You are on page 1of 11

KEMANJURAN TEKNIK PEREKATAN PADA BELLS PALSY

Kaushal M1, Saini S S2, Singh N3, Ghotra P K4


1

Fisioterapis, 2Assoc. Prof., 3Prof. Medicine, 4Asstt. Prof., COP, CMCH, Ludhiana

ABSTRAK
Tujuan : Untuk mempelajari & membandingkan kemanjuran protokol/teknik perekatan
terhadap protokol teknik pengobatan konvensional pada Bells Palsy.
Bahan dan Metode : Penelitian dilakukan pada 30 subyek. Subyek dibagi dalam dua
kelompok. Satu kelompok diberi stimulasi listrik dan latihan dan kelompok lainnya diberi
stimulasi listrik, latihan wajah dan teknik perekatan.
Hasil : Terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pasca perawatan pada kedua
kelompok. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengobatan stimulasi listrik + wajah + teknik
perekatan efektif dalam menyembuhkan Bells Palsy.
Kesimpulan : Protokol Grup B lebih efektif untuk latihan fungsional dibandingkan
pengobatan konvensional pada subyek penderita Bells Palsy.
Kata kunci : Bells Palsy, Perekatan, Stimulasi listrik, Latihan Wajah

PENGANTAR
Bells palsy, juga dikenal sebagai paresis wajah idiopatik akut, adalah neuropati
idiopatik dari persarafan fasial (saraf kranial VII). Penyakit ini adalah kelumpuhan wajah
dengan onset cepat yang tidak mengancam jiwa. Kekebalan demielinasi akut dipicu oleh
infeksi virus yang mungkin bertanggung jawab untuk Bells palsy, namun penyebab pastinya
masih belum jelas. Bells palsy biasanya dapat sembuh sendiri, sebagian besar pasien sembuh
secara spontan tanpa pengobatan dalam waktu 6 bulan sejak timbulnya gangguan. Namun,
penelitian terbaru oleh Kanazawa et al (2007) melaporkan bahwa pemulihan dari Bell palsy
pada penderita diabetes berlangsung lambat dan skor gerakan wajah masih rendah
dibandingkan dengan penderita non-diabetes. Kelumpuhan wajah menimbulkan rasa
ketidaknyamanan secara kosmetik dan fungsional terkait seperti berbicara, makan, wajah
asimetri, air liur, dan ketidakmampuan untuk menutup mata pada sisi yang lumpuh. Pasien

dengan kelumpuhan wajah tidak dapat menyampaikan sinyal sosial yang normal dalam
komunikasi interpersonal. Insidensi Bells Palsy adalah 23/100000/tahun.
Persarafan fasialis/wajah bertanggung jawab secara volunter terhadap gerakan wajah,
hal ini dapat diuji dengan meminta pasien untuk melakukan gerakan-gerakan seperti
mengerutkan

alis,

menunjukkan

gigi,

mengerutkan

kening,

menutup

mata

erat,

mengerucutkan bibir dan mengepulkan pipi & memperhatikan asimetri. Fase pemulihan
Bells palsy cenderung mengikuti salah satu dari dua pathways berikut :
1. Kelompok pemulihan cepat
2. Tertunda/pemulihan parsial
Pilihan pengobatan yang tersedia untuk Bell palsy meliputi : (medikasi & pembedahan)

Obat tetes mata, lubrikasi mata atau salep kental


Injeksi terapetik toksin botulism, suplementasi vitamin B12
Anti-inflamasi & obat antivirus
Pengobatan alternatif
Pemijatan wajah dan latihan
Akupunktur
Manipulasi Chiropractic
Pembedahan
Diagnosis Bells palsy ditegakkan berdasar pengecualian tertentu bahwa perjalanan

penyakit dan pemeriksaan fisik dapat membantu dalam membedakan dari kelumpuhan wajah
yang disebabkan oleh kondisi lainnya. Gejala klinis termasuk onset tiba-tiba, kelemahan
wajah unilateral pada 24 sampai 72 jam, dan pada sisi yang terkena, mati rasa atau nyeri di
sekitar telinga, penurunan rasa, dan hipersensitivitas terhadap suara.
Tujuan dari terapi wajah adalah: (i) Menormalkan gerakan otot wajah, (ii)
Meningkatkan pola pergerakan simetris wajah, (iii) Meningkatkan gerakan volunter wajah,
(iv) Menghambat gerakan involunter dan synkinesis, dan (v) Menormalkan tonus otot.
Sebagian besar kasus Bells palsy terselesaikan pada anak-anak, beberapa tidak. Hal ini
memungkinkan rehabilitasi, termasuk melatih kembali otak melalui latihan wajah atau
bahkan koreksi bedah untuk otot-otot wajah yang melemah dapat dilakukan pada kasus-kasus
ekstrim. Pada tahap awal Bells Palsy, ketika otot-otot wajah menjadi lembek, perlu untuk
memungkinkan otot beristirahat dan menyembuhkan dirinya sendiri. Pijatan yang lembut dan
hangat dapat mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi, namun intervensi yang kuat
harus menunggu. Biasanya latihan wajah tidak diperlukan pada anak-anak dengan Bell palsy
kecuali kelumpuhan tersebut tidak dapat teratasi sendiri dan terdapat kerusakan jangka

panjang pada saraf. Bagaimanapun latihan wajah seperti mengerutkan dahi, mengembangngempiskan hidung, mengerutkan bibir, dan beberapa hal lain dapat digunakan untuk melatih
pesan otak pada otot-otot wajah. Bahkan anak-anak yang lebih muda dapat diajarkan untuk
melakukan latihan ini yang diperkenalkan oleh orang tua atau terapis sebagai permainan
membuat raut wajah di cermin. Sesi latihan wajah harus singkat dan dapat dilakukan dua
sampai tiga kali sehari. Prosedur pembedahan dekompresi saraf wajah secara mikro pada
kasus ekstrim dan parah, telah dilakukan. Namun efektivitas dalam Bells palsy terletak pada
kesehatan anak dan penyedia pelayanan kesehatan. Adapaun manfaat operasi ini oleh
beberapa ahli kesehatan anak dianggap tidak cukup efektiv bila dibandingkan dengan risiko
yang dapat timbul.

Permasalahan Gizi
Dikarenakan dari sistem kekebalan tubuh membuat anak sering tertular Bells palsy,
nutrisi yang baik diperlukan untuk membangun kembali dan memperkuat sistem kekebalan
tubuh. Hal ini melibatkan American Dietetic Association (ADA) membuat pedoman gizi
untuk anak-anak, dan memungkinkan penambahan multivitamin bila dokter anak merasa hal
tersebut penting. Makanan semi padat seperti yoghurt, jelly, puding, atau es krim lebih mudah
dicerna daripada cairan jika anak mengalami kesulitan dalam menelan.

Pedoman Gizi ADA Untuk Anak-Anak

Kelompok gandum/padi-padian : Enam porsi per hari. Meliputi per porsi : satu irisan roti,
satu setengah cangkir masak nasi atau pasta, satu setengah cangkir masak sereal atau 1 oz

(28 g) sereal siap makan.


Kelompok sayuran: Tiga porsi per hari. Meliputi per porsi : satu setengah cangkir sayuran

mentah atau dimasak, satu cangkir mentah sayuran berdaun.


Kelompok buah: Dua porsi per hari. Meliputi per porsi : salah satu bagian dari buah atau
melon, tiga perempat cangkir jus buah, satu setengah cangkir kaleng buah, satu perempat

cangkir buah kering.


Kelompok susu: Dua porsi per hari. Meliputi per porsi : satu cangkir susu atau yogurt, atau
2 oz (57 g) dari keju.

Kelompok daging: Dua porsi per hari. Meliputi per porsi : 2-3 oz (57-85 g) daging masak,
unggas atau ikan, satu setengah cangkir kacang masak, satu telur, atau dua sendok makan

selai kacang.
Lemak dan makanan manis : Harus dibatasi sebanyak mungkin.

Prognosis
Hasil akhir potensial dari Bells palsy cukup menyakinkan. NINDS mencatat bahwa
mayoritas kesembuhan dari semua penderita Bells palsy meningkat secara dramatis, dengan
atau tanpa pengobatan, dalam waktu dua minggu. The Bells Palsy Information Site mencatat
bahwa separuh dari penderita sembuh sempurna dalam "waktu yang singkat" dan 35%
lainnya memiliki "masa penyembuhan yang baik dalam waktu satu tahun".
Prognosis untuk anak-anak adalah lebih baik. 85% dari anak-anak yang menderita
penyakit ini sembuh sempurna. 10% dari anak-anak tersebut akan memiliki kelemahan ringan
yang tersisa setelahnya, dan 5% akan memiliki kelemahan wajah residual yang lebih berat.
Secara statistik, 7% dari seluruh anak penderita Bells palsy beresiko memiliki episode
rekurensi di masa depan.

MAKSUD DAN TUJUAN


Untuk mempelajari & membandingkan kemanjuran protokol perekatan atau protokol
teknik pengobatan konvensional pada Bells Palsy.

HIPOTESIS
Hipotesis Nol (Ho)

Kedua protokol pengobatan sama-sama efektif pada subyek dengan Bell palsy.

Hipotesis Alternatif (Ha)


1. Protokol/teknik perekatan lebih efektif daripada protokol pengobatan konvensional pada
penderita Bells palsy
2. Protokol pengobatan konvensional lebih efektif dari protokol/teknik perekatan pada
penderita Bells palsy.

Literatur
Studi yang dilakukan oleh Vijay Batra dan Meenakshi Batra tahun 2007 pada 30
penderita dengan diagnosis Bells palsy memperlihatkan VM protokol rekaman dinamis
fungsional dinilai lebih efektif dibandingkan protokol pengobatan konvensional pada
penderita dengan Bells palsy.
Ross, et al (1991), membandingkan dua kelompok yang menerima pengobatan dengan
kelompok kontrol ketiga yang tidak menerima pengobatan. Setelah dilakukan evaluasi secara
keseluruhan, satu kelompok dilatih dengan EMG dan latihan di depan cermin, sedangkan
kelompok kedua hanya menggunakan latihan dengan cermin. Pasien dievaluasi kembali
setelah satu tahun pengobatan. Terdapat perbedaan signifikan yang ditemukan antara
kelompok perlakuan dan kontrol.
Cederwall E, Olsen MF, Hanner P, Fogdestam (2006) melakukan studi evaluasi
terhadap intervensi pengobatan physiotherapeutic pada Bells palsy. Kesimpulannya, pasien
dengan gejala sisa pada Bells palsy tampaknya memiliki hasil akhir yang positif dari
program pelatihan khusus.
Dalla Toffola, BossiD, BuonocoreM, Montomli C, Petrucci L, Alfonsi E (4) melakukan
penelitian tentang kegunaan BFB / EMG rehabilitasi infacial palsy. Objek penelitian adalah
untuk menganalisa dan membandingkan pemulihan dan pengembangan synkinesis pada
pasien dengan paresis wajah idiopatik (Bell's palsy) mengikuti pengobatan dengan dua
metode rehabilitasi, kinesitherapy (KT) dan biofeedback / EMG (BFB / EMG). Dapat
disimpulkan bahwa BFB / EMG tampaknya lebih berguna daripada KT pada penderita Bells
palsy.

METODOLOGI
Desain : Percobaan acak terkontrol

SUBYEK
Subyek yang diambil adalah 30 penderita dengan kelompok usia 18-45 tahun dengan
diagnosis Bells palsy onset non-traumatik. Subjek diambil dari CMC & Rumah Sakit,
formulir persetujuan telah ditandatangani oleh mereka. Kemudian subyek dibagi menjadi dua
kelompok grup, Grup A: Stimulasi listrik dan Latihan wajah; Grup B: Konvensional
(protokol Grup A) dan perekatan. Subyek penelitian diambil dari Christian Medical College
dan Rumah Sakit Ludhiana, formulir persetujuan ditandatangani oleh mereka.
Kriteria inklusi : Subyek dengan kelompok usia 15-45 tahun, onset akut (1-3 minggu),
Didiagnosis Bells palsy, onset non-trauma, terdapat defisit neurologis lainnya.
Kriteria eksklusi : Penyakit kejiwaan, lesi UMN, neurotmesis, infeksi kulit & luka
terbuka, kulit sensitif, alergi kulit mikropori.

FISIOTERAPI
A. STIMULASI ELEKTRIK
Otot-otot wajah dan batang saraf dirangsang pada titik motorik mereka.

B. STRAPPING FACIAL
Merupakan prosedur untuk memperbaiki deviasi/kemiringan sudut dari mulut dengan
memperbaiki aktivitas berlebih dari teknik antagonis yang umum digunakan.

PROSEDUR

Dua strip pita perekat dipotong, satu ditempel dekat dagu bawah bibir bawah dan
ditarik menuju bagian bawah telinga, sedangkan strip lainnya diambil dari telinga.

BAHAN YANG DIGUNAKAN

Perekat bedah
Perekat mikropori
Elastoplast

C. PEMIJATAN WAJAH
Pasien sering merasa nyaman saat dilakukan pemijatan. Manipulasi berikut bisa diberikan:
1. Belaian
Diberikan dari dagu ke atas ke bagian tengah dahi lalu menurun ke bawah telinga.
2. Tekanan telunjuk
Gerakan melingkar kecil di seluruh sisi wajah yang terkena. Perawatan yang diambil tidak
untuk meregangkan otot-otot.
3. Perekatan
Mungkin disalurkan dalam bentuk perekatan dengan telunjuk secara cepat dan ringan.

D. LATIHAN WAJAH
1. Minum semua cairan melalui sedotan. Lakukan selama beberapa hari. Hal ini membantu
2.
3.
4.
5.
6.

otot-otot di sekitar mulut.


Menghembuskan udara dari hidung.
Mengerutkan bibir atas dan cobalah untuk menyentuh hidung.
Menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, tarik sudut bibir Anda ke arah tengah.
Menggerakkan gusi.
Mengunyah es.

Untuk Mata
1. Dengan 4 jari menggosok alis mata dengan lambat hingga garis rambut. Selanjutnya
kembali gosok ke dalam alis.

2. Dengan ujung jari ditempatkan pada pipi, gerakkan secara ringan dan perlahan-lahan di
sepanjang tulang bawah mata.
3. Cobalah untuk menutup mata perlahan.
HASIL
Uji t-test digunakan untuk membandingkan variabel kuantitatif dan variabel dasar.
Statistik analisis dilakukan & P value (<.05) diperoleh signifikan untuk kelompok B.
Meskipun kedua protokol efektif untuk melatih ulang fungsional tapi subyek di Grup B
menunjukkan pemulihan yang lebih baik dari Grup A.
Penerapan Uji t-test

TES 1: Stimulasi listrik + Latihan wajah


Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pra dan paska perawatan skor kelompok I
Hi : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pra dan paska perawatan skor kelompok I

Penerapan t-test

Tes mengungkapkan bahwa nilai yang dihitung lebih tinggi dari nilai tabel. Oleh karena
itu, Ho ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang signifikan antara pra dan paska
perawatan skor kelompok I. Stimulasi elektrik + latihan wajah efektif dalam masa
penyembuhan.

TES 2: Stimulasi listrik + Latihan wajah + Perekatan


Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pra dan paska perawatan skor kelompok II
Hi : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pra dan paska perawatan skor kelompok II

Penerapan t-test

Tes mengungkapkan bahwa nilai yang dihitung lebih tinggi dari nilai tabel. Oleh karena
itu, Ho ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang signifikan antara pra dan paska

perawatan skor kelompok II. Stimulasi elektrik + Latihan wajah + Perekatan efektif dalam
penyembuhan Bells Palsy.

Hasil Perbandingan Dari Kelompok I Dan Kelompok II


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah stimulasi elektrik + Latihan
wajah + Perekatan lebih efektif dalam penyembuhan Bells Palsy. Untuk tujuan ini, hipotesis
dibuat dan kemudian hasil paska perawatan. Selanjutnya hasil kelompok I dan kelompok II
dibandingkan dan nilai t-test dihitung.
Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pasca perawatan dari kedua kelompok
Hi: Ada perbedaan yang signifikan antara skor pasca perawatan kedua kelompok

Penerapan t-test

Tes mengungkapkan bahwa nilai yang dihitung lebih tinggi dari nilai tabel. Oleh karena
itu, Ho ditolak. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai paska
perawatan dari kedua kelompok. Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa stimulasi
elektrik + Latihan wajah + Perekatan efektif dalam penyembuhan Bells palsy di dunia.

Hasil Perbandingan Grup I Dan Grup II

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis menyebutkan hipotesis yang menyatakan bahwa protokol
Grup B dengan perekatan lebih efektif pada penderita Bells Palsy. Meskipun kedua protokol
Grup B dan protokol pengobatan konvensional dianggap efektif untuk melatih kembali, tetapi
subyek dalam kelompok B menunjukkan pemulihan yang lebih baik daripada Grup A dalam
hal kesimetrisan wajah & kemampuan untuk melakukan kegiatan fungsional seperti
mengunyah, meniup balon & berbicara. Tapi protokol perekatan menjadi lebih efektif,
berurutan & sistematis juga menunjukkan hasil yang lebih baik. Juga kerumitan gerakan yang
dapat dicapai oleh otot-otot wajah tanpa menggunakan upaya maksimal, latihan yang lebih
berat di mana unit motorik lain diharapkan lebih banyak bergerak. Pada dasarnya terapi
perekatan membantu melatih otot wajah yang lumpuh, mempertahankan simetrisasi dan
memfasilitasi kelemahan otot lumpuh sehingga mencegah atas aktivitas otot yang normal dan
bertindak sebagai mekanisme normal. Dengan menyarankan pola gerakan yang berulangulang dilakukan dengan kuat.
Benturan Kepentingan: Tidak ada konflik studi dilaporkan untuk penelitian ini.
Sumber Pendanaan: Tidak ada sumber pendanaan dilaporkan untuk penelitian ini
Etika: Telah disetujui.

You might also like