You are on page 1of 13

CHAPTER 8

KONSEKUENSI EKONOMI DAN TEORI AKUNTANSI POSITIF

A. PENDAHULUAN
1. Konsekuensi Ekonomi
Konsekuensi ekonomi adalah suatu konsep yang menekankan bahwa, terlepas dari
implikasi teori pasar sekuritas yang efisien, pilihan kebijakan akuntansi dapat
mempengaruhi nilai perusahaan. Gagasan mengenai konsep ini adalah bahwa
kebijakan akuntansi perusahaan dan perubahannya sangat penting bagi
manajemen. Pemahaman terhadap konsep konsekuensi ekonomi dari pilihan
kebijakan akuntansi diperlukan karena dua alasan. Pertama konsep ini menarik
dan pernyataan bahwa kebijakan akuntansi tidak penting tidak sesuai dengan
pengalaman akuntan.

2. Teori Akuntansi Positif


Untuk menjawab asal-usul konsep konsekuensi ekonomi maka diperkenalkan
teori akuntansi positif. Teori ini didasarkan pada kontrak yang dijalin oleh
perusahaan. Kontrak tersebut seringkali didasarkan pada variabel akuntansi
keuangan. Dalam hal ini manajemen memilih kebijakan akuntansi untuk
memaksimalkan kepentingan perusahaan. TAP berusaha memprediksi kebijakan
apa yang akan dipilih oleh manajer.

B. MUNCULNYA KONSEKUENSI EKONOMI

Konsep konsekuensi ekonomi muncul di sebuah artikel awal oleh Stephen Zeff
(1978) yang berjudul Timbulnya Konsekuensi Ekonomi (The Rise of Economic
Consequences). Zeff mendefinisikan konsekuensi ekonomi sebagai dampak
pelaporan akuntansi terhadap perilaku pengambilan keputusan dari kalangan
usaha, pemerintah, dan kreditor. Menurut Zeff intervensi pihak ketiga sangat
mempersulit penyusunan standar akuntansi. Zeff menjelaskan mengenai
tanggapan badan penyusun standar terhadap beragam intervensi tersebut, yaitu
memperluas perwakilan dalam badan standar tersebut. Terlepas dari implikasi
teori pasar yang efisien, pilihan kebijakan akuntansi memiliki konsekuensi
ekonomi bagi berbagai pengguna laporan keuangan. Konsekuensi ekonomi
semakin

mempersulit

penentuan

standar

akuntansi,

yang

memerlukan

penyeimbangan antara pertimbangan politik dan akuntansi.

C. OPSI SAHAM KARYAWAN


Bidang pertama konsekuensi ekonomi adalah akuntansi untuk opsi saham yang
dikeluarkan bagi manajemen dan dalam beberapa kasus, bagi karyawan lainnya,
memberi mereka hak untuk membeli saham perusahaan dalam jangka waktu
tertentu. Hal ini disebut Employee Stock Opsions (ESO). Akuntansi untuk ESO
mewajibkan perusahaan mengeluarkan ESO dengan nilai tetap untuk mencatat
biaya yang sama dengan selisih antara nilai pasar saham pada tanggal pemberian
opsi kepada karyawan dan harga pelaksanaan opsi tersebut. Kebanyakan
perusahaan yang memberikan ESO menetapkan harga pelaksanaannya sama
dengan nilai pasar pada tanggal pemberiannya, sehingga nilai intrinsiknya nol.
Akibatnya tidak ada biaya yang perlu dicatat bagi kompensasi ESO. Sebagai

contoh, jika saham yang dijamin memiliki nilai pasar $10 pada tanggal
pemberian, maka menetapkan harga pelaksanaan sebesar $10 tidak akan
menghasilkan pencatatan biaya, sementara menetapkan harga pelaksanaan sebesar
$8 memicu biaya sebesar $2 per ESO yang diberikan. Hal ini menyebabkan
menurunnya pencatatan biaya kompensasi dan menaikkan pencatatan laba bersih.
Alasan tidak diwajibkannya pencatatan nilai wajar untuk ESO adalah sulit
menetapkan nilainya. Sehingga muncul rumus Black/Sholes yang berasumsi
bahwa opsi dapat diperdagangkan dengan bebas. Hal ini tidak dimungkinkan
karena ESO tidak dapat dilaksanakan sampai tanggal penyerahan (vesting date).
Juga, jika karyawan mengundurkan diri dari perusahaan sebelum dilakukannya
penyerahan, maka opsi tersebut dinyatakan hangus, atau kalaupun belum
dilaksanakan, mungkin ada pembatasan-pembatasan terhadap kemampuan
karyawan untuk menjual saham yang diperolehnya. Untuk mengatasi hal ini,
FASB mengeluarkan exposure draft yang mengusulkan agar perusahaan mencatat
biaya kompensasi berdasarkan nilai wajarnya pada tanggal pemberian ESO.
Namun, exposure draft ini ditolak karena muncul kekhawatiran akan konsekuensi
ekonomi dari laporan laba yang lebih rendah yang akan dihasilkan. Konsekuensi
yang dikhawatirkan tersebut mencakup harga saham yang lebih rendah, biaya
modal yang lebih tinggi, kurangnya bakat manajerial, serta rendahnya motivasi
manajer dan karyawan. Hal ini dikarenakan tidak seperti umumnya biaya, ESO
tidak memerlukan pembiayaan tunai. Intinya biaya ditanggung oleh para
pemegang saham. Karena itu, jika ESO dilaksanakan dengan harga $10 ketika
nilai pasar saham tersebut $30, maka biaya ex post bagi perusahaan dan para
pemegang sahamny adalah $20. Dengan memberi pemegang saham sebesar $10,

perusahaan tersebut melewatkan kesempatan untuk mengeluarkan saham dengan


harga pasar sebesar $10. Meskipun demikian, biaya ESO tersebut sangat sulit
diukur secara reliabel. Hal ini karena karyawan mungkin melaksanakan opsi
tersebut setelah tanggal penyerahan sampai tanggal kadaluwarsa. Biaya ex post
bagi perusahaan pun akan tergantung pada selisih nilai pasar saham dan harga
pelaksanaan pada saat itu. Untuk mengetahui nilai wajar ESO, perlu diketahui
strategi pelaksanaan optimal karyawan. Untuk mengatasi masalah ini, muncul
model strategi yang disusun oleh Huddart (1994). Dengan membuat beberapa
asumsi, Huddart menunjukkan bahwa rumus Black/Sholes dengan ESO yang
ditahan sampai tanggal kadaluwarsa dapat menaikkan pencatatan nilai wajar ESO
pada saat tanggal pemberian. Ada tiga karakteristik opsi, yaitu pengembalian yang
diharapkan dari menahan suatu opsi melebihi return saham yang diharapkan, opsi
potensi kenaikan, opsi deep-in-the-money. Selanjutnya akan muncul
pertanyaan adalah keadaan di mana karyawan akan melaksanakan opsi tersebut?
Huddart mengidentifikasi ada dua keadaan. Pertama, jika ESO mencakup nilai
uang sedikit, waktu sampai jatuh temponya singkat, dan karyawan tersebut
diharuskan menahan saham yang diperolehnya, maka penghindaran risiko dapat
memicu pelaksanaan lebih awal. Karena ada resiko substansial untuk terjadinya
hasil nol, maka karyawan yang menghindari resiko (yang mengimbangkan antara
resiko dan hasil) mungkin merasa bahwa pengurangan resiko pelaksanaan opsi
saat ini daripada terus menahannya ternyata lebih besar daripada lebih rendahnya
hasil yang diharapkan dari menahan saham tersebut. Keadaan kedua terjadi ketika
ESO menyangkut banyak uang, waktu sampai jatuh temponya singkat, dan
karyawan dapat menahan maupun menjual saham yang diperolehnya dan

menginvestasikan hasilnya pada aktiva yang tidak beresiko. Karena menahan


aktiva yang tidak beresiko lebih disukai daripada menahan saham, maka karyawan
akan melaksanakan opsi, menjual saham, dan membeli aktiva yang tidak beresiko.
Dalam penelitian empiris untuk menguji pelaksanaan awal, Huddart dan Lang
(1996) mengkaji pola-pola pelaksanaan dari karyawan pada delapan perusahaan
besar di Amerika Serikat selama periode sepuluh tahun. Mereka mendapati bahwa
pelaksanaan lebih awal sering dilakukan, sesuai dengan asumsi penghindaran
resiko yang dinyatakan oleh Huddart. Mereka juga mendapati bahwa variabel
yang menjelaskan pelaksanaan awal secara empiris, seperti waktu sampai jatuh
tempo dan sampai sejauh mana ESO tersebut menyangkut uang, dikatakan
broadly consistent dengan prediksi model tersebut.
Penelitian selanjutnya cenderung mengkonfirmasi tendensi Black/Sholes untuk
terlalu melebihkan pencatatan biaya ESO secara ex post. Hall dan Murphy (2002),
dengan menggunakan pendekatan yang berbeda dari Huddart, juga menunjukkan
probabilitas substansial dari pelaksanaan awal, dan menunjukkan bahwa hal
tersebut secara signifikan mengurangi biaya ESO di bawah Black/Sholes. Analisis
mereka juga menunjukkan keragaman dalam keputusan pelaksanaan oleh
karyawan.
Aboody dan Kasznnik (2000) mempelajari terhadap praktek pengumuman
informasi dari CEO seputar tanggal pemberian ESO. Mereka mendapati bahwa,
secara rata-rata, CEO perusahaan yang memiliki ESO terjadwal menggunakan
beragam taktik untuk memanipulasi harga saham lebih rendah sebelum tanggal
pembelian, dan memanipulasi harga agar naik setelah tanggal pembelian tersebut.
Salah satu taktiknya adalah dengan mengumumkan lebih awal kabar buruk dari

laporan pendapatan triwulan yang tertunda, namun kabar baiknya tidak


dilaporkan. Taktik lainnya mencakup dimasukkannya estimasi pendapatan para
analis yang berpengaruh dan penentuan waktu yang selektif atas pengumuman
estimasi mereka sendiri.

D. REAKSI PASAR SAHAM TERHADAP AKUNTANSI SUCCESFULLEFFORT DI INDUSTRI MINYAK DAN GAS
Pembahasan didasarkan pada artikel The Impact of Accounting Regulation on the
Stock Market: The Case of Oil and Gas Companies (1979) yang ditulis oleh Lev.
Penelitian ini terkait dengan kebijakan SFAS 19 yang mewajibkan perusahaan
migas di AS mencatat biaya eksplorasi dengan metode succesfull-effort. Karena
pilihan kebijakan akuntansi untuk biaya eksplorasi mencerminkan kebijakan
akuntansi, maka teori pasar sekuritas efisien memprediksi bahwa seharusnya
manajer tidak keberatan menggunakan metode succesfull-effort.
Secara khusus, terdapat kekhawatiran mengenai dampak yang mungkin
merugikan terhadap persaingan dalam industri migas. Kekhawatiran tersebut
adalah bahwa sebagian besar perusahaan kecil yang bergerak di bidang migas
menggunakan akuntansi full-cost. Ini karena metode succesfull-effort cenderung
menghasilkan laba bersih yang lebih kecil daripada metode full-cost, terutama
untuk perusahaan yang aktif melakukan eksplorasi, maka ditakutkan bahwa laba
bersih yang lebih kecil dalam laporan akan menjadikan perusahaan kecil lebih
sulit menghimpun modal, dan karenanya akan mengurangi persaingan dan
cakupan eksplorasi.
Lev memulai penelitian dengan menentukan apakah harga sekuritas perusahaan
migas terpengaruh oleh penggunaan metode akuntansi succesfull-effort. Lev

mengambil sampel 49 perusahaan yang menggunakan metode full-cost dan


sampel kontrol yang terdiri dari 34 perusahaan yang menggunakan succesfulleffort. Hasil penelitiannya adalah terjadi pengembalian abnormal negatif rata-rata
yang signifikan untuk saham-saham dari 49 perusahaan yang menggunakan
metode full-cost. Untuk ke-34 perusahaan yang telah menggunakan metode
akuntansi succesfull-effort, dan relatif tidak terpengaruh oleh exposure draft,
pengembalian negatif rata-rata-nya bernilai relatif kecil. Untuk kondisi saham,
Dickman dan Smith (1979) dan Kross (1982) mendapati tidak adanya reaksi harga
sekuritas terhadap perubahan standar akuntansi. Mungkin ini disebabkan karena
adanya inefisiensi pasar sekuritas. Alasan lain adalah bahwa perusahaan yang
menggunakan full-cost akan menghadapi kesulitan menghimpun modal atau
mungkin mengurangi aktivitas eksplorasi begitu mereka dipaksa menggunakan
succesfull-effort. Alasan lain adalah bahwa pengurangan laba bersih yang
dilaporkan dan ekuitas para pemegang saham setelah beralih menggunakan
metode succesfull-effort mungkin mempengaruhi rasio bonus manajemen dan
perjanjian pinjaman. Pasar dapat bereaksi terhadap manajer yang gagal merepons
masalah seperti ini. Bagaimanapun juga hasil penelitian Lev menyatakan bahwa
pasar memang bereaksi terhadap metode akuntansi yang dipilih. Akibatnya,
terbukti bahwa perubahan kebijakan akuntansi dapat memiliki dampak harga
sekuritas, karenanya memperkuat argumen konsekuensi ekonomi.

E. HUBUNGAN ANTARA TEORI PASAR SEKURITAS EFISIEN DAN


KONSEKUENSI EKONOMI

Teori pasar sekuritas yang efisien tidak meramalkan reaksi harga terhadap
perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempengaruhi probabilitas jaminan
dan aliran kas. Dengan kata lain, teori pasar yang efisien menyiratkan pentingnya
pengungkapan penuh, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi. Meskipun
demikian, begitu pengungkapan penuh terhadap kebijakan akuntansi dilakukan,
pasar akan menafsirkan nilai sekuritas perusahaan berdasarkan kebijakan yang
dipakai. Jika dilihat dari pengguna laporan keuangan, manajemen dan investor,
tentu akan bereaksi terhadap perubahan kebijakan akuntansi. Berbagai reaksi
dirumuskan dalam konsep konsekuensi ekonomi. Karena itu, kebijakan akuntansi
berpotensi mempengaruhi keputusan manajemen yang sebenarnya, termasuk
keputusan untuk mengintervensi, baik mendukung atau menentang usulan standar
akuntansi.

F. TEORI AKUNTANSI POSITIF


1. Garis Besar Teori Akuntansi Positif
TAP berkenaan dengan memprediksi tindakan-tindakan sebagai pilihan kebijakan
akuntansi oleh manajer perusahaan dan bagaimana manajer akan merespon
standar akuntansi baru yang diusulkan. Misalkan dapatkah kita memprediksi,
manajer perusahaan migas akan memilih kebijakan akuntansi dengan metode
succesfull-effort ataukah metode full-cost? TAP beranggapan bahwa perusahaan
akan mengorganisir diri dalam cara yang efisien sehingga memaksimalkan
prospek untuk bertahan hidup. Perusahaan dapat dipandang sebagai kumpulan
kontrak (nexus of contract) artinya pengorganisasiannya dapat ditentukan oleh
kontrak yang dijalinnya. Akan muncul biaya kontrak dan kontrak yang efisien.

TAP berpendapat kebijakan akuntansi akan dipilih sebagai bagian dari masalah
yang lebih dari pencapaian manajemen perusahaan yang lebih efisien.
TAP tidak menyarankan perusahaan harus menjelaskan sepenuhnya kebijakan
akuntansi yang dipergunakan. TAP berpendapat bahwa manajer sifatnya rasional
dan memilih kebijakan akuntansi demi kepentingan perusahaan. Tujuan TAP
adalah untuk memahami dan memprediksi pilihan kebijakan akutansi manajerial
dalam perusahaan yang berbeda-beda. Akan muncul teori normatif. Baik-tidaknya
kemampuan teori normatif melakukan prediksi tergantung sampai sejauh mana
setiap individu sungguh-sungguh mengambil keputusan sesuai teori tersebut.
2. Tiga Hipotesis Teori Akuntansi Positif
a. Hipotesis rencana bonus (The bonus plan hypothesis)
Para manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin memilih prosedur
akuntansi yang menggeser pendapatan yang dilaporkan dari masa datang ke saat
ini.
b. Hipotesis persyaratan perjanjian pinjaman (The debt covenant hypothesis).
Semakin besar perusahaan melakukan pengingkaran persyaratan perjanjian
pinjaman berbasis akuntansi, semakin besar kemungkinan manajer memilih
prosedur akuntansi yang menggeser pendapatan dari periode akan datang ke
periode berjalan.
c. Hipotesis biaya politik (The political cost hypothesis)
Semakin besar biaya politik yang dihadapi oleh perusahaan, semakin besar
kemungkinan manajer memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan
pendapatan yang dilaporkan dari periode berjalan ke periode akan datang.

Ketiga hipotesis tersebut membentuk komponen yang penting dari TAP. Ketiga
hipotesis TAP dapat juga ditafsirkan dari perspektif perjanjian kontrak yang
efisien.

3. Penelitian Teori Akuntansi Positif


TAP telah menghasilkan sejumlah besar penelitian empiris. Sebagai contoh adalah
tulisan Lev (1979). Penelitian Lev membantu kita memahami mengapa
perusahaan yang berbeda-beda mungkin memilih kebijakan akuntansi yang
brbeda-beda. Banyak penelitian TAP untuk pengujian hipotesis. Salah satunya
Healy (1985) yang meneliti hipotesis rencana bonus. Hasil penelitiannya adalah
menemukan bukti bahwa manajer perusahaan yang memiliki rencana bonus
berdasarkan pada laba bersih mereka yang dilaporkan secara sistematis
menggunakan kebijakan akrual sedemikian rupa untuk memaksimalkan bonus
yang mereka harapkan.
Dichev dan Skinner (2002) mengkaji hipotesis persyaratan perjanjian pinjaman.
Mereka meneliti sampel yang terdiri dari banyak persetujuan pemberian pinjaman
privat (pinjaman yang tidak dapat diperdagangkan). Mereka memusatkan
perhatian pada perjanjian-perjanjian dengan persyaratan yang didasarkan pada
dipertahankannya rasio lancar tertentu atau pada dipertahankannya jumlah nilai
bersih tertentu.
Jones (1991) mempelajari tindakan perusahaan untuk menurunkan laporan laba
bersih selama penelitian keringanan impor. Pemberian keringanan kepada
perusahaan yang dipengaruhi oleh persaingan dengan luar negeri sebagian
merupakan keputusan politik.
4. Membedakan Versi Kontrak Efisien dan Oportunis

Ketiga hipotesis TAP dinyatakan dalam bentuk oportunis, artinya berasumsi


bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan utilitas
dibandingkan remunerasi yang diterima, kontrak hutang, dan biaya politik.
Hipotesis tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk efisiensinya, atas asumsi
kontrak kompensasi, sistem kontrol internal, manajemen perusahaan yang baik,
dapat membatasi oportunisme dan memotivasi manajer memilih kebijakan
akuntansi untuk mengendalikan biaya kontrak. Christie dan Zimmerman (1994)
menyelidiki mengenai tingkat pilihan kebijakan akuntansi yang meningkatkan
pendapatan dalam sampel yang terdiri dari perusahaan yang menjadi target
pengambilalihan. Alasan mereka adalah bahwa jika pilihan kebijakan akuntansi
yang oportunis sedang terjadi, pilihan seperti ini akan lebih tak terkendali dalam
perusahaan yang kemudian akan diambil, karena manajemen yang saat itu
berusaha menepis tawaran pengambilalihan dengan memaksimalkan posisi
keuangan dan laba bersih yang dilaporkan.
Guay (1999) mempelajari aktivitas pinjaman bank perusahaan pada tahun pertama
perusahaan melakukannya. Ia berpendapat bahwa kontrak kompensasi yang
efisien akan mendorong manajer untuk mengurangi resiko-resiko harga yang
spesifik bagi perusahaan (misalnya perusahaan migas menerapkan cegah resiko
harga produksi tahun depan), karena pengurangan resiko tersebut mendorong para
manajer untuk mengambil resiko-resiko lain yang spesifik bagi perusahaan.
Watts (2003) menyatakan bahwa akuntansi konservatif juga dapat berperan dalam
kontrak yang efisien. Disini berlaku hipotesis rencana bonus dimana hipotesis
tersebut menyiratkan bahwa para manajer tergoda untuk meningkatkan estimasi
estimasi aliran kas akan datang lebih tinggi, dan menggunakannya untuk
membenarkan pencatatan pendapatan secara premature dan penilaian aktiva

terlalu tinggi, yang keduanya menggeser pendapatan dari masa akan datang ke
masa kini. Penelitian Basu (1993) mendapati bahwa semakin konservatif
akuntansinya, semakin tinggi rating hutang perusahaan yang mengakibatkan
rendahnya biaya bunga, dengan semua hal dianggap sama. Hasil tersebut sesuai
dengan kontrak hutang yang efisien karena perusahaan menjadi semakin
konservatif jika kebutuhannya makin besar. Jika manajer berperilaku oportunistis,
mereka tidak akan begitu memperhatikan biaya bunga dan karenanya akan
berusaha mengeluarkan diri dari ancaman pelanggaran persyaratan pinjaman
hutang dengan menggeser ke pendapatan periode berjalan dari pendapatan yang
akan datang.

5. Kesimpulan Konsekuensi Ekonomi dan Teori Akuntansi Positif


a. TAP berusaha memahami dan memprediksikan pilihan kebijakan akuntansi
perusahaan.
b. Secara umum, TAP menilai bahwa pilihan kebijakan akuntansi adalah
bagian

dari

kebutuhan

perusahaan

secara

menyeluruh

untuk

meminimalkan biaya modal dan biaya kontrak.


c. TAP tidak menyiratkan bahwa pilihan kebijakan akuntansi perusahaan
harus dijelaskan dengan khusus. Justru biasanya akan lebih efisien jika ada
sekumpulan kebijakan akuntansi yang dapat dipilih oleh manajemen.
d. Memberi keleluasaan kepada manajemen dalam pilihan kebijakan
akuntansi akan memberi respon fleksibel dalam lingkungan perusahaan
dan terhadap hasil kontrak yang tidak dapat diramalkan. Namun demikian,
ini juga memberi peluang terjadinya perilaku manajemen yang oportunistis
dalam pilihan kebijakan akuntansi.
e. Dari perspektif TAP, tidak sulit memahami mengapa kebijakan akuntansi
dapat memiliki konsekuensi ekonomi. Dari perspektif efisiensi, kumpulan

kebijakan yang tersedia mempengaruhi fleksibilitas perusahaan. Dari


perspektif opportunis, kemampuan manajemen untuk memilih kebijakan
akuntansi untuk keuntungannya sendiri pun terpengaruhi.

You might also like