You are on page 1of 20

DEMAM TIPOID

1. DEFINISI
Tifoid Abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik oleh Salmonella typhi yang semula
menyerang usus halus & klinis antara lain ditandai demam remitten, splenomegali, limfadenopati
intestinal & roseola.
2. KRITERIA DIAGNOSIS
Demam naik secara bertangga lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama pada
sore/malam hari.
Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala.
Kesadaran berkabut, bradikardia relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali, atau
splenomegali.
Kriteria Zulkarnaen:
o Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau kontinua,
disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.
o Terdapat 2 atau lebih :
Lekopeni.
Malaria -.
Kelainan urine -.
o Terdapat 2 atau lebih :
Penurunan kesadaran.
Rangsang meningeal -.

Perdarahan usus +.
Bradikardi relatif.
Splenomegali +.
o Dengan pemberian chloramfenicol 4 x 500mg, suhu akan lisis dalam 3 - 5 hari.
o Temperatur turun, nadi naik : Toten creutz.
Diagnosa ditegakkan dari :
o Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap sebagai
positif, 3 gejala kardinal curiga).
5 cardinal sign (Manson-Bahr (1985))
1. Demam
2. Ratio frekuensi nadi = suhu yang rendah (bradikardi relatif).
3. Toxemia yang karakteristik.
4. Splenomegali
5. Rose spot
Sign lainnya :
1. Distensi abdomen.
2. Pea soup stool.
3. Perdarahan intestinal
o Biakkan Salmonella typhi +

o Tes widal meningkat atau peninggian 4x pada 2 kali pemeriksaan.


o Gall kultur+, Media SS agar.
3. PATOFISIOLOGI
Benda tercemar kuman (tinja, muntah, keringat) => sistem pencernaan => lambung,
kuman akan berkurang oleh karena HCl => pada usus kecil, melakukan penetrasi & berbiak di
kelenjar limfoid mesenterik => masuk ductus thoracicus =>masuk ke peredaran darah
(bakteriemi I) => ditangkap oleh RES (sampai disini disebebut silent period/masa tunas) =>
kemudian di RES akan bermultiplikasi intraseluler => masuk ke dalam peredaran darah
(bakteriemi II) => beredar di seluruh tubuh => masuk ke dalam empedu & usus, di usus akan
membuat luka di plaque payeri. Bila Salmonella typhi menetap di empedu/limpa dapat terjadi
relaps/carrier.
Terjadinya febris diduga disebabkan oleh endotoksin (suatu lipopolisakarida penyebab
leukopeni) yang bersama-sama Salmonella typhi merangsang leukosit di jaringan. Inflamasi
merangsang pengeluaran zat pirogen.
Pada fase bakteriemi (minggu ke I, 7 hari pertama) Salmonella ada di hati, limpa, ginjal, sumsum
tulang, kantung empedu => bermanifestasi di usus (plaque payeri) dimana akan terjadi :
Minggu I => membuat luka hiperemis pada plaque payeri.
Minggu II => terjadi necrosis pada plaque payeri.
Minggu III => terbentuk tukak/ulcus yang ukurannya bervariasi dimana dapat terjadi
perdarahan dan perforasi.

Minggu IV => dapat sembuh dengan sendirinya.

4. GEJALA KLINIS
1. Masa inkubasi : 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21 hari)

2. Keluhan utama yang mencolok:


1. Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila panas sering
disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat pula kontinua. Suhu
meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari ke 5, dapat
mencapai 39o - 40oC.
2. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.
3. Mual - anoreksia.
4. Gangguan defekasi :
Obstipasi pada minggu I.
Diare pada minggu II (peas soup diare). Karena peradangan kataral dari
usus, sering disertai dengan perdarahan dari selaput lendir usus, terutama
ileum.
5. Insomnia.
6. Muntah.
7. Nyeri perut.
8. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi
meningismus (akhir minggu ke I).
9. Myalgi/atralgi.
10. Batuk.
3. Nadi terjadi bradicardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat sebanyak
18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1 o C, pada demam typoid denyut

nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang seharusnya), hal ini disebabkan oleh karena
efek endotoksin pada miokard.
o Lidah, typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi
hiperemis dan terdapat tremor.
o Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia, pada umumnya bersifat tidak
produktif, terjadi pada minggu ke II atau minggu ke III, yang disebabkan oleh
pneumococcus atau yang lainnya.
o Abdomen, agak cembung dan meteorismus.
1. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba pada
akhir minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan nyeri
tekan positif.
2. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan masa
konvalesens.
3. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh, dapat terjadi
kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier sering terjadi pada
penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu. Meteorismus, kita harus
hati-hati untuk tanda perforasi/adanya perdarahan pada usus.
4. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan :
Hiperplasti pada minggu ke I.
Nekrose pada minggu ke II.
Ulcerasi pada minggu ke III.
Penyembuhan pada minggu ke IV.

o Kulit, Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir minggu ke I
sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini terjadi karena
infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang disebabkan oleh infiltrasi
kuman Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan terjadinya proses radang,
sehingga terjadi perembesan dari sel eritrosit, karena permeabilitas kapiler meningkat.
o Ginjal, karena 25% - 30% dari penderita demam tifoid mengeksresikan Salmonella typhi
dalam air kemih pada stadium akut dari penyakit, maka dianggap bahwa ginjal sering
terjangkit. Tetapi kelainan ginjal yang menetap jarang terjadi, seperti juga jarangnya
karier air kemih.
o Sistim syaraf pusat, dapat timbul encephalopathy dengan ring haemorrhagic, trombus
kapiler, demyelinasi perivaskuler, transverse myelitis dan Guillain Barre syndrome.
Meningitis purulenta telah dilaporkan. Penurunan pendengaran juga sering ditemukan.
o Lesi-lesi fokal, abses tifoid dapat terjadi dimana-mana:
1. Osteomyelitis.
2. Abses otak.
3. Abses limfa.
4. Eksudat pada kasus-kasus ini merupakan suatu PMN dan bukan mononuklear.
o Status typhosa :
1. Toxic
2. Mengantuk
3. Apatis
4. Delirium

5. Incontinentia urine et alvi


6. Tremor halus: tangan dan lidah.
7. Gejala psikose sampai koma.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin.
o Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila ada
leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi sekunder.
o Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit lebih banyak
dari normal).
o Aneosinofilia.
2. Pemeriksaan bakteriologik
o Biakan Gall, untuk diagnosa pasti! Biakan dapat diambil dari :
Sumsum tulang (90% ketelitian) pada minggu ke I dan minggu ke II.
Darah pada minggu ke I dan minggu ke II (70% - 90%) minggu ke II
sampai minggu ke III (30% - 40%).
o Biakan pada agar SS bahan diambil dari :
Tinja pada minggu ke II sampai minggu ke III.
Urine pada minggu ke III sampai minggu ke IV.
Jangan menggunakan Gall culture, Rose spot boleh di Gall kultur.

o Bila Gall positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila negatif belum
tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan bahan, waktu
perjalanan penyakit, post vaksinasi.
3. Pemeriksaan serologik
o Test aglutinasi mikroskopik cepat, nilai positif bila terjadi penggumpalan,
pemeriksaan ini berguna untuk identifiksai pendahuluan pada biakan kuman.
o Test Widal (Aglutinasi pengenceran pada tabung)
Yang diukur adalah aglutinasi antigen H (flagela, suatu protein yang
spesies spesifik), dan antigen O (somatik, suatu lipopolisakarida
(endotoksin) group spesifik)
Interpretasi hasil pemeriksaan:
Positif bila titer O meningkat lebih dari 1/160 atau peningkatan >
4x pada pengambilan serum yang berangkaian.
Nilai O 1/80 menunjukkan suggestif tifoid. sedangkan untuk titer H
nilai positif adalah > 1/800 semua hasil tersebut dengan syarat
tidak menerima vaksinasi typhoid dalam 6 bulan terakhir.
Peninggian titer H > 1/160 menunjukkan bahwa penderita pernah
divaksinasi atau terinfeksi Salmonella typhi.
Titer Vi (antigen kapsul) meninggi pada pembawa kuman atau
karier.
6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Paratiphoid.
2. Malaria.

3. TBC millier.
4. Influenza.
5. Dengue.
6. Rheumatic fever.
7. Sistemic lupus erimatosus.
8. Hepatitis.
7. KOMPLIKASI
1. Relaps, febris timbul kembali setelah 10 hari afebris atau setelah 3 minggu diberikan
terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemukan setelah
beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak adekuat (MansonBahr, 1985), limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari impending relaps.
o Insidensi 10% - 20%.
o Patogenesa :
Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang
bermanifestasi, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps
disebabkan oleh kuman yang tersembunyi.
Chloramfenikol menghambat atau memperlambat pembentukkan antibodi,
sehingga memudahkan relaps tapi justru relaps pada titer antibodi yang
tinggi hal ini dibuktikan dengan titer widal, yaitu penularan bukan oleh
karena kekebalan.
Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh
tersebut mati.

2. Perdarahan usus, biasanya timbul pada hari ke 14 - ke 21 dari perjalanan penyakit. Dapat
berupa perdarahan yang minimal sampai perdarahan tersembunyi yang masif. Yang
ditandai dengan :
o Penurunan suhu mendadak.
o Tanda-tanda shock.
Tensi turun mendadak sampai dibawah normal.
Nadi cepat dan kecil.
Sianosis.
Tachypnoe.
Kulit dingin dan lembab.
o Perdarahan per ani yang tidak selalu tampak.
3. Perforasi usus, biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi di daerah
sekitar 60cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita dapatkan adalah:
o KU buruk.
o Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat.
o Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut.
o Muntah-muntah.
o Suhu tiba-tiba turun.
o Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal.

o Dinding perut tegang, defence musculare, terutama di perut sebelah kanan (pada
lokasi ileum).
o Pekak hati menghilang.
o Perkusi menjadi tympani.
o Bising usus menurun sampai hilang.
o Foto R BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama dibawah
diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan pengumpulan
exudat.
4. Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III, berupa :
o Takikardia.
o Nadi kecil dan lemah.
o Bunyi jantung redup.
o Gallop rhythm.
o Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala dekompresi
lain.
5. Cholecystitis
6. Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari disorientasi,
kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti dengan/tanpa munculnya gejala
neurologis : afasia, ataxia, perubahan refleks, konvulsi dan lain-lainnya. Thypoid toxic
dapat dibagi menjadi :
o Meningocerebral
Demam > 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak sadar.

Selalu ada kaku kuduk.


Tanda kernig dapat positif atau negatif.
Refleks tendo menjadi meninggi terutama APR.
Liquor cerebro spinal normal.
Prognosa: dapat sembuh sempurna!
o Encephalitis diffus
Demam tinggi diikuti penurunan kesadaran.
Refleks tendo dapat positif atau menurun, refleks dinding perut negatif.
Rangsang meningen negatif.
Setelah berlangsung lebih dari 1 minggu akan sembuh sempurna.
o Encephalitis akut
Tiba-tiba hiperpireksia.
Tidak sadar dan kejang umum 24 jam setelah onset.
Bisa timbul kejang ulang.
Prognosa : buruk!
o Meningitis akut
Liquor cerebro spinal : jernih dengan pleositosis ringan.
Electro encephalograph : gambaran encephalopati.
o Bisa terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis atau kekebalan seseorang.

o Dapat dikaitkan pula dengan kepribadian seseorang, orang yang gampang histeris,
akan lebih gampang jatuh ke dalam toxic typhoid.
o Pasien dalam keadaan delirium / bicara ngaco / berteriak-teriak dan mengalami
agitasi.
o Terdapat gerakan-gerakan seperti menarik-narik seprei.
7. Hepatitis typhosa
8. Pneumotyphoid
9. Pankreatitis typhosa
10. Carrier typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1 bulan masih tetap
positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan).
8. PENATALAKSANAAN
1. Terapi secara umum
1. Non medikamentosa

Perawatan :

Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi


sebaiknya sampai akhir minggu ke III oleh karena bahaya
perdarahan dan perforasi.

Tujuannya untuk :

Mempercepat penyembuhan.

Mencegah perforasi usus.

Karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan peristaltik


meningkat, dengan peningkatan peristaltik maka akan terjadi
peningkatan dari aktifitas pembuluh darah, hal ini akan

meningkatkan kadar toksin yang masuk ke dalam darah, dapat


menyebabkan peningatan dari suhu tubuh.

Mobilisasi berangsur-angsur dilakukan setelah pasien 3 hari bebas


demam.

Dietetik :

Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit.

Mudah dicerna dan halus.

Kebutuhan 2500 kkal, 100 gr protein, 2 - 3 liter cairan.

Typhoid diet I : Bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang


demam tanpa komplikasi.

Typhoid diet II : Bubur saring.

Typhoid diet III : Bubur biasa.

Typhoid diet IV : Nasi tim.

Prinsip pengelolaan dietetik pada typhoid padat dini, rendah


serat/rendah selulosa.

Typoid diet biasanya dimulai dari TD II, setelah 3 hari bebas


demam menjadi TD III, sampai 3 hari kemudian dapat diganti
kembali menjadi TD IV.

Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada


luka di ileum terminale bila banyak selulosa maka akan
menyebabkan peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka
makin hebat.

2. Medika mentosa:

Antibiotik

Drug of Choice adalah Chloramfenicol dengan dosis 4 x 500


mg/hari selama 7 hari afebris atau sampai 1 minggu bebas demam.

Kontra indikasi :

Tidak

boleh

diberikan

pada

wanita

hamil

trisemester 3.

Grey baby syndrome.

Partus premature.

Kematian intrauterine (IUFD).

Jangan berikan pada pasien yang leukositnya


kurang dari 2000.

Pengobatan dianggap gagal (chloramfenicol resisten) bila


dalam 10 hari pemberian pasien tetap demam, gunakan
antibiotik yang lain.

Cotrimoxazole, dengan dosis 400 mg 2 x 2 tablet/hari sampai 7


hari afebris. RSHS 2 x 3 tablet.

Waktu yang diperlukan untuk penurunan suhu sama dengan


chloramfenicol.

Tidak terjadi krisis toksik.

Gejala lebih cepat hilang.

Dapat digunakan untuk pasien yang toksik dan delirium.

Lebih unggul dalam mencegah relaps.

Efek

samping

yang

perlu

diperhatikan

adalah

trombositopenia, untuk menghindarkannya kita berikan


asam folic.

Amphicillin, dosis 3 - 4 x (0.5 - 1 gram)/hari selama 15 hari


(RSHS)

Digunakan untuk tifoid abdominalis ringan dan untuk


karier.

Amoxicilin, dosis 4 x 1 gr(untuk ukuran kecil) - 6 gr (untuk ukuran


besar)/hari.

Untuk kasus karier 6 gr/hari selama 6 minggu

Golongan Quinolon.

Ciprofloksasin, dosis 2 x 750 mg sampai 4 minggu, untuk


menanggulangi karier, karena pasien dapat menularkan
secara fecal - oral (typhoid mary).

Tidak boleh diberikan pada pasien dengan usia kurang dari


15 tahun, karena bisa menyebabkan penutupan epifise
tulang lebih cepat.

Keuntungan dari Quinolon:

Waktu yang diperlukan untuk terapi lebih pendek.

Bersifat bakterisida.

Hati-hati akan terjadi reaksi harxheimer reaction yang


merupakan reaksi yang hebat dari pemberian awal dari antibiotic
pada perderita typhoid, oleh karena dilepaskannya secara
mendadak dalam jumlah besar, antigen dari kuman typhoid.(reaksi
seperti anafilaktik syok, dimana pasien dapat jatuh kedalam
keadaan komatous)

Simptomatik:

Analgetik antipiretik (DOC : parasetamol)

Jangan

menggunakan

asam

salisilat,

karena

bisa

menyebabkan hiperhidrosis.

Jangan pada penderita hepatitis.

Dapat merangsang mukosa usus.

Efek anti piretik dapat berlebihan.

Menghambat efek dari chloramfenicol.

Laxantia dan enema, untuk memudahkan buang air besar.

Hati-hati perdarahan dan perforasi.

Muntah-muntah

Prochlorperazine (Stemetil) dengan dosis 3 x 5mg atau 3 x


10 mg.

Diare

Prometazine (Phenergan) dengan dosis 3 x 25 mg.

Diphenoxylate hydrochloride (Lomotil, Reasec) 4 x 2 tab

Meteorismus

Intake diganti dengan parenteral

Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam.

Supportif

Kortikosteroid

Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia berat


dan hiperpireksi berat.

Tidak boleh dipergunakan secara rutin.

Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada


perdarahan kita tidak tahu dari penyakit atau dari
kortikosteroid.

Memperpendek deman dan gejala cepat hilang.

Menghambat pembentukkan immunitas sehingga mudah


untuk relaps.

Dosis :

Hari ke I : Hidrokortison 200 mg im


Prednison 3 x 15 mg

Hari ke II : Prednison 3 x 10 mg

Hari ke III : Prednison 3 x 5 mg

Hari ke IV : Prednison 3 x 5 mg

Hari ke V : Prednison 1 x 5 mg.

Roborantia

Vitamin B dan vitamin C.

Terapi untuk karier yang gagal pengobatan dengan medikamentosa kita


lakukan cholecystectomy.

o Perforasi usus.
1. Cito operasi !
2. Persiapan :
Puasakan pasien.
Infus dengan Ringer Lactat.

Berikan Antibiotika dosis tinggi.


Gunakan gastric suction untuk kompresi.
3. Prognosa :
Mortalitas 20% - 50%, dimana hal ini dipengaruhi oleh:
Umur.
Keadaan umum sebelum pembedahan.
Diagnosa yang lambat (>24 jam).
Terdapat sepsis intraperitoneal.
Perforasi ulang atau penyulit lainnya.
o Toxic typhoid
1. Pasang maag slang (NGT) dan akan digunakan untuk pemberian nutrisi :
Untuk keadaan yang berat sekali gunakan TD I.
Untuk keadaan yang tidak berat kita gunakan TD II yang telah diblender
dahulu.
2. Pasang infus, untuk pemberian kemicetin 3 - 4 x 1 gr/hari secara IV, bila sudah
membaik berikan peroral dengna dosis 4 x 2 tablet selama 2 minggu.
3. Kortikosteroid
Berikan kalmethasone yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% atau dextran 5%
atau Ringer Lactat.
1 mg kalmethasone dilarutkan dalam 2 cc larutan.

8 jam pertama berikan 3 mg/kgBB secara IV.


30 ml diberikan dalam infus pada 6 - 8 jam kedua dan selanjutnya
diberikan 1 mg/kgBB diberikan 6 x (1 ampul kalmethasone = 4 ml) dalam
waktu 2 hari.
Jangan diberikan pada akhir minggu ke II atau ke III karena bisa
merangsang gaster menambah bahaya terjadinya perforasi.
Minggu ke I boleh diberikan karena kalau ada melena pada minggu ke I
pasti oleh kortikosteroid, sedangkan pada minggu ke II atau ke III, kita
tidak tahu penyebab dari melena karena bisa dari perforasi atau karena
obat.
Bila ada septik shock berikan dopamin 2 ampul (1 amp = 200 mg) larutkan
dalam dextrose 5% dengan kecepatan 8 tetes permenit sampai shock
teratasi ganti dengan Dextran saja 10 tetes per menit.
4. Prognosa, sangat bervariasi, dapat menjadi jelek dan angka kematian tinggi bila
terdapat gangguan SSP.

You might also like