You are on page 1of 32

MINI PROJECT

PROGRAM PENYULUHAN DIARE DAN CARA


PENCEGAHANNYA DI PUSKESMAS PATALLASSANG
KABUPATEN TAKALAR

Disusun oleh:
dr. Januar Rizky Adriani

Pembimbing:
dr. Ismail
Puskesmas Patallassang
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan
Program Dokter Internship Periode Desember 2013 - Maret 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), di mana kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain
memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali
per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan
darah.1,2 Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun
non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi.
Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit.3
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan,
tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare
masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita
yang banyak dalam waktu yang singkat.4,5 Di negara maju diperkirakan
insiden sekitar 0,5-2 episode per orang per tahun sedangkan di negara
berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap
tahunnya.5 WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut
setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.5
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian
sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare
infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya
mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.6
Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga
saat ini masih tinggi. Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan
Widaya mengatakan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada
balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di
16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya.
Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya
menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat.
Untuk Puskesmas Patallassang, penyakit diare masih menjadi
masalah utama. Hal ini terlihat dari laporan setiap tahunnya yang
menyebutkan bahwa diare masih termasuk 10 penyakit terbanyak yang
ditemukan di Puskesmas . Pada tahun 2013, diare masih termasuk 10
penyakit menular terbanyak di Puskesmas Patallassang. Besarnya
prevalensi diare di Puskesmas Patallassang ini mendesak kita untuk segera
menentukan program dalam rangka menurunkan angka kejadian diare
sehingga dapat menekan beban terhadap kesejahteraan masyarakat.
1.2 Deskripsi Masalah
Masalah utama yang ditemukan di Puskesmas Patallassang yaitu
masih tingginya angka kejadian diare. Menurut teori Blomm, terdapat
empat faktor yang mempengaruhi kejadian suatu penyakit dalam
masyarakat, yaitu perilaku, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan.
Dalam kejadian diare, faktor-faktor tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut: faktor perilaku yaitu perilaku cuci tangan yang tidak
bersih, kebiasaan membuang sampah sembarangan, persiapan makanan
yang kurang higienis, dan penyimpanan makanan yang tidak higienis telah
mempertahankan angka kejadian diare di sebagian besar wilayah; faktor
lingkungan antara lain kebersihan air yang mengkhawatirkan karena
pencemaran oleh limbah dan sampah, pencemaran ini meningkatkan
kemungkinan infeksi dan diare pada masyarakat; faktor biologis yaitu
infeksi oleh virus, bakteri, dan parasit, serta kekurangan nutrisi berperan
penting dalam seluruh kasus diare; dan faktor layanan kesehatan yaitu
kesalahan diagnosis karena kurangnya pengetahuan untuk membedakan

berbagai penyebab diare, posyandu yang tidak aktif di masyarakat, dan


kader yang kurang berwawasan menyebabkan penanganan diare
terhambat.
1.3 Tujuan
Untuk mengurangi angka kejadian diare di masyarakat dalam
wilayah kerja Puskesmas Patallassang.
Tujuan khusus
1. Untuk mengurangi angka kejadian diare melalui program komunikasi yang
dapat mengintervensi faktor perilaku
2. Untuk mengurangi angka kejadian diare melalui program komunikasi yang
dapat mengintervensi faktor biologis
3. Untuk mengurangi angka kejadian diare melalui program komunikasi yang
dapat mengintervensi faktor lingkungan
4. Untuk mengurangi angka kejadian diare melalui program komunikasi yang
dapat mengintervensi faktor pelayanan kesehatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali
atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari (Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare tahun 2007).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak
dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus
menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah
yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 1530 hari dan berlangsung terus menerus.
2.2. Etiologi
Ditinjau dari teori Blum, penyebab diare dibedakan menjadi empat
faktor, yaitu: faktor biologi, faktor pelayanan kesehatan, faktor lingkungan
dan faktor perilaku.
2.2.1 Faktor Biologi
Kuman penyebab diare, antara lain:
1.

Virus : Rotavirus, Virus Norwalk, Norwalk like virus, Astrovirus, Calcivirus,


dan Adenovirus.

2.

Bakteri : Escherichia coli (EPEC, ETEC, EHEC, EIEC), Salmonella,


Shigella, Vibrio cholera 01, Clostridium difficile, Aeromonas hydrophilia,
Plesiomonas shigelloides, Yersinia enterocolitis, Campilobacter jejuni,
Staphilococcus aureus, dan Clostridium botulinum.
5

3.

Parasit : Entamoeba histolytica, Dientamoeba

fragilis, Giardia lamblia,

Cryptosporidium parvum, Cyclospora sp, Isospora belli, Blastocystis


hominis, dan Enterobius vermicularis.
4.

Cacing : Strongiloides stercoralis, Capillaria philippinensis, Trichinella


spiralis.

5.

Jamur : Candidiasis, Zygomycosis, dan Coccidioidomycosis


Kemudian ada pula infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di

luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,


bronkopneumonia, ensefalitis dsb.
Adapun faktor malnutrisi antara lain: malabsorbsi karbohidrat disakarida
(pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa),
malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi protein. Faktor makanan yaitu makanan basi,
makanan beracun, alergi makanan. Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas,
walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Secara umum, port dentre kuman dapat berupa fecal oral. Semua
transmisi ini berhubungan dengan rute gastrointestinal. Hal ini dapat terjadi
karena tertelan makanan, terminum makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi feses yang mengandung bakteri. Invasi pada usus halus dapat
terjadi karena lemahnya pertahanan tubuh pada saluran gastrointestinal tersebut.
Hampir semua kuman masuk melalui jalur ini. Diantaranya adalah:
a.

Bakteri: tertelan/terminum makanan yang terkontaminasi bakteri.


i.

Tertelan makanan yang mengandung toksin. Toksin dapat


berasal dari Staphylococcus aureus, Vibrio spp., dan Clostridium
perfrigens. Tertelan ekostoksin (jenis neurotoksin) Clostridium botulinum.

ii. Tertelan

organisme

yang

mensekresikan

toksin.

Organisme

ini

berproliferasi pada lumen usus dan melepaskan enterotoksin.


iii. Tertelan

organisme

yang

bersifat

enteroinvasif.

Organisme

ini

berproliferasi, menyerang dan menghancurkan sel epitel mukosa usus.


Misalnya, Escherichia coli, Salmonella spp., Bacillus cereus, Clostridium
spp,

Vibrio

cholerae,

Campylobacter,

Yersinia

enterocolitica,

Staphylococcus aureus.

b. Virus: tertelan melalui makanan. Misalnya, Echovirus, Rotavirus, Norwalk


virus.
c.

Protozoa:

kista

matang

yang

tertelan/terminum.

Misalnya,

Entamoeba histolytica, Balantidium coli, Giardia lamblia, Cryptosporodium


parvum.
d.

Jamur: flora normal pada esofagus, akan menginvasi usus pada


pasien yang immunocompromised. Misalnya, Candida albicans.

e. Cacing:

tertelan

telur

matang/larva

yang

mengkontaminasi

makanan/minuman. Misalnya, Ascaris lumbricoides, Strongyloides stercoralis,


Trichuris trichiura.
2.2.2 Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang memicu kepada terjadinya diare adalah:
a. Diagnosis salah
Seringkali terjadi di tingkat puskesmas adalah perawat atau paramedis
yang memeriksa pasien tidak dapat menegakkan diagnosis dengan benar.
Banyak perawat dan paramedis kurang peka dengan dasar MTBS yang
telah diterapkan dan sering memandang enteng dengan penyakit diare yang
sebenarnya mungkin bisa menyebabkan kematian. Kadang terdapat
kejadian perawat atau paramedis gagal untuk mengenal pasti tingkat
keparahan diare dan tanda-tanda bahaya pada pasien diare. Salah satu
penyebab kematian diare paling sering adalah gagalnya terapi pengobatan
oral. Namun, perawat atau paramedis sering gagal untuk mengetahui gejala
ini sehingga pasien terlambat diberikan terapi dan berujung kepada
kematian.
b. Posyandu tidak berjalan
Posyandu adalah antara tempat terbaik untuk memberantas penyakit karena
pihak pemberi layanan kesehatan berada lebih dekat dengan masyarakat.
Namun

karena

kurangnya

minat

perawat

atau

paramedis

yang

menyertainya menyebabkan posyandu hanyalah menjadi tempat untuk ibuibu mendapatkan imunisasi untuk bayinya. Seringkali posyandu hanya

menjadi tempat berkumpul masyarakat untuk mendapatkan pengobatan


dengan biaya yang murah dimana seharusnyanya tempat tersebut
digunakan perawat atau paramedis untuk memberikan penyuluhan
mengenai penyakit-penyakit yang sering terjadi seperti diare.
c. Kader tidak berwawasan
Kader di suatu kawasan sebenarnya adalah elemen penting untuk
memastikan tingkat kesehatan masyarakat dibawah pengawasannya.
Namun seringkali kader-kader hanya memikirkan imbalan yang di dapat
dari pekerjaannya. Terdapat kader yang tidak mempunyai inisiatif sendiri
untuk melakukan program-program penyuluhan kesehatan atau malah
tidak mempunyai inisiatif untuk mengetahui cara pencegahan sesuatu
penyakit. Hasilnya, mereka hanya menunggu program-program yang
dijalankan puskesmas.
2.2.3 Faktor Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasardasar Kesehatan
Masyarakat modern yang meliputi semua aspek manusia dalam hubungannya
dengan lingkungan, yang terikat dalam bermacammacam ekosistem. Lingkungan
hidup manusia sangat erat kaitannya antara host, agent dan lingkungan untuk
timbulnya suatu masalah kesehatan seperti halnya dengan penyakit diare.
Menurut Azwar (1997) lingkungan adalah agregat dari seluruh kondisi dan
pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan perkembangan suatu
organisasi. Secara umum lingkungan ini dibedakan atas dua macam yaitu
lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik ialah lingkungan
alam yang terdapat disekitar manusia, misalnya cuaca, musim, keadaan geografis
dan struktur geologi. Sedangkan lingkungan non-fisik ialah lingkungan yang
muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, misalnya termasuk faktor
sosial budaya, norma, dan adat istiadat.
Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit
dapat bermacam-macam. Salah satu diantaranya ialah sebagai reservoir bibit
penyakit (environmental reservoir). Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah

tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit lainnya yakni:
reservoir manusia, reservoir hewan, dan rerservoir serangga. Pada reservoir disini
bibit penyakit hidup di dalam tubuh manusia. Timbul atau tidaknya penyakit pada
manusia tersebut tergantung dari sifat-sifat yang dimiliki oleh bibit penyakit
ataupun pejamu.
Hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan dalam
menimbulkan suatu penyakit amat kompleks dan majemuk. Disebutkan bahwa
ketiga faktor ini saling mempengaruhi, dimana pejamu dan bibit penyakit saling
berlomba untuk menarik keuntungan dari lingkungan. Hubungan antara pejamu,
bibit penyakit dan lingkungan ini diibaratkan seperti timbangan. Disini pejamu
dan bibit penyakit berada di ujung masing- masing tuas, sedangkan lingkungan
sebagai penumpangnya.
Menurut Sutomo 1995, sanitasi lingkungan adalah bagian dari kesehatan
masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan
atau menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit
melalui kegiatan- kegiatan yang ditujukan untuk :
a. Sanitasi air
b. Sanitasi Makanan
c. Pembuangan Sampah
d. Sanitasi Udara
e. Pengendalian vektor dan binatang mengerat
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan

berbagai

faktor lingkungan

yang

mempengaruhi

derajat

kesehatan manusia. Sanitasi lebih mengutamakan upaya pencegahan. Bertolak


dari pemikiran di atas dapat disimpulkan beberapa gatra lingkungan akan
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
2.2.4 Faktor Perilaku
Faktor perilaku memberi peran yang besar dalam terjadinya kasus diare di
sesuatu daerah. Antara perilaku yang dapat menyebabkan diare adalah:
a. Tidak mencuci tangan sebelum makan

Ditempat tempat dimana mencuci tangan merupakan praktek umum yang


dilakukan sehari-hari, dan banyak terdapat sabun dan air bersih, orang tidak
menyadari untuk mencuci tangannya dengan sabun. Para staf kesehatan
sepenuhnya mengerti betapa pentingnya mencuci tangan dengan sabun, namun hal
ini tidak dilakukan karena ketiadaan waktu (tidak sempat), kertas untuk
pengeringnya

kasar,

penggunaan

sikat

yang

menghabiskan

waktu dan

lokasi wastafel yang jauh dimana tangan harus berkali-kali dicuci menggunakan
sabun dan dikeringkan sehingga merepotkan.
Pencucian tangan khusus dalam lingkungan medis biasanya membutuhkan
banyak sekali sabun dan air untuk memperoleh busa dan saat telapak tangan
digosok secara sistematis dalam kurun waktu 15-20 detik dengan teknik mengunci
antar tangan, setelah tangan dikeringkan pun para tenaga medis tidak
diperkenankan untuk mematikan air atau membuka pegangan pintu, apabila hal ini
mereka harus lakukan, tangan harus dilidungi dengan kertas tisyu atau handuk
kering bersih.
Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan mencuci
tangan secara benar dengan sabun dapat menurunkan separuh dari penderita diare.
Komunitas yang mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding yang mirip
tapi tidak mendapatkan intervensi menunjukkan bahwa jumlah penderita diare
berkurang separuhnya.
Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare,
penelitian intervensi, kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan menggunakan data
elektronik dan data yang terkumpul menunjukkan bahwa risiko relatif yang
didapat dari tidak mencuci tangan dari percobaan intervensi adalah 95 persen
menderita diare, dan mencuci tangan degan sabun dapat mengurangi risiko diare
hingga 47 persen.
b. Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk
menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

10

c. Menggunakan

botol

susu,

penggunaan

botol

ini.

Memudahkan

pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.


d. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembang biak.
e. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
f. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
2.3 Penatalaksanaan8,9
Ada beberapa prinsip penatalaksanaan penderita diare, yaitu:

Mencegah terjadinya dehidrasi dengan banyak minum, menggunakan


cairan rumah tangga yang dianjurkan misalnya kuah tajin, air sup,

kuah sayur.
Mengobati dehidrasi ringan dan sedang dengan pemberian oralit.
Apabila terdapat dehidrasi berat maka sebaiknya dirujuk ke Rumah

Sakit.
Tetap memberi makanan sebagai sumber gizi. Cairan dan makanan
yang diberikan sesuai anjuran seperti ASI, susu formula, anak usia 6

bulan atau lebih makanan mudah dicerna sedikit-sedikit tapi sering.


Mengobati masalah lain. Sesuai indikasi utamakan rehidrasi.

Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam


mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau
oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian
ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya
sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru
dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.

11

Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit


secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau
dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian
masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai
alasan, mulai dari biaya, kesulitan dalam menjaga, takut bertambah parah setelah
masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan
respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat
penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain
ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus
penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia
lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional,
artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak
memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius
perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan
parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.
Dalam penatalaksanaan diare, juga sangat bergantung pada derajat
dehidrasi diare yang diderita oleh penderita. Maka dari itu perlu untuk mengetahui
derajat dehidrasi terlebih dahulu sebelum memberikan terapi.

Tabel Penilaian Derajat Dehidrasi


Penilaian

12

1. Lihat
Keadaan Umum

Baik, sadar

*Gelisah, rewel

*Lesu, tidak sadar

Mata

Normal

Cekung

Sangat cekung

Air mata

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Mulut dan lidah

Basah

Kering

Sangat kering

Rasa haus

Minum biasa,

Haus, ingin

Malas minum atau

tidak haus

Minum banyak

tidak bisa minum

Kembali cepat

*Kembali lambat

*Kembali sangat

Dehidrasi

lambat
Dehidrasi berat.

ringan/sedang.

Bila ada 1 tanda *

2. Periksa
Turgor kulit
3. Derajat

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi

Bila ada tanda * ditambah satu atau


ditambah satu atau lebih tanda lain
4. Terapi

Rencana terapi A

lebih tanda lain


Rencana terapi B

Rencana terapi C

RENCANA TERAPI A UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH


(Penderita diare tanpa dehidrasi )
Gunakan cara ini untuk mengajari ibu:

Teruskan mengobati anak diare dirumah


Berikan terapi awal bila terkena diare lagi

Menerangkan tiga cara terapi diare di rumah:


1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi
Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan , seperti larutan
oralit,makanan yang cair (seperti sup,air tajin ) dan kalau tidak ada
air matang . Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan
dalam kotak dibawah (catatan jika anak berusia kurang dari 6 bulan
dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air

matang dari pada makanan yang cair ).


Berikan larutan ini sebanyak anak mau , berikan jumlah larutan
oralit seperti dibawah.
13

Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi


Teruskan ASI
Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan,
untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan

padat , dapat diberikan susu,


Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat
- `Berikan bubur lbila mungkin dicampur dengan kacanf-kacangan,
sayur, daging atau ikan , tmbahkan 1 atau 2 sendok the minyak
sayur tiap porsi.
- `Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan
kalium.
- Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk
makanan dengan baik
- Bujuk anak untuk makan , berikan makanan sedikitnya 6 kali
sehari.
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan
diberikan porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu.

3. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3
hari atau menderita sebagai berikut
Buang Air besar cair lebih sering
Muntah berulang-ulang
Rasa haus yang nyata
Makan atau Minum sedikit
Demam
Tinja berdarah
Anak harus diberi oralit di rumah bila :

Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C


Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare
memburuk

14

Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang


datang

ke petugas

kesehatan

merupakan

kebijaksaan

pemerintah
Jika akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah
oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit
yang cukup untuk 2 hari.

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit. Berikan sesendok teh


tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2 tahun. Berikan beberapa teguk
dari gelas untuk anak lebih tua. Bila anak muntah, tunggulah 10 menit
kemudian berikan cairan lebih lama ( misalnya sesendok tiap 2-3 menit) Bila
diare berlanjut setelah oralit habis beritahu ibu untuk memberikan cairan lain
seperti dijelaskan dalam cara pertamas atau kembali kepada petugas
kesehatan untuk mendapat tambahan oralit.
RENCANA

TERAPI

UNTUK

TERAPI

DEHIDRASI

RINGAN/SEDANG
Oralit yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita
(kg) dengan 75 ml. Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk
memudahkan di lapangan berikan oralit sesuai tabel dibawah ini

15

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah. Bujuk ibu untuk
meneruskan ASI. Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI
berikan juga 100 200 ml air masak selama masa ini
Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit.

Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan


Tunjukan cara memberikannya sesendok the tiap 1 2 menit untuk
anak di bawah 2 tahun beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang

lebih tua
Periksa dari waktu bila ada masalah
Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian

oralit tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2 3 menit


Bila kelopak mata anak bengkak hentikan pemberian oralit dan air
masak atau ASI beri oralit sesuai Rencana tetapi A bila pembengkakan
telah hilang

Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian.


Kemudian pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi.

Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah

hilang anak biasanya kemudian mengantuk dan tidur


Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap
B , tetapi tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi

A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C
Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B:
Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3

jam di rumah
Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti

dijelaskan dalam rencana terapi A


Tunjukkan cara melarutkan oralit
Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak

dirumah
Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti
Memberi makan anak sebagaimana biasanya
Membawa anak ke petugas kesehatan.

16

RENCANA TERAPI C UNTUK DEHIDRASI BERAT

17

2.4 Pencegahan Diare


1. Terhadap faktor penjamu.

18

Mempertinggi daya tahan tubuh manusia dan meningkatkan pengetahuan


masyarakat dalam prinsip-prinsip hygiene perorangan. Pencegahan diare pada
anak balita antara lain:
a. Imunisasi.
Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral menyebabkan angka
kesakitan bayi dan anak balita makin menurun. Salah satu jalan pintas
yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu penyakit
infeksi baik oleh virus maupun bakteri adalah dengan imunisasi. Hal ini
berlaku pula untuk penyakit diare dan penyakit gastrointestinal lainnya.
Untuk dapat membuat vaksin secara baik, efisien. dan efektif diperlukan
pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya
terutama, kekebalan saluran pencernakan makanan.
b.

Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna
dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini. ASI adalah makanan bayi yang paling
alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi
yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun juga.
ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain. Susu formula atau
cairan lain dapat saja disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh.
Bayi - bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6
bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan
sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut

19

memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,


pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
Flora usus pada bayi -bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab diare.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan
pertama kehidupan, risiko mendapat diare adalah 30 x lebih besar.
Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan
botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena
diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
Pada akhir-akhir ini dengan bertambahnya penggunaan "Pengganti
ASI (PASI) untuk makanan bayi, terutarna di negara-negara yang sedang
berkembang, timbulah berbagai sindrom, misalnya yang dikenal dengan
syndrome Jelliffe yang terdiri dari kekurangan kalori protein tipe
marasmus, monilisasi pada mulut, dan diare karena infeksi. Hal ini
disebabkan karena di negara-negara yang sedang berkembang, tingkat
pendidikan ibu yang masih rendah, kebersihan yang masih kurang, tidak
adanya sarana air bersih, dan rendahnya keadaaan sosial ekonomi dari
penduduknya.
c.

Makanan Pendamping ASI


Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara

bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa


tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya
risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi
perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada bebarapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian
makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu dengan memperkenalkan
makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan tetapi teruskan pemberian

20

ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau


lebih. Berikan makanan lebih sering (4 x sehari). Setelah anak berumur 1
tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6 x sehari,
teruskan pemberian ASI bila mungkin.
Kemudan pada usia lebig dari 6 tahun tambahkan minyak, lemak
dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan
hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
Secara perilaku dapat dengan cuci tangan sebelum menyiapkan
makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.
Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada
tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada
anak.
d. Perilaku hidup bersih dan sehat
Untuk melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan
beberapa penilaian antara lain adalah :
-

Penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaanya adalah apakah


sudah ditimbang secara teratur ke posyandu minimal 8 kali setahun.

Gizi , anggota keluarga makan dengan gizi seimbang.

Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur, perpipaan)


untuk keperluan sehari-hari.

Jamban keluarga, keluarga. buang air besar di jamban/WC yang


memenuhi syarat kesehatan.

Air yang di minum dimasak terlebih dulu.

Mandi menggunakan sabun mandi.

Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun.

Pencucian peralatan menggunakan sabun.

Limbah, apakah SPAL sering di bersihkan.

2. Terhadap faktor bibit penyakit.

21

a. Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati


penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir
penyakit.
b. Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum
maupun di lingkungan rumah.
c. Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan
memelihara kesehatan.
3. Terhadap faktor lingkungan
Mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup, sehingga
faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga
tidak membahayakan kesehatan manusia.
2.5 Komplikasi

Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/ hipertonik)

Renjatan hipovolemik

Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,


takikardia,perubahan EKG)

Hipoglikemia

Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi


enzim laktosa

Kejang, pada dehidrasi hipertonik

Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik

BAB III
22

PEMECAHAN MASALAH

3.1 Diagnosis Masalah


3.1.1 Diagnosis Sosial

Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Patallassang memiliki

pengetahuan tentang kebersihan lingkungan yang masih rendah.


Banyaknya jajanan pinggir jalan di setiap sekolah yang kebersihannya
tidak terjamin.

Analisis situasi wilayah kerja Puskesmas Patallassang:


Puskesmas Pattallassang terletak di pusat Kota Takalar. Lokasinya sangat
strategis dan mudah dijangkau. Merupakan gedung milik pemerintah, terdiri dari 2
lantai beralamatkan di jalan Jend. Sudirman Kecamatan Pattallassang Kabupaten
Takalar.
Analisis situasi masyarakat di sekitar wilayah kerja Puskesmas Patallassang:
- masyarakat di wilayah kerja puskesmas patallassang bertempat tinggal
di area persawahan dan perkebunan
- sumber pendapatan penduduk kecamatan ini berkaitan dengan
perkebunan, perdagangan, dan industri
- beberapa desa di kecamatan ini dilalui oleh bendungan yang kurang
terpelihara
- penduduk menggunakan air sungai ini dan air sumur sebagai sumber
air rumah tangga mereka.
3.1.2 Diagnosis Epidemiologi
1. Host
: manusia dengan hygiene yang buruk
2. Agent
: bakteri, virus, parasit
3. Environment : sebagian besar daerah persawahan, rentan banjir saat
musim hujan, lingkungan kotor, sumber air yang tidak bersih

3.1.3 Diagnosis Perilaku dan Lingkungan


Faktor perilaku

Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan benar

23

Kebiasaan membuang sampah sembarangan

Kebiasaan tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dan BAK


dengan benar

Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 6 bulan pertama

Menggunakan botol susu yang tidak dicuci dengan bersih

Menyimpan makanan masak pada suhu kamar

Menggunakan air minum yang tercemar

Faktor lingkungan

Dikelilingi oleh anak sungai yang tidak terpelihara kebersihannya

Kondisi perumahan penduduk kebanyakan berupa bedeng dengan


sanitasi kurang baik

Pengelolaan limbah RT dan limbah karet belum dilakukan dengan baik

Letak jamban atau tangki septik yang berdekatan dengan sumber air
untk kebutuhan sehari-hari

3.1.4 Diagnosis pendidikan dan organisasi


Predisposing factor:

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare dan cara

penatalaksanaannya.
Kurangnya penyetahuan masyarakat mengenai pentingnya kebersihan

lingkungan.
Kebiasaan membuang sampah sembarangan yang turut dicontoh oleh
anak-anak.

Enabling factor:

Kurangnya fasilitas tempat sampah.


Tidak berjalannya sistem pengolahan sampah secara benar.
Tidak tersedianya tempat cuci tangan di sekolah-sekolah, terutama
sekolah dasar.

Reinforcing factor:

24

Belum dijalankan sanksi yang keras terhadap masyarakat yang

membuang sampah sembarangan.


Himbauan yang kurang dari tokoh masyarakat untuk menjaga

kebersihan lingkungan.
Belum berjalannya penyuluhan

mengenai

diare

dan

cara

penatalaksanaannya.
3.1.5

Diagnosis Administratif dan Kebijakan


Adanya kebijakan pemerintah dalam pemberantasan penyakit diare antara

lain bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan


penanggulangan kejadian luar biasa (KLB).
3.2

Rumusan Masalah
1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penyakit
diare dan cara pencegahannya.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat terutama anak-anak tentang kebersihan
perseorangan.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan
lingkungan dan hubungannya dengan terjadinya diare di wilayah kerja
Puskesmas Patallassang

3.3

Prioritas Masalah
Masalah yang menjadi prioritas utama berkenaan dengan tingginya
angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Patallassang adalah
kurangnya kesadaran masyarakat terutama anak-anak tentang

kebersihan

perseorangan serta kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat


tentang penyakit diare dan cara pencegahannya.
3.4

Komponen Program Kesehatan Terpadu


A. Preventif
Usaha pencegahan harus mencakup ke semua komponen yang terlibat
dalam segitiga terjadinya penyakit, yaitu: host, agen, dan lingkungan.
1. Host

25

a. Meningkatkan higiene perorangan dengan mencuci tangan


pakai sabun dengan benar terutama pada waktu sebelum
makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi,
setelah menceboki anak dan sebelum menyiapakan makanan
b. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara
lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari
atau proses klorinisasi
c. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya
menggunakan jamban dengan septik tank
d. Pemberian ASI secara esklusif
e. Meningkatkan dan menjaga daya tahan tubuh dengan
mengomsumsi makanan bergizi.
2. Agen
a.

Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan


mengobati penderita maupun carrier atau dengan meniadakan
reservoir penyakit.

b.

Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum


maupun di lingkungan rumah.

B. Promotif
1. Penyuluhan tentang diare, penanganan awal, dan pencegahan
2. Menyebar informasi melalui media cetak mengenai diare dan
pencegahaannya
3. Menyebar informasi

melalui

media

cetak

mengenai

cara

pembuatan oralit
4. Bekerja sama dengan pemuka masyarakat dan kader desa untuk
menanggulangi diare

C. Kuratif
1. Rencana Terapi A (Terapi diare tanpa dehidrasi di rumah) :
Dalam tatalaksana diare di rumah: Jika anak tidak diberi ASI
maka susu formula tetap diberikan. Jika berumur kurang dari 6
bulan dan belum mendapat makanan padat berikan susu formula
selang-seling dengan Oralit/cairan rumah tangga.
2. Rencana Terapi B (Terapi diare dengan dehidrasi ringan/sedang) :
26

a) Dalam pemberian cairan Oralit pada 4 jam pertama : untuk


anak di bawah usia 6 bulan yang tidak diberi ASI, berikan 100200 ml susu selang-seling dengan Oralit/ cairan rumah tangga.
b) Dalam mengobservasi anak dan membantu ibu memberikan
cairan Oralit, bila mata sembab pemberian Oralit dihentikan.
3. Rencana Terapi C (untuk diare dengan dehidrasi berat) :
Terapi intravena Ringer Laktat bila diperlukan pada bayi
setelah 1 jam pertama, diberikan 30 mg/kg dan dapat dilanjutkan
untuk 5 jam berikutnya 70 mg/kg berat badan. Untuk anak-anak
dan dewasa diberikan Ringer Laktat secara intravena dengan dosis
100 mg/kg berat badan.
Obat-obat lain yang sering dikombinasikan dengan Oralit pada
diare akut adalah Tetrasiklin, Trimetoprim, Metronidazol.
D. Rehabilitasi

: rujuk ke RS

EVALUASI DAMPAK TERHADAP MASYARAKAT


1. Menghilangkan perilaku masyarakat yang negative yang tanpa disadari
membantu penyebaran kuman diare, misalnya mencuci tangan sebelum
makan, menggunakan air yang sudah dimasak, menjaga kebersihan
lingkungan, dll
2. Menimbulkan perilaku masyarakat yang mendukung penggunaan oralit
untuk mencegah dan menanggulangi dehidrasi akibat diare
EVALUASI HASIL
1. Menurunkan prevalensi kasus diare
2. Menigkatnya kesadaran masyarakat untuk masalah hygiene dan

sanitasi.

PRIORITAS PENYELESAIAN MASALAH

27

Berdasarkan analisis hasil survey di wilayah kerja Puskesmas Patallassang,


program yang memiliki prioritas tinggi dan memungkinkan (easy and important
way) untuk dilaksanakan adalah program penyuluhan Gerakan Cuci Tangan ke
sekolah-sekolah di wilayah kerja Puskesmas Patallassang dan program
penyuluhan tentang penyakit diare kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Patallassang.
Program Penyuluhan Diare dan Cara Pencegahannya
a. Tujuan Program
Tujuan utama dari program penanggulangan diare di wilayah kerja
Puskesmas Patallassang adalah menurunkan angka kejadian diare.
Tujuan khusus
Meningkatkan pengetahuan

warga

wilayah

kerja

Puskesmas

Patallassang mengenai diare, meliputi :


Mengetahui apa itu diare
Mengerti penyebab diare
Mengerti cara penularan diare
Mengerti tanda bahaya yang ditimbulkan diare
Mengerti langkah-langkah pencegahan diare
b. Sasaran
Tingkat kesehatan keluarga sangat dipengaruhi oleh faktor tingkat
pengetahuan dan sikap ibu terhadap kesehatan serta faktor lingkungan
fisik dan sosial budaya keluarga tersebut. Diare sebagian besar menyerang
anak balita, maka prioritas utama penyuluhan adalah ibu-ibu yang
memiliki balita, disamping itu juga orang tertentu yang berpengaruh
terhadap orang tua balita, misalnya pemuka masyarakat dan kader desa.
c. Tempat dan Waktu Penyuluhan
Penyuluhan ini akan dilaksanakan sebanyak Satu kali dan
dilakukan oleh dokter beserta kader kesehatan.
Hari
Waktu
Tempat

: Rabu, 12 Februari 2014


: 09.00 WIB
: Puskesmas Patallassang

28

d. Materi
1) Pengertian Diare
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
(biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang
dari 14 hari (Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare tahun 2007).
2) Mengetahui bahaya diare
Dapat mengakibatkan gizi buruk
Dapat mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menurun
sehingga mudah terserang penyakit.
Dapat mengganggu perkembangan dan pertumbuhan anak.
Diare yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan
kematian akibat tubuh mengalami kekurangan cairan.
3) Mengetahui gejala diare
Gejala penyakit diare antara lain;
Keluarnya tinja lunak atau cair dengan frekuensi > 3x/ sehari
Terdapat darah atau lendir atau ibu merasakan perubahan

konsistensi dan frekuensi BAB pada anak


Terdapat gejala penyerta lain seperti; demam, dan muntah tanpa

penyebab penyakit lain.


Mengetahui tanda-tanda bahaya umum seperti ; lesu dan lemas,
anak muntah hebat, atau memuntahkan seluruh makanannya,
mata anak cekung, ubun-ubun cekung, anak merasa sangat haus
atau tidak mau minum, menangis tanpa air mata, bibir kering,

gelisah atau rewel dan menurunnya kesadaran.


4) Penyebab penyakit diare;
Tidak menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan ; tidak
mencuci tangan sebelum makan, membuang sampah dan BAB
tidak pada tempatnya
Menggunakan air minum yang tercemar
Jamban keluarga yang tidak memenuhi kesehatan
5) Mengetahui penanganan awal diare untuk di rumah
Memberikan edukasi tentang penyediaan, pembuatan dan
pemberian oralit dengan benar, selain oralit dapat juga
digunakan cairan rumah tangga lain seperti air minum, susu,
atau cairan lain yang masih mau diminum oleh anak.

29

Hindari sayuran dan buah-buahan dan larutan kadar gula tinggi


Langsung membawa penderita kesehatan apabila ditemukan

tanda-tanda bahaya umum pada anak.


6) Mengetahui cara mencegah terjadinya diare melalui

menjaga

kebersihan pribadi dan lingkungan


Pengajaran cara cuci tangan yang benar.
Kebersihan lingkungan, yaitu dampak sampah dan limbah
terhadap kesehatan serta lingkungan, secara khusus terhadap
air.
Pengolahan makanan secara bersih.
Menggunakan peralatan makan yang sudah dicuci bersih.
Penyimpanan makanan jadi dengan benar
e. Metode Penyuluhan
Penyuluhan diselenggarakan dalam bentuk pemaparan materi,
pembagian brosur diare, dan diskusi interaktif dengan para
narasumber.
f. Media Penyuluhan
Poster dan brosur.
g. Evaluasi Program
Evaluasi Output:
Dilaksanakan sebelum berakhirnya acara, dengan cara memberikan
angket/kuesioner yang berisi pertanyaan sejauh mana peserta
memahami materi yang telah disampaikan.
Evaluasi Outcome:
Evaluasi dilaksanakan 1 bulan sekali berdasarkan persentasi angka
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Patallassang

30

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Diare merupakan masalah global. Indonesia sendiri masih mengalami
tingkat kejadian diare yang besar, 300 per 1000 orang per tahun di tahun
2000.
2. Kejadian diare dipengaruhi oleh berbagai faktor, sesuai teori Blum, faktor-

faktor ini adalah faktor perilaku, lingkungan, biologis, dan layanan


kesehatan. Intervensi terhadap faktor-faktor ini diharapkan dapat menekan
angka kejadian diare.
3. Intervensi yang direncanakan adalah dengan mengadakan program

penyuluhan Gerakan Cuci Tangan ke sekolah-sekolah di wilayah kerja


Puskesmas Patallassang dan program penyuluhan tentang penyakit diare
kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Patallassang.
4.2 Saran
Program-progam yang diajukan dalam tulisan ini layak untuk dijalankan
karena menggunakan sumber daya secara minimal namun akan memberikan hasil
yang besar karena diarahkan pada faktor-faktor yang berperan besar dalam
kejadian diare.

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Pickering LK and Snyder JD. Gastroenteritis in Nelson Textbook of
Pediatric,17Edition. 2003. page1272-1276
2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1998.
hal 283-293.
3. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. RSMH. 2006
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Apa yang Perlu Diketahui dari Diare Pada
Anak?. No .38. Tahun XXV. 2005
5. Anonim. Diagnosis Diare dan Klasifikasi Dehidrasi. Available at
http://www.medicastore.com/med/index
6. Anonim. Diare Penyebab Utama Kematian Balita : 2009 [dikutip 2010 Jul
21]; Tersedia di http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1410
7. Anonim. Oralit untuk Diare : 2007 [dikutip 2010 Jul 21]; Tersedia di
http://www.infeksi.com/newsdetail.php?lng=in&doc=3829
8. Anonim. Review Research on The Literature of Diarrhea Disease in
China(1990-2004). 2004 [dikutip 2010 Jul 21]; Tersedia di
http://www.wpro.who.int/internet/resources.ashx/EHE/sanitation/APW_R
EP+ReviewResearchonTheLiteratureofDiarrheaDiseaseinChina+_19902004.pdf
9. Anonim. Pencegahan Diare. 2006 [dikutip 2010 Jul 21]; Tersedia di:
http://www.scribd.com/doc/25421779/pencegahan-diare
10. Anonim. Using Indicators to Measure Progress on Childrens
Enviromental Health. 2003 [dikutip 2010 Jul 21]; Tersedia di
http://www.who.int/ceh/indicators/en/childrens_indicator_reportlow.pdf

32

You might also like