Professional Documents
Culture Documents
VITILIGO
I. PENDAHULUAN
Vitiligo adalah penyakit yang didapat , kelainan yang idiopatik dan dicirikan sebagai
bercak macula depigmentasi yang sirkumsrip . (1)
Kejadian Vitiligo sekitar 0,5-2% dari populasi dunia, dan terlihat hamper seluruh
usia. Rata-rata usia yang terkena sekitar 20 tahun.. (1) Prevalensi kejadian vitiligo berbeda di
setiap populasi dari berbagai Negara, pada Caucasian sebanyak 0,38%, pada AfroCarribeans
sebanyak 0,34 %, pada Populasi Indian sebanyak 0,46 %. Vitiligo terlihat memiliki angka
kejadian yang sama antar laki-laki dan perempuan, walaupun perempuan yang lebih banyak
didapatkan diantara pasien yang datang pelayanan kesehatan. Vitiligo dapat berkembang dari
berbagai tingkat umur, dengan rata-rata onset usia sekitar 24 tahun pada populasi Caucasian.
Subtipe paling sering dari vitiligo adalah Generalized Vitiligo (GV) yaitu penyakit akibat
autoimun yang dihubungkan dengan penyakit autoimun lainnya pada sekitar 20-30% pasien,
yang tersering adalah Autoimmune thyroid disease (Hashimotos Thyroiditis or Graves
Disease), rheumatoid arthritis, psoriasis, anemia perniciosa, Diabetes Tipe 1, Sistemik
Lupus Eritematosus, dan Addison disease.(2)
Berdasarkan hasil penelitian pada Rumah Sakit Tipe Tersier, ditemukan prevalensi
pasien vitiligo yang datang ke Departemen Kulit adalah 1,3%. Usia rata-rata berkisar 29,6
+/- 20,6 tahun. 18,8 % pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita vitiligo. Sekitar
42,5 % terdapat di tungkai bawah, 27,5% pada wajah. Vitiligo vulgaris menduduki peringkat
pertama dengan penderita 53,7 %, Fokal vitiligo 18,8 %, sisanya adalah tipe lainnya. (5)
Etiologi Vitiligo belum sepenuhnya dimengerti, namun berdasarkan teori yang
diterima, penyababnya adalah multifaktorial, yaitu berasal dari factor genetic dan juga factor
non-genetic
kelangsungan hidup dari melanosit akibat dari destruksi dari melanosit. Theori lainnya yang
diterima adalah kelainan adhesi dari melanosit, kerusakan neurogenik, kerusakan
biokimiawi, autocytotoxicity, dan lainnya.(2)
Pathogenesis Vitiligo
1. Faktor Genetik
Studi tentang factor genetic yang banyak dibahas terfokus pada aspek genetic
dari GV. Beberapa gen berperan dalam fungsi imunitas termasuk didalamnya locus
MHC, CTLA4, PTPN22, IL10, MBL2, dan NALP1. Studi terbaru mengidentifikasi
paling tidak, ada 10 lokus yang berbeda yang meningkatkan risiko GV. Tujuh
diantaranya diterima sebagai lokus yang berhubungan dengan penyakit autoimun
yaitu HLA Class 1, HLA Class 2, PTPN22, LPP, IL2RA, UBASH3A dan C1QTNf6,
yang lainnya mengkode protein yang berfungsi pada peranan imunitas yaitu RERE,
GZMB dan TYR, mengkode tyrosinase, kunci enzim dari biosintesis Melanin dan
Autoantigen GV Major. (2)
2. Hipotesis Autoimun
Maksud dari Autoimun Theory adalah Perubahan imunitas seluler dan
humoral menghasilkan destruksi dari melanosit. Disfungsi dari komponen humoral
dihubungkan penyakit autoimmune endocrinopati seperti hipo atau hiperthyroidisme
dan anemia perniciosa, juga Addisons Disease. Kelompok penyakitini membuat
anti-organ antobodi yang beredar dalam sirkulasi (Serpti TYRP 1 dan TYRP 2) yang
nantinya akan mengenali melanosit sebagai antigen kemudian melawan melonist
kemudian mendestruksi melanosit tersebut. Factor Transkripsi (SOX9 dan SOX10)
dan Melanin-consentrating hormone reseptor-1, akan diekpresikan pada melanosit
kulit pada beberapa orang yang nantinya akan dikenal sebagai antigen, sehingga
terdestruksi oleh imunitas orang itu sendiri akibatnya akan timbul Idiopathic Vitiligo.
(1)
3. Hipotesis Neurohumoral
Karena melanosit terbentuk dari Neural Crest, maka diduga factor neural
berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol.
Kemungkinan adanya produk intermediet yang terbentuk selama sintesis katekol
yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat
dan pembuluh darah terhadap respon transemiter saraf, misalnya asetil kolin.(3)
4. Hipotesis Autositotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan
DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal
bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan precursor melanin.
Secara in vitro dibuktikan tirosin, dopa, dan dopakrom merupakan sitotoksis
terhadap melanosit.(3)
5. Pajanan terhadap bahan kimiawi
Depigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan Mono Benzil Eter
Hidrokinon dalam sarung tangan atau detergen yang mengandung fenol.(3)
II.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Evaluasi Klinis
Diagnosis Vitiligo didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis.
Ditanyakan pada penderita:
a. Awitan penyakit.
Manifestasi Klinis
Makula berwarna putih dengan diameter beberapa militer sampai
beberapa sentimeter, bulat atau lonjongdengan batas tegas, tanpa perubahan
epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat macula hipomelanotik selain
macula apigmentasi.
Didalam macula vitiligo dapat ditemukan macula dengan pigmentasi
normal atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikuler. Kadangkadang ditemukan lesi yang meninggi, eritema dan gatal, disebut inflamatoar.
(2)
Gambar 1.
Vitiligo Vulgaris(2)
2. Vitiligo Akrofasial: Menyerang pada distal dari jari dan wajah dengan pola
circumferensial. Ini merupakan sub tipe dari GV(2)
Gambar 2.
Vitiligo Akrofasial(2)
3. Mixed vitligo: kombinasi dari acrofacial dan vulgaris, atau segmental dan
tipe acrofacial. (2)
4. Vitiligo Universalis: Seluruh atau hampir menyeluruh mengalami
depigmentasi dari seluruh tubuh. Ini merupakan bentuk paling berat GV. (2)
Gambar 3.
Vitiligo Universalis(2)
5. Vitiligo Fokal: Satu atau lebih macula pada satu area, tetapi tidak
terdistribusi secara segmental. (2)
Gambar 4.
Vitiligo Fokal(2)
Gambar 5.
Vitiligo Segmental(2)
b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini.(3)
c. Riwayat penyakit kelainan thyroid, alopesia areata, diabetes mellitus, dan
anemia (3)
d. Kemungkinan factor pencetus, misalnya, stress emosi, terbakar surya, dan
pajanan bahan kimiawi. (3)
e. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih. (3)
2. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Woods Lamp
wood lamp adalah test yang menggunakan cahaya yang deakt untuk melihat
kulit. Ini digunakan di ruangan yang gelap kulit berada 4 sampai 5 inci dari
sumber cahaya woods lamp, tujuannya untuk melihat semua perubahan warna
pada kulit yang terkena. Woods lamp berfungsi untuk melihat beberapa kondisi
dari kulit seperti infeksi bakteri, Infeksi Fungi, Ektoparasit, dan perubahan warna
kulit.
Pada lesi vitiligo setelah digunakan woods lamp akan memperlihatkan warna
putih cerah atau putih biru. Ini membedakannya dengan lesi hypopigmentasi pada
penyakit lain. (6)
Hasil dari lampu Wood pada berbagai penyakit tersebut adalah
1. Warna Kuning Emas untuk Tinea versicolor
2. Hijau pucat untuk Trichopyton schoenleini
3. Hijau Kuning cerah untuk Microsporum audouni atau M.canis
4. Aquareen to blue untuk Pseudomonas aeruginosa
5. Biru putih untuk Leprae
6. Putih pucat untuk hipopigmentasi
7. Ungu coklat untuk hiperpigmentasi.
B. Pemeriksaan HIstopatologi
3. Diferential Diagnosis
Differential diagnosis dari vitiligo adalah pertama, kelompok hipomelanosis
herediter yaitu albinism, tuberous sclerosis. Kedua, kelompok akibat gangguan
infeksi adalah tinea versicolor dan Leprae.Ketiga, kelompok Hipopigmentasi pasca
inflamasi yaitu discoid lupus eritematosus, scleroderma, psoriasis.Keempat,
kelompok Obat yang yang menginduksi depigmentasi.
III.
PENATALAKSANAAN
Terapi Fundamental Vitiligo adalah Melanosit Repopulation.(2)
Kunci yang prinsipel dari Terapi vitiligo adalah dengan membantu repopulasi
dari bercak depigmentasi dari interfolikuler epidermis dengan aktif melanosit yang
dapat bermigrasi, membuat depigmentasi kulit menjadi repopulasi,menjaga
biosintesis melanin. (2)
Repigmentasi mungkin terjadi secara spontan dan mungkin juga diinduksi
terapi. Repigmentasi secara spontan secara klinik tidak signifikan dan tidak terjadi
perbaikan kosmetik, dan terjadi pada kurang dari 50% pasien, paling sering pada
pasien muda dan area kulit yang terkena sinar matahari langsung akan menginduksi
agen. Pada klinis, repigmentadi yang paling sering didapatkan adalah dengan pola
perifolikular, walaupun ada juga ditemukan pola lain seperti marginal, difus atau
kombinasi keduanya. (2)
Pendekatan penatalaksaana yang digunakan dengan meninjau pathogenesis
penyakit adalah dengan menghambat system imun yang menyebabkan destruksi dari
UVA secara topical diberikan methoxalen topical 0,1 % yang diberikan pada area
vitiligo 20-30 menit sebelum paparan UVA. PUVA topical diindikasikan pada
pasien dengan area vitiligo kurang dari 20% dari permukaan tubuh, dan nyeri
bakar akibat terapi. PUVA tidak direkomendasikan pada anak-anak. (2)
Gambar 6.
Repigmentasi Folikular setelah terapi PUVA dan Psoralen(2)
3. Kortikosteroid
a. Kortikosteroid Topikal
Digunakan fsebagai first line therapy untuk localized vitiligo, dan
sangat direkomendasikan untuk wajah juga lesi yang kecil pada anak-anak.
Keuntungannya selain harga yang murah, efek repigmentasinya lebih
diffuse dengan cepat walaupun kurang stabil. Localized vitiligo diterapi
dengan Kortikosteroid dengan Potensi tinggi (seperti Clobetasol
propionate ointment 0,05%) selama 1-2 bulan. Penggunaan secara
bertahap diturunkan dengan Kortikosteroid potensi lebih rendah (seperti
Hydrocortison
butirat
Cream
0,1%).
Namun
diperhatikan
pada
Kortikosteroid+calsineurin
inhibitor,
Jika lebih dari 50-80% dari luas permukaan tubuh terkena vitiligo,
pasien dapat mempertimbangkan depigmentasi. Bentuk pengobatan dianggap
permanen dan tujuannya adalah jumlah depigmentasi. Monobenzona
(monobenzyl eter hydroquinone) 20% digunakan dua kali sehari selama 3-6
bulan ke daerah sisa yang berpigmen . Sampai dengan 10 bulan dilakukan
untuk menyelesaikan pengobatan. Setelah pasien mencapai penampilan
depigmented
seluruhnya,
pasien
merasa
sangat
puas.(4)
DIAGNOSIS
NSV
Progresi
Repigmentasi Stabil
NB-UVB (9 Bulan)
CS minipulse (3-4
bulan)
Imunosupresan lain?
Repigmentasi (-)
KP (+)
Pertimbangka
n Bedah
Pertimbangkan
Depigmentasi
Stabil tanpa
Repigmentasi
KP (-)
Pertimbangkan
Bedah
DIAGNOSIS
SV
Mencegah
Faktor
Pencetus
Stabil tanpa
Repigmentasi
Stabil
Repigmentasi
Progresi
Bedah
Tidak diterapi
Stabil
NB-UVB, MEL
Repigmentasi
Repigmentasi (-)
KP +
Kamuflase
DAFTAR PUSTAKA
Stabil tanpa
Repigmentasi, KP
(-)
Bedah
1. Bolognia, Jean L, Lorisso. Joseph L., Rapini. Ronald P, Vitiligo and other disorder of
Hipopigmentation. 2 ed: Dermatology Mosby Elseiver; 2008.p.913
2. Birlear. Stanca, Spritz. Richard.Vitiligo at Glance.in. Fitzpattrick's Dermatology in
general Medicine 8ed. New york: Mc graw Hill; 2012. p. 1109-1120.
3. Rata, I Gusti Agung. Vitiligo. In: Prof.Dr.dr. Juanda. lmu penyakit kulit dan kelamin.
2012. p.235-236
4. James. William, G.Tmimothy. Vitiligo.In :Andrews Disease of the Skin Clinical. Ed.11
2011. P.865
5. Reghu. Remya, James. Emmanuel, Epidemiological Profile and Teratment Pattern Of
Vitiligo In Tertiary Care Teaching Hospital. International Journal Of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. Vol.8.2011
6. Kelly,B,P.Superfisial Fungal Infection. AmericanAcademy of Pediatric. 2012