You are on page 1of 80

ANATOMI MATA

Tulang
Rongga mata terbentuk atas 7 tulang kranial :
1. Os. Frontalis.
2. Os .Lacrimalis.
3. Os. Ethmoidalis.
4. Os. Zygomaticus.
5. Os. Maxillaris.
6. Os. Sphenoidalis.
7. Os. Palatinus.

Organ Penglihatan
Mata.
Bola mata.

Tunika Fibrosa.
o Cornea.
o Sclera.

Tunika Vaskulosa.
o Choroidea (Choroid).
o Corpus Siliaris.
o Iris.

Tunika Interna.
o Retina.
o Lensa.
o Camera Okuli : Anterior dan Posterior.
o A. Centralis Retina.
o N. Opticus.

Aksesoris.

Supersilia dan Silia.


Palpebra Superior dan Inferior.
Otot bola mata.
Apparatus lakrimalis.

Tunika Fibrosa
1. Kornea
a. Bagian terluar dari bola mata.
b. Jernih tak ada PD.
c. Melindungi pupil, iris, kamera okuli anterior.
d. Fungsi : Refraksi cahaya.

2. Sklera
a.
b.
c.
d.

Sering disebut Putih mata.


Terbungkus oleh membran mukus yang jernih yaitu konjungtiva.
Lapisan terluar dari bola mata (80%).
Sebagai alat pelindung.

Tunika Vaskulosa
1. Choroidea (choroid)

a. Lapisan PD dan jaringan ikat.


b. Terletak antara sklera dan retina.
c. Yang bertugas untuk memberi nutrisi ke bagian dalam mata.

2. Corpus siliaris
a. Berhubungan dengan M. Siliaris dimana otot ini yang mengatur bentuk
lensa.
b. Tempat keluarnya Aquosa Humor.

3. Iris
a. Untuk konfeksi dan kontraktil antara kornea dan lensa.
b. Regulasi cahaya yang masuk ke retina dengan cara mengontrol pupil.
c. Yang menentukan warna mata seseorang.

Tunika Interna
1. Retina
a. Lapisan paling dalam di bagian mata.
b. Terdiri dari fotosesitive sel, yaitu :
i. Sel batang
ii. Sel kerucut
c. Terdapat makula lutea.
d. Tempat paling baik dalam penglihatan adalah Fovea centralis berada di
tengah-tengah dari Maklua lutea.
e. 3 mm kearah nasal dari Makula lutea adalah Nervi optici (titik buta).

2. Lensa
a.
b.
c.
d.

Jernih/ transparan.
Strukturnya cembung dikedua sisi.
Yang anterior lebih datar.
Meneruskan cahaya dari pupil menuju retina.

3. Kamera okuli
a. Anterior
i. Terletak di anterior iris.
ii. Dan dibelakang/ dilapisi oleh kornea.
iii. Tempat Aquosa Humor.
iv. Luasnya lebih lebar.
b. Posterior
i. Terletak di belakang iris.
ii. Luasnya lebih kecil.

4. Arteri centralis dan Nervus opticus


a. Terletak didalam N. Opticus.

Aksesoris
Otot-otot bola mata

Ada 4 rectus dan 2 oblig :


1. M. rectus Superior
2. M. rectus Inferior
3. M. rectus Lateralis
4. M. rectus Medial
5. M. obliqus Superio
6. M. obliqus Inferior

Pergerakan bola mata dan inervasi


1. M. rectus Superior

1. Gerak : keatas (elevasi)


2. Nervus : III
2. M. rectus Inferior
1. Gerak : kebawah (depresi)
2. Nervus : III
3. M. rectus Lateralis
1. Gerak : keluar (abduksi)
2. Nervus VI
4. M. rectus Medial
1. Gerak : kedalam (adduksi)
2. Nervus : III
5. M. obliqus Superior
1. Gerak : kebawah (depresi) dan memutar
2. Nervus : IV
6. M. obliqus Inferior
1. Gerak : keatas (elevasi) dan memutar
2. Nervus : III

Apparatus lakrimalis
Air mata dibentuk di glandula lakrimalis.
Urutan :
Glandula lakrimalis duktuli lakrimalis karankula lakrimalis (bisa langsung
menetes keluar) punctum lakrimalis superior dan inferior duktus lakrimalis superior
dan inferior saccus lakrimalis ductus nasolakrimalis meatus nasi inferior.

HISTOLOGI
Sistem fotoreseptor

Lapisan Fibrosa

Sklera

Kornea

Limbus

Lapisan Vaskular

Choroid

Badan siliar

Iris

Lensa

Kapsul lensa

Epitel lensa

Serat lensa

Corpus Vitreum

Retina

Sel batang

Sel kerucut

Struktur tambahan

Konjungtiva

Kelopak mata

Kelenjar lakrimalis

Lapisan Fibrosa
1. Sklera
a. Terdiri dari jaringan ikat padat yang terdiri atas serat kolagen.
b. Diameter 22mm.
c. Tebal 0,5mm.

2. Kornea
a. Terdiri dari 5 lapisan :
b. Epitel berlapis skuamosa eksternal.
c. Membrana limitans anterior (membran basal epitel berlapis, membran
Bowman).
d. Stroma.
e. Membrana limitans posterior (membran basal endotel, membran
Descement).
f. Endotel selapis skuamosa internal

E : Epitel berlapis
skuamosa eksternal.

S : Stroma.

EN : Endotel selapis
skuamosa internal.

Panah B :
Membran Bowman

S : Stroma

Panah C :
Membran
Descement

3. Limbus
a. Pemisah antara sklera dan kornea.
b. Terdapat sinus venosa sklera.
c. Memiliki mikrovaskular.

Lapisan Vaskular

CSJ : Limbus

SVS : Sinus Venosa


Sklera

I : Iris

TM : Jalinan trabekular

AC : Anterior cahmber

CB : Ciliaris body

1. Choroid
a. Terdiri atas jaringan ikat longgar, banyak vaskularisasi, banyak
mengandung serat kolagen dan elastin, fibroblas, melanosit, makrofage,
limfosit, sel mast dan sel plasma.
b. Lamina suprachoroidalis bagian luar yang berhubungan dengan sklera.
c. Lamina choriocapillaris banyak pembuluh darah.
d. Terdapat membran Bruch memisahkan korokokapiler dengan retina.

C : Choroid

SCL : Lamina
suprachoroidalis

CCL : Lamina
choriocapillaris

B : Membran Bunch

2. Badan siliar
a. Merupakan jaringan cincin tebal di bagian anteior sklera.
b. Terdir atas epitel kuboid bertingkat. Ada yanfg berpigmen dan ada pula
yang tak berpigmen.
c. Memiliki stroma, jaringan ikat longgar, kaya PD, serat elastin dan
melanosit.
d. Terdapat Musklus siliaris dan Processus siliaris.
e. Termpat terbentuknya Aquos Humor (oleh P. Siliaris).

PE : Epitel
berpigmen

NE : Epitel non
pigmen

3. Iris
a.
b.
c.
d.

Merupakan perluasan uvea paling anterior.


Yang membentuk pupil.
Banyak vaskularisasi dalam stroma.
Bagian anterior tidak dilapisi epitel, terdiri atas lapisan fibroblas dan

melanosit.
e. Bagian posterior dilapisi oleh epitel berpigmen, sel mioepitel, M.
dilator pupil, M. sphincter pupil.

Lensa

P : Pupil

PE : Epitel berpigmen (sel mioepitel)

DPM : M. dilator pupil

SPM : Sphincter pupil

S : Stroma

1. Kapsul lensa
a. Tebal 10-20 m.
b. Terdiri dari peptidoglikan dan kolagen.
c. Tempat melekatnya Zonula siliaris.
2. Epitel lensa
a. Terdiri dari sel epitel kuboid.
b. Bagian posterior yang akan membelah untuk membentuk sel baru yang
berdiferensiasi sebagai serat lensa.
3. Serat lensa
a. Tersusun memanjang dan tampak tipis dan gepeng.
b. Serat lensa matur : P = 7-10 mm, L = 8-10 m, Tebal = 2 m.

Korpus Vitreum

Terdiri atas jaringan ikat transparan.

99% air (vitreum humor).

LC : Kapsul lensa

LE : pitel lensa selapis


kolumnar

DLF : Serat lensa yang


berdiferensiasi

Retina
Memiliki 2 lapisan :

Retina naural (dalam) mengandung neuron dan fotoreseptor.


Lapisan pigmen (luar)
o Sawar darah retina.
o Menyerap cahaya yang masuk untuk mencegah pembiasan.
o Fagosit komponen yang terlepas dari sel batang dan kerucut.
o Menghilangkan radikal bebas.

VB : Vitreum body

ILL : Limitans interna layer

NFL : Neuron fiber layer

GL : Ganglion layer

IPL : Interna pleksiform layer

INL : Interna nucleus layer

OPL : Eksterna pleksiform


layer

ONL : Eksterna nukleus layer

OLL : Eksterna limitans layer

RCL : Rod Cone layer

PL : Pigmen layer

a. Sel batang
a. 120 juta sel batang pada mata manusia.
b. Melihat saat senja atau larut malam.
c. Panjang 50m dan Tebal 3m.
d. Memiliki 2 segmen :
e. Segmen luar.
f. Segmen dalam riboson yang ada dalam mitokondria mensintesis
pigmen visual rhodopsin (ungu visual).
b. Sel kerucut
a. 6-7 juta sel pada retina.
b. Khusus melihat warna pada cahaya terang.
c. Memiliki variasi pigmen visual iodopsin dengan senditiv maksimal pada
warna merah, biru atau hijau.

Struktur Tambahan
Konjungtiva

Membran mukosa tipis dan transparan menutupi bagian anterior sklera.


Terdiri dari epitel selapis kolumnar dengan banyak sel yang menyrupai sel
goblet.

Kelopak mata

Terdiri dari kulit, otot, dan konjungtiva.


Sedikit memiliki lemak dari kelenjar tarsal (kelenjar meibom).
Memiliki folikel rambut.
Terdapat otot rangka M. orbicularis oculi dan M. levator palpebra.

S : Kulit

C : Konjungtiva

T : Tarsus

TG : Kelenjar meibom

D : Ductus

M : Otot rangka

Kelenjar lakrimalis

Menghasilkan cairan untuk lapisan air mata.


o Melembabkan dan melumasi kornea serta menyuplai O2 ke kornea.
Mengandung bahan metabolit, elektrolit, dan protein (lisozim).

A : Asinus tubuloalveolar

M : Sel mioepitelial

D : Duktus

V : Pem. darah

FISIOLOGI AQUEOUS HUMOR


Aqueous humor disekresi oleh epitel badan siliaris dengan kecepatan 2- 3L/menit
mengisi kamera okuli posterior 0,06 mL dan kamera okuli anterior 0,25 mL.1,2,4,5,6
Aqueous humor memegang peranan penting dalam fisiologi mata manusia yaitu:

Sebagai pengganti sistem vaskuler untuk bagian mata yang avaskuler, seperti
kornea dan lensa.

Memberi nutrisi penting bagi mata seperti oksigen, glukosa dan asam amino.

Mengangkut metabolit dan substansi toksik seperti asam laktat dan CO2.

Aqueous humor berputar dan mempertahankan TIO yang penting bagi


pertahanan struktur dan penglihatan mata.

Aqueous humor mengandung askorbat dalam kadar yang sangat tinggi yang
berperan dalam membersihkan radikal bebas dan melindungi mata dari serangan
sinar ultraviolet dan radiasi lainnya

Dalam kondisi yang berbeda seperti inflamasi dan infeksi, aqueous humor
memberi respon imun humoral dan seluler. Selama inflamasi pembentukan
aqueous humor menurun dan meningkatkan mediator imun.

Komposisi aqueous humor


Komposisi aqueous humor normal antara lain air (99,9%), protein (0,04%) dan yang
lainnya yaitu Na+ (144 mm/kg), K+ (4,5 mm/kg), Cl- (110 mmol/kg), glukosa (6,0
mm/kg), asam laktat (7,4 mm/kg), asam amino (0,5 mm/kg), inositol (0,1 mmol/kg).
Komposisi aqueous humor ditentukan oleh transfer selektif (contoh : Na+, K+, Cl-,
Water Channel, Na+ / K+ ATP ase, K+ Channel, Cl- Channel, H+ ATP- ase) yang
berperan dalam sekresi aqueous humor oleh epitel siliaris. Aktivitas dan distribusi
seluler di sepanjang membran sel PE dan NPE menentukan pengaturan sekresi dari
stroma ke kamera okuli posterior yang meliputi 3 langkah :

o Mengambil larutan dan air dari permukaan stroma oleh sel PE.
o Pemindahan dari sel PE ke NPE melalui gap junction
o Pemindahan larutan dan air dari sel NPE ke kamera okuli posterior
Dengan cara yang sama mekanisme transpor larutan dan air dari kamera okulia posterior
kembali ke stroma. Dalam resorbsi ini, transpor lain mungkin juga terlihat dalam
pengeluaran Na+, K+ dan Cl- kembali ke stroma.
Komposisi aqueous humor merupakan keseimbanga yang dinamis yang ditentukan oleh
produksi, aliran keluar dan pertukaran dalam jaringan pada kamera okuli anterior.
Komposisi aqueous humor lainnya yaitu : ion anorganik , ion organik, karbohidrat,
glutation , urea, protein, faktor pengatur pertumbuhan, oksigen dan CO2.
Pembentukan Aqueous Humor
Pembentukan aqueous humor adalah suatu proses biologis yang mengikuti irama
sirkadian. Aqueous humor dibentuk oleh korpus siliaris yang masing- masing dibentuk
oleh 2 lapis epitel diatas stroma dan dialiri oleh kapiler-kapiler fenestrata, yang berisi
pembuluh kapiler yang sangat banyak, yang terutama difasilitasi oleh cabang lingkar
arteri utama dari iris.
Permukaan apikal dari lapisan epitel luar yang berpigmen dan lapisan epitel dalam yang
tidak berpigmen berhadapan satu dengan yang lainnya dan disatukan oleh tight
junction, yang merupakan bagian penting berhubungan dengan sawar darah-aqueous.
Lapisan epitel dalam yang tidak berpigmen yang menonjol ke kamera okuli posterior,
berisi banyak mitochondria dan mikrovilli, sel-sel ini diduga sebagai tempat yang pasti
dari produksi aqueous humor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan aqueous humor :
1. Variasi diurnal

Aliran aqueous humor lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan sore hari. Laju
pembentukan aqueous humor selama tidur kira-kira 12 kali laju pada saat bangun.

2. Umur
Penurunan pembentukan aqueous humor berhubungan dengan usia, terutama usia 60
tahun. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan penurunan ultrastruktur sel epitel
siliaris.
3. Tekanan intraokuler
Beberapa peneliti telah menemukan mekanisme feedback yang menyebabkan
peningkatan atau penurunan pembentukan aqueous humor berhubungan dengan
perubahan tekanan intraokuler.
Rodiah Rahmawaty Lubis : Aqueous Humor, 2009
4. Aliran darah ke badan siliaris
Penurunan aliran plasma yang sedikit menuju prosesus siliaris tidak menurunkan
produksi aqueous humor secara bermakna. Namun vasokonstriksi yang kuat
mengurangi laju aliran aqueous humor.
5. Kontrol saraf
Perangsangan saraf simpatis servikal dapat menurunkan produksi aqueous
humor.
6. Pengaruh hormon

Baker dan yang lain mempelajari melatonin, progesteron dan desmopresin memiliki
efek terhadap laju pembentukan aqueous humor, namun tidak ada yang menemukan
efek yang begitu berarti.
7. Regulasi Intraseluler
Kemungkinan guanosin monofosfat siklik merupakan second mesangger beta-bloker,
simpatominetik dan penghambat carbonic anhydrase.
8. Penggunaan obat-obatan
Sekresi aqueous humor berkurang oleh karena penggunaan obat seperti beta-bloker,
simpatomimetik dan penghambat carbonic anhydrase.
9. Tindakan pembedahan
Tindakan cyclodestructive seperti cyclocryotherapy dan laser ablatio mengurangi
produksi aqueous humor.

MEKANISME ALIRAN AQUEOUS HUMOR


Aqueous humor mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke kamera okuli
anterior, keluar ke aliran sistemik melalui 2 rute berbeda:

I. Trabecular Outflow /Pressure Dependent Outflow/ Konvensional


Merupakan aliran utama aqueous humor dari sudut kamera okuli anterior. Kira-kira 90%
aqueous humor total dialirkan melalui aliran ini. Aqueous humor dialirkan dari sudut
kamera okuli anterior ke trabecular meshwork kemudian ke kanalis schlemm menuju ke
vena episklera.
Jaringan trabekular dibentuk oleh beberapa lapisan yang masing-masing memiliki inti
jaringan ikat berkolagen dilapisi lapisan endotel. Ini merupakan tempat aliran

bergantung tekanan. Jaringan trabekular berfungsi sebagai katup satu arah yang
melewatkan aqueous humor meninggalkan mata tetapi membatasi aliran dari arah lain
tanpa menggunakan energi.
Kanalis schlemm dilapisi oleh endotel dan dipotong oleh tubuli. Kanal ini adalah
saluran tunggal dengan diameter rata-rata 370 m. Dinding dalamnya berisi vakuola
raksasa yang memiliki hubungan langsung dengan ruang intertrabekular. Kanalis
schlemm memiliki lapisan endotel yang komplit dan tidak menempel pada membran
basal.
Dinding luar berupa sel endotel satu lapis yang tidak berpori. Suatu sistem yang
kompleks menghubungkan kanalis schlemm dengan vena episklera, yang kemudian
dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmica superior yang selanjutnya
diteruskan ke sinus kavernosus.
Pengeluaran dari rute trabecular dapat ditingkatkan oleh obat-obatan (miotik,
simpatomimetik), laser trabeculoplasty dan trabeculotomy.
II. Uveoscleral Outflow/ Pressure Independent Outflow/ Non Konvensional.
Diperkirakan 5 15% aliran keluar aqueous humor melalui rute ini, tetapi penelitian
terbaru mengindikasikan bahwa persentase yang lebih besar dijumpai normal pada usia
muda.
Pada mekanisme aliran ini, aqueous humor mengalir dari sudut kamera okuli anterior
menuju ke otot siliar dan kemudian ke rongga suprasiliar dan suprakoroidal. Cairan ini
kemudian meninggalkan mata melalui sklera atau mengikuti saraf dan pembuluh darah
yang ada. Aliran ini meningkat pada penggunaan sikloplegik dan obat-obatan
adrenergik serta operasi seperti cyclodialisis serta menurun pada penggunaan miotikum.
Tekanan Intraokuli (TIO)
Faktor yang banyak mengatur tekanan intra okuli adalah keseimbangan dinamis
produksi aqueous humor oleh korpus siliaris dan pengeluarannya melalui kanalis

schlemm. Faktor lainnya seperti koroid, volume darah vitreous dan tekanan otot ekstra
okuli dapat juga mempengaruhi TIO.
Perubahan berkepanjangan tekanan intra okuli dapat disebabkan oleh 3 faktor utama
yaitu:
1. Peningkatan pembentukan aqueous humor
2. Peningkatan resistensi aliran keluar aqueous humor
3. Peningkatan tekanan vena episklera

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan intra okuli adalah:


1. V ariasi tekanan hidrostatis dalam kapiler
2. Peningkatan permeabilitas kapiler, menyebabkan pembentukan aqueous yang
plasmoid dengan kadar protein tinggi
3. Perubahan tekanan osmotik darah, meningkatkan proses difusi sepanjang
dinding kapiler
4. Perubahan volume, seperti perdarahan vitreous
5. Hambatan sirkulasi aqueous humor

FISIOLOGI PENGELIHATAN
Cahaya masuk ke mata dan di belokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan strukturstruktur lain dari mata (kornea, humor aqueous, lensa, humor vitreous) yang
mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina, hal ini disebut
kesalahan refraksi.
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya
bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Pemglihatan dekat memerlukan
kontraksi dari badan ciliary, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi badan
ciliary yang diikuti dengan relaksasi ligamen pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung
agar cahaya dapat terfokuskan pada retina. Penglihatan yang terus menerus dapat
menimbulkan ketegangan mata karena kontraksi yang menetap (konstan) dari otot-otot
ciliary. Hal ini dapat dikurangi dengan seringnya mengganti jarak antara objek dengan
mata. Akomodasi juga dinbantu dengan perubahan ukuran pupil. Penglihatan dekat, iris
akan mengecilkan pupil agar cahaya lebih kuat melelui lensa yang tebal.
Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi aktivitas listrik

diteruskan ke kortek. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di optik chiasma (persilangan


saraf mata kanan dan kiri), bagian medial dari masing-masing saraf bersilangan pada
sisi yang berlawanan dan impuls diteruskan ke korteks visual.

GLAUKOMA
Pendahuluan
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak.
Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus
glaukoma dapat dikendalikan.Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut,
terutama bagi yang memiliki risiko. Hampir separuh penderita glaukoma tidak
menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.
Hasil Anamnesis(Subjective)
Keluhan Pasien datang dengan keluhan yang bervariasi dan berbeda tergantung
jenis glaukoma. Gejala pada glaukoma kronik (sudut terbuka primer) adalah kehilangan
lapang pandang perifer secara bertahap pada kedua mata. Pasien sering datang pada
kondisi yang telah lanjut. Gejala pada glaukoma akut (sudut tertutup) adalah rasa sakit
atau nyeri pada mata, mual dan muntah (pada nyeri mata yang parah), penurunan visus
mendadak, mata merah dan berair.

Faktor Risiko
1. Glaukoma akut: bilik mata depan dangkal
2. Glaukoma kronik:

Primer: usia di atas 40 tahun dengan riwayat keluarga glaukoma.

Sekunder:
o Penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus.
o Pemakaian tetes mata steroid secara rutin.
o Riwayat trauma pada mata

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh trias glaukoma, terdiri dari:

Peningkatan tekanan intraokular.

Perubahan patologis pada diskus optikus.

Defek lapang pandang yang khas.

Pemeriksaan Fisik Oftalmologis Pada glaukoma akut:

Visus menurun.

Tekanan Intra Okular meningkat.

Konjungtiva bulbi: hiperemia kongesti, kemosis dengan injeksi silier, injeksi


konjungtiva.

Edema kornea.

Bilik mata depan dangkal.

Pupil mid-dilatasi, refleks pupil negatif.

Pada glaukoma kronik

Biasanya terjadi visus dapat normal.

Lapang pandang menyempit dapat diperiksa dengan tes konfrontasi

Tekanan Intra Okular meningkat (>21 mmHg).

Pada funduskopi, C/D rasio meningkat (N=0.3).

Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis Klinis Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik oftalmologis. Glaukoma kronik Penegakan diagnosis dilakukan
berdasarkan tanda dan gejala trias glaukoma.

Klasifikasi Glaukoma berdasarkan Etiologi

Diagnosis Banding: Glaukoma akut:


1. Uveitis anterior
2. Keratitis
3. Ulkus kornea
Glaukoma kronis:
1. Katarak
2. Kelainan refraksi
3. Retinopati diabetes/hipertensi
4. Retinitis pigmentosa

Penatalaksanaan komprehensif(Plan)

Penatalaksanaan

Pasien tidak boleh minum sekaligus banyak, karena dapat menaikkan tekanan

Glaukoma akut:
1. Pertolongan pertama adalah menurunkan tekanan intraocular secepatnya
dengan memberikan serentak obat-obatan yang terdiri dari:
2. Asetasolamid Hcl 500 mg, dilanjutkan 4 x 250 mg/hari.
3. KCl 0.5 gr 3 x/hari.
4. Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
5. Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4-6 x 1 tetes sehari
6. Terapi simptomatik.

Rujuk segera ke dokter spesialis mata/pelayanan kesehatan tingkat sekunder/tersier


setelah diberikan pertolongan pertama tersebut. Pemeriksaan penunjang lanjutan
dilakukan pada pelayanan sekunder/tersier
Konseling & Edukasi
1. Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting untuk
keberhasilan pengobatan glaukoma.
2. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat glaukoma pada
keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur.
Prognosis
Quo ad vitam umumnya bonam, sedangkan quo ad fungsionam dan
sanationamnya dubia ad malam, tergantung dari ada tidaknya penyakit penyerta serta
pengobatan lanjutannya.

GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP AKUT/GLAUKOMA AKUT


Definisi
terjadi bila terbentuk iris bombe (iris menonjol kedepan) yang menyebabkan oklusi
(sumbatan) sudut bilik mata depan oleh iris Perifer
Mekanisme blokade pupil :
Cairan mata yang berada di belakang iris tidak dapat mengalir melalui pupil
sehingga mendorong iris kedepan mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut
bilik mata

Epidemiologi :

sering terjadi pada usia > 40 th

Diagnosis :
Anamnesis
Khas:

nyeri pada mata yang mendapat serangan berlangsug beberapa jam dan hilang

setelah tidur sebentar


melihat pelangi (halo) sekitar lampu
keadaan ini merupakan stadium prodormal
gejala gastrointerstinal :mual dan muntah

Diagnosis banding :

iritis
konjungtivitis akut
glaukoma sudut terbuka meradang
perdarahan retrobulbar
glaukoma hemolitik

Terapi :
Farmakologi

untuk penurunan intraokuler :

pilokarpin 2%setiap menit selama 5 menityang disusul setiap 1 jam selama 1 hr


sistemik diberikan IV karna sering mual, diberikan: asetazolamid m500 mg IV
disusul dengan 250 mg tablet setelah 4 jam sesudah keluhan mual hilang

untuk penurunan produksi akuos humor dan mengurangi rasa sakit: anastesi retrobulbar
xilokain 2%,morfin 50 mg subkutis
setelah tek.intraokular dapat dikontrol lakukan iridotomi perifer untuk
membentuk hubungan bilik mata depan dan belakang sehingga iris bombe dapat
dicegah
Non-farmakilogi

kurangi emosi =dapat menimbulkan serangan akut


kurangi membaca dekat =mengakibatkan miosis/pupil mengecil->menimbulkan

serangan pada glaukoma dengan blok pupil


jangan memakai obat antihistamin antispasme (terutama pada pasien sudut
sempit dengan hipermetropia dan bilik mata dangakal)

Komplikasi :

kerusakan nervus optikus ->kebutaan

Prognosis :

baik

GLAUKOMA SEKUNDER
Glaukoma Pigmentasi

Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik


mata depan terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan mengganggu
aliran keluar aqueous, dan di permukaan kornea posterior (Krukenbergs spindle)
disertai defek transiluminasi iris. Studi dengan ultrasonografi menunjukan perlakuan iris
berkontak dengan zonula atau processus ciliares, mengindikasikan pengelupasan granulgranul pigmen dari permukaan belakang iris akibat friksi, dan menimbulkan efek
transiluminasi iris. Sindrom ini paling sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25
dan 40 tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang
lebar.
Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa:

Krukenbergs spindle pada endotel kornea.


Nyeri.
Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil berdilatasi.
Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif.

Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai glaukoma, tetapi orangorang ini harus dianggap sebagai tersangka glaukoma. Hingga 10% dari mereka akan
mengalami glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun (glaukoma pigmentasi).
Pernah dilaporkan beberapa pedigere glaukoma pigmentasi herediter autosomal
dominan, dan satu gen untuk sindrom dispersi pigmen dipetakan pada kromosom 7.
Tetapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan mampu
mengembalikan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas apakah
keduanya memberikan keuntungan jangka panjang bagi perkembangan dan perburukan
glaukoma. (Karena pasien biasanya penderita miopia berusia muda, terapi miotik
kurang dapat ditoleransi, kecuali jika diberikan dalam bentuk pilokaprin sekali sehari,
lebih disukai pada malam hari).
Baik sindrom depersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan
kecenderungannya mengalami episode-episode penigkatan tekanan intraokular secara
bermakna terutama setelah berolahraga atau dilatasi pupil dan glaukoma pigmentasi
akan berkembang dengan cepat. Masalah selanjutnya adalah glaukoma pigmentasi
biasanya timbul pada usia muda; ini meningkatkan kemungkinan diperlukannya

tindakan bedah drainase glaukoma disertai terapi antimetabolit. Trabekuloplasti dengan


laser sering digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil kemungkinan dapat menghilangkan
kebutuhan akan bedah drainase.
Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih di
permukaan anterior lensa ( berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat terpajan
radiasi inframerah, yakni,katarak glassblower), di processus ciliares, zonula,
permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan, dan di anyaman
trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara histologis, endapanendapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva, yang mengisyaratkan bahwa
kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang
berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus, dilaporkan sering terjadi pada bangsa
Skandinavia walaupun tidak menutup kemungkinan adanya bias. Risiko kumulatif
berkembangnya glaukoma adalah 5% dalam 5 tahun dan 15% dalam 10 tahun.
Terapinya sama dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi
saat beda katarak lebih tinggi daripada dengan sindrom pseudoeksfoliasi.
Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
a. Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan,
misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada
apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior
ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik.
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstaksi lensa segera setelah
tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa biasaanya
dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.
b. Intumesensi Lensa

Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahanperubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian
dapat melanggar batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut,
serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera
setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.
c. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa
anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik
mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi
edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan
intraokular akut. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah
tekanan intraokular terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi
peradangan intraokular.
Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis
a. Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal karena corpus ciliare
yang meradang berfungsi kurang baik. Namun, dapat pula terjadi peningkatan tekanan
intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman trabekular dapat
tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau
kadang-kadang dapat terlibat dalam proses peradangan yang secara spesifik mengenai
sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah satu penyebab meningkatnya tekanan intraokular
pada individu dengan uveitis adalah penggunaan steroid topikal. Uveitis kronik atau
rekuren menyebakan gangguan fungsi trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer,
dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan tersebut meningkatkan
kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae akibat sinekia posterior 360 derajat
menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup akut. Sindrom-sindrom uveitis
yang cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder adalah seklitis heterokromik
Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-B27, dan uveitis akibat herpes zoster dan
herpes simpleks.

Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian terapi glaukoma
sesuai keperluan; miotik dihindari karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
sinekia posterior. Latanoprost mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan
menimbulkan eksaserbasi dan reaktivitasi uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya
tindakan bedah, sering diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat
ireversibel.
Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan midriasis
intensif, tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau iridektomi bedah.
Setiap uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus diterapi
dengan midriatik selama uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil.
b. Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran
corpus ciliare ke anterior yang menyebabkan penutupan-penutupan sekunder, meluas ke
sudut pigmen, dan neovaskularisasi sudut. Biasaanya diperlukan enukleasi.
c. Pembengkakan Corpus Ciliare
Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa ke
anterior dan glaukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat terjadi akibat bedah
vitreoretina atau krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada terapi topiramate.
Sindroma Iridokornea Endotel (ICE)
Sindrom irikornea endotel terdapat beberapa tanda yaitu atropi iris, sindrom
chandler, sindrom nevus iris. Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini
biasanya unilateral dan bermanisfestasi sebagai kompensasi kornea, glaukoma, dan
kelainan iris (corectopia dan polycoria).
Glaukoma Akibat Trauma
Cedera konstusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan
intraokular akibat perdarahan kedalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas

menyumbat anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi
awal dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah bila
tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan besar terjadi bila ada episode perdarahan
kedua.
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular; efek ini timbul akibat
kerusakan langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya glaukoma
mungkin menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan tampak lebih
dalam daripada mata yang satunya, dan gonioskopi memperlihatkan resesi sudut. Terapi
medis biasanya efektif, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai dengan
hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali setelah
cedera baik secara spontan, dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah
akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang
ireversibel.
Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular
a. Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan intraokular
yang bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaukoma sumbatan
siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular meningkat hebat dan lensa
terdorong ke depan akibat penimbunan aqueous di dalam dan di belakang korpus
vitreum. Pasien awalnya merasakan penglihatan jauh yang kabur, tetapi penglihatan
dekatnya membaik. Ini diikuti dengan nyeri dan peradangan.
Terapi terdiri atas siklopelgik, midriatik, penekanan HA, dan obat-obat hiperosmotik.
Obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan korpus vitreum dan membiarkan lensa
bergeser ke belakang.
Mungkin diperlukan sklerotomi posterior, vitrektomi, dan bahkan ekstraksi lensa.
b. Sinekia Anterior Perifer

Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang menyebabkan
mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan sinekia anterior perifer.
Diperlukan pembentukkan kembali bilik mata depan melalui tindakan bedah dengan
segera apabila hal tersebut tidak terjadi secara spontan.
Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik
stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retina. Glaukoma mula-mula timbul akibat
sumbatan sudut olah membran fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya
menyebabkan penutupan sudut.
Glaukoma vaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering tidak memuaskan
baik rangsangan neovaskularisai maupun peningkatan TIO perlu ditangani. Pada banyak
kasus, terjadi kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk
mengontrol TIO.
Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma
pada sindrom Struge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut, dan
fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat
iskemia mata yang luas. Terapi medis tidak dapat menurunkan TIO di bawah tingkat
tekanan vena episklera yang meningkat secara abnormal, dan tindakan bedah berkaitan
dengan resiko komplikasi yang tinggi.
Glaukoma Akibat Steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular dan topikal dapat menimbulkan sejenis
glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu
dengan riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan TIO
pada para pengidap glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya
menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila
keadaan tersebut tidak disadari dalam waktu lama. Apabila terapi steroid topikal mutlak

diperlukan, terapi glaukoma secara medis biasanya dapat mengontrol TIO. Terapi
steroid sistemik jarang menyebabkan peningkatan TIO. Pasien yang mendapatkan terapi
steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan oftalmoskopi secara
periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya berupa
gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah.
Kehilangan penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadangkadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di
daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan
penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.
Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan oleh
edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.Gangguan penglihatan yang lain
adalah haloglaukomatosa yaitu penderita melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar
bola lampu. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada
sklerosis nukleus lensa. Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan
akomodasi pada waktu membaca dekat dan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat
(transient blackout) dapat disebabkan keadaan glaukoma.
Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-beda. Sakit ini
terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata dengan atau tanpa sakit
kepala. Mata merah terutama akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian TIO
yang cepat, sering disertai mual muntah.
Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma, operasioperasi mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit-penyakit
sistemik seperti kelainan kardiovaskular, penyakit endokrin seperti DM, kelainan
tekanan darah.

Pemeriksaan Fisik
Dengan cara palpasi, Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan. Mata penderita
disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat. Kedua jari telunjuk
pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima orbita. Kedua
telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa. Keadaan tekanan bola mata
dapat dinilai.
Pemeriksaan Penunjang
a. Biomikroskopi
Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan segmen
anterior, baik kelainan yang diakibatkan glaukoma maupun keadaan yang mungkin
menyebabkan glaukoma. Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan terlebih dahulu,
seperti posisi, kedudukan dan gerakan bola mata.
Pada kasus glaukoma berbagai perubahan dapat dijumpai misalnya injeksi siliar,
pelebaran pembuluh darah konjungtiva dan epislera, edema kornea, keratik presipitat,
sinekia iris, atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion uvea, dan
katarak glaucomatous.

b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan


Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak
disadari penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral.
Kadang-kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotomaskotoma di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya
gangguan penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan
macula. Kehilangan proyeksi penglihatan ini umumnya dimulai dibagian nasal,
kemudian disebelah atas atau bawah, bagian temporal biasanya bertahan cukup lama

sampai menghilang sama sekali. Dalam keadaan ini tajam penglihatan sudah ditingkat
menghitung jari, bahkan bisa lebih buruk lagi.
c. Tonometri
1. Pengukuran tanpa alat

Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini
memberikan hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun tidak
teliti, cara palpasi ini masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn tekanan
dengan alat tidak dapat dilakukan, misalnya menghindari penularan konjungtivitis dan
infeksi kornea.
Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 5]
-

Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.


Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat.
Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima
orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.
Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :
TIO ( palpasi) : N ( Normal )
Bila tinggi : N +
Bila rendah : N

2. Pengukuran dengan alat

Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi ke bilik
mata depan yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung, melalui
kornea dengan alat tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak langsung seperti
tonometer Schiotz, tonometer Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer
anaplasi Hand Held, tonometer Mackay Marg, dan lail-lain.
Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976, maka tonometer
indentasi Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak dipakai. Yang pertama
oleh karena praktis dan relatif murah dan yang kedua karena lebih tepat dan tidak
banyak dipengaruhi kekakuan dinding bola mata.

d. Funduskopi
Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan untuk:
-

Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.


Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optik.
Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina.

e. Perimetri
Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan terpenting pada
glaukoma, karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan adanya gangguan
fungsional pada penderita. Khas pada glaukoma adalah penyempitan lapang pandang.
f. Genioskopi
Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata depan, tempat
dilalui cairan intraokular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan gonioskopi dapat
ditentukan apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka.

g. Tonografi
Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler
yang diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan pencatatan TIO dengan
tonometer indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan tabel
Fridenwald dapat memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan
intraokular.
h. Tes Provokasi
Tes ini digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.
1. Tes provokasi untuk glaukoma sudut terbuka
- Tes minum air:

Penderita dipuasakan 6-8 jam sebelum pemeriksaan, kemudian tekanan

intraokularnya diukur.
Penderita diminta meminum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5-10

menit.
o Tekanan intraokular diukur kembali setiap 15 menit selama 1 jam.
o Bila ada kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg tes dianggap positif.
- Tes minum air diikuti tonografi.
2. Tes provokasi untuk glaukoma sudut tertutup
- Tes midriasis:
o Di dalam kamar gelap, kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg dianggap positif.
o Tonografi setelah midriasis.
- Tes posisi Prone:
o Penderita dalam posisi prone selama 30 40 menit.
o Positif bila kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
a. Supresi pembentukan humor aqueous
1) Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk terapi
glaukoma. Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan obat
lain. Preparat yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat 0,25% dan 0,5%,
betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%.
2) Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik 2 baru yang menurunkan
pembentukan humor akuos tanpa efek pada aliran keluar.
3) Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak
digunakan, tetapi terdapat alternatif lain yaitu diklorfenamid dan metazolamid.
Digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil

memuaskan dan glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi yang
perlu segera di kontrol. Obat ini mampu menekan pembentukan HA sebesar 4060%.
b. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous.
1) Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-6% yang
diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur.
Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif.
2) Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja
paling lama. Obat-obat ini adalah Demekarium Bromida 0,125% yang umumnya
dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi
kataraktogenik. Obat-obat ini juga menimbulkan miosis kuat yang dapat
menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan sudut sempit. Pasien juga harus
diberitahu mengenai kemungkinan ablasio retina.
3) Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran
keluar humor akueus dansedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor
akeus. Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi
relek konjungtiva , endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis, dan reaksi
alergi. Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema makula sistoid
pada afakia dan vasokonstriksi ujung saraf optikus.
4) Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular
menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin tidak dapat digunakan untuk
mata dengan sudut kamera anterior sempit.

c. Penurunan volume korpus vitreum.


1) Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus. Selain itu,
juga terjadi penurunan produksi humor akuos. Penurunan volume korpus vitreus
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna

yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh


perubahan volume korpus vitreus atau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut
(glaukoma sudut tertutup sekunder).
2) Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 % dingin dicampur
dengan sari lemon, adalah obat yang paling sering dipergunakan, tetapi
pemakaiannya pada pengidap diabetes harus diawasi. Pilihan lain adalah isosorbin
oral dan urea atau manitol intravena.
d. Miotik, midriatik, dan sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup
akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam
pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior. Apabila
penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik (siklopentolat
dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan
aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.

Pembedahan
a. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung
antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya
menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon (iridotomi
perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser YAG adalah
terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan
penutupan sudut.
b. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa
kejalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar HA karena efek luka bakar

tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses
selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk
bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung
pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan
pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma.
c. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung HA dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva
atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Penyulit
utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital
primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akuos dibagian dalam jalinan
trabekular.
d. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan

terapi

medis

dan

bedah

dapat

menjadi

alasan

untuk

mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk
mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi,
dan yang paling mutakhir terapi laser neodinium : YAG thermal mode, dapat
diaplikasikan ke permukaan mata di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan
kerusakan korpus siliaris dibawahnya.

PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang sampai akhirnya
menyebabkan kebutaan total. Bila antiglaukoma dapat menekan tekanan intra okular
pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik.
Bila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat
ditangani dengan baik secara medis.

IRIDOSIKLITIS
PENDAHULUAN
Uvea terdiri merupakan bagian tengah yang berpigmen, struktur vascular dari
mata dan terdiri atas iris, korpus sillier, dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai
inflamasi (ie, -itis) dari uvea (berasal dari bahasa Latin uvea, berarti anggur). Studi
mengenai uveitis sangat rumit karena disebabkan oleh reaksi inflamasi dibagian dalam
mata akibat infeksi maupun noninfeksi.
Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut
ataupun kronis. Penyebabnya tidak dapat diketahui dengan hanya melihat gambaran
kliniknya saja, karena iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik
reaksi imunologik tertunda, dini, maupun yang dimediasi oleh sel, terhadap jaringan

uvea anterior. Pada kekambuhan atau rekurensi akan terjadi reaksi imunologik humoral.
Bakteriemia ataupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang apabila kemudian
terdapat antigen yang sama dalam tubuh, maka akan dapat timbul kekambuhan.
Uveitis anterior dapat disebabkan spondilitis, sindrom Reiter, infeksi streptococ
ataupun suatu sindrom Behcet. Infeksi tertentu dapat menimbulkan iritis seperti
toksoplasmosis, tuberkulosis, histoplasmosis, sifilis, sarkoidosis, virus herpes simpleks
dan zooster selain akibat suatu trauma. Biasanya erjalanan penyakit ini dimulai dengan
gejala iridosiklitis akut, yang dapat disebabkan oleh suatu reaksi alergi, maupun terjadi
bersamaan dengan penyakit sendi, virus, sifilis, sarkoidosis, tuberkulosis, maupun tidak
diketahui sama sekali.
DEFINISI
Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut
ataupun kronis, biasanya tampak mata merah yang unilateral dan nyeri.
Iridosiklitidis harus dibedakan dengan penyakit yang menyebabkan mata merah
lainnya, seperti glaucoma akut suduttertutup, trauma akibat benda asing, keratitis dan
ulkus kornea.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di Amerika
Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari 100.000
penduduk per tahun. Insidennya meningkat pada usia 20-50 tahun dan paling banyak
pada usia sekitar 30-an.
Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan etiologinya ada
beberapa factor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior antara lain, penderita
toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan hewan perantara toxoplasma. Beberapa
penyakit menular seksual juga meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti
sifilis, HIV, dan sindroma Reiter.
KLASIFIKASI

Berdasarkan spesifitas penyebabnya uveitis anterior (iridosiklitis) dapat dibagi


atas uveitis infeksius, uveitis noninfeksius, dan uveitis tanpa penyebab yang jelas.
Uveitis infeksius dapt disebabkan oleh agen non spesifik (endotoksin dan mediator
peradangan lainya), agen spesifik pada mata (oftalmika simpatika, uveitis imbas lensa),
dan penyakit sistemik seperti Behcet, sarcoidosis, sindroma Reiter, dll.
Berdasarkan asalnya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan
uveitis endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi intra
okuler, ataupun iatrogenic. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh fokal
infeksi di organ lain maupun reaksi autoimun.
Secara klinis (menurut cara timbul dan lamanya perjalanan penyakitnya) uveitis
anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronik. Uveitis
anterior akut biasanya timbul mendadak dan perjalanan penyakitnya kurang dari 5
minggu. Sedangkan yang kronik mulainya berangsur-angsur, dan perjalanann
penyakitnya ddapat berbulan-bulan maupun tahunan.
Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan patologi anatominya terdiri dari tipe
granulomatosa dan nongranulomatosa. Tipe granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel
epiteloid dan makrofag. Sedangkan tipe non granulomatosa infiltratnya terdiri dari selsel plasma dan limfosit.
ETIOLOGI
Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering
dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi imunitas
terhadap benda asing tau antigen pada mata juga dapat menyebabkan cedera pada
pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga sering dikaitkan dengan
penyakit atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis
reumatoid. Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi
hipersensitifitas terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis.
PATOFISIOLOGI

Peradangan trakturs uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu atau
ketiga bagian secara bersamaan. Bentuk uveitis paling sering terjadi adalah uveitis
anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan riwayat sakit, fotofobia
dan penglihatan kabur, mata merah, pupil kecil serta ireguler.
Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada
orang dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak
diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis; yang non
granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa.
Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu
iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrate sel-sel
limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuclear. Pada
kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humous aqueus)
yang member makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan
badan siliar, maka timbullah hiperemis yang aktif, pembuluh darah melebar,
pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaucoma sekunder.
Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah
putih, sel darah merah dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose cairan
bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaucoma. Cairan dengan lain-lainnya
ini, dari bilik mata belakang melalui celah antara lensa iris dan pupil ke kamera okuli
anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung pembuluh
darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang sehingga cairan akan
bergerak ke atas. Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu
menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga cairan disini akan bergerak ke
bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea,
membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai segitiga dengan endapan
yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui
trabekula masuk ke dalam kanalis schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera.
Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan bola mata akan berada
pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut

kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaucoma sekunder.
Glaucoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit.
Elemen darah dapat bertumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah hifema
(bila banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak
mengandung sel darah putih). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang
menempel pada pupil dapat juga mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung iris
pada lensa. Perlengketan ini disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel pada
lensa disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior tidak
dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris terdorong ke depan,
disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior menyempit, dan
timbullah glaucoma sekunder. Perlengketan-perlengketan iris pada lensa menyebabkan
bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan
organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar juga dapat
menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan karena debu.
Dengan adanya peradangan ini maka metabolism pada lensa terganggu dan dapat
mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun dapat
mengakibatkan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrane yang terdiri dari
jaringan ikat dengan neurovaskuler dari retina yang disebut renitis proloferans. Pada
kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasio retina.

GAMBARAN KLINIS
Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan
tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis
anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat
sedang terjadi.

1) Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa


Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi,
fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar

yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus. Deposit putih halus
(keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat dilihat dengan slitlamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada endotel kornea.
Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP
umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP
yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small
KP merupakan tanda khas pada herpes zoster danFuchs uveitis syndrome. Medium
KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large
KPbiasanya

jenis mutton

fat biasanya

erdapat

pada

uveitis

anterior

tipe

granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring
bertambahnya waktu,akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil
dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat
sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.
2). Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa
Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton
fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea. Tampak
kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini
sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul
Busacca.
DIAGNOSIS
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya
pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik
yang mungkin pernah diderita oleh pasien.

Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:


-

Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata
disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau
daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah
muncul.

Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat
menambah rasa tidak nyaman pasien

Kemerahan tanpa sekret mukopurulen

Pandangan kabur (blurring)

Umumnya unilateral

2) Pemeriksaan Oftalmologi
-

Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun

Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata
yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan
akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat
akibat perubahan aliran keluar (outflow)cairan akuos.

Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang
jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva

Kornea : KP (+), udema stroma kornea

Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion. Ditemukannya selsel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel
yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0
sampai +4 ditentukan dari:
o

0 : tidak ditemukan sel

+1 : 5-10 sel

o +2 : 11-20 sel
o +3 : 21-50 sel
o +4 : > 50 sel
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang
mengalami peradangan. Adanya flaretanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi
pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan pemeriksaan
sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:
o
o
o
o
o

0 : tidak ditemukan flare


+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : moderat, iris terlihat bersih
+3 : iris dan lensa terlihat keruh
+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit terkait


HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.
-

Iris : dapat ditemukan sinekia posterior

Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada kapsul
lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien

mengalami iritis berulang.

3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap

pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak
responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis
etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka
diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa. Pada
kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan
khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear
antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan
ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton
fatmemberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan
pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensineconverting
enzyme sangat membantu.
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien
dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan
suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar
kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap
tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap
toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya, seringkali dapat
ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari
uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi
dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus
atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal,
ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut,
dan lain-lain.

DIAGNOSIS BANDING
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:

Konjungtivitis.
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada kotoran mata dan
umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris.
Keratitis atau keratokonjungtivitis.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan
fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat
menyertai uveitis anterior sebenarnya.
Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan korneanya
beruap.

TERAPI
Tujuan utama terapi uveitis anterior adalah:
-

Mencegah sinekia posterior

Mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis

Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat:


o Mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi
perburukan diagnosis)
o Meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik

Mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder

Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien.

Untuk uveitis anterior non-granulomatosa


o Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit
o Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia
o Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine
digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda,
dilanjutkan dengan kerja singkat seperti siklopentolat atau homatropin
o Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang
o Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari yang
tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat juga
diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka
lama dapat menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil.
o Sikoplegik spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui
Untuk uveitis anterior granulomatosa
Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropin 2% diberikan
sebagai dilator pupil bila segmen anterior terkena.
KOMPLIKASI
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:
Sinekia anterior perifer.
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi humor
akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga dapat menimbulkan
glaucoma.
Sinekia posterior

Dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di belakang iris,


sehingga menonjolkan iris ke depan.

KERATITIS
Definisi
Merupakan peradangan kornea yang biasa nya di sertai dengan penurunan
penglihatan
Klasifikasi
Berdasarkan etiologi
Virus HSV,varicela-zooster virus
Bakteripneumococci,streptococci,staphylococ
Jamurcandida,aspergillus,fusarium
ProtozoaAcanthamoeba(contact lens user)
Berdasarkan kedalaman lapisan kornea yang terkena
Superfisial
profunda
Gejala Keratitis
Pada umum nya, keratitis didahului gejala berikut :
Defisiensi vitamin A
Reaksi konjungtivitis menahun
Trauma dan kerusakan epitel

Lensa kontak yg menyebabkan terjadi nya infeksi


Daya imunitas yang berkurang
Pemakaian steroid
Herpes genital
Sakit mata ringan sampai berat
Silau
Mata berair dan kotor
Lesi kornea (+) dan penglihatan berkurang

Keratitis

Epitelialis

superfisial
subepitel

Profunda/

Di

dalam

interstisialis

kornea

stroma

Mengenai kornea di depan

Uji fluoresein

membran bowman

(+)

Mengenai kornea di bawah

Uji Fluoresein

epitel kornea

(-)

Di dalam stroma kornea

Uji Fluoresein
(-)

Pemeriksaan Penunjang
Etiologic diagnosis.
Slide Staining :
Gram ( untuk infeksi bakteri)
KOH (untuk infeksi fungus)

Uji Plasido (+)

UjI plasido (-)

Uji Plasido (-)

A. Keratitis Bakterial
Serpeginous corneal ulcer.
Etiology : Pneumococcus
Bersifat akut
Terdapat ulcer abu-abu, Biasa nya ulser terdapat di tengah kornea
Kadang disertai oleh lesi hipopion

Pseudomonas ulcer.
Etiologi : Pseudomonas aerg.
bluish-green eksudat

bersifat acute ,menyebar secara cepat ke seluruh kornea karena


aktivasi lisozim yang merusak kornea mata

Marginal Ulcer

Etiologi : Staphylococcus
Biasa nya ulser terdapat pada daerah limbus

B. Keratitis Protozoa
Etiologi : acanthamoeba
Sering pada pengguna kontak lens
Disertai rasa sakit yang berat

C. Keratitis Fungal
Lebih sedikit ketimbang bakterial
Keluhan timbul biasa nya 5 hari sampai 3 minggu kemudian
o Sakit mata yang hebat
o Berair dan disertai penglihatan mata yang menurun
o Silau
o Ada hipopion
Diagnosis pasti dengan ada nya hifa pada pemeriksaan KOH 10%

D. Keratitis Viral
Keratitis Pungtata
Bersifat kronis
Etiologimoluskum,akne rosasea, herpes simpleks,zooster, dan trauma

radiasi/kimiawi
Warna hijau pada fluoresein
Sakit,silau, mata merah, dan kelilipan di sertai gangguan penglihatan

Herpes Simplex keratitis


Etiologi : HSV type I
Bersifat kronis dan paling sering
Fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun
Lessi dapat berupa : filament, punctate, dendritic, disciform
Semakin sering kambuh maka semakin dalam aktifitas merusak kornea

E. Keratitis Alergika
Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun
terhadap antigen
Gambaran klinis
a. Air mata sedikit
b. Hiperemis konjungtiva, panas dan gatal pada mata

c. Penurunan daya visual


d. Menebal nya epitel konjungtiva

F. Keratitis lagoftalmos
Disebabkan ada nya tarikan jaringan parut pada tepi kelopak sehingga
terjadi trauma yang menyebabkan peradangan pada kornea

G. Keratitis neuroparalitik
Disebabkan kelainan saraf trigeminus yang menyebabkan terjadi nya
kekeruhan kornea. Lumpuh nya N.trigeminus biasa nya akibat herpes zooster,
tumor kranium, dan peradangan sekitar bola mata

H. Keratitis sklerotikan
Peradangan kornea yang menyertai radang sklera (skleritis) Namun
etiologi nya masih idiopatik
Moorens Ulcer
Etiology : reaksi antigen-antibodi yang menimbulkan ulcer pada kornea
mata
Bersifat progresif dan terkadang sampai ke daerah limbus

I. Fotokeratitis
Disebabkan oleh mata yang terpajan sinar ultraviolet. Dapat memberikan
rasa sakit selama 2 hari dan Sering pada pekerja las

Tatalaksana keratitis
Keratitis

Keratitis

Keratitis

Keratitis

Keratitis

Bakteri

Virus

Jamur

alergika

lagoftalmos,neuro
paralitik,fotokerat
osis

Batang

Trifluoroti

Natamisin

Steroid

Gram

midin

5%

topikal

-ceftazidi

(TFT)

me,fluoroqu

setiap 4 jam

1%

inolon
Batang

Acyclovir

Amphoteris

gram

3%

in B 0,15-

Air mata buatan

(+)cefazoli

diberikan

ne,vancomy

setiap 4 jam

0,30%

cin
Kokus gram

Ketokonazo

-feriaxone,

le

ceftazidime

600mg/hari

200-

Prognosis
Tergantung pada derajat keparahan peradangan dan seberapa kerusakan kornea
dan organ dalam lain nya

ENDOFTALMITIS
Definsi
Endophthalmitis adalah adanya peradangan hebat intraokular, terjadi yang
diakibatkan dari bakteri, jamur atau keduanya. Beberapa penulis mendefinisikan sebagai
bakteri atau jamur infeksi pada tubuh dan ruang vitreous mata cairan. Hal ini tidak
pernah disebabkan oleh virus atau parasit infeksi, sebagai agen ini terutama
menyebabkan radang retina dan Uvea.

Klasifikasi
Secara umum endoftalmitis diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Endoftalmitis Eksogen

Pada endolftamitis eksogen organisme yang menginfeksi mata


berasal dari lingkungan luar.

Endolftamitis eksogen dikategorikan

menjadi : endolftalmitis post operasi dan endolftalmitis post trauma.

o Endoftalmitis Post Operatif

Pada endoftalmitis post operasi, bakteri penyebab tersering

merupakan flora normal pada kulit dan konjungtiva.


Endoftalmitis ini sering terjadi setelah operasi-operasi berikut
ini : katarak, implantasi IOL, glaukoma, keratoplasty, eksisi
pterigium,

pembedahan

strabismus

paracentesis,

pembedahan vitreus dll.

o Endoftalmitis Post Trauma

Endoftalmitis paling sering terjadi setelah trauma mata, yaitu


trauma yang menimbulkan luka robek pada mata.

b. Endoftalmitis Endogen
Pada endoftalmitis endogen, organisme disebarkan melalui aliran
darah. Endoftalmitis endogen beresiko terjadi pada :
Memiliki faktor predisposisi, seperti : diabetes melitus, gagal
ginjal, penyakit jantung rematik, sistemik lupus eritematos, AIDS

dll
Invasif Prosedur yang dapat mengakibatkan bakteremia seperti

hemodialisis, pemasangan kateter, total parenteral nutrisi dll


Infeksi pada bagian tubuh lain, seperti: endokarditis, urinary tract
infection, artritis, pyelonefritis, faringitis, pneumoni dll

Pada endoftalmitis endogen kuman penyebabnya sesuai dengan


fokus

infeksinya

seperti

Streptococcus

Sp

(endokarditis),

Stapylococcus aureus (infeksi kulit) dan Bacillus (invasive prosedur).


Sementara bakteri Gram negatif misalnya Neisseria meningitidis,
Neisseria

gonorrhoe,

infuenzae

dan

bakteri

enterik

Escherichia colli dan Klebsiella.

Etiologi
Penyebab endophthalmitis sangat bervariasi tergantung dari jenis nya.

Endophthalmitis post operasi kronis

seperti

Penyebab endophthalmitis post operasi kronis dibagi atas bakteri dan jamur.
Endophthalmitis kronis post operasi akibat jamur disebabkan oleh candida dan
aspergilus namun haruslah di bedakan dari endophthalmitis endogen. Endophthalmitis
post operasi kronis akibat bakteri paling sering disebabkan oleh Propionibacterium
acnes. Bakteri lain dengan tingkat virulensi terbatas seperti Staphylococcus epidermidis
dan spesies Corynebacterium, juga bisa bisa menyebabkan infeksi kronik yang mirip. P
acnes, bakteri gram-positive anaerob kommensal, ditemukan di kulit kelopak mata atau
konjuctiva orang normal.

Endoftahmitis post operasi akut


Biasanya disebabkan oleh coagulase negative Staphylococcus, S aureus,
Streptococcus spp, organisme gram negatif.

Endophthalmitis endogen
Bakteri endogen penyebab endophthalmitis memiliki variasi jenis yang luas,
penyebab tersering dari jenis gram positif diantaranya species Streptococcus
(endocarditis), Staphylococcusa ureas ( infeksi cutaneous), dan species Bacillus (dari
penggunaan obat intravena ) sedang untuk bakteri gram negatif paling sering Neisseria
meningitidis, Haemophilus influenzae, and organismse enteric seperti Escherichia coli
dan spesies Klebsiella.
Endofthamitis endogen akibat jamur disebabkan oleh candida (penyebab
terbanyak), aspergillus dan cocidioides. Endophthalmitis endogen karena jamur juga
bisa disebabkan oleh infeksi Histoplasma capsulatum. Cryptococcus neoformans.
Sporothrix schenkii. Dan Blastomyces dermatitidis namun kejadiannya lebih rendah
dibandingkan candida dan aspergillus.

Traumatic endophthalmitis
Hampir sama dengan endophthalmitis post operasi, dua pertiga dari bakteri
penyebab traumatic endofthamitis adalah gram positif dan 10-15% adalah gram negatif.

Bacillus cereus, dimana sangat jarang menyebabkan endophthalmitis pada kasus lain,
menyebabkan hampir 25% dari semua kasus traumatic endophthalmitis.

Patofisologi

Pada keadaan normal, blood-ocular barrier dapat melindungi mata dari invasi
mikroorganisme. Pada Endogenous endophthalmits, organisme dapat menembus bloodocular barrier dengan invasi langsung (contoh : septic emboli) atau dengan merubah
permeabilitas vaskuler endotel. Destruksi jaringan intraokular mungkin berhubungan
dengan invasi langsung mikroorganisme dan atau dari pelepasan mediator inflamasi
karena respon imun.
Endophthalmitis dapat ditemukan adanya nodule putih pada kapsul lensa, iris,
retina, atau koroid. Juga dapat mengenai berbagai tempat diseluruh jaringan mata,
dimana yang utama adalah terbentuknya eksudat purulen pada bola mata. Dapat
menyebar ke jaringan lunak dari mata. Semua prosedur operasi yang mengganggu
integritas dari bola mata dapat menyebabkan Exogenous endophthalmitis (misalnya :
operasi katarak, glaukoma, radial keratotomy).

Manifestasi Klinis
Endophthalmitis post operasi kronik
Propionibacterium acnes sebagai penyebab terbanyak bermanifestasi berupa
plak putih diantara kapsul posterior dan implan IOL. Pasien akan merasakan pandangan
yang kabur dan inflamasi granulamatous yang persisten dimulai sekitar 3-4 bulan
setelah pembedahan. Pada kasus yang parah dapat terjadi inflamasi vitreus,
dekompensasi kornea hingga neovaskularisasi iris
mendapat pengobatan.

pada kasus terparah yang tidak

Gambar 2. A dan b endophthalmitis krinik post operasi yang disebabkan oleh


propiobacterium acnes. Granulomatous keratic precipitas dan plak putih di selubung
kapsul

Endophthalmitis post operasi akut


Sering disertai dengan hypopion, conjunctival vascular congestion, edema
kornea, edema keopak mata. gejala sering berupa nyeri dan visual loss yang nyata.
Endolphthalmitis endogen
Gambaran dari endolphthalmitis endogen berasal dari penyakit sistemik yang
berlangsung seperti suhu tubuh yang tinggi (lebih dari 101,5 F), peningkatan jumlah
leukosit perifer, dan kultur kuman yang positif dari bagian lain (darah, urin, dahak).
pasien sering sakit dan dirawat karena penyakit utama yang mendasari munculnya
endophthalmitis endogen.
Gejala klinis meliputi nyeri akut, fotofobia, dan penglihatan kabur. Pada
pemeriksaan biasanya ditemukan

sangat menurunnya ketajaman visual, edema

periorbital dan kelopak mata, dan fibrin di ruang anterior, hipopyon mungkin juga
ditemukan. Mungkin ada peradangan yang signifikan pada vitreous dan sel vitreous.
Kadang-kadang, mengenai kedua mata secara bersamaan.Mikroabses kecil di retina atau
ruang subretinal dan putih, perdarahan pada retina (Roth spot) juga dapat dilihat.

Pasien dengan Endolphthalmitis kandida mungkin hadir dengan penglihatan


kabur atau menurun akibat dari makula chorioretinal atau nyeri yang timbul dari uveitis
anterior. yang mungkin parah. Biasanya. Candida chorioretinitis ditandai dengan
multiple. bilateral. putih. well-circumscribed lesions kurang dari 1 mm. Tersebar
diseluruh postequatorial fundus dan terkait dengan inflamasi selular vitreous (Gambar
8-4). Para chorioretinallesions dapat berhubungan dengan pembuluh darah selubung dan
perdarahan intra retina, eksudat vitreous mungkin memperlihatkan penampilan stringof-pearls. Endolfthalmitis endogen aspergillus menyebabkan nyeri akut dan visual
loss.

Post traumatic endophthalmitis


Gejala pada endophthalmitis yang disebabkan trauma tembus biasanya lebih
berat termasuk penurunan visus yang cepat, sakit mata yang lebih hebat, mata merah
dan pembengkakan kelopak.

Diagnosis

Dengan mengetahui gejala subjektif dan gejala objektif yang didapatkan dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis endoftalmitis sudah
dapat ditegakkan. Gejala endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan objektif
yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Subjekif
Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah:
- Fotofobia
- Nyeri pada bola mata
- Penurunan tajam penglihatan
- Nyeri kepala
- Mata terasa bengkak
- Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka

Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai dengan
atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya kemungkinan
penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita perlu di anamnesis
mengenai ada atau tidak nya riwayat penyakit sistemik yang dideritanya. Penyakit yang
merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di antaranya adalah diabetes melitus,
AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan imunitas yang rendah. Sedangkan
beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan endoftalmitis endogen akibat
penyebarannya secara hematogen adalah meningitis, endokorditis, infeksi saluran
kemih, infeksi paru-paru dan pielonefritis.

b. Objektif
Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola
mata yang terkena dan derajat infeksi/peradangan 7. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi
kelainan fisik yang dapat ditemukan dapat berupa:
- Udem Palpebra Superior
- reaksi konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis
- Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva
- Udem Kornea
- Kornea keruh
- keratik presipitat
- Bilik mata depan keruh
- Hipopion
- Kekeruhan vitreus
- Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak
pucat ataupun hilang sama sekali.

Gambar 3. Endoftalmitis

Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca ditemukan masa
putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca, dengan
proyeksi sinar yang baik.
Pemeriksaan Penunjang
Metode kultur merupakan langkah yang sangat diperlukan karena bersifat
spesifik untuk mendeteksi mikroorganisme penyebab. Teknik kultur memerlukan waktu
48 jam 14 hari. Bahan-bahan yang dikultur diambil dari:

Cairan dari COA dan corpus viterous

Pada endoftalmitis, biasanya terjadi kekeruhan pada corpus viterous. Oleh sebab
itu, bila dengan pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat dilakukan
pemeriksaan USG mata.
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah ada benda asing dalam bola
mata, menilai densitas dari vitreitis yang terjadi dan mengetahui apakah infeksi telah
mencapai retina.

Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan untuk mengetahui dengan pasti


kuman penyebab endoftalmitis, terutama bila ada penyakit sistemik yang dapat
menimbulkan endoftalmitis, melalui penyebaran secara hematogen. Pemeriksaan
penunjang tersebut dapat berupa:
o

Pemeriksaan darah lengkap, LED, kadar nitrogen, urea darah, kreatinin.

Foto rontgen thoraks

USG jantung

Kultur darah, urin, LCS, sputum, tinja

Diagnosis banding

Panuveitis
Tumor intraokuler
Panoftalmitis

Tatalaksana
Terapi Antibiotik

Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus mencakup semua


kemungkinan patogen dalam konteks pengaturan klinis.

Intravitreal antibiotik

Pilihan pertama

2.25
mg dalam 0.1ml
Pilihan kedua

: Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + amikacin

0.4 mg dalam 0.1 ml


Pilihan ketiga

: Vancomicin 1 mg dalam 0.1 ml + ceftazidine

Vancomicin

gentamicin 0.2 mg dalam 0.1 ml

mg

dalam

0.1ml

Gambar 4. injeksi intravitreal

Injeksi Intravitreal

24-36 jam pertama setelah injeksi

Bertambah buruk

Bertambah buruk ( - )

Konsul spesialis

Lanjutkan terapi oral / topikal

Pars plana vitrectomy (PPV)

Tidak ada perubahan signifikan

Ulangi injeksi
intravitreal

Membaik

Reflek fundus (+)


Reaksi COA
Lanjutkan terapi

Gambar 5. alur Follow up intravitreal antibiotik

Antibiotik topikal

Vancomicin (50 mg/ml) atau cefazolin (50 mg/ml), dan

Amikacin (20 mg/ml) atau tobramycin (15mg%)


Antibiotik sistemik (jarang).

Ciprofloxacin intravena 200mg BD selama 2-3hari, diikuti 500mg

oral BD selama 6-7 hari, atau


Vancomicin 1gm IV BD dan ceftazidim 2g IV setiap 8 jam

Terapi steroid

Dexamethasone intravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml


Dexamethasone 4 mg (1 ml) OD selama 5 7 hari
Steroid sistemik. Terapi harian dengan prednisolone 60 mg diikuti
dengan 50 mg, 40 mg, 30 mg, 20 mg, dan 10 mg selama 2 hari.

Terapi suportif

Siklopegik. Disarankan tetes mata atropin 1% atau bisa juga


hematropine 2% 2 3 hari sekali.

Obat obat antiglaucoma disarankan untuk pasien dengan


peningkatan tekanan intraokular. Acetazolamide (3 x 250 mg) atau
Timolol (0.5 %) 2 kali sehari.

Operatif
Vitrektomy
Vitrectomy adalah tindakan bedah dalam terapi endophthalmitis. Bedah
debridemen rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel inflamasi, dan
zat beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal, untuk menghapus membran
vitreous yang dapat menyebabkan ablasio retina, dan membantu pemulihan
penglihatan. Endophthalmitis vitrectomy Study (EVS) menunjukkan bahwa di mata
dengan akut endophthalmitis operasi postcataract dan lebih baik dari visi persepsi
cahaya. Vitrectomy juga memainkan peran penting dalam pengelolaan endoftalmitis
yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa.

Penatalakasanaan pada endoftalmitis pasca operasi


Pars Plana Vitrectomy dan injection intravitreal dan endocapsular
vancomycin adalah terapi dalam banyak kasus kronis pasca operasi bakteri
endophthalmitis, namun ini mungkin tidak sepenuhnya berhasil dalam pemberantasan
infeksi, terutama jika kapsul lensa sudah terinfeksi. Dalam kasus seperti pemasangan
IOL, capsulectomy lengkap, injeksi intravitreal vankomisin bisa menyembuhkan.
Pengobatan endophthalmitis jamur kronis lebih sulit dan membutuhkan penggunaan
agen antijamur intravitreal (amfoterisin dan vorikonazol) dan, mungkin, agen
antijamur sistemik pada kasus yang paling parah. Beberapa operasi mungkin

diperlukan. Peran sistemik terapi dalam bentuk kronis endophthalmitis jamur tidak
dapat dibuktikan.
Pentalaksanaaan pada endoftalmitis bakteri
Pada endoftalmitis endogen bakteri, darah, kultur cairan tubuh lainnya, dan
hasil kultur mata untuk memastikan diagnosis dan memilih terapi. Antibiotik
intravitreal diberikan pada saat vitrectomy jika belum jelas adakah organisme jamur
yang ikut berperan, pengobatan etiologi jamur dan bakteri adalah vitrectomy. Selain
itu, antibiotik intravena kadang-kadang diperlukan selama beberapa minggu,
tergantung pada organisme yang menginfeksi.
Penatalaksanaan pada endoftalmitis jamur
Pasien yang memiliki endophthalrnitis jamur endogen, terapi anti jamur
sistemik dapat diberikan selama 6 minggu atau lebih. Pilihan anti mikroba inisial
adalah empiris dan dapat disesuaikan dengan hasil kultur.
Endoftalmitis jamur endogen karena Candida, Aspergillus, dan Coccidiodes
dapat dikelompokkan ke dalam Non-neoplastic Masquerade Syndrome karena pada
banyak pasien, kondisi ini disalah artikan sebagai Uveitis non infeksius dan diobati
dengan kortikosteroid saja. Hal ini biasanya memperburuk perjalanan klinis penyakit.
Sehingga diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan diagnosis yang
benar. Kondisi ini membutuhkan terapi anti jamur sistemik dan lokal serta intervensi
bedah.

You might also like