindahan electron dari
orbital 5f ke 6d dikarenakan adanya tumpang tindih orbital yang sangat berdekatan (berdasarkan
percobaan yang dilakukan C,.E. Moore, NSRDS-NBS 34, National Bureu of Standars, Washington DC
1970).

3. Bentuk molekul VESPR dan Hibridisasi


1. Teori Tolakan Pasangan Elektron (VESPR)
Konsep yang dapat menjelaskan bentuk geometri (struktur ruang) molekul dengan pendekatan yang tepat
adalah Teori Tolakan Pasangan Elektron Valensi (Valence Shell Electron Pair Repulsion = VSEPR). Teori
ini disebut juga sebagai Teori Domain Elektron. Teori Domain dapat menjelaskan ikatan antar atom dari
PEB dan PEI yang kemudian dapat mempengaruhi bentuk molekul. Dalam teori ini dinyatakan bahwa
"pasangan elektron terikat dan pasangan elektron bebas, yang secara kovalen digunakan bersama-sama di
antara atom akan saling menolak, sehingga pasangan itu akan menempatkan diri sejauh-jauhnya untuk
meminimalkan tolakan". Teori VSEPR pertama kali dikembangkan oleh ahli kimia dari Kanada, R.J.
Gillespie (1957). Bentuk molekul dan strukturnya dapat diramalkan dengan tepat melalui Struktur Lewis.
Struktur ini dapat menggambarkan bagaimana elektron tersusun pada suatu atom yang berikatan. Sebagat

contoh adalah ikatan kovalen pada molekul HC1 (Gambar 1). Struktur Lewis juga dapat menggambarkan
jumlah pasangan elektron bebas dan jumlah pas-angan elektron ikatan yang berada di sekitar atom pusat.

Gambar 1. PEI dan PEB pada ikatan kovalen molekul HCl.


Teori VSEPR tidak menggunakan orbital atom dalam meramalkan bentuk molekul, tetapi menggunakan
titik elektron suatu atom. Jika suatu atom bereaksi, maka elektron pada kulit terluar (elektron valensi)
akan bcrhubungan langsung terlebih dahulu. Elektron valensi akan menentu-kan bagaimana suatu ikatan
dapat terjadi.
Teori VSEPR menjelaskan terjadinya gaya tolak-menolak antara pasangan-pasangan elektron pada kulit
terluar atom pusat.
Masih ingatkah kalian dcngan jumlah elektron yang mcncmpati suatu orbital? Apakah yang dimaksud
dengan rumus duplet dan rumus oktet?
Pada setiap orbital terdapat sejumlah elektron. Ikatan antar atom terjadi karena kecenderungan atom
untuk memenuhi rumus duplet dan rumus oktet. Duplet berarti mcmiliki 2 elektron, scdangkan oktrt
menandakan suatu atom memiliki 8 elektron. Bagaimana cara meramalkan bentuk molekul dengan titik
elektron? Pengaturan pasangan elektron di sekitar atom sedemikian rupa sehingga tolakan di antara
pasangan elektron itu minimum. Tolakan minimum tcrjadi bila elektron terletak pada bagian yang saling
bcrlawanan terhadap inti. Perhatikan molekul BeC12 pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk molekul BeC12 berupa linear.


Terdapat

elektron

yang

terletak

berlawanan

pada

orbital

berupa

balon

terpilin.

Molekul BeC12 berbentuk linear dengan sudut 1800. Bagaimana dengan bentuk molekul lain,
semisal SO2 dan BC13? Perhatikan Gambar 3. dan 4.

Gambar 3. Bentuk molekul SO2 berupa V.


lkatan kovalen adalah ikatan yang terjadi karena pemilikan bersama pasangan elektron berikatan yang
merupakan sum-bangan dari kedua atom atau salah satunya.

Gambar 4. Bentuk molekul BC13 berupa segitiga datar.


Teori VSEPR berhasil menjelaskan bentuk molekul. Ketepatan daya prediksi teori VSEPR relatif sangat
tinggi, khususnya untuk molekul-molekul yang pusatnya atom non-logam. Mengapa struktur SO2 berbeda
dengan struktur BeC12? Mengapa pula berbeda dengan struktur BC13. Penjelasan berikut akan
memberikan jawabannya. Tolakan minimum didapat dengan meletakkan elektron pada bagian yang
berlawanan. Tolakan minimum pada mulekul BC13 dengan atom B sebagai atom pusat didapat dengan
bentuk segitiga. Adapun pada molekul SO2 terdapat 3 kelompok elektron, yang salah satunya adalah PEB
dari atom S. Adanya elektron bebas ini akan mendesak atau mendorong elekron ikatan untuk saling
berdesakan, sehingga bentuk molekul menjadi bentuk V. Urutan tolak-menolak antara pasangan elektron
pada atom pusat dapat diurutkan sebagai: PEB-PEB > PEI-PEB > PEI-PEI. PEB mempunyai gaya tolakmenolak sejauh mungkin sehingga tolakannya minimum. Perbedaan kekuatan tolakan PEB dan PEI
menyebabkan penyimpangan dalam susunan ruang elektron dari bentuk molekul yang seharusnya.
Apabila pada molekul BC12 atom pusat B dinotasikan dengan M, sedangkan ikatan dengan Cl yang
terjadi dengan 2 pasang elektron ikatan dinotasikan dengan X2, maka molekul BC12 dan molekul sejenis
dinotasikan dengan MX2. SO2 dinotasikan dengan MX2E, dengan E menunjukkan jumlah pasangan pa
sangan elektron bebas. Notasi semacam ini disebut sebagai notasi VSEPR. Perhatikan notasi VSEPR dan
bentuk molekul beberapa senyawa pada Tabel 1. Tabel 1. Notasi VSEPR Molekul
Contoh
Jumlah

Jumlah

Jumlah

Notasi

Domain

PEI

PEB

VSEPR

AX2

BeCl2

AX3

BCl3

AX2E

SO2

AX4

CH4

Molekul

AX3E

NH3

AX2E3

H 2O

AX5

PCl5

AX4E

TeCl4

AX3E2

ClF3

AX2E3

XeF2

AX6

SF6

AX5E

IF5

AX4E2

XeF4

Tabel 2. Bentuk Molekul

Contoh
Molekul

BeCl2

Bentuk Molekul

BCl3

SO2

CH4

NH3

H2O

PCl5

TeCl4

ClF3

XeF2

SF6

IF5

XeF4

Penentuan bentuk molekul dari beberapa molekul dapat lebih jelas jika kalian perhatikan contoh soal
berikut. Contoh Soal : Tentukan PEB, PEI, serta notasi VSEPR dan bentuk molekul dari:
a. CH4
b. NH3

Jawaban :
a. CH4
Atom pusat C memiliki nomor atom 6, dengan konfigurasi elektron: 1s2, 2s2, 2p2, sehingga mempunyai 4
elektron valensi. Atom C mengikat 4 atom H yang masing-masing memiliki 1 elektron tunggal, sehingga:
Jumlah atom

C = 4 x 1 = 4 elektron
H = 4 x 1 = 4 elektron
8 elektron

Dari 8 elektron (4 pasang elektron) tersebut, keempatnya merupakan PEI (Pasangan Elektron Ikatan)
dengan 1 elekton atom C berikatan dengan 1 elektron atom H. Berdasarkan data pada Tabel 1, kita dapat
menyimpulkan bahwa molekul CH4 dengan notasi VSEPR AX4, memiliki bentuk molekul tetrahedron
(tetrahedral).

Gambar 5. Bentuk molekul CH4.


b. NH3

Atom pusat N memiliki nomor atom 7, dengan konfigurasi elektron: 1s2, 2s2, 2p3, sehingga memiliki 5
elektron valensi. Atom C mengikat 3 atom H yang masing-masing memiliki 1 elektron tunggal, sehingga:
Jumlah atom

N = 5 x 1 = 4 elektron
H = 3 x 1 = 4 elektron
8 elektron

Dari 8 elektron (4 pasang elektron) tersebut, 3 pasang merupakan PEI (3 elekton atom N berikatan dengan
3 elektron atom H), dan sepasang elektron merupakan PEB (Pasangan Elektron Bebas). Berdasarkan data
pada Tabel 1, kita dapat menyimpulkan bahwa molekul NH3 dengan notasi VSEPR AX3E memiliki
bentuk molekul piramida trigonal.
Cara Menentukan Bentuk Molekul Berdasarkan Teori VSEPR
1. Tentukan atom pusatnya.
2. Cari tahu nomor atomnya dan buat konfigurasi elektronnya.
3. Tentukan jumlah elektron valensinya.
4. Tentukan jumlah domain elektron dari atom lain yang berikatan (ligan).
5. Jumlahkan elektron dari semua atom.
6. Bagilah dua untuk mendapatkan jumlah pasangan elektron.
7. Tentukan PEI berdasarkan jumlah atom yang terikat pada atom pusat, sisanya merupakan PEB.
8. Tentukan notasi VSEPR dan bentuk molekul berdasarkan jumlah PEB dan PEI (lihat tabel 1.
sebagai acuan).
2. Bentuk Molekul Berdasarkan Teori Hibridisasi
Orbital hibrida adalah orbital yang terbentuk sebagai hasil penggabungan (hibridisasi) 2 atau lebih orbital
atom. Sebagai contoh, sebuah atom C yang pada kulit valensinya memiliki 3 orbital, yaitu 2s2, 2px1,
2pyl, dan sebuah orbital kosong, 2pz. Keempat orbital ini dapat berhibridisasi membentuk empat orbital

hibrida sp3. Masing-masing orbital hibrid dari atom C inilah yang digunakan untuk berikatan dengan 4
orbital s dari 4 atom H membentuk sebuah molekul CH4 Keempat ikatan ini saling mem-bentuk sudut
tetrahedron. Lebih jelasnya, lihatlah Gambar 6.

Gambar 6. Bentuk molekul CH4 berdasarkan teori hibridisasi.


Dalam molekul C2H4, 1 orbital s dan 2 orbital p dalam scbuah atom C dapat membentuk 2 orbital
hibrida sp2 dengan sudut 120, sedangkan dalam molekul C2H2, 1 orbital s dan 2 orbital p dapat
membentuk 1 orbital hibrid sp (linear). Perhatikan contoh molekul NH3 pada Gambar 7.

Gambar 7. Molekul NH3.


Bila bentuk molekul didasarkan pada tolakan pasangan elektron, NH3 dengan notasi VSEPR
AX3 memiliki bentuk molekul piramida trigonal. Bagaimana bentuk molekulnya berdasarkan hibridisasi
orbital? Atom N memiliki nomor atom 7 dan konfigurasi elektronnya 1s2, 2s2, 2px1, 2py1, dan 2pz1. Karena
memiliki 3 atom tunggal pada orbital 2p, maka atom N dapat membentuk 3 ikatan kovalen dengan atom
H secara ekuivalen, sehingga sudut N-H-N sebesar 107 C. Mengingat sudut ikatan mendekati sudut
tetrahedron (sp3), maka untuk menambahkan 1 orbital lagi dipakai orbital 2s2. Akhirnya, atom N

menggunakan 4 orbital atom untuk berikatan, 1 orbital dengan elektron berpasangan dan 3 orbital lain
dengan elektron tunggal. Perhatikan Gambar 8. agar lebih jelas.

Gambar 8. Bentuk molekul berdasarkan hibridisasi dari NH3.

Jumlah domain (pasangan elektron) dalam suatu molekul baik domain elektron bebas maupun domain
domain elektron ikatan, dapat dinyatakan dengan cara berikut ini:

Atom pusat dinyatakan dengan lambang A

Domain elektron ikatan dinyatakan dengan X

Domain elektron bebas dinyatakan dengan E

Contoh: Molekul yang terdiri atas 4 domain elektron ikatan dan 0 domain elektron bebas (seperti molekul
CCl4) dirumuskan sebagai AX4

Tipe molekul dapat ditentukan dengan langkah-langkah berikut:


1. Tentukan jumlah elektron valensi atom pusat (EV)
2. Tentukan jumlah domain elektron ikatan (X)
3. Tentukan jumlah elektron bebas (E)
E = (EV-X)/2
Berbagai kemungkinan bentuk molekul yang atom pusatnya 4,5 atau 6 pasangan elektron

Jumlah Pasangan
Elektron Ikatan
4
3
2
5
4
3
2
6
5
4

Jumlah Pasangan
Elektron Bebas
0
1
2
0
1
2
3
0
1
2

Rumus

Bentuk Molekul

Contoh

AX4
AX3E
AX2E2
AX5
AX4E
AX3E2
AX2E3
AX6
AX5E
AX4E2

Tetrahedron
Piramida trigonal
Planar bentuk V
Bipiramida trigonal
Bidang empat
Planar bentuk T
Linear
Oktahedron
Piramida sisiempat
Segiempat planar

CH4
NH3
H2O
PCl5
SF4
IF3
XeF2
SF6
IF5
XeF4

Contoh :
1. Bentuk molekul CCl4

Konfigurasi elektron

6C = 2 4
17Cl = 2 8 7

Elektron Valensi

C = 4 dan Cl = 7

Jumlah elektron valensi

(1 x 4) + (4 x 7) = 32 buah

Jumlah Pasangan Elektron Valensi (PEV) = 32 = 16 pasang

Pasangan Elektron Berikatan (PEI)

PEI= 4 pasang

Pasangan Elektron Bebas (PEB)

PEB= 16 4 = 12 pasang
Disebarkan sekitar atom pusat secara merata sehingga memenuhi kaidah oktet, jika masih ada sisa
letakkan pada atom pusat

Struktur Lewis :

Atom C sebagai atom pusat, atom Cl yang mengelilingi atom C

Perhatikan pasangan elektron pada atom pusat

Pasangan elektron atom pusat = 4


Pasangan elektron atom berikatan = 4
Pasangan elektron atom bebas = 0
Sehingga susunan ruang elektronnya :Tetrahedron.

Bentuk molekulnya : Tetrahedral

4. Gaya Molekul
Gaya antar molekul adalah gaya tarik-menarik antar molekul yang saling berdekatan. Gaya antar
molekul berbeda dengan ikatan kimia. Ikatan kimia, seperti ikatan ionik, kovalen, dan logam, semuanya
adalah ikatan antar atom dalam membentuk molekul. Sedangkan gaya antar molekul adalah gaya
tarik antar molekul. Kita akan mempelajari tiga macam gaya antar molekul, yaitu:

Gaya Van der Waals


Ikatan Hidrogen
Gaya London

Agar dapat memahami gaya antar molekul dengan baik. kita harus memahami terlebih dahulu
tentang apa yang dimaksud dengan dipol dalam suatu molekul.
Dipol
Dipol adalah singkatan dari di polar, yang artinya dua kutub. Senyawa yang memiliki dipol adalah
senyawa yang memiliki kutub positif (+) di satu sisi, dan kutub negatif (-) di sisi yang lain. Senyawa
yang memiliki dipol biasa disebut sebagai senyawa polar. Senyawa polar terbentuk melalui ikatan
kovalen polar. Perlu diperhatikan bahwa dipol berbeda dengan ion. Kekuatan listrik yang dimiliki dipol
lebih lemah dibanding kekuatan listrik ion. Kita pasti ingat, bahwa ion terdapat pada senyawa ionik,
dimana molekul terbagi menjadi dua , yaitu ion positif/kation (+) dan ion negatif/anion (-).
Untuk memahami perbedaan antara ion dan dipol, mari kita perhatikan gambar berikut:

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada senyawa ion, molekul terbagi (bisa juga dikatakan terbelah)
menjadi dua bagian. Jadi ion positif dan ion negatif sebenarnya terpisah. Mereka bersatu hanya karena
adanya gaya tarik-menarik antar ion positif dan negatif (gaya coulomb).
Pada senyawa polar, tidak terjadi pemisahan. Molekul merupakan satu kesatuan. Hanya saja pada satu
sisi/tepi terdapat kutub positif ( +) dan di sisi/tepi yang lain terdapat kutub negatif (-). Untuk senyawa
non polar, sama sekali tidak ada muatan listrik yang terkandung.
Gaya Van Der Waals

Gaya Van Der Waals terjadi akibat interaksi antara molekul-molekul non polar (Gaya London), antara
molekul-molekul polar (Gaya dipole-dipol) atau antara molekul non polar dengan molekul polar (Gaya
dipole-dipol terinduksi). Ikatan Van Der Waals terdapat antar molekul zat cair atau padat dan sangat
lemah.

Gaya Van Der Waals dahulu dipakai untuk menunjukkan semua jenis gaya tarik-menarik antar molekul.
Namun kini merujuk pada pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul yang terlemah menjadi
dipole seketika. Pada saat tertentu, moleku-molekul dapat berada dalam fase dipole seketika ketika salah
satu muatan negative berada di sisi tertentu. Dalam keadaan dipol ini, molekul dapat menarik atau
menolak electron lain dan menyebabkan atom lain menjadi dipole. Gaya tarik menarik yang muncul
sesaat ini merupakan gaya Van Der Waals.

Gaya van der Waals termasuk gaya tarik menarik dan tolak menolak antara atom, molekul, dan
permukaan serta antar molekul lainnya. Yang menyebabkan berbeda adalah ikatan kovalen dan ionik yang
disebabkan oleh korelasi dalam polarisasi fluktuasi partikel terdekat.

Gaya van der Waals relatif lebih lemah dibandingkan ikatan kovalen. Namun demikian tetap memiliki
peranan yang besar dalam kimia supramolekul, biologi struktural, polimer, nanoteknologi, kimia
permukaan, dan fisika bahan padat. Gaya van der Waals juga mempunyai pengaruh terhadap senyawa
organik, termasuk kelarutan pada media polar dan non polar.
Gaya intermolekuler mempunyai empat peranan besar:
1. Komponen repulsif yang dihasilkan dari prinsip pengecualian Pauli yang mencegah runtuhnya
molekul.
2. Gaya elektrostatik tarik menarik dan tolak menolak antara gaya permanen (dalam hal ion
molekuler), dipol (dalam hal molekul tanpa titik inversi), quadrupol, dan umumnya antara
moltipolar permanen. Interaksi elektrostatik sering disebut sebagai interaksi Keesom.
3. Induksi (yang disebut sebagai polarisasi), yang mana merupakan interaksi antara multipolar pada
satu molekul dengan multipolar induksi lainnya, Interaksi ini seringkali disebut gaya Debye.
4. Dispersi (sering dinamai gaya Fritz), yang mana interaksi tarik menarik anatara molekul
berpasangan, termasuk atom non-polar, yang muncul dari interaksi multipolar sementara.

Seluruh gaya intermolekuler / van der Waals bersifat anisotropik, yang artinya tergantung ada orientasi
relatif molekul, kecuali pada dua gas mulia.

Karena gaya ini sangat lemah maka zat yang mempunyai ikatan van der waals akan mempunyai titik
didih yang sangat rendah. Meskipun demikian gaya van der waals bersifat permanen dan lebih kuat dari
gaya london. Contoh gaya van der waals terdapat pada senyawa hidrokarbon. Misalnya pada senyawa
CH4. Perbedaan keelektronegatifan C (2,5) dengan H (2,1) sangat kecil, yaitu sebesar 0,4.

Senyawa-senyawa yang mempunyai ikatan van der waals akan mempunyai titik didih sangat rendah,
tetapi dengan bertambahnya Mr Ikatan akan makin kuat sehingga titik didih lebih tinggi. Contohnya, titik
didih C4H10>C3H8>C2H6>CH4. Contoh lainnya terdapat pada Br2 dan I2. Br2 berwujud cair tetapi
mudah menguap dan I2 berwujud gas tetapi mudah menyublim. Hal ini disebabkan karena ikatan antara
molekul Br2 dan I2 adalah ikatan van der waals.
Ikatan Hidrogen

Dalam kimia, ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antarmolekul yang terjadi antara dua muatan
listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan. Walaupun lebih kuat dari kebanyakan gaya
antarmolekul, ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari ikatan kovalen dan ikatan ion. Dalam makromolekul
seperti protein dan asam nukleat, ikatan ini dapat terjadi antara dua bagian dari molekul yang sama. dan
berperan sebagai penentu bentuk molekul keseluruhan yang penting.
Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah molekul memiliki atom N, O, atau F yang mempunyai pasangan
elektron bebas (lone pair electron). Hidrogen dari molekul lain akan berinteraksi dengan pasangan
elektron bebas ini membentuk suatu ikatan hidrogen dengan besar ikatan bervariasi mulai dari yang
lemah (1-2 kJ mol-1) hingga tinggi (>155 kJ mol-1).
Kekuatan ikatan hidrogen ini dipengaruhi oleh perbedaan elektronegativitas antara atom-atom dalam
molekul tersebut. Semakin besar perbedaannya, semakin besar ikatan hidrogen yang terbentuk.
Ikatan hidrogen mempengaruhi titik didih suatu senyawa. Semakin besar ikatan hidrogennya, semakin
tinggi titik didihnya. Namun, khusus pada air (H 2O), terjadi dua ikatan hidrogen pada tiap molekulnya.
Akibatnya jumlah total ikatan hidrogennya lebih besar daripada asam florida (HF) yang seharusnya
memiliki ikatan hidrogen terbesar (karena paling tinggi perbedaan elektronegativitasnya) sehingga titik
didih air lebih tinggi daripada asam florida.

Gaya London (Gaya Dispersi)

Frits London (1930), fisikawan Jerman, menerangkan terjadnya gaya tarik menarik antarmolekul
yang bersifat nonpolar. Suatu molekul nonpolar, seperti gas H 2, N2, O2, CO2 dan CH4 yang tidak memiliki
ujung-ujung kutub listrik, tetapi dapat saling tarik menarik sehingga gas-gas tersebut dapat dicairkan dan
dipadatkan pada keadaan suhu dan tekanan yang tepat. Gaya yang bekerja pada molekul nonpolar itu
disebut gaya london atau gaya dispersi.
Frist London menjelaskan bahwa pada suatu saat elektron-elektron yang senantiasa bergerak dan
bergeser dalm sebuah molekul akan menimbulkan dipol sesaat (ujung-ujung listrik yang terjadi sesaat).
Dipol sesaat tersebut akan mengimbas atau menginduksi molekul sebelahnya sehingga terjadi dipol
terinduksi atu imbasan dipol sesaat dan dipol imbasan tersebut menimbulkan tarik menarik yang
menghasilkan gaya london.
Titik didih gas-gas mulia semakin bertambah besar dari atas ke bawah dalam satu golongan sesuai
dengan bertambahnya massa atom relatifnya.
Gaya London termasuk gaya antarmolekul yang relatif lemah. Pada umumnya, molekul-molekul
kecil berwujud gas pada suhu kamar, seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, metana, dan karbon dioksida.
Dalam-suatu kumpulan atom atau molekul pergerakan elektron pada partikel-partikel tak begitu bebas.
Ketika ujung negatif dari dipol sesaat dimulai terbentuk maka ini akan mengusir elektron disekitar
partikel seperti terlihat pada (Gambar 12.4).
Sesuatu yang penting mengenai Gaya London adalah cara bagaimana ini berputar dan berhenti secara
cepat. Dipol sesaat yang menyebabkan adanya gaya tarik sementara kemudian hilang ketika elektron
melanjutkan pedalanannya. Pergerakan yang sebentar ada, kemudian

Gamber 12.4. Gaya Umdon. Ketika dipol sesaat terbeniuk pada atom A ini, akan menginduksi suatu
dipol pads atom B.

Pemandangan saat bagaimana kepadatan elektron berubah-ubah dalam dua atom tetangga,
memberikan gays tarik pada antara dipol sesaat.

hilang dari dipol digambarkan dalam (Gambar 12.5) dan karena keberadaannya yang sebentar ini, pada
umumnya Gaya London ini agak lemah. Walaupun demikian gaya ini tetap ada pada semua partikel
baik pada ion-ion maupun pada molekul-molekul polar atau tidak. Peranannya sangat kecil pada gaya
tarik antara ion karena gaya tarik antara ion sangatlah kuat. Tetapi Gaya London memegang peranan
penting dalam gaya tarik antara molekul-molekul terutama yang nonpolar.
Kekuatan Gaya London tergantung dari beberapa faktor. Salah satu adalah bagaimana kompleksnya
molekul. Misalkan molekul-molekul hidrokarbon propana C 3 H 8 , dan heksana

C6H141

You might also like