Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Nama
: Ajeng Septhiani
NIM
: P17335114034
Kelompok
: IV (empat)
Kelas
: I-A
I.
II.
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mampu menentuan formula dan mengevaluasi dengan tepat sediaan krim
dengan bahan aktif gentamisin sulfat.
LATAR BELAKANG
Pada praktikum ini akan dibuat sediaan krim dengan bahan aktif gentamisin sulfat.
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Kemenkes RI, 2014). Krim merupakan istilah
yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik. Krim biasanya digunakan
untu pemakaian pada kulit atau membran mukosa. Krim adalah sediaan solid kental,
umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M (krim berminyak) (The Council
of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, 1994). Pada praktikum ini dibuat krim
tipe air dalam minyak. Karena bahan aktif yang digunakan memiliki kelarutan yang larut
dalam air, sehingga bahan aktif disimpan dalam fase dalam yaitu air.
Beberapa keuntungan sediaan krim yaitu mudah dipakai, mudah dicuci dan
dihilangkan dari kulit dan pakaian, tidak lengket untuk tipe minyak dalam air dan
memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit.
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang bersifat bakterisida
terhadap banyak bakteri aerob, gram-negatif dan terhadap beberapa strain stafilokokus.
Dalam sel, aminoglikosida mengikat sub unit ribosom 30S, dan sampai batas tertentu untuk
sub unnit ribosom 50S, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan dalam
transkripsi kode genetik bakteri. Organisme patogen berikut biasanya sensitif terhadap
gentamisin, diantaranya: strain Gram-negatif, spesies Brucella, Calymmatobacterium,
Campylobacter, Citrobacter, Escherichia, Enterobacter, Francisella, Klebsiella, Proteus,
Providencia, Pseudomonas, Serratia, Vibrio, Yersini dan Neisseria. Di antara organisme
Gram-positif seperti strain Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes dan beberapa
strain Staphylococcus epidermidis, Enterococci dan Streptococcus. (Sweetman, 2009).
Gentamisin juga telah diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit
digunakan gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kadar yang
disarankan,
Konsentrasi 0,3% digunakan dalam penggunaansediaan topikal untuk mata dan telinga
(Sweetman, 2009).
Sediaan ditujukan untuk penggunaan topikal pada kulit dan gentamisin sulfat sebagai
bahan aktif memiliki kelarutan yang larut dalam air (Kemenkes RI, 2014), maka dibuat
sediaan krim tipe air dalam minyak agar bahan aktif yaitu gentamisin berada di fase dalam
yaitu air. Selain itu bahan aktif memiliki pemerian yang tidak berbau, untuk menambah nilai
tampilan dalam hal aroma dan untuk meningkatkan akseptabilitas pasien maka pada sediaan
ditambahkan pengaroma.
Dosis pemakaian krim gentamisin sulfat yaitu 2 sampai 3 kali sehari, dioleskan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978).
III.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Bahan aktif : Gentamisin Sulfat
Zat Aktif
Gentamisin Sulfat
Struktur
(Martindale
36th ed. 2009, p: 282)
Rumus
molekul
218-237C
(http://www.chemicalbook.com/ChemicalProductProperty_E
N_CB2733991.htm)
Pemerian
Kelarutan
Larut dalam air; tidak larut dalam etanol, dalam aseton, dalam
kloroform, dalam eter dan dalam benzen. (FI V hlm. 491)
Stabilitas
sangat
basa
secara
kimiawi
stabil
dan
Inkompabilitas
seperti
karbenisilin
dan
tikarsilin
Mengingat
potensi
mereka
untuk
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
0,1%.
2. Parafin Cair
Zat
Parafin Cair
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
20C
(http://www.perrigo.com.au/upload/product/document/LIQ014
77F_MSDS.pdf)
Pemerian
Kelarutan
Parafin Cair tidak larut dalam air, dan dalam etanol; larut
dalam minyak menguap; dapat bercampur dengan minyak
lemak; tidak bercampur dengan minyak jarak. (FI V hlm.869)
Stabilitas
Inkompabilita
p: 446)
Parafin cair inkompatibel dengan oksidator kuat. (HOPE 6th
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
Salep optalmik
: 3,0 60,0%
Sediaan otik
Emulsi topikal
: 0,5 3,0%
: 1,0 32,0%
: 0,1 95,0%
3. Cetostearyl Alkohol
Zat
Cetostearyl Alkohol
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Larut dalam etanol (95%), eter dan minyak; praktis tidak larut
dalam air. (HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Stabilitas
Inkompabilita
Keterangan
lain
150)
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
4. Cetomacrogolum 1000
Zat
Cetomacrogolum 1000
Sinonim
Struktur
(http://apps.who.int/phint/en/p/docf/)
Rumus
(C2H4O)nC16H34O (http://apps.who.int/phint/en/p/docf/)
molekul
Titik lebur
Pemerian
Putih atau putih pucat lilin padat atau serpihan yang mencair
ketika dipanaskan untuk memberikan cairan hampir tidak
berwarna yang jelas. Lilin pengemulsi nonionik memiliki bau
samar dari setostearil alkohol. (HOPE 6th ed. 2009 p: 777)
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air (formula emulsi), larut dalam alkohol
dan mudah larut dalam eter, kloroform, lebih larut dalam pada
pelarut hidrokarbon dan aerosol propellants. (HOPE 6th ed. 2009
p: 777)
Stabilitas
Inkompabilita
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
Sinonim
Agidol;
BHT;
2,6-bis(1,1-dimethylethyl)-4-methylphenol;
butyl-hydroxytoluene;
butylhydroxytoluenum;
Dalpac;
CP;Nipanox
BHT;OHS28890;Sustane;Tenox
molekul
Titik lebur
Pemerian
Stabilitas
Inkompabilita
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
-Carotene 0.01%
penggunaan
6. Na-EDTA
Zat
Na-EDTA
Sinonim
Struktur
C10H14N2Na2O8 (anhydrous)
molekul
C10H18N2Na2O10 (dihydrate)
(HOPE 6th ed. 2009 p: 242)
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Dinatrium
edetat
sebagai
asam
lemah
menggeser
Keterangan
lain
Penyimpanan
Na-EDTA higroskopis
dan
tidak
stabil
saat
terkena
penggunaan
berbagai
sediaan
farmasi,
termasuk
obat
kumur,
tetes
mata
Vaselin Album
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
3860 C
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, p: 482)
Pemerian
Masa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah zat
dileburkan
dan
dibiarkan
hingga
dingin
tanpa
diaduk.
Praktis tidak larut dalam aseton, etanol. Etanol (95%) panas atau
dingin, gliserin, dan air ; larut dalam benzene, karbon disulfide,
kloroform, eter, heksana, dan minyak atsiri.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, p: 482)
Stabilitas
sejumlah
cahaya,
kotoran
kecil
kotoran.
ini
dioksidasi
dapat
Pada
menjadi
antioksidan
butylatedhydroxyanisole,
yang
sesuai
seperti
hydroxytoluenebutylated,
atau
banyak bahan.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, hal 482)
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
Emulsi topikal
: 4- 25%
Salep topikal
: sampai 100%
Propilen glikol
Sinonim
Struktur
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
sehinggal
menimbulkan
produk
seperti
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
9. Metilparaben
Zat
Metilparaben
Sinonim
Struktur
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
lain
441)
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
2009 p: 442)
Kadar yang digunakan pada sediaan : 0,53%.
10. Propilparaben
Zat
Propilparaben
Sinonim
Struktur
molekul
Titik lebur
95-99 C (www.chemblink.com/products/94-13-3.htm)
Pemerian
Kelarutan
Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter. (FI V hlm. 1072)
Stabilitas
Inkompabilita
Keterangan
lain
Penyimpanan
Pengawet antimikroba.
ADI metilparaben : 10 mg/kg bb. (HOPE 6th ed. 2009 p: 598)
Propilparaben harus disimpan dalamwadah yang tertutup
dalam sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 597)
Kadar
penggunaan
p: 596)
Kadar yang digunakan pada sediaan : 0,01%.
11. Water
Zat
Water
Sinonim
Struktur
O
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilita
Keterangan
lain
Penyimpanan
sehingga
pertumbuhan
mikroba
dapat
SPESIFIKASI SEDIAAN
1
2
3
4
5
6
7
Bentuk sediaan
Warna
Bau
pH sediaan
Kadar sediaan
Volume sediaan
Viskositas
: Krim
: Putih
: Mawar
: 4,5-6,5
: 0,1%
: 5 gram/tube
: 10000-20000 cPs
DOSIS
2 sampai 3 kali sehari setelah mandi, dioleskan. (Fornas edisi II 1978 hlm. 135)
TINJAUAN PUSTAKA
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak
kurang dari 60%). Krim ada dua tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat
dicuci dengan air (M/A), ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat
digunakan untuk pemberian obat melalui vagina (Syamsuni, 2006).
Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu
dan perubahan suhu dan perubahan komposisi ( adanya penambahan salah satu fase secara
berlebihan). Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai pengenceran yang cocok,
yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan
dalam waktu 1 (satu) bulan (Syamsuni, 2006).
Basis pada krim dan salep adalah sama, terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
A. Basis berminyak/hidrokarbon (oleagenous)
Basis hidrokarbon juga dikenal sebagai basis berminyak, bebas air, inkoporasi air
hanya dalam jumlah kecil dan dengan kondisi yang cukup sulit. Peran utama untuk basis ini
meliputi efek emuliensa (melunakkan), dapat bertahan pada kulit untuk periode waktu yang
cukup lama, mencegah penguapan kelengasan kelembaban dari kulit menuju atmosfer dan
tidak mudah tercuci. Basis hidrokarbon berkerja pula sebagai pembalut oklusif sehingga
meningkatkan hidrasi kulit dengan cara menurunkan kecepatan hilangnya air permukaan.
Juga tidak mengering atau berubah pada proses penuaan. Basis hidrokarbon semisolida
meliputi hidrokarbon cair C16 hingga C30 rantai lurus dan bercabang, terjerat dalam matriks
kristal halus dari hidrokarbon solida berbobot molekul tinggi.
B. Basis absorpsi (absorption base)
Basis absorpsi bersifat hidrofilik, material anhidrous atau basis hidrous (emulsi A/M)
yang mempunyai kemampuan mengabsorpsi air tambahan. Dengan penambahan lanolin,
lanolin isolat, kolesterol, lanosterol atau sterol terasetilasi membuat basis hidrokarbon
menjadi hidrofil. Campuran hidrofil tersebut dikenal sebagai basis absorpsi, hanya saja kata
absorpsi kurang tepat. Walaupun basis mengabsorpsi larutan air dianggap emulsi A/M,
sebetulnya basis absorpsi tidak mengabsorpsi air pada saat berkontak, hanya sesudah cukup
diagitasi basis absorpsi menjadi salap konvesional yang mengandung pengemulsi A/M dalam
jumlah yang cukup besar.
C. Basis tercuci air (water removable base)
Kelompok ini merupakan basis emulsi yang luas digunakan karena dapat tercuci dari
kulit atau pakaian dengan air. Dapat mengandung komponen larut air atau tidak larut air. Dari
sudut teurapeutik, basis tercuci air menunjukkan kemampuan mengabsorpsi buangan serum
(serous) pada kondisi dermatologi.
Basis tercuci air membentuk lapis tipis (film) semi permeabel pada lokasi aplikasi sesudah
penguapan air. Dalam hal ini basis terdiri dari 3 bagian komponen; fasa minyak, pengemulsi,
dan fasa air. Fasa minyak merupakan fasa internal, terdiri dari petrolatum atau liquid
petrolatum. Komponen lain yang ditambahkan ke dalam fasa minyak, seperti setil dan stearil
alkohol, membentuk fasa minyak secara menyeluruh.
D. Basis larut air (water soluble base)
Basis ini hanya mengandung komponen larut air. Basis larut air diacu juga sebagai
bebas lemak (minyak) karena tidak mengandung minyak (oleagenious). Inkoporasi larutan air
sulit dilakukan karena sistem akan segera melunak dengan penambahan air, baik digunakan
untuk bahan nonair maupun bahan padat. Mayoritas komponen basis terdiri dari
polietilenglikol yang merupakan basis larut air (Agoes, 2012).
Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asamasam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk
pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (m/a) dan
krim tipe air dalam minyak (a/m). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis
dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps
lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk krim tipe m/a digunakan sabun monovalen,
seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga
dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan
emulygidum. Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan
perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu
sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok dan
dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka
waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin)
dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga
0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk,
penandaan pada etiket harus juga tertera obat luar. Cream M/A Biasanya digunakan pada
kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa dipakai pengemulsi campuran surfaktan. Sistem
surfaktan ini juga bisa mengatur konsistensi. Campuran Pengemulsi Yang Sering Dipakai :
Sifat Emulsi M/A Untuk Basis Cream : Dapat diencerkan dengan air. Mudah dicuci
dan tidak berbekas. Untuk mencegah terjadinya pengendapan zat maka ditambahkan zat yang
mudah bercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen glikol). Formulasi yang baik
adalah cream yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu
hidrasi kulit.
fasa minyak & fasa cair. Cream ini mengandung zat pengemulsi A/M yang spesisifik, seperti :
Ester asam lemak dengan sorbitol. Garam garam dari asam lemak dengan logam bevalensi
(Ansel, 1989).
atau pelembut jaringan dari preparat tersebut dan keadaan permukaan kulit. Karena emulsi
yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi m/a (minyak dalam air)
atau emulsi a/m (air dalam minyak), tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat
terapeutik yang akan dimasukan ke dalam emulsi. Zat obat yang akan mengiritasi kulit
umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung
dengan kulit. Tentu saja dapat bercampurnya dan kelarutan dalam air dan dalam minyak dari
zat obat yang digunakan dalam preparat yang di emulsikan menentukan banyaknya pelarut
yang harus ada dan sifatnya yang meramalkan fase emulsi yang dihasilkan .
Pada kulit yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat dipakai
lebih rata karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih
mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Suatu emulsi air dalam minyak juga lebih
lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila kena air.
Sebaliknya jika diinginkan preparat yang mudah dihilangkan dari kulit dengan air, harus
dipilih suatu emulsi minyak dalam air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air. Seperti
untuk absorpsi, abnsorpsi melalui kulit (absorpsi perkutan) bisa ditambah dengan mengurangi
ukuran partikel dari fase dalam (Ansel, 1989).
Pada kulit yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat dipakai lebih
rata karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih
mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Suatu emulsi air dalam minyak juga lebih
lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila
kena air. Sebaliknya jika diinginkan preparat yang mudah dihilangkan dari kulit dengan
air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam
air. Seperti untuk absorpsi, abnsorpsi melalui kulit (absorpsi perkutan) bisa ditambah
dengan mengurangi ukuran partikel dari fase dalam (Ansel, 1989).
dalam air atau air dalam minyak. Berikut ini adalah bahanbahan penyusun sediaan krim:
-
Zat berkhasiat
Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkhasiat dapat menentukan cara
pembuatan dan tipe krim yang dapat dibuat, apakah krim tipe minyak dalam air atau tipe air
dalam minyak.
-
Minyak
Salah satu fase cair yang bersifat nonpolar
Air.
Salah satu fase cair yang bersifat polar. Untuk pembuatan digunakan air yang telah
Pengemulsi
Umumnya berupa surfaktan anion, kation atau nonion.pemilihan surfaktan didasarkan
atas jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe minyakair digunakan zat
pengemulsi seperti trietanolaminil stearat dan golongan sorbitan, polisorbat, poliglikol,
sabun. Untuk membuat krim tipe air-minyak digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu
domba, setil alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida (Ansel, 1989).
Bahan tambahan; Untuk sediaan semi solid agar peningkatan penetrasi pada
kulit:
Zat untuk memperbaiki konsistensi Konsistensi
Sediaan topikal diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal, selain itu
juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang estetis dan acceptable. Konsistensi
yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan bekas, tidak
terlalu melekat dan berlemak. Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube.
Perbaikan konsistensi dapat dilakukan dengan mengatur komponen sediaan emulsi
diperhatikan ratio perbandingan fasa. Untuk krim adalah jumlah konsentrat campuran zat
pengemulsi.
-
Zat pengawet.
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
Pendapar
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas
Pelembab
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan untuk
meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak,
mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat
tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.
-
Pengompleks (sequestering)
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk
kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses
pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA,
dsb.
-
Anti Oksidan
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh
cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi, antioksidan terbagi atas : a. Anti
oksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya: mencegah oksidasi dengan cara bereaksi dengan
radikal bebas dan mencegah reaksi cincin. Contoh: tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT. b. Anti
oksidan sebagai agen produksi. Zat-zat ini mempunyai potensial reduksi lebih tinggi sehingga
lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat yang lain kadangkadang bekerja dengan cara
bereaksi dengan radikal bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit. c. Anti oksidan
sinergis. Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks dengan logam, karena adanya
sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh: sitrat, tartrat, EDTA.
-
Peningkat Penetrasi.
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar
dengan mengurangi tahanan difusi stratum corneum dengan cara merusaknya secara
reversible. Contoh; dimetil sulfida (DMSO), zat ini bersifat dipolar, aprotik dan dapat
bercampur dengan air, pelarut organik pada umumnya (Ansel, 1989).
Metode Pembuatan
- Metode Pelelehan ( fusion)
Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah meleleh diaduk
sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.
-
Metode Triturasi
Zat yng tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan terakhir. Di
sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat khasiatnya. Pada skala
industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan keberhasilan produksi sangat
tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap pembuatan ke
tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat pada penyimpanan perlu
IV.
PENDEKATAN FORMULA
No
V.
Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
.
1.
2.
3.
4.
Gentamisin Sulfat
BHT
Metilparaben
Propilparaben
0,1% b/b
0,01% b/b
0,1% b/b
0,01% b/b
5.
Propilen glikol
0,53% b/b
Bahan aktif
Antioksidan
Pengawet antimikroba
Pengawet antimikroba
Pelarut metilparaben dan
6.
7.
Vaselin album
Cetostearyl Alkohol
25% b/b
5% b/b
propilparaben
Basis krim
Emolien dan peningkat
8.
Parafin Cair
5% b/b
viskositas
Emolien dan Pelarut
9.
10.
11.
12.
Cetomacrogolum 1000
Na-EDTA
Oleum Rosae
HCl 0,1 N/NaOH 0,1
3% b/b
0,05% b/b
q.s
q.s
BHT
Emulgator
Chellating agent
Pengaroma
Adjust pH (bila perlu)
13.
N
Aquadest
Ad 100%
Pelarut
PENIMBANGAN
Dibuat sediaan 5 tube (@ 5 gram)
5 g 5tube
25 g
( 1005 25 g)
25 g+ 1,25 g
26,25 g
No
.
1.
Nama Bahan
Gentamisin sulfat
0,02625 g 0,026 g
2.
BHT
0,01 g
x 26,25 g
100 g
0,002625 g 0,0026 g
3.
Metilparaben 0,1%
0,1 g
x 26,25 g
100 g
0,02625 g 0,026 g
= 0,13 g
0,01 g
x 26,25 g
= 100 g
Propilparaben
0,01%
0,002625 g 0,0026 g
Kelarutan dalam PPG 1 : 3,9 (HOPE 6th ed. 2009, p. 443)
= 0,0026 g x 3,9
5.
= 0,01014 g
0,01 g
26,25 g( 0,026 g+0,0026 g+0,026 g+ 0,13 g+ 0,0026 g+ 0,01 g )
Basis krim
26,25 g0,1972 g
26,05 g 26 g
Basis
krim
dilebihkan
20%
(Metode triturasi)
20
x 26 g )
( 100
26 g +
26 g +5,2 g
31,2 g
Vaselin album 25
%
25 g
x 31,2 g
100 g
7,8 g
Parafin cair 5%
5g
x 31,2 g
100 g
1,56 g
Cetostearil alkohol
5%
5g
x 31,2 g
100 g
1,56 g
Cetomakrogolum
1000/Emulsifying
wax 3%
3g
x 31,2 g
100 g
0,936 g 0,94 g
Na-EDTA 0,05%
0,05 g
x 31,2 g
100 g
0,0156 g 0,016 g
Basis
sebelum
ditambah 20%
( 25 +5 +5 +3 +0,05 ) 26,25 g
38,05 26,25 g
38,05
x 26,25 g
100
9,98 g 10 g
6.
Aquadest
Aquadest
dilebihkan 20%
16,1 g+
20
x 16,1 g)
( 100
= 16,1 g+3,22 g
19,32 g 19,32 ml
VI.
A.
1.
2.
3.
B.
PROSEDUR PEMBUATAN
timbangan analitik.
11. Aquadest di ukur sebanyak 10 ml dan 9,2 ml di gelas ukur 10 ml.
C. Pembuatan Sediaan Krim Gentamisin Sulfat.
1. Mortir dan stamper dipanaskan dengan cara digunakan air panas ke dalam mortir
sampai suhunya 60o-70oC
2. Vaselin album yang telah ditimbang sebanyak7,8 g di kertas perkaman, paraffin cair
yang telah ditimbang sebanyak 1,56 g dicawan penguap, cetostearil alkohol yang
telah ditimbang sebanyak 1,56 g dan cetomacrogolum 1000 yang telah ditimbang
sebanyak 0,94 g dimasukkan dan dicampurkan ke dalam beaker glass 50 ml (beaker
glass fase minyak). Campuran dilebur diatas hotplate hingga suhu mencapai 60o-70oC.
3. Na-EDTA yang telah ditimbang sebanyak 0,016 g di kertas perkamen dan aquadest
yang telah diukur sebanyak 19,2 ml di gelas ukur 10 ml dimasukkan kedalam beaker
glass 50 ml (beaker glass fase air). Campuran dilebur diatas hotplate hingga suhu
mencapai 60o-70oC.
4. Pada keadaan suhu yang sama, Fase ar dan fase minyak dimasukkan secara
bersamaan kedalam mortir. Kemudian digerus kuat sampai terbentuk massa krim.
Basis krim ditimbang sebanyak 26 gram di kertas perkamen. Dimasukkan kembali
kedalam mortir.
5. Gentamisin sulfat ditimbang sebanyak 0,026 g di kertas perkamen, dimasukkan
kedalam mortir, digerus hingga homogen.
6. BHT ditimbang sebanyak 0,0026 g di kertas perlamen, dimasukkan kedalam cawan
penguap, paraffin cair ditambahkan sebanyak 0,0026 g. BHT diaduk hingga larut,
dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga homogen. Cawan penguap dibilas
menggunakan aquadest secukupnya sebanyak 2 kali, hasil bilasan dimasukkan
kedalam mortir, digerus hingga homogen.
7. Metilparaben ditimbang sebanyak 0,026 di kertas perkamen, Metilparaben
dimasukkan kedalam cawan penguap, propilen glikol ditambahkan sebanyak 0,13 g.
Metilparaben diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga
homogen. Cawan penguap dibilas menggunakan aquadest secukupnya sebanyak 2
kali, hasil bilasan dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga homogen.
8. Popilparaben ditimbang sebanyak 0,0026 di kertas perkamen, Propilparaben
dimasukkan kedalam cawan penguap, propilen glikol ditambahkan sebanyak 0,01 g.
Propilparaben diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga
homogen. Cawan penguap dibilas menggunakan aquadest secukupnya sebanyak 2
kali, hasil bilasan dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga homogen.
9. Campuran yang telah homogen ditambahkan oleum rosae sebanyak 3 tetes.
10. Campuran ditimbang masing-masing 5 g untuk 4 tube dengan digunakannya kertas
perkamen.
11. Campuran yang telah ditimbang masing-masing 5 gram dimasukkan ke dalam
masing-masing tube.
12. Masing-masing tube diberikan etiket dan dimasukkan kedalam kemasan sekunder
beserta brosur.
VII.
No
Organoleptik
Prinsip evaluasi
Jumla
h
sampel
FISIKA
Pemeriksaan visual meliputi
1 tube
Hasil
pengamatan
Warna: Putih
Syarat
Warna: Putih
1.
Bau: Mawar
terhadap campuran.
Bau: Mawar
Zat warna tidak
Sediaan
Tipe Krim
termasuk ke
1 tube
dalam krim
tipe air dalam
minyak.
Penentuan
ukuran globul
m dan
1 tube
Dispensasi
dengan menggunakan
distribusi normal
mikroskop.
4.
Viskositas
mengikuti
(Farmasi Fisika,
Viskositas
hlm. 1144).
Viskositas sediaan
viskosimeter stormer.
sediaan 150 P
1000-2000 cP.
setara dengan
15.000 cP.
Dengan menggunakan
keadaan on.
Tombol pengunci berfungsi
agar kotakan tidak dapat
turun dan naik saat kita
pakai maka tombol
pengunci harus diputar
hingga benar-benar
terkunci rapat.
Tombol putaran berfungsi
untuk menurunkan dan
menaikkan spindle ke
dalam cairan.
Pilih spindle yang tepat
1 tube
sebaliknya.
Sebelum spindle
dimasukkan dalam cairan,
maka harus dipasang dulu
dengan memegang bagian
atas kemudian dipasangkan
pada viskometer bagian
bawah diputar searah jarum
jam.
Setelah cairan dimasukkan
ke dalam beaker, spindle
yang sudah terpasang
dicelupkan dalam cairan
dengan tombol putaran
sampai ujung bagian
bawah tenggelam dan
penyangga mencapai dasar
beaker tetapi tidak
menempel.
Tekan tombol on pada
bagian depan dan baca
angka yang paling lama
muncul.
Jika spindle yang
digunakan tidak sesuai
dengan kekentalan cairan
maka data tidak akan
5.
Homogenitas
1 tube
Sediaan
Partikel berukuran
dinyatakan
seragam dan
kaca arloji.
homogen.
terdistribusi
merata.
Menentukkan pH krim dengan
menggunakan indikator pH
universal, dengan cara
6.
pH sediaan
1 tube
pH sediaan
pH sediaan sekitar
6,0.
4,5-6,5.
7.
Isi minimum
Tube kosong:
2,231 g
Sediaan dalam
tube: 7,238 g
Bobot sediaan
dalam tube:
1 tube
bobot sediaan
dalam tube
bobot tube
kosong =
7,328 g
2,231= 5,097 g
8.
1 tube
Dispensasi
150 gram.
Bahan aktif
Uji pelepasan
bahan aktif
dinyatakan mudah
terlepas dari
sediaan apabila
waktu tunggu
(bahan aktif dapat
9.
dengan menggunakan
aktif dari
sediaan
1 tube
Dispensasi
10.
menunjukkan
kemampuan
dengan menggunakan
mudah
tersebar.Nilai di
bawah ini
Stabilitas
krim
disentrifugasi dengan
sediaan terlalu
mencair, di atas
nilai tersebut
1081)
menunjukkan
1 tube
Dispensasi
menunjukkan
Uji
kebocoran
Tube tidak
1 tube
Dispensasi
mengalami
kebocoran.
Efektivitas
pengawet
BIOLOGI
1 tube
Pilih mikroba uji, pilih media
yang sesuai untuk
pertumbuhan mikroba uji,
Dispensasi
Tidak terjadi
peningkatan lebih
tinggi dari log 0,5
13.
hlm. 1355)
(FI V, hlm.1356)
Penetapan
potensi
antibiotik
Dispensasi
parameter
Lakukan dengan cara
zat
menggunakan proses
antimikroba
kromatografi gas.
operasional
1 tube
kromatografi gas
seperti yang tertera
pada tabel.
KIMIA
Menunjukkan
maksimum hanya
pada bilangan
gelombang yang
Spektrum serapan inframerah
11.
Identifikasi
zar aktif
BPFI. Menunjukkan
482)
1 tube
Dispensasi
gentamisin sulfat
Penetapan
kadar zat
aktif
telah dikeringkan. .
Dispensasi
gentamisin dihitung
(FI V, hlm.482)
VIII. PEMBAHASAN
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Kemenkes RI, 2014). Krim ada dua
tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A), ditujukan
untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat
melalui vagina (Syamsuni, 2006). Pada praktikum ini dibuat krim tipe air dalam minyak,
karena bahan aktif yang digunakan bersifat larut air sehingga bahan aktif diinginkan berada
di fase dalam yaitu air.
Krim terdiri atas dua fase terpisah yaitu air dan minyak, sehingga diperlukan
penambahan suatu emulgator yang dapat menyatukan kedua fase yang tidak saling bercampur
tersebut menjadi emulsi yang homogen dan stabil. Untuk mencegah penggabungan kembali
globul-globul minyak, dengan membentuk lapisam film diantara globul-globul tersebut
sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, pada formulasi sediaan krim gentamisin
sulfat ditambahkan emulgator yaitu cetostearil alkohol dan cotemacrogolum 1000.
Penambahan basis krim cetostearyl alkohol dan cetomacrogolum 1000 dikarenakan sediaan
krim yang dibuat adalah tipe air dalam minyak. Cetostearyl alkohol dan cetomacrogolum
1000 merupakan emulgator yang cocok untuk krim tipe air dalam minyak.
Semua krim memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah
pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, sediaan digunakan sebagai multiple dose
dan
disimpan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu pada sediaan ditambahkan bahan
pengawet yaitu metilparaben dan propilparaben. Kombinasi metilparaben dan propil paraben
sebagai pengawet digunakan untuk meningkatkan aktivitas pengawet dan spektrum yang
lebih luas.
Metilparaben memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air dan propilparaben
memiliki kelarutan yang sangat sukar larut dalam air (Kemenkes RI, 2014). Metilparaben dan
propilparaben memiliki kelarutan yang mudah larut dalam propilen glikol. Maka dalam hal
ini, pada sediaan digunakan propilen glikol yang berfungsi sebagai pelarut metilparaben dan
propil paraben. Propilen glikol dengan konsentrasi 10% seharusnya digunakan pada sediaan.
Karena propilen glikol 10% dapat berfungsi sebagai penetration enhancer atau peningkat
penetrasi. Bahan aktif yang digunakan yaitu gentamisin sulfat memiliki log P atau koefisien
partisi yang bernilai negatif. Nilai koefisien partisi yang negatif menyebabkan bahan aktif
sulit diabsopsi oleh kulit, sehingga perlu penambahan bahan yang dapat meningkatkan
absorpsi.
Gentamisin adalah antibiotik aminoglikosida yang bersifat bakterisida terhadap
banyak bakteri aerob, gram-negatif dan terhadap beberapa strain stafilokokus. Dalam sel,
aminoglikosida mengikat sub unit ribosom 30S, dan sampai batas tertentu untuk sub unnit
ribosom 50S, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan dalam transkripsi
kode genetik bakteri. Organisme patogen berikut biasanya sensitif terhadap gentamisin,
diantaranya: strain Gram-negatif, spesies Brucella, Calymmatobacterium, Campylobacter,
Citrobacter, Escherichia, Enterobacter, Francisella, Klebsiella, Proteus, Providencia,
Pseudomonas, Serratia, Vibrio, Yersini dan Neisseria. Di antara organisme Gram-positif
seperti strain Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes dan beberapa strain
Staphylococcus epidermidis, Enterococci dan Streptococcus. (Sweetman, 2009).
Gentamisin juga telah diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit
digunakan gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kadar yang
disarankan,
Konsentrasi 0,3% digunakan dalam penggunaansediaan topikal untuk mata dan telinga
(Sweetman, 2009). Dosis pemakaian krim gentamisin sulfat yaitu 2 sampai 3 kali sehari,
dioleskan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Pemakaian krim disarankan
setelah mandi karena pada keadaan tersebut kondisi kulit masih lembab dan sel-sel mati pada
kulit sudah dibersihkan, sehingga kulit akan lebih mudah mengabsorpsi.
Absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi bawah kulit tercakup masuk ke dalam aliran
darah, disebut sebagai absorpsi perkutan. Pada umunya, absorpsi perkutan dari bahan obat
ada pada preparat dermatologi seperti cairan, gel, salep, krim atau pasta tidak hanya
bergantung pada sifat kimia dan fisika dari bahan obat saja, tapi juga pada sifat apabila
dimasukkan ke dalam pembawa farmasetika dan pada kondisi dari kulit. Cukup dikenal
bahwa walaupun pembawa farmasetika tidak dapat lebih jauh menembus kulit, atau
membawa bahan obat melalui kulit, terhadap kadar dan tingkat penembus kulit, pembawa
tidak mempengaruhi laju dan derajat penetrasi zat obat, dan derajat serta laju penetrasi variasi
dengan berbedanya obat dan berbedanya pembawa. Oleh karena itu untuk absorpsi perkutan
dan efektivitas teurapeutik, tiap kombinasi obat harus diuji secara sendiri-sendiri (Ansel,
1989).
Pada permukaan kulit ada lapisan dari bahan yang diemulsikan terdiri dari campuran
kompleks dari cairan berlemak, keringat dan lapisan tanduk yang dapat terkelupas, yang
terakhir dari lapisan sel epidermis yang tealah mati yang disebut lapisan tanduk atau
stratum corneum dan letaknya langsung dibawah lapisan yang diemulsikan. Dibawah lapisan
tanduk yang teratur terdapat lapisan penghalang epidermis yang hidup atau stratum
germinativum, dan dermis atau kulit sesungguhnya (Ansel, 1989).
Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut syaraf timbul dari jaringan lemak
subkutan masuk ke dalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada
jaringan subkutan menghasilkan produknya dengan cara pembuluh keringat menemukan
jalannya ke permukaan kulit. Kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada
dermis dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya ke permukaan dan nampak seperti
pembuluh dan rambut berturut-turut (Ansel, 1989).
Mungkin obat dapat berpenetrasi kulit yang utuh setelah pemakaian topikal melalui
dinding folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput
tanduk. Sebenarnya bahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau pecahpecah, akan tetapi sesungguhnya penetrasi semacam itu bukan absorpsi perkutan yang benar
(Ansel, 1989).
Apabila kulit utuh, maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan
epidermis, lebih baik pada folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan
terakhir lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen
anatomi ini. Selaput yang menutupi lapisan tanduk umumnya tidak terus-menerus dan
sebenarnya tidak mempunyai daya tahan terhadap penetrasi. Karena susunan dari bermacammacam
selaput dengan proposi lemak dan keringat yang di produksi dan derajat daya
lepasnya melalui pencucian serta penguapan keringat, selaput bukan penghalang yang
sesungguhnya terhadap pemindahan obat selama tidak memiliki komposisi, ketebalan atau
kelanjutan tertentu (Ansel, 1989).
Absorpsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat
melalui stratum corneum, tebal lapisan datar mengeringkan sebagian demi sebagian jaringan
mati yang membentuk permukaan kulit paling luar. Stratum corneum terdiri dari kurang lebih
40% protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa perimbangannya
terutama sebagai trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak. Kandungan
lemak dipekatkan dalam fase ekstraseluler stratum corneum dan sebegitu jauh akan
membentuk membran mengelilingi sel. Komponen lemak dipandang sebagai faktor utama
yang secara langsung bertanggung jawab terhadap rendahnya penetrasi obat melalui stratum
corneum. Sekali molekul obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui
jaringan epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis apabila obat mencapai lapisan
pembuluh kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum (Ansel,
1989).
Stratum corneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan
yang semi permeable, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif. Jadi, jumlah
obat yang pindah menyebrang lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutannya
dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut
dalam keduanya, minyak dan air, merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum
corneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989).
Pada pembuatan krim, yang perlu diperhatikan adalah proses pencampuran meliputi
suhu dan waktu. Pencampuran kedua fase harus benar-benar pada suhu yang sama dan dalam
waktu bersamaan. Agar massa krim dapat mengembang dengan baik dan stabil, digunakan
mortir dan stamper yang panas. Kecepatan pengadukan harus konstan, stabil, dan seksama.
Pencampuran berlangsung terus hingga campuran mengalami pendinginan dengan sendirinya
hingga sekitar 25 C dan berubah konsistensinya menjadi massa krim setengah padat. Pada
praktikum ini, sediaan krim dibuat dengan menggunakan metode triturasi. Karena gentamisin
sulfat sebagai bahan aktif merupakan antibiotik, antibiotik dikhawatirkan tidak tahan panas.
Oleh karena itu digunakan metode triturasi dalam pembuatan sediaan.
Metode pembuatan sediaan krim ada dua, yaitu metode fusion dan metode triturasi.
Pada metode fusion, zat aktif ditambahkan langsung ke dalam fasa minyak/fasa air pada saat
pembuatan basis krim. Metode ini digunakan untuk bahan aktif yang tahan panas. Sedangkan
pada metode triturasi, zat aktif ditambahkan di akhir, setelah basis terbentuk.
Sediaan ditujukan untuk pemakaian topikal sehingga diperlukan pelembab/pelembut,
untuk meningkatktan akseptabilitas pasien maka pada sediaan ditambahkan vaselin album
dan parafin cair. Vaselin album merupakan basis krim yang mudah teroksidasi. Oleh karena
itu, pada sediaan ditambahkan antioksidan yaitu butil hidroxy toluen. BHT sebagai
antioksidan memiliki kelarutan yang praktis tidak larut dalam air dan lebih larut dalam
minyak mineral, maka BHT dilarutkan dalam parafin cair yang merupakan minyak mineral.
Bahan aktif yaitu gentamisin sulfat memiliki pemerian yang tidak berbau (Kemenkes
RI, 2014), untuk menambah nilai tampilan dalam hal aroma dan utnuk meningkatkan
akseptabilitas pasien, maka pada sediaan ditambahkan pengaroma yaitu oleum rossae.
Sediaan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat sehingga mencegah penguapan dan
kontaminasi isinya. Bahan dan konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi isinya.
Maka sediaan disimpan dalam tube yang terbuat dari logam alumunium. Pengunaan wadah
yang terbuat dari logam dapat menimbulkan terbentuknya kelat, untuk mencegah hal tersebut
pada sediaan harus ditambahkan pengompleks, maka pada sediaan ditambahkan chelating
agent yaitu Na EDTA.
Sediaan krim dibuat dengan menggunakan metode triturasi. Basis krim yang
dipanaskan akan menguap dan akan kehilangan bobot. Untuk mengantisipasi kehilangan
bahan selama proses pembuatan, maka penimbangan basis krim dilebihkan 20%. Agar massa
krim yang dimasukkan ke tube tidak kurang, maka total massa krim dilebihkan 5%.
Setelah sediaan selesai dibuat dilakukan evaluasi. Pada evaluasi organoleptik, sediaan
krim diperiksa meliputi pengamatan warna, bau, dan struktur sediaan. Hasil evaluasinya yaitu
warna putih, bau mawar, massa semi solida krim.
Pada evaluasi pH dengan menggunakan indikator pH universal, sediaan krim
diencerkan terlebih dulu dengan sejumlah air, baru kemudian dicek pH-nya. Hasil yang
diperoleh pH sediaan sekitar 6,0.
Pada evaluasi homogenitas, sediaan krim diambil sedikit dengan mengggunakan
sudip, kemudian dioleskan pada kaca arloji dan diratakan. Hasil yang diperoleh sediaan
dinyatakan homogen karena dapat dilihat secara visual, partikel berukuran seragam dan
terdidtribusi merata. Setelah dilakukan evaluasi homogenitas, dilanjutkan dengan evaluasi
tipe krim. Sediaan krim yang dioleskan secara merata di kaca arloji, ditetesi zat warna
methylen blue. Hasil yang diperoleh sediaan krim yang dibuat adalah tipe air dalam minyak,
karena zat warna methylen blue ketika diteteskan tidak tersebar dan hanya pada satu titik. Jika
tipe sediaan krim yang dibuat adalah tipe minyak dalam air, maka zat warna methylen blue
akan terlarut dan berdifusi pada fase eksternal yaitu air. Karena methylen blue larut dalam
air.
Pada evaluasi viskositas dengan meggunakan viskometer stormer, angka yang tercatat
pada layar menunjukkan 150 P atau setara dengan 15.000 cP. Hal ini tidak sesuai dengan
spesifikasi viskositas sediaan yang telah ditetapkan. Praktikan terlalu rendah dalam
memperkirakan viskositas sediaan yang akan dibuat. Evaluasi yang terakhir dilakukan, yaitu
evaluasi uji isi minimum. Evaluasi ini dilakukan dengan cara menimbang tube kosong
sebelum diisi sediaan, kemudian menimbang kembali tube yang telah diisi sediaan, selisih
antara bobot tube yang diisi sediaan dengan bobot tube kosong merupakan bobot isi bersih
sediaan.
IX.
KESIMPULAN
Formula yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut:
No
Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
.
1.
2.
3.
4.
Gentamisin sulfat
BHT
Metilparaben
Propilparaben
0,1% b/b
0,01% b/b
0,1% b/b
0,01% b/b
5.
Propilen glikol
0,53% b/b
Bahan aktif
Antioksidan
Pengawet antimikroba
Pengawet antimikroba
Pelarut
metilparaben
6.
7.
8.
9.
Cetomacrogolum 1000
Vaselin album
Paraffin liquid
Cetostearyl alkohol
3% b/b
25% b/b
5% b/b
5% b/b
propilparaben
Emulgator
Emollient
Emollient, pelarut BHT
Emollient, viscosity increasing,
0,05% b/b
0,26% b/b
Ad 100%
emulgator
Chelating agent
Pengaroma
Pembawa
10.
11.
12.
Na EDTA
Oleum rossae
Aquadest
dan
Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan bahwa hasil evaluasi organoleptik dari sediaan
adalah berwarna putih dan beraroma mawar. pH sediaan didapatkan sekitar 6,0. Homogenitas
sediaan dinyatakan homogen. Nilai viskositas sediaan adalah 15.000 cPs. Tipe krim sediaan
adalah krim air dalam minyak. Isi minimun sediaan adalah 5,097 gram.
Berdasarkan hasil tersebut, sediaan dinyatakan memenuhi syarat karena sebagian
besar hasil evaluasi sesuai dengan spesifikasi sediaan yang telah ditetapkan, walaupun ada
sebagian hasil evaluasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi sediaan, namun bukan
merupakan parameter kritis.
X.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida (SFI-7). Bandung. Penerbit ITB
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Jakarta . UI Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Kelima.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formulariium Nasional Edisi Kedua.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Lachman, L., Lieberman H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri
diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Edisi III. Jakarta: Universitas Indonesia.
Martin, A. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London:
Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale Thirty-sixth Edition The Complete Drug Reference.
London: The Pharmaceutical Press.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 1994. The
Pharmaceutical Codex, 12th ed. London: The Pharmaceutcical Press.
The Departement Of Health British. 2009. British Pharmacopoeia 15th edition. London:
British Pharmacopoeia Commission.
XI.
LAMPIRAN
Evaluasi homogenitas
Kemasan
Evaluasi viskositas
Etiket
Brosur
Gentamina
Gentamisin Sulfat
Krim
Tiap gram mengandung:
Gentamisin Sulfat yang setara dengan 1 mg Gentamisin.
FARMAKOLOGI
Gentamina mengandung Gentamisin Sulfat yang dapat
digunakan sebagai Antibakteri yang bersifat bakterisid.
INDIKASI
Gentamina diindikasikan untuk infeksi superficial yang peka
terhadap Gentamisin Sulfat.
Bakteri yang sensitif terhadap krim Gentamina termasuk :
Streptococci (beta-hemolitik grup A, alfa-hemolitik),
Staphylococcus aureus, Bakteri gram negatif, Pseudomonas
aeroginosa, Aerobacter aerogenes, Escherichia coli, Proteus
vulgaris, dan Klebsiella pneumoniae.
EFEK SAMPING
Kadang-kadang terjadi iritasi (eritema atau pruritus).
CARA PAKAI
2 sampai 3 kali sehari setelah mandi, dioleskan pada bagian yang
sakit.
KEMASAN
Tube dengan isi bersih 5 g.
No. Reg. : DKL1515002729A1
PENYIMPANAN
Simpan pada suhu kamar (25
Dibuat oleh:
PT PHARAFAM FARMA
Bandung Indonesia