Professional Documents
Culture Documents
html
http://en.wikipedia.org/wiki/Cardiopulmonary_resuscitation#Histor
y
RESUSITASI JANTUNG PARU
Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami
gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan
atau sirkulasi yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang
mungkin untuk hidup lama tanpa meninggalkan kelainan di otak5.
Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati
klinis dan mati biologis. Mati klinis terjadi bila dua fungsi penting yaitu pernafasan
dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini tidak ditolong akan
terjadi mati biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung paru yang dilakukan
setelah penderita mengalami henti nafas dan jantung selama 3 menit, presentasi
kembali normal 75 %tanpa gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi menjadi 50 %
dan setelah lima menit menjadi 25 %. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus
dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.
Disamping mati klinis dan biologis dikenal dengan istilah mati social yaitu
keadaan dimana pernafasan dan sirkulasi terjadi spontan atau secara buatan,
namun telah mengalami aktifitas kortikal yang abnormal. Penderita dalam
keadaan sopor atau koma tanpa kemungkinan untuk sembuh dan dinyatakan
dalam keadaan vegetatif.
Agar resusitasi dapat berjalan maksimal tentu saja memerlukan penolong yang
cekatan dan terampil. Waktu satu menit sangat berguna dalam memberikan
pertolongan pertama pada penderita.
II.1. Definisi
Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan
atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total
oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila
kedua fungsi tersebut bekerja kembali5.
II.2. Anatomi dan Fisiologi
Pemakaian oksigen dan pengeluaran karbon dioksida sangat diperlukan untuk
menjalankan fungsi normal selular didalam tubuh. Pemakaian tersebut melalui
suatu proses pernafasan sehingga secara harfiah pernafasan dapat diartikan
pergerakan oksigen dari atmosfer menuju sel ke udara bebas. Proses
pernafasan terdiri dari beberapa langkah dimana sistem pernafasan, sistem saraf
pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting1.
II.2.1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan
Saluran pernafasan udara mulai dari hidung hingga mencapai paru adalah :
atrium kanan darah menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis, dari
ventrikel kanan kemudian darah dipompa menuju arteri pulmonalis melewati
katup semilunaris pulmonalis. Dari arteri pulmonalis ke pulmo. Dari pulmo darah
keluar melalui vena pulmonalis ke atrium kiri, dari atrium kiri kemudian menuju
ventrikel kiri melalui katup bicuspidalis atau mitralis. Demikian seterusnya darah
akan mengalir melalui siklus tersebut1.
II.3. Etiologi
Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan
atau sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan atau
henti jantung (cardiac arrest), yang mana fungsi tersebut gagal total oleh sebab
yang memungkinkan untuk hidup normal5.
Adapun sebab henti nafas adalah :
1.Sumbatan jalan nafas
Bisa disebabkan karena adanya benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke
belakang, pipa trakhea terlipat, kanula trakhea tersumbat, kelainan akut glotis
dan sekitarnya (sembab glotis, perdarahan).
2.Depresi pernafasan
Sentral : obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa CO2 tinggi, setelah henti jantung,
tumor otak dan tenggelam.
Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.
Sebab- sebab henti jantung4,5 :
Penyakit kardiovaskuler
Penyakit jantung sistemik, infark miokardial akut, embolus paru, fibrosis pada
sistem konduksi (penyakit lenegre, sindrom adams stokes, noda sinus
atrioventrikulaer sakit).
Kekurangan oksigen akut
Henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan jalan nafas oleh sekresi,
asfiksia dan hipoksia.
Kelebihan dosis obat dan gangguan asam basa
Digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin dan isoprenalin.
Kecelakaan
Syok listrik dan tenggelam.
Refleks vagal
Peregangan sfingter anii, penekanan atau penarikan bola mata.
Anestesi dan pembedahan.
Terapi dan tindakan diagnostik medis
Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik dan anafilaktik)
Kebanyakan henti jantung yang terjadi di masyarakat merupakan akibat penyakit
jantung iskemik, 40 % mati mendadak. Dari penyakit jantung iskemik terjadi
dalam waktu satu jam setelah dimulainya gejala dan proporsinya lebih tinggi,
sekitar 60 % diantara umur pertengahan dan yang lebih muda. Lebih dari 90 %
kematian yang terjadi di luar rumah sakit disebabkan oleh fibrilasi ventrikuler,
suatu kondisi yang potensial reversibel1.
BAB III
PEMBAHASAN
Henti jantung dan henti nafas bukanlah kejadian yang sering terjadi walaupun di
Rumah Sakit. Pada banyak kasus sebenarnya kematian mendadak sebagai
akibat sroke infark, kelebihan dosis obat dan trauma hebat, dapat dicegah bila
tindakan resusitasi dilakukan secara tepat. Setiap tenaga kesehatan harus
menguasai teknik resusitasi jantung paru. Pada tahun 1974, The American
Association menerbitkan penuntun pertama teknik bantuan hidup ini kemudian
direvisi pada tahun 1980, tahun 1986 di negara lain mengikutinya1,4.
Pengajaran resusitasi jantung paru otak dibagi dalam 3 fase, yaitu : Bantuan
Hidup Dasar (BDH), Bantuan Hidup Lanjut (BHL), Bantuan Hidup Jangka Lama.
Dan dalam 9 langkah dengan menggunakan huruf abjad dari A sampai I2,5.
Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari (A) Airway Control : penguasaan
jalan nafas. (B) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat.
(C) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan
sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi
untuk syok.
Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari (D) Drugs and Fluid
Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG.
(E) Electrocardioscopy (Cardiography) dan (F) Fibrillation Treatment : biasanya
dengan syok listrik (defibrilasi).
Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari (G) Gauging :
menetukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai sejauh mana
pasien dapat diselamatkan. (H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih
dengan tindakan resusitasi otak yang baru dan (I) Intensive Care : resusitasi
jangka panjang.
Dalam makalah ini hanya dibicarakan resusitasi jantung paru yang memang
harus betul- betul dikuasai oleh setiap tenaga kesehatan terutama mereka yang
bekerja di bidang anesthesia, unit darurat, kamar operasi dan kamar bersalin3.
III.1. Fase I (Bantuan Hidup Dasar)
Bila terjadi nafas primer, jantung terus dapat memompa darah selama beberapa
menit dan sisa O2 yang berada dalam paru darah akan terus beredar ke otak
dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti nafas atau
sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung. Bila terjadi henti jantung
primer, O2 tidak beredar dan O2 yang tersisa dalam organ vital akan habis
dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai dengan fenomena listrik
berikut : fibrilasi fentrikular, takhikardia fentrikular, asistol ventrikular atau
disosiasi elektromekanis5.
Penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi meliputi posisi
pembukaan jalan nafas buatan dan kompresi dada luar dilakukan kalau memang
betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC RJP
dimulai dengan penentuan tidak ada respon, tidak ada nafas dan tidak ada nadi.
Pada korban yang tiba- tiba kolaps, kesadaran harus segera ditentukan dengan
tindakan goncangan atau teriak yang terdiri dari menggoncangkan korban
dengan lembut dan memanggil keras. Bila tidak dijumpai tanggapan hendaknya
korban diletakkan dalam posisi terlentang dan ABC BHD hendaknya dilakukan.
Sementara itu mintalah pertolongan dan bila mungkin aktifitaskan sistem
pelayanan medis darurat2,5.
III.1.1. Airway (Jalan Nafas)
Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring adalah
merupakan persoalan yang sering timbul pada pasien yang tidak sadar dengan
posisi terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Tiga
cara telah dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka yaitu dengan
metode ekstensi kepala angkat leher, metode ekstensi kepala angkat dagu dan
metode angkat dagu dorong mandibula, dimana metode angkat dagu dorong
mandibula lebih efektif dalam membuka jalan nafas atas daripada angkat leher5.
Pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi kepala juga merupakan metode
paling aman untuk memelihara jalan nafas atas tetap terbuka, pada pasien
dengan dugaan patah tulang leher. Bila korban yang tidak sadar bernafas
spontan dan adekuat dengan tidak ada sianosis, korban sebaiknya diletakkan
dalam posisi mantap untuk mencegah aspirasi. Bila tidak diketahui atau dicurigai
ada trauma kepala dan leher, korban hanya digerakkan atau dipindahkan bila
memang mutlak diperlukan karena gerak yang tidak betul dapat mengakibatkan
paralisis pada korban dengan cedera leher. Disini teknik dorong mandibula tanpa
ekstensi kepala merupakan cara yang paling aman untuk membuka jalan nafas,
bila dengan ini belum berhasil dapat dilakukan sedikit ekstensi kepala.
III.1.2. Breathing (Pernafasan)
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien
dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan
gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali
diperlukan ventilasi buatan5.
Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya
mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang telah
disebutkan diatas dan memencet hidung korban dengan satu tangan atau dua
kali ventilasi dalam. Kemudian segera raba denyut nadi karotis atau femoralis.
Bila ia tetap henti nafas tetapi masih mempunyai denyut nadi diberikan ventilasi
yang dalam sebesar 800 ml sampai 1200 ml setiap 5 detik4,5.
Bila denyut nadi karotis tidak teraba, dua kali ventilasi dalam harus diberikan
sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh seorang
penolong dan satu ventilasi dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada yang
dilakukan oleh 2 penolong. Tanda ventilasi buatan yang adekuat adalah dada
korban yang terlihat naik turun dengan amplitudo yang cukup ada udara keluar
melalui hidung dan mulut korban selama respirasi sebagai tambahan selama
pemberian ventilasi pada korban, penolong dapat merasakan tahanan dan
pengembangan paru korban ketika diisi5.
Pada beberapa pasien ventilasi mulut ke hidung mungkin lebih efektif daripada
fentilasi mulut ke mulut. Ventilasi mulut ke stoma hendaknya dilakukan pada
pasien dengan trakeostomi. Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung
tidak berhasil baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus
diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing.
Pada tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu
sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut korban dengan satu tangan
memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan jari
tengah tangan yang lain kedalam satu sisi mulut korban dalam satu gerakan
menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda asing, hendaknya
dikerjakan hentakan abdomen atau hentakan dada, sehingga tekanan udara
dalam abdomen meningkat dan akan mendorong benda untuk keluar.
Hentakan dada dilakukan pada korban yang terlentang, teknik ini sama dengan
kompresi dada luar. Urutan yang dianjurkan adalah5 :
Berikan 6 sampai 10 kali hentakan abdomen.
Buka mulut dan lakukan sapuan jari.
Reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan dapat dilakukan
dengan sukses.
Bila sesudah dilakukan gerak tripel (ekstensi kepala, buka mulut dan dorong
mandibula), pembersihan mulut dan faring ternyata masih ada sumbatan jalan
nafas, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas. Bila dengan ini belum berhasil
perlu dilakukan intubasi trakheal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan
intubasi trakheal, sebagai alternatifnya adalah krikotomi atau fungsi membrane
krikotiroid dengan jarum berlumen besar (misal dengan kanula intravena 14 G).
Bila masih ada sumbatan di bronkhus maka perlu tindakan pengeluaran benda
asing dari bronkhus atau terapi bronkhospasme dengan aminophilin atau
adrenalin5.
III.1.3. Circulation (Sirkulasi)
Bantuan ketiga dalam BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tandatanda henti jantung adalah5 :
Kesadaran hilang dalam waktu 15 detik setelah henti jantung.
Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa
atau brakhialis pada bayi).
Henti nafas atau megap- megap.