You are on page 1of 54

DAFTAR ISI 

 
 
 
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... i 
BAB VII  BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN ....................................................... II.7‐1  
7.1 Kondisi Umum  ................................................................................................................. II.7‐2 
7.1.1 Lingkungan Strategis‐Kawasan Regional  ................................................. II.7‐2 
7.1.2 Perlombaan Senjata di Kawasan Regional  ............................................... II.7‐3 
7.1.3 Kepentingan dan Kebijakan Negara Adidaya .......................................... II.7‐3 
7.1.4 Wilayah Laut Yurisdiksi Nasional ................................................................. II.7‐4 
7.1.5 Perbatasan Negara .............................................................................................. II.7‐4 
7.1.6.Gangguan Keamanan di Wilayah Perbatasan dan  
  Pulau Terdepan .................................................................................................... II.7‐5 
7.1.7 Kejahatan Trans‐Nasional ................................................................................ II.7‐6 
7.1.8 Penyalahgunaan Narkoba ................................................................................ II.7‐6 
7.1.9 Perdagangan Manusia (human trafficking) .............................................. II.7‐8 
7.1.10 Terorisme ............................................................................................................. II.7‐9 
7.1.11 Keamanan dan Ketertiban Masyarakat ................................................... II.7‐10 
7.1.12 Kinerja Lembaga Kepolisian ......................................................................... II.7‐10 
7.1.13 Postur Pertahanan ............................................................................................ II.7‐11 
7.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan .......................................................... II.7‐13 
7.2.1 Permasalahan ........................................................................................................ II.7‐13 
7.2.2 Sasaran pembangunan ...................................................................................... II.7‐20 
7.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan ........................................................ II.7‐23 
7.3.1 Arah Kebijakan Pembangunan ...................................................................... II.7‐23 
7.3.2 Strategi Pembangunan ...................................................................................... II.7‐24 
 

   
  i 
BAB VII
BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

Keamanan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan


perwujudan dari salah satu tujuan bernegara, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini merupakan prasyarat bagi
terwujudnya tiga tujuan bernegara lainnya sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
UUD Tahun 1945. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, keamanan nasional NKRI yang
mencakup pertahanan negara, keamanan dalam negeri, keamanan dan ketertiban
masyarakat, serta keamanan sosial baik secara langsung maupun tidak langsung sangat
dipengaruhi oleh dinamika politik, ekonomi, kesejahteraan, sosial, dan budaya di dalam
negeri, serta dinamika keamanan di kawasan Regional dan Internasional.
Meskipun dalam jangka waktu lima tahun ke depan kemungkinan terjadinya
perang sangat kecil, sebagai negara berdaulat Indonesia harus mempersiapkan
kekuatan militer, agar sewaktu-waktu siap untuk dikerahkan; apabila terjadi ancaman
militer terhadap kedaulatan NKRI. Dari pengalaman beberapa dekade terakhir ini,
Indonesia juga pernah mengalami embargo persenjataan dari luar negeri. Berdasarkan
pengalaman pahit tersebut, kemampuan serta pemberdayaan industri pertahanan
nasional perlu ditingkatkan, agar mampu mandiri dan tidak tergantung kepada pihak
luar. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang dua pertiga luas
wilayahnya merupakan perairan/laut; maka tidak mengherankan apabila banyak terjadi
gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut. Oleh karena itu diperlukan upaya
khusus untuk mencegah dan menanggulangi gangguan keamanan dan pelanggaran
hukum di wilayah laut yurisdiksi nasional Indonesia.
Di lain pihak, meskipun telah banyak upaya dan prestasi Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang dicapai selama lima tahun terakhir ini, masih diperlukan upaya
dan kerja keras meningkatkan rasa aman dan ketertiban masyarakat guna memenuhi
tuntutan dan aspirasi masyarakat Indonesia. Selama lima tahun terakhir, pemerintah
juga telah berhasil menangani berbagai konflik sosial dan gangguan keamanan di
berbagai wilayah tanah air. Namun, potensi konflik dan gangguan terhadap keamanan
dalam negeri belum hilang sama sekali dan telah berkembang sesuai dengan kemajuan
teknologi dan demokrasi, maka diperlukan upaya untuk memodernisasi kemampuan
deteksi dini keamanan nasional. Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa seiring dengan
semakin berkembangnya spektrum ancaman terhadap keamanan nasional, institusi
yang menangani kebijakan keamanan nasional juga harus mampu berkoordinasi dengan
berbagai pemangku kepentingan terkait. Oleh karena itu, diperlukan upaya guna
meningkatkan kualitas kebijakan keamanan nasional.
Sesuai dengan uraian tersebut di atas, dalam RPJMN 2010--2014; agar

II.7-1
pembangunan di bidang Pertahanan dan Keamanan mampu mendukung pencapaian
visi Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan; kebijakan pembangunan
pertahanan dan keamanan diarahkan kepada terwujudnya “Peningkatan kemampuan
pertahanan negara; dan kondisi keamanan dalam negeri yang kondusif; sehingga
aktivitas masyarakat dan dunia usaha dapat berlangsung secara aman dan nyaman;
dengan strategi : (1) peningkatan kemampuan pertahanan mencapai minimum essential
force; (2) pemberdayaan industri pertahanan nasional; (3) pencegahan dan
penanggulangan gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut (perompakan,
illegal fishing dan illegal logging); (4) peningkatan rasa aman dan ketertiban
masyarakat; (5) modernisasi deteksi dini keamanan nasional; dan (6) peningkatan
kualitas kebijakan keamanan nasional.

7.1 Kondisi Umum

Dewasa ini kepentingan ekonomi serta penguasaan sumber daya alam, migas,
dan air bersih lebih mewarnai berbagai permasalahan keamanan nasional suatu negara,
termasuk Indonesia. Ancaman dan gangguan terhadap keamanan nasional dilancarkan
tidak hanya oleh negara, tetapi juga oleh aktor-aktor bukan negara (non-state actors).
Secara nyata bentuk ancaman dan gangguan terhadap keamanan nasional suatu negara
termasuk Indonesia, telah sedemikian berkembang tidak hanya berbentuk ancaman
militer, tetapi juga berbentuk ancaman non-militer dengan menggunakan teknologi
canggih dan bersifat lintas negara. Kompleksitas permasalahan keamanan nasional acap
kali timbul bersamaan dengan munculnya isu-isu global seperti HAM, demokrasi,
lingkungan hidup, good governance, dan terorisme. Penggunaan kombinasi operasi soft
power melalui diplomasi, ekonomi, finansial, sosial-budaya, dan media, dengan operasi
hard power melalui pengerahan militer cenderung digunakan oleh negara-negara
tertentu untuk memaksakan kepentingannya terhadap negara lain. Pada akhirnya segala
kerawanan tersebut berdampak merugikan terhadap keutuhan wilayah, kedaulatan
negara, kesejahteraan masyarakat, lingkungan hidup dan seluruh peri kehidupan
lainnya. Semenjak kemerdekaan sampai dengan saat ini, bangsa dan negara Indonesia
telah berulang kali mengalami pergulatan dengan permasalahan keamanan nasional
seperti pemberontakan bersenjata yang melawan konstitusi negara (insurgency).
Meskipun telah dilakukan berbagai upaya, baik yang bersifat pendekatan kesejahteraan
maupun pendekatan keamanan, permasalahan insurgency ini belum sepenuhnya dapat
dituntaskan dan masih menyisakan permasalahan bagi keutuhan dan kedaulatan NKRI.
Secara terperinci kondisi umum pertahanan dan keamanan yang terkait dengan NKRI
dapat dijabarkan sebagai berikut.

7.1.1 Lingkungan Strategis-Kawasan Regional.

Kawasan regional di sekitar Indonesia terus dibayang-bayangi noktah-noktah


rawan (hot spot). Pada saat ini, kemampuan dan daya jelajah pesawat tempur yang

II.7-2
dimiliki oleh negara tetangga mampu mencapai hampir seluruh wilayah Indonesia
termasuk Ibukota Jakarta. Demikian juga dengan peningkatan kemampuan armada
negara tetangga dari laut lepas ke samudra (green Water Navy to Blue Water Navy) yang
memungkinkan armada negara tetangga tersebut mampu menjangkau Natuna dan
bahkan Papua. Selain itu, cakupan zona pengawasan maritim negara tetangga dengan
rentang 1.000,0 NM dari wilayah perbatasan negara tetangga tersebut sehingga dapat
menjangkau seluruh wilayah Indonesia tentu akan berdampak pada kedaulatan NKRI.
Pembangunan pangkalan laut dengan biaya USD 8,0 milyar oleh negara tetangga di Asia
Selatan juga memungkinkan Armada Laut negara tersebut dengan mudah menjangkau
pantai barat, utara dan timur Pulau Sumatra. Sementara itu, hubungan bilateral antara
Indonesia dengan Singapura masih terganjal masalah Defense Cooperation Agreement
(DCA). Sengketa wilayah Ambalat juga merupakan masalah yang belum terselesaikan
dalam hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia.

7.1.2 Perlombaan Senjata di Kawasan Regional.

Potensi ketidakstabilan di kawasan sekitar Indonesia tidak terlepas dari


kepentingan, persaingan, dan ketegangan negara-negara tertentu. Belanja militer
negara-negara di kawasan sekitar Indonesia yang relatif besar berdampak pada
perubahan kekuatan dan kemampuan militernya dengan sangat mencolok serta
memunculkan kecenderungan terjadinya pergeseran kekuatan regional. Kebangkitan
negara-negara besar di Asia dalam bidang ekonomi dan militer, revitalisasi peran salah
satu negara maju di Asia dalam bidang pertahanan dan keamanan, serta pengembangan
nuklir oleh negara-negara kawasan Asia turut memicu peningkatan kekuatan,
kemampuan, dan gelar militer di kawasan ini yang pada gilirannya dapat menjadi
potensi ancaman bagi Indonesia, termasuk Kepulauan Natuna yang memiliki cadangan
gas yang besar. Selain itu, ketegangan di kawasan Asia Selatan yang berhadapan dengan
wilayah Indonesia bagian barat juga tidak kunjung mereda dan bahkan semakin
meruncing dengan adanya kejadian terorisme. Ketegangan di kawasan Asia Selatan ini
menimbulkan kekhawatiran akan pecahnya perang dan perlombaan senjata yang
berbasis nuklir karena beberapa negara di kawasan ini memiliki kemampuan
penguasaan nuklir sebagai persenjataan.

7.1.3 Kepentingan dan Kebijakan Negara Adidaya.

Kepentingan dan kebijakan negara adidaya juga turut mewarnai kondisi


keamanan nasional NKRI dan kawasan sekitar Indonesia. Percobaan peluncuran roket
multi stage dan pengembangan nuklir oleh negara-negara di kawasan Asia menjadi
alasan yang kuat bagi negara adidaya untuk tetap mempertahankan kekuatannya di
kawasan Asia. Negara-negara adidaya ini menerapkan kebijakan yang bertumpu pada
penggunaan join operation yaitu soft power melalui diplomasi, ekonomi, finansial, sosial-
budaya, media, dan embargo dengan hard power melalui pengerahan militer,
penggelaran Misil Balistik Antar Benua yang mempunyai kemampuan Multi Warheads

II.7-3
dan Multi Target, dan penggunaan pesawat Armada Reconnaisance dan Pembom
Strategis. Pada masa lalu Indonesia pernah merasakan pengalaman pahit diembargo
oleh beberapa negara tersebut.

7.1.4 Wilayah Laut Yurisdiksi Nasional.

Semenjak disahkannya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum


Laut 1982 (United Nation Convention on Law of the Sea - UNCLOS 1982) wilayah
Indonesia, terutama wilayah yuridiksi laut, secara signifikan bertambah luas dan oleh
dunia. NKRI diakui sebagai negara kepulauan (archipelagic state). Sebagai konsekuensi
konvensi UNCLOS 1982, Indonesia melalui PP No. 37 telah menentukan Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) untuk lintas kapal dan pesawat udara negara asing, yaitu
ALKI I, ALKI II dan ALKI III. Selain ALKI tersebut, Selat Malaka juga merupakan salah
satu kawasan lalu lintas pelayaran internasional tersibuk dan strategis di dunia. Saat ini
Selat Malaka dilalui oleh sekitar 50.000 kapal/tahun yang mengangkut berbagai
komoditas termasuk minyak dan gas. Secara berturut-turut dalam kurun waktu 4 tahun
terakhir aksi perompakan di perairan wilayah yuridiksi laut Indonesia terus menurun
yaitu sebanyak 94 kali pada tahun 2004, 79 kali pada tahun 2005, 50 kali pada tahun
2006, dan 43 kali pada tahun 2007. Selain itu, aksi perompakan dan gangguan
keamanan di Selat Malaka juga cenderung menurun yaitu, 38 kali pada tahun 2004, 12
kali pada tahun 2005, 11 kali pada tahun 2006, dan 7 kali pada tahun 2007. Meskipun
gangguan keamanan cenderung menurun, perairan wilayah yuridiksi laut Indonesia,
termasuk ALKI dan Selat Malaka, masih dianggap rawan tindak kejahatan dan aktivitas
perompakan, terorisme, penyelundupan senjata, dan polusi.

7.1.5 Perbatasan Negara.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia berbatasan darat dan atau laut yang
didasarkan pada 185 titik dasar dengan 10 (sepuluh) negara tetangga, yaitu Australia,
India, Kepulauan Palau, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Singapura, Thailand, Timor
Leste, dan Vietnam. Penegasan garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Pulau
Kalimantan sepanjang 2.004 km sebenarnya telah selesai pada tahun 2000, namun saat
ini masih menyisakan 10 (sepuluh) daerah bermasalah. Demikian juga dengan
perbatasan darat antara Indonesia dan Papua Nugini sepanjang 780 km yang terdiri atas
batas darat kurang lebih 663 km dan Sungai Fly sepanjang 107 km. Saat ini masih
terdapat permasalahan di daerah Wara Smoll. Untuk perbatasan darat Indonesia dengan
Timor Leste sepanjang kurang lebih 269 km masih menyisakan 3 (tiga) daerah yang
dipermasalahkan. Selain masalah perbatasan darat, perbatasan laut dengan beberapa
negara tetangga juga masih belum dapat disepakati sepenuhnya. Secara empiris, konflik
antarnegara di dunia seringkali disebabkan oleh sengketa perbatasan, seperti yang
terjadi di wilayah Ambalat yang diperebutkan oleh Indonesia dan Malaysia.

II.7-4
GAMBAR 7. 1
PETA WILAYAH NKRI

Sumber : Kementerian Pertahanan

7.1.6 Gangguan Keamanan di Wilayah Perbatasan dan Pulau Terdepan.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, pembangunan pos-pos pengamanan


perbatasan dan pulau-pulau terdepan (terluar) beserta penggelaran aparat keamanan
telah mampu menurunkan intensitas pelanggaran batas wilayah negara dan gangguan
keamanan di wilayah perbatasan. Namun dengan jarak antar pos perbatasan yang rata-
rata masih 50 km dan pembangunan pos pulau terdepan (terluar) yang baru difokuskan
di 12 pulau, tingkat kerawanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar)
lainnya masih relatif tinggi. Gangguan keamanan yang masih terjadi di wilayah
perbatasan dan pulau terdepan (terluar) terutama dalam bentuk aktivitas ilegal berupa
pencurian sumber daya alam dan pemindahan patok-patok perbatasan. Keterbatasan
ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) juga sering
dimanfaatkan oleh pihak asing untuk mengeruk sumber daya alam secara ilegal
khususnya pembalakan liar. Berbeda dengan negara-negara tetangga, Indonesia juga
terkesan belum sepenuhnya menempatkan wilayah perbatasan dan pulau terdepan
(terluar) sebagai pusat-pusat pertumbuhan sehingga masyarakat di wilayah perbatasan
seringkali harus berorientasi ke negara lain, terutama dalam akses ekonomi dan
informasi, yang kesemua ini berpotensi menurunkan rasa kebangsaan. Kerawanan di
wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) sangat terkait dengan belum efektifnya
keterpaduan pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar). Sinergi
antara pemerintah daerah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) dengan instansi
vertikal terkesan berjalan sendiri-sendiri, partial dan tidak utuh.

II.7-5
7.1.7 Kejahatan Trans-Nasional

Posisi geografis yang strategis, dan dengan perbatasan darat maupun laut yang
belum sepenuhnya terjaga, serta pengawasan bandara dan pelabuhan laut yang belum
seluruhnya ketat telah menjadikan wilayah dan penduduk Indonesia sebagai bagian
mata rantai kejahatan lintas negara, seperti narkoba, perdagangan dan penyelundupan
manusia (human trafficking), dan terorisme. Bentuk lain kejahatan lintas negara yang
berdampak sangat merugikan suatu negara adalah kejahatan lintas negara terorganisasi
yang biasanya dikendalikan oleh aktor bukan negara (non-state actors). Kejahatan
terorganisasi lintas negara secara langsung sangat mengganggu rasa aman masyarakat
dan kemanusiaan, serta secara tidak langsung sangat merongrong keamanan dalam
negeri, kedaulatan negara, pembangunan ekonomi, dan penegakan hukum. Terdapat
berbagai bukti hubungan kuat antara pendanaan kelompok teroris dan separatis
dengan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan narkoba. Jenis kejahatan ini oleh
panel Perserikatan Bangsa Bangsa dianggap sebagai 1 (satu) dari 10 (sepuluh) ancaman
berbahaya bagi umat manusia. Meskipun masih dalam skala medium dan relatif belum
masif, tidak dapat dimungkiri bahwa wilayah dan penduduk Indonesia merupakan salah
satu simpul kejahatan narkoba, perdagangan perempuan dan anak, serta
penyelundupan manusia, terorisme, dan berbagai bentuk kejahatan lintas negara
terorganisasi.

7.1.8 Penyalahgunaan Narkoba

Dewasa ini Indonesia belum dapat sepenuhnya melepaskan diri dari ancaman
kejahatan Narkoba. Prevalensi penyalahgunaan narkoba yang menunjukkan angka 1,5 –
1,9 % penduduk mengindikasikan bahaya kejahatan narkoba telah sampai pada
tingkatan mengkhawatirkan. Kisaran harga narkoba yang tinggi dan keuntungan yang
besar mengakibatkan bisnis dan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia lebih marak jika
dibandingkan dengan harga negara-negara Asia lainnya. Modus operandi kejahatan
narkoba di wilayah hukum Indonesia tampaknya juga semakin canggih. Bahkan,
berbagai temuan menunjukkan bahwa selain munculnya kecenderungan baru dengan
memanfaatkan warga negara asing terutama yang berasal dari Iran, sindikat Afrika
Barat telah bekerja sama dengan sindikat China dalam menjalankan bisnis narkoba di
Indonesia. Selain itu, kelonggaran peraturan perundang-undangan dan
ketidakmaksimalan pengawasan terhadap impor bahan baku narkoba sintesis semakin
mempermudah pelaku untuk mendirikan laboratorium penghasil narkoba. Dengan
demikian, Indonesia dapat dikatakan sebagai negara produsen, terutama narkoba
sintetis dan ganja, sekaligus pasar potensial dalam perdagangan narkoba.
Dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan pertengahan tahun 2008 kasus
tindak pidana narkoba meningkat lebih dari 7 kali lipat, dengan kecenderungan
tersangka semakin muda usianya. Jika pada tahun 2000 jumlah kasus hanya 3.748
kasus, pada tahun 2007 meningkat menjadi 22.630 kasus dan pada tahun 2008

II.7-6
mencapai 29.364 kasus. Sementara itu, jumlah tersangka di bawah umur 25 tahun yang
berarti golongan muda, pelajar, dan mahasiswa proporsinya rata-rata mencapai 36,48
%. Berbagai upaya penegakan hukum bagi kejahatan narkoba terus dilakukan secara
intensif terutama di kantong-kantong kejahatan narkoba. Dalam 5 tahun terakhir,
puluhan ribu kasus narkoba berhasil diselesaikan, puluhan produsen gelap narkoba
dalam skala kecil dan besar berhasil diungkap, dan lebih dari 70 orang diputus pidana
mati, 5 di antaranya telah dieksekusi mati. Laporan World Drug Report tahun 2008
bahkan menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara terbesar melakukan
penyitaan narkoba. Sementara itu, jumlah serta cakupan dan kualitas lembaga
pelayanan terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba, baik yang dilakukan
oleh masyarakat maupun oleh negara, seperti Unit Terapi dan Rehabilitasi BNN di Lido
tercatat juga semakin meningkat. Namun, upaya dalam mengawasi dan mengendalikan
peredaran gelap narkoba melalui penegakan hukum dan pemberantasan jaringan
narkoba ini tampaknya belum diimbangi dengan upaya peningkatan ketahanan
masyarakat dari kejahatan narkoba sehingga berbagai upaya keras yang telah dilakukan
selama ini sepertinya tidak memberikan sumbangan yang berarti bagi penurunan angka
prevalensi narkoba.

II.7-7
GRAFIK 7. 1
TINDAK KEJAHATAN NARKOBA 2000—2008

35.000

29.364
30.000

22.630
25.000

17.355
16.252
20.000

11.380
15.000

10.008
9.783
9.573
9.422

9.289
8.409
8.171
7.140

10.000 6.733

5.658
3.929

3.887
3.874
3.751
3.617
3.478

2.590

2.275
2.058

2.040

1.961
1.907
1.648

1.632
1.356

1.348

5.000
648
621
79
64

62

-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif Total Tindak Pidana Narkoba

Sumber : Badan Narkotika Nasional

7.1.9 Perdagangan manusia (human trafficking)

Peta perdagangan manusia (human trafficking) menunjukkan negara-negara di


Benua Asia merupakan sumber utama perbudakan modern ini dengan jumlah yang
dilaporkan sangat tinggi (skala high – very high). Berdasarkan Laporan United Nation
Office on Drugs and Crime (UNODC) 2006, peringkat kasus perdagangan manusia
Indonesia berada pada skala medium, lebih baik dibandingkan dengan China, Thailand,
Filipina, India, Vietnam atau Kamboja. Namun, bila dicermati secara absolut, sepanjang
tahun 2008 ratusan ribu (lebih kurang 150.000) anak menjadi korban perdagangan
manusia. Angka ini cukup mengkhawatirkan karena motif perdagangan tidak hanya
melalui tipu daya, tetapi ada kecenderungan melalui penculikan secara langsung dan
bahkan secara sadar ada orang tua yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam
tindak kejahatan ini. Untuk memperkokoh landasan hukum bagi upaya pencegahan dan
penanganan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak-anak, kekerasan terhadap
pekerja rumah tangga, dan tindak diskriminasi terhadap perempuan, Pemerintah
bersama dengan DPR telah menetapkan sejumlah peraturan perundangan seperti

II.7-8
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan meratifikasi Convention on the Elimination of All
Form of Discrimination Against Women (CEDAW) dan Convention on the Rights of Child
(CRC). Bentuk nyata lainnya dalam pencegahan dan penanganan tindak kejahatan ini
adalah dibentuknya Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di setiap kantor kepolisian,
penyusunan rencana aksi nasional, serta melakukan intensifikasi operasi penegakan
hukum terhadap kejahatan ini.

Gambar 7. 2
Peta Perdagangan Manusia

Sumber : UNODC

7.1.10 Terorisme.

Dalam tatanan ekonomi yang telah terintegrasi secara global, serangan teroris
terutama yang berskala besar akan menimbulkan dampak merugikan terhadap
kesejahteraan masyarakat di berbagai belahan dunia termasuk negara-negara
berkembang. Serangan 11 September 2001 diperkirakan telah menambah jumlah orang
miskin sampai dengan 10 juta dan kerugian total terhadap ekonomi dunia mencapai

II.7-9
USD 80 milyar. Kelompok teroris seringkali menjadikan negara yang lemah sebagai
tempat perlindungannya dan tumbuh subur seiring kemiskinan, ketidakadilan, dan
ketertindasan. Bangsa Indonesia mengalami kerugian baik materi dan non-materi serta
kehilangan banyak jiwa sebagai dampak aksi teror di berbagai tempat di wilayah
Indonesia. Indonesia juga sering terkena imbas dan warga negara Indonesia terkadang
dikaitkan dengan berbagai kejadian terorisme internasional. Untuk menangani
terorisme, Indonesia juga menjalin kerja sama bilateral, yaitu dengan Polandia dan
Vietnam, serta multilateral yaitu melalui forum dialog Asean dan Forum APEC.

7.1.11 Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

Kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat secara umum semakin kondusif


dan penanganan berbagai konflik di dalam negeri telah menunjukkan hasil yang
menggembirakan. Di NAD, Maluku, dan Poso saat ini telah terwujud rasa keadilan,
kepastian hukum, aman, kondusif, dan tercipta harmoni, serta sarana dan prasarana
sosial dan ekonomi telah pulih. Sementara kejahatan yang berimplikasi kontijensi
semakin dapat diatasi, kejahatan terhadap kekayaan negara terlihat masih belum dapat
ditekan secara signifikan. Di berbagai wilayah NKRI masih sering ditemui tindak
kejahatan penangkapan ikan liar, pembalakan liar, dan pencurian sumber daya alam
lainnya. Dalam tindak kejahatan jenis ini, pihak asing dan pemodal kuat seringkali
terlibat sehingga efek kerusakan dan kerugian negara yang ditimbulkan bersifat masif.
Selain itu, meningkatnya jumlah masyarakat yang berada di sekitar garis kemiskinan
(transient poverty) merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya tindak
kriminal dengan indikator pencurian, perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan.
Berdasarkan data BPS periode Mei 2007 sampai dengan Mei 2008, tindak kejahatan
pencurian, perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan spektrumnya tidak hanya di
masyarakat perkotaan, tetapi sudah merata dan merambah hampir ke seluruh pelosok
pedesaan.

7.1.12 Kinerja Lembaga Kepolisian.

Kemampuan aparat keamanan dalam melakukan penjagaan, pengawalan, dan


patroli belum didukung oleh sistem pelaporan kejahatan termasuk sistem emergensi
nasional dan penanganan kejahatan yang modern. Akibatnya, banyak laporan kejahatan
yang menimpa masyarakat tidak dapat direspon dengan cepat dan tepat, yang berujung
pada banyak kasus kejahatan. Dalam rangka mendukung tugas pokok Polri, terutama
dalam rangka menurunkan indeks kriminalitas dan tingkat penyelesaian perkara (crime
clearance) yang masih stagnan pada angka 52 %, pada saat ini di setiap Polda telah
terbentuk satuan-satuan khusus yang menangani kejahatan khusus seperti terorisme,
narkoba, satuan pengamanan pariwisata di Yogyakarta dan Bali, serta pelayanan khusus
terhadap kejahatan perempuan dan anak-anak. Peningkatan kualitas personel
diupayakan melalui pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun luar negeri melalui
mekanisme pelatihan bersama dan kerja sama operasional dengan sejumlah negara.

II.7-10
Selanjutnya dalam rangka perpolisian masyarakat (Polmas), target pelatihan sebanyak
70.000 petugas Polmas telah tercapai secara keseluruhan pada tahun 2009, yang berarti
seluruh desa/kelurahan Indonesia akan terjangkau oleh program ini. Di sisi lain, angka
penyimpangan profesi yang mencapai lebih dari 2,5 % dari total jumlah anggota Polri
merupakan gambaran profesionalitas anggota Polri yang belum sepenuhnya prima.
Terkait dengan penyimpangan profesi aparat keamanan, pemerintah melalui institusi
Polri telah melakukan tindakan tegas termasuk pemecatan bagi anggota Polri yang
melakukan pelanggaran displin, pelanggaran kode etik, dan penyimpangan tugas lainnya
tanpa pandang bulu.

7.1.13 Postur Pertahanan.

Keterbatasan keuangan negara dan skala prioritas pembangunan telah


berdampak pada masih rendahnya anggaran pertahanan. Pelaksanaan berbagai
program prioritas nasional seperti subsidi BBM, penanggulangan kemiskinan,
peningkatan kesehatan masyarakat, dan pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 %
dari APBN sesuai dengan amanat UUD 45 mengakibatkan alokasi anggaran pertahanan
tidak beranjak dari 1 % GDP. Pada awal RPJMN 2004–2009 alokasi anggaran pertahanan
sebesar 1,1% PDB, tetapi dalam pelaksanaannya justru menunjukkan penurunan. Dalam
tiga tahun terakhir belanja pertahanan berturut-turut sebesar 0,92 % PDB tahun 2007;
0,70 % PDB tahun 2008; dan 0,63 % PDB tahun 2009. Kondisi tersebut secara signifikan
berpengaruh pada kemampuan pertahanan terutama dihadapkan pada berbagai
ancaman dan gangguan kedaulatan NKRI. Di samping akan memperlemah kemampuan
alutsista yang ada, rendahnya anggaran pertahanan juga berpengaruh pada kemampuan
mengganti alutsista yang habis usia pakai dan kemampuan mengikuti teknologi
pertahanan. Sebagian besar alutsista TNI berusia lebih dari 20 tahun dan sebagian
darinya memiliki sisa usia pakai antara 7 – 15 tahun.
Secara umum tingkat kesiapan kekuatan matra darat sampai akhir tahun 2008
rata-rata mencapai 68.85 %, yang meliputi: 1.299 unit berbagai jenis kendaraan tempur
(ranpur) dengan tingkat kesiapan 63,74 %, 537.178 pucuk senjata Infanteri berbagai
jenis dengan tingka kesiapan 71,94 %, 1.281 pucuk senjata artileri berbagai jenis
dengan tingkat kesiapan 77,75 %, 59.842 unit kendaraan bermotor (ranmor) berbagai
jenis dengan tingkat kesiapan 87,17 %, 62 unit pesawat terbang berbagai jenis dengan
tingkat kesiapan 59,68 %. Tingkat kesiapan kekuatan matra laut rata-rata mencapai
46,27 %, yang meliputi: 144 unit kapal perang (KRI) dengan tingkat kesiapan 16,67 %,
318 unit Kapal Angkatan Laut (KAL) dengan tingkat kesiapan 52,44 %, 412 unit
kendaraan tempur marinir berbagai jenis dengan tingkat kesiapan 41,02 %, dan 62
unit pesawat terbang dengan tingkat kesiapan 31 %. Adapun kekuatan alutsista TNI
AU yang bertumpu pada pesawat tempur, pesawat angkut, helikopter dan pesawat jenis
lainnya, serta peralatan radar dan rudal kesiapan rata-rata saat ini mencapai 78,93 %,
yang meliputi: 233 unit pesawat terbang dari berbagai jenis dengan tingkat kesiapan 55,79
%, 18 unit peralatan radar dengan tingkat kesiapan 77,78 %, dan 26 set rudal jarak pendek

II.7-11
dengan tingkat kesiapan 100 %.

GRAFIK 7.2
KEKUATAN DAN KONDISI SIAP ALUTSISTA TNI
TAHUN 2009

160
144
140
128 130

120

100
100
83
80
68
62 62
57
60 53
47
41
38 37 38
40 33 31 33
24
21 18
17 17 15
20 14 14

-
Pesbangad

Pesudal

Radar
Kendaraan Tempur

Ranpur Marinir (x10)

Pesawat Angkut
KRI

KAL (x10)
Senjata Infanteri

Pesawat Heli AU
Senjata Artileri-
Kavaleri (x10)

Pesawat Tempur

Pesawat Latih AU
(x10.000)

(x10)

Kekuatan Siap

Sumber : Kementerian Pertahanan

Meskipun belum memenuhi kebutuhan standar kalori parjurit sebesar 3.600


kalori/prajurit/hari, upaya memenuhi kesejahteraan prajurit melalui pemberian uang
lauk pauk (ULP) dalam 4 tahun terakhir terus mengalami peningkatan mulai dari
17.500/hari pada tahun 2005 menjadi Rp. 35.000/hari pada tahun 2008. Di samping
itu, kepada prajurit yang bertugas aktif diberikan jaminan pemeliharaan kesehatan,
santunan ASABRI, program KPR, pemberian santunan risiko kematian khusus (SRKK),
dan pemberian bantuan pendidikan keterampilan bagi personel TNI yang akan
memasuki masa pensiun dan keluarga prajurit yang tidak mampu. Langkah ini
diperlukan untuk meningkatkan rasa tenteram prajurit ketika bertugas dan harus

II.7-12
meninggalkan keluarga. Selanjutnya, sebagai bentuk penghargaan kepada para veteran,
melalui Perpres Nomor 24 Tahun 2008 tentang Dana Kehormatan Veteran RI, para veteran
mendapatkan Dana Kehormatan Veteran RI terhitung mulai tanggal 1 Januari 2008.

7.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan

7.2.1 Permasalahan

A. Kesenjangan Postur dan Struktur Pertahanan Negara.

Postur dan struktur pertahanan negara saat ini tidak sebanding dengan luas dan
karakteristik wilayah yurisdiksi nasional, jumlah dan sebaran penduduk, serta ancaman
dan gangguan keamanan nasional. Dalam lima tahun mendatang, pertahanan negara
diperkirakan akan menghadapi ancaman dan kerawanan yang lebih intens dan lebih
tinggi sebagai akibat instabilitas kawasan; perebutan penguasaan dan pemanfaatan
secara illegal sumber daya alam dan sumber daya energi; serta peningkatan kapasitas
non-state actor baik dari sisi sumber daya manusia, teknologi dan permodalan.
Peningkatan ancaman dan kerawanan ini, apabila tidak diimbangi dengan
pengembangan postur dan struktur pertahanan akan menyebabkan kesenjangan postur
dan struktur pertahanan yang lebih memprihatinkan daripada kesenjangan pada saat
ini. Kesenjangan postur dan struktur ini merupakan risiko bagi pertahanan negara yang
diperkirakan masih akan menghadapi berbagai ancaman seperti insurgency,
pelanggaran wilayah perbatasan darat, gangguan keamanan di laut dan pelanggaran
wilayah yurisdiksi laut, pemanfaatan ruang udara nasional secara ilegal, dan upaya-
upaya penguasaan wilayah NKRI oleh negara lain.
Upaya pengembangan postur dan struktur pertahanan sangat terkait dengan
kondisi keuangan negara. Dengan kondisi keuangan negara yang terbatas, kekuatan
pertahanan yang memungkinkan untuk dibangun dalam lima tahun mendatang adalah
minimum essential force. Namun demikian, upaya untuk mewujudkan minimum essential
force dalam lima tahun mendatang dengan berpijak pada postur dan struktur
pertahanan saat ini adalah tidak mudah karena jumlah alutsista TNI relatif masih
kurang dan dengan tingkat kesiapan alutsista TNI yang belum tinggi, serta sebagian
besar alutsista TNI telah mengalami penurunan efek penggentar dan bahkan penurunan
daya tembak yang sangat drastis sebagai akibat usia teknis yang tua dan ketertinggalan
teknologi.
Selain kekuatan, gelar dan kemampuan pertahanan juga menghadapi tantangan
yang tidak ringan. Dengan postur dan struktur pertahanan yang bercirikan minimum
essential force, mobilitas merupakan faktor yang krusial untuk memastikan kekuatan
pertahanan dapat tergelar di setiap jengkal wilayah NKRI. Kemampuan pertahanan yang
harus dibangun dalam postur dan struktur pertahanan yang bercirikan minimum

II.7-13
essential force juga harus mencakup kemampuan untuk melakukan penyangkalan,
penangkalan, pemukul, penggentar, dan rehabilitasi, yang semua ini membutuhkan
alutsista yang andal dan modern, serta latihan terutama latihan gabungan secara
reguler. Pada akhirnya, tantangan yang harus diatasi dalam rangka pembangunan postur
dan struktur pertahanan yang bercirikan minimum essential force adalah membentuk
prajurit TNI yang profesional dengan tetap mengedepankan perannya sebagai tentara
nasional, tentara kejuangan dan tentara kerakyatan. Upaya untuk mengatasi tantangan
tersebut adalah tidak mudah karena terkait dengan permasalahan kesejahteraan
prajurit yang tidak sepadan dengan risikonya.

B. Wilayah Perbatasan dan Pulau Terdepan (terluar).

Penegasan garis batas Indonesia dengan negara tetangga belum sepenuhnya


tuntas. Pada saat ini penegasan garis batas darat Indonesia-Malaysia masih menyisakan
10 daerah bermasalah yaitu: 1) Tanjung Datu; 2) Gunung Raya; 3) Gunung Jagoi/S. Buan;
4) Batu Aum; 5) Titik D 400; 6) P. Sebatik, tugu di sebelah barat P. Sebatik; 7) S. Sinapad;
8) S. Semantipal, 9) Titik C 500 - C 600; dan 10) Titik B 2700 - B 3100. Sedangkan
permasalahan garis batas darat antara Indonesia – PNG adalah daerah Wara Smoll yang
merupakan wilayah NKRI tetapi telah dihuni, diolah, dan dimanfaatkan secara
ekonomis, administrative, serta sosial oleh warga PNG yang sejak dahulu dilayani oleh
pemerintah PNG. Selain itu, Indonesia, dan Timor Leste juga belum sepenuhnya sepakat
dengan garis batas darat untuk daerah Noel Besi, Manusasi, dan Dilumil/Memo.
Permasalahan batas laut Indonesia dengan negara tetangga juga belum sepenuhnya
terselesaikan. Berdasarkan Royal Proclamation Tanggal 23 Pebruari 1981, secara
sepihak Thailand mengumumkan ZEE berjarak 200 NM dari baselines Thailand dan
mengusulkan landas kontinen dengan ZEE berhimpit, Namun sesuai dengan UNCLOS 82
Indonesia berpendapat ZEE mempunyai rejim hukum yang berbeda dengan landas
kontinen. Sementara itu, Malaysia mengklaim Blok Ambalat di laut Sulawesi dan tidak
konsisten dengan UNCLOS 1982 meskipun ZEE belum ditetapkan, sedangkan Indonesia
berpendapat Blok Ambalat adalah sah secara hukum milik Indonesia. Kerawanan di
wilayah perbatasan juga sangat terkait dengan jumlah pos pertahanan di wilayah
perbatasan darat dan di pulau terdepan (terluar) yang masih relatif kurang. Dengan
batas darat sepanjang kurang lebih 3.053 km, saat ini baru terbangun 189 pos
pertahanan dari total kebutuhan minimal sebanyak 396 pos pertahanan. Selain itu, dari
92 Pulau terdepan (terluar) baru 12 pulau yang memiliki pos pertahanan.

C. Industri Pertahanan.

Industri pertahanan merupakan salah satu pilar penting keamanan nasional


terutama pertahanan negara. Kemandirian industri pertahanan nasional akan
mengurangi ketergantungan alutsista TNI dan alat utama POLRI, memperkecil resiko

II.7-14
dan kerawanan serta kelangkaan alustsita yang diakibatkan oleh embargo, dan sekaligus
dapat meningkatkan efek penggentar pertahanan negara. Secara umum peran industri
pertahanan nasional dalam keamanan nasional relatif belum maksimal, yaitu
dicerminkan dari potensi Industri pertahanan yang belum sepenuhnya dapat
direalisasikan dan termanfaatkan dalam sistem keamanan nasional. Pengadaan
Alustsista TNI dan alat utama POLRI dari luar negeri seyogyanya dihindari jika
Alustsista dan peralatan utama tersebut sudah dapat diproduksi oleh industri
pertahanan nasional. Pengadaan Alutsista TNI dan alat utama POLRI dari luar negeri
sedapat mungkin harus dikaitkan dengan proses alih teknologi, offset dan kerjasama
produksi sehingga memperkuat industri pertahanan nasional dan memberikan nilai
tambah bagi bangsa Indonesia. Di sisi lain, industri pertahanan nasional yang saat ini
identik dengan inefisiensi, kurang kompetitif, dan tidak memiliki keunggulan
komperatif, dan tidak mampu memenuhi persyaratan dalam kontrak, juga harus
mentransformasi perilaku bisnisnya agar mampu mengemban kepercayaan yang telah
diberikan, yang antara lain dicerminkan dari kesesuaian harga dan kualitas produk
serta ketepatan waktu penyerahan. Berbagai permasalahan dalam pengembangan
industri pertahanan ini sangat terkait dengan ketersediaan dan belum solidnya payung
hukum, kelembagaan, dukungan penelitian dan pengembangan, serta dukungan
finansial. Untuk itu, penyusunan road map industri pertahanan nasional merupakan
tantangan yang harus segera di atasi dalam lima tahun mendatang agar peran industri
pertahanan nasional semakin signifikan dalam mewujudkan keamanan nasional
terutama dalam mendukung pengadaan alutsista TNI dan alat utama Polri.

D. Gangguan Keamanan dan Pelanggaran Hukum di Wilayah Laut Yurisdiksi


Nasional.

Luasnya wilayah perairan Indonesia yang dihadapkan pada keterbatasan sarana


dan prasarana penjagaan dan pengawasan terutama kapal patroli, surveillance system,
dan pos-pos pertahanan dan keamanan mengakibatkan masih banyaknya area yang
tidak terjangkau operasi pengawasan dan pengamanan. Akibatnya, banyak gangguan
keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah laut yurisdiksi nasional yang tidak dapat
ditangani dan merugikan negara. Kondisi ini juga terkait dengan intensitas operasi yang
sangat terbatas baik yang dilakukan secara terpadu maupun secara mandiri oleh
lembaga-lembaga yang berwenang di laut. Sebaliknya, ancaman dan gangguan
keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional terus berkembang dan diperkirakan akan
jauh meningkat di masa depan. Dengan kemampuan permodalan yang sangat kuat,
penguasaan teknologi canggih, serta penggunaan kapal yang modern dan berkecepatan
tinggi, tindak pelanggaran hukum seperti penangkapan ikan liar dan pembakalan liar
diperkirakan akan semakin marak dan lebih sulit diatasi.

E. Keamanan dan Keselamatan Pelayaran di Selat Malaka dan ALKI.

II.7-15
Wilayah internasional di Selat Malaka dan tiga jalur ALKI secara umum
kondisinya semakin aman, terutama dari tindak kejahatan perompakan yang menimpa
kapal-kapal asing. Namun, dunia pelayaran internasional masih menempatkan Selat
Malaka dan perairan internasional Indonesia lainnya sebagai wilayah yang relatife
berbahaya bagi pelayaran kapal-kapal asing. Selain itu, munculnya Resolusi Dewan
Keamanan PBB Nomor 1816 pada tanggal 2 Juni 2008 yang memberikan kewenangan
kepada cooperating states untuk melakukan penegakan hukum terhadap perompak di
sekitar perairan Somalia, telah memunculkan kekhawatiran bagi negara-negara pantai,
dan merupakan tantangan antara Indonesia bersama-sama dengan Singapura dan
Malaysia untuk meningkatkan kerja sama trilateral pengamanan Selat Malaka.

F. Terorisme.

Perkembangan aksi terorisme mengindikasikan bahwa sangat mungkin di masa


depan aksi terorisme berpotensi menggunakan persenjataan biologi maupun kimia dan
bahkan persenjataan nuklir mengingat ketersediaan dan perdagangan teknologi,
persenjataan biologi dan kimia, serta bahan nuklir cenderung semakin sulit dikontrol
sepenuhnya. Selain itu, aksi terorisme yang melibatkan warga negara Indonesia dengan
didukung kekuatan asing juga menunjukkan bahwa terorisme di Indonesia masih
merupakan bahaya laten. Di masa mendatang, selain pengungkapan, penegakan hukum
dan penuntasan jaringan terorisme, tantangan berat lainnya adalah meyakinkan dan
memaksimalkan peran seluruh komponen bangsa dan negara serta masyarakat bahwa
terorisme adalah musuh yang harus dihadapi secara bersama-sama dan sekuat tenaga
sehingga aksi terorisme di wilayah NKRI dapat tercegah.

G. Kejahatan Lintas Negara dan Kejahatan Serius (serious crime).

Seiring dengan perkembangan teknologi, kemudahan transportasi, dan


perkembangan ekonomi dunia, kejahatan lintas negara yang juga merupakan kejahatan
dengan kategori serius seperti narkotika, perdagangan, dan penyelundupan manusia
(human trafficking), serta kejahatan teroganisir dan terorisme juga mengalami
peningkatan dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan sudah mencapai tahap yang
mengkhawatirkan. Kejahatan jenis ini memiliki fenomena gunung es. Wilayah Indonesia
yang strategis terbukti telah menjadi wilayah tujuan, basis, dan jalur transit kejahatan
lintas negara. Kondisi sosial dan ekonomi yang tidak menguntungkan merupakan salah
satu faktor bagi anggota masyarakat untuk terlibat dalam kejahatan jenis ini, baik
sebagai korban maupun sebagai pelaku kejahatan. Tantangan berat di masa mendatang
dalam penanganan kejahatan jenis ini adalah bahwa tindak kejahatan lintas negara ini
menghasilkan keuntungan finansial yang sangat besar sehingga jaringan kejahatan jenis
ini selalu tumbuh, berkembang, dan menggunakan peralatan yang paling canggih, serta
terorganisasi secara sistem sel.

II.7-16
H. Intensitas dan Variasi Kejahatan Konvensional.

Permasalahan sosial ekonomi, terutama kemiskinan merupakan faktor korelatif


kriminogen, yang apabila tidak dikelola dengan baik berpotensi meningkatkan tindak
kriminalitas. Selanjutnya, perkembangan teknologi terutama teknologi informatika dan
komunikasi juga sangat memungkinkan tindak kejahatan konvensional semakin
bervariasi. Selain itu, akses informasi dan telekomunikasi yang dapat menjangkau
seluruh pelosok negeri seperti televisi, handphone, dan internet dapat menginspirasi
masyarakat untuk bertindak kriminal layaknya kejahatan perkotaan. Di masa depan
arus informasi dan komunikasi dipastikan akan berlangsung lebih cepat lagi dan di sisi
lain sebagian masyarakat masih bergelut dengan masalah kemiskinan, pengangguran,
dan faktor korelatif kriminogen lainnya, yang kesemua ini akan berdampak pada
semakin bervariasinya tindak kejahatan konvensional di seluruh wilayah negeri
termasuk perdesaan.

I. Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat serta Keselamatan


Publik.

Kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang belum kondusif saat ini
sedikit terusik dengan berbagai kejadian yang mengindikasikan bahwa ketertiban
masyarakat belum dapat terwujud secara permanen. Berbagai peristiwa gangguan
keamanan dan ketertiban masyarakat kebanyakan masih dilatarbelakangi oleh
pemahaman yang sempit terhadap perbedaan suku, agama, dan ras (SARA), perebutan
sumber daya alam, kesenjangan ekonomi, dan perebutan pengaruh di dalam setiap
proses politik. Di masa mendatang, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat
sangat mungkin akan terjadi lagi dalam bentuk yang lebih merusak dan dalam skala
yang lebih besar. Kerumunan massa seperti pertunjukan konser musik dan event olah
raga yang seharusnya berlangsung secara aman dan damai, pada kenyataannya justru
menimbulkan korban sia-sia sebagai akibat ketidaktertiban yang disebabkan oleh
masyarakat itu sendiri. Dalam lima tahun mendatang kegiatan-kegiatan yang
melibatkan kerumunan massa dipastikan akan semakin sering terjadi seiring dengan
dinamika perkembangan sosial ekonomi. Oleh karena itu, tantangan yang harus diatasi
adalah memastikan berbagai kegiatan masyarakat tersebut dapat berlangsung secara
aman dan tanpa harus menimbulkan korban yang disertai dengan kehadiran aparat
keamanan sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

J. Penanganan dan Penyelesaian Perkara.

II.7-17
Penuntasan perkara kejahatan baik kejahatan konvensional, transnasional,
kejahatan terhadap kekayaan negara, maupun kejahatan berimplikasi kontijensi rata-
rata masih pada kisaran 52 % setiap tahunnya. Bahkan apabila dilihat tingkat
keberhasilannya, proporsi penuntasan kejahatan konvensional realatif paling rendah
dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya seperti kejahatan transnasional, kejahatan
terhadap kekayaan negara, maupun kejahatan berimplikasi kontijensi. Hal ini
menunjukkan bahwa langkah penuntasan kejahatan belum secara sepenuhnya
menyentuh keselamatan seluruh lapisan masyarakat yang merupakan hak dasar dalam
keamanan dan kenyamanan dalam beraktivitas. Di sisi lain, permasalahan yang masih
dihadapi institusi adalah proses penyelidikan dan penyidikan yang belum didukung
dengan kemampuan sumber daya manusia dan teknologi penyidikan yang memadai.
Banyaknya kasus salah tangkap dan kekerasan yang menimpa para tersangka juga telah
menimbulkan keprihatinan akan akuntabilitas penuntasan perkara.

K. Kepercayaan Masyarakat terhadap Polisi.

Salah satu keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian, terutama dalam
hal penanganan tindak kriminalitas, adalah partisipasi masyarakat dalam melaporkan
tindak kejahatan yang dialaminya dan sebagai saksi. Tanpa laporan dari masyarakat,
polisi tidak dapat melakukan langkah penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu
kasus kejahatan yang menimpa masyarakat. Seringkali masyarakat - baik sebagai
pelapor maupun sebagai saksi tindak kejahatan - merasa tidak nyaman bila
berhubungan dengan lembaga kepolisian karena proses yang berbelit-belit, makan
waktu yang lama, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Fakta bahwa masih ada
anggota Polisi yang melakukan tindakan menyimpang turut menjadikan lembaga
kepolisian belum sepenuhnya dapat menjadi andalan masyarakat dalam mengatasi
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Masyarakat cenderung main hakim
sendiri dan seringkali bertindak anarkhis, yang kesemuanya ini justru lebih
memperburuk kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat.

L. Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika.

Upaya pemberantasan peredaran gelap narkoba terus dilakukan secara intensif


dan menunjukkan hasil yang signifikan terutama dalam hal kasus pengungkapan
laboratorium gelap dan pengungkapan sindikat narkotika baik yang memiliki jaringan
nasional maupun internasional. Namun, prevalensi penyalagunaan narkoba yang justru
semakin meningkat, yaitu dari 1,55% menjadi 1,99%, menunjukkan bahwa upaya
pencegahan yang dilaksanakan selama ini masih kurang dapat mengimbangi upaya
pemberantasan peredaran gelap narkoba. Misi untuk mewujudkan Indonesia bebas
narkoba pada tahun 2015 menghadapi tantangan yang cukup berat terutama jika
dikaitkan dengan peranan pemangku utama khususnya Pemerintah Daerah dalam

II.7-18
pencegahan penyalahgunaan narkoba. Ketersediaan sarana dan prasarana terapi dan
rehabilitasi narkoba yang saat ini jumlahnya masih terbatas dan belum sepenuhnya
dapat menjangkau dan melayani korban penyalahgunaan narkoba juga merupakan
permasalahan yang harus diatasi dalam lima tahun ke depan.

M. Deteksi dini yang Masih Belum Memadai.

Deteksi dini, yang pada hakikatnya adalah proses pengumpulan data dan informasi,
analisis, dan rekomendasi kebijakan dan strategi yang dilaksanakan melalui fungsi intelijen
dan kontra-intelijen, merupakan kunci utama dan penentu awal penciptaan keamanan
nasional yang meliputi pertahanan (defense), keamanan dalam negeri (Homeland Security),
serta keamanan sosial/insani (social/human security). Di seluruh dunia, deteksi dini ini
merupakan sumber utama pengambilan keputusan dan kebijakan oleh pimpinan negara (The
Mother of information and policy). Dengan semakin derasnya arus informasi, kondisi
informasi yang asimetrik, dan masifnya potensi ancaman dan gangguan terhadap keamanan
nasional, dalam 5 (lima) tahun mendatang, aspek deteksi dini akan semakin dibutuhkan oleh
pimpinan negara dan para pengambil keputusan.

O. Keamanan informasi negara yang masih lemah.

Meningkatnya potensi gangguan keamanan dalam negeri, baik karena faktor eksternal
luar negeri maupun internal dalam negeri memerlukan peningkatan langkah antisipasi,
terutama dari aspek pengamanan rahasia negara dan deteksi dini, agar potensi gangguan
keamanan tersebut dapat diredam. Namun, cakupan pengamanan rahasia negara yang baru
mencapai 36 % berpotensi terjadinya kebocoran rahasia negara. Masih banyak daerah dan
kota strategis belum terjangkau sistem persandian nasional (Sisdina) yang berpotensi
mengganggu komunikasi strategis di antara pimpinan pemerintah di pusat dan daerah. Di sisi
lain, ketertinggalan teknologi deteksi dini dapat mengganggu kinerja intelijen dalam
pengumpulan data gangguan keamanan nasional.

P. Kesenjangan Kapasitas Lembaga Penyusun Kebijakan Pertahanan-


Keamanan Negara.

Kemampuan dan peran lembaga-lembaga keamanan nasional dalam merumuskan dan


mengintegrasikan kebijakan di bidang keamanan nasional masih harus ditingkatkan. Dalam
tingkatan keamanan nasional, munculnya potensi ancaman yang semakin variatif,
memerlukan pengelolaan secara lebih terintegrasi, efektif, dan efisien. Pembagian
penanganan permasalahan yang belum tuntas dan terbatasnya kerja sama antarinstitusi
sehingga terkesan bertindak sendiri-sendiri bermuara pada kebutuhan adanya lembaga
semacam dewan keamanan nasional yang mampu mengintegrasikan kerangka kebijakan
keamanan nasional. Munculnya kebijakan pengintegrasian/penyerasian keamanan nasional

II.7-19
diharapkan dapat meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga keamanan nasional baik secara
kelembagaan berdasarkan tugas pokok dan fungsi maupun dalam sinerginya dengan lembaga
keamanan nasional yang lainnya.

7.2.2 Sasaran Pembangunan

1. Terwujudnya postur dan struktur Pertahanan sebesar 25-27,5% dari kekuatan


pokok minimum (minimum essential force) yang mampu melaksanakan operasi
gabungan dan memiliki efek penggentar. Meningkatnya daya penggentar sistem
pertahanan Indonesia akan menurunkan intensitas gangguan kedaulatan dan
kewibawaan NKRI. Ketercapaian sasaran ini ditandai dengan meningkatnya
profesionalime personel TNI, meningkatnya kuantitas dan kualitas alutsista TNI,
serta terbentuknya komponen bela negara.
2. Terbangunnya 106 pos pertahanan baru di wilayah perbatasan darat menjadi
295 pos pertahanan dari 395 pos pertahanan yang dibutuhkan, serta
terbangunnya pos pertahanan baru di 11 pulau terdepan (terluar) dan
memantapkan pos pertahanan di 12 pulau terdepan (terluar) beserta
penggelaran prajuritnya. Pemantapan dan penambahan pos pertahanan ini
diharapkan dapat menurunkan insiden pelanggaran batas wilayah NKRI dan
angka gangguan keamanan di wilayah perbatasan seperti kejahatan lintas negara
termasuk pembalakan liar, penambangan liar, dan penangkapan ikan liar.
3. Terdayagunakannya industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan.
Salah satu upaya untuk mewujudkan kekuatan pokok minimum adalah adanya
dukungan industri pertahanan nasional. Dukungan ini diperlukan dalam rangka
mengurangi ketergantungan alutsista produksi luar negeri. Pencapaian sasaran
ini secara optimal akan meningkatkan kemandirian alutsista TNI dan alat utama
Polri baik dari sisi kuantitas, kualitas, maupun variasinya.
4. Menurunnya gangguan keamanan laut dan pelanggaran hukum di laut, yaitu
perompakan di laut menurun sebesar 70 % dari 30 kasus pada tahun 2008,
penangkapan ikan liar menurun sebesar 75% dari 2.120 kasus pada tahun 2008,
illegal loging menurun sebesar 85 % dari 1.824 kasus pada tahun 2008,
pencemaran di laut menurun sebesar 70% dari 115 kasus pada tahun 2008,
penyelundupan manusia dari dan ke Indonesia (langsung) sebesar 70% dari
sebanyak 6.421 orang pada tahun 2008, penyelundupan manusia lewat
Indonesia (tidak langsung) menurun sebesar 90% dari 1.214 orang pada tahun
2008, dan ketertiban memenuhi persyaratan layar meningkat sebesar 85% dari
8.234 kapal layar yang memenuhi persyaratan pada tahun 2008. Penurunan
gangguan keamanan laut dan pelanggaran hukum di laut akan menekan tingkat
kerugian negara akibat hilangnya kekayaan negara dan hilangnya potensi
penerimaan negara dari aktivitas ilegal di laut. Sasaran ini akan efektif terwujud
apabila didukung dengan kualitas dan kuantitas operasi keamanan laut,

II.7-20
pembangunan stasiun penjaga alur laut kepulauan Indonesia (ALKI), serta
penginderaan dan pengawasan (surveillance) yang secara fungsional dilakukan
oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang segera terbentuk sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
5. Terpantaunya dan terdeteksinya potensi tindak terorisme dan meningkatnya
kemampuan dan keterpaduan dalam pencegahan dan penanggulangan tindak
terorisme. Tercapainya sasaran ini tercermin dari menurunnya intensitas aksi
terorisme, meningkatnya sinergitas di antara lembaga yang berwenang dalam
pencegahan dan penanggulangan terorisme, serta meningkatnya kesadaran dan
ketanggapan masyarakat akan bahaya terorisme.
6. Menurunnya tingkat kejahatan (criminal rate) yang meliputi kejahatan
konvensional, transnasional, kontingensi, serta kekerasan terhadap perempuan
dan anak menjadi sekitar 105-95 kejadian per 100.000 penduduk. Penurunan
tingkat kejahatan ini akan berdampak pada meningkatnya kondisi keamanan dan
ketertiban masyarakat.
7. Meningkatnya persentase penuntasan kejahatan konvensional, transnasional,
kontingensi, serta kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi 55 - 60%.
Meningkatnya persentase penuntasan kejahatan ini akan meningkatkan
kepastian hukum bagi para tersangka.
8. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian yang
tercermin pada dari terselenggaranya pelayanan kepolisian sesuai dengan
Standar Pelayanan Kamtibmas Prima. Tercapainya sasaran ini berdampak pada
masyarakat yaitu ketika berhubungan dengan kepolisian mereka merasa
nyaman, terutama ketika melihat dan menghadapi kasus hukum/kriminalitas.
Meningkatnya kepercayaan terhadap kepolisian juga ditandai dengan
meningkatnya jumlah laporan tindak kriminalitas di masyarakat.
9. Menurunnya angka penyalahgunaan narkoba dan menurunnya peredaran gelap
narkoba yang tercermin pada menurunnya angka prevalensi penyalahgunaan
narkoba menjadi di bawah 1,5 %. Tercapainya sasaran ini akan membebaskan
Indonesia dari narkoba pada tahun 2015, dalam arti seluruh masyarakat sadar
dan mengetahui akan bahaya penyalahgunaan narkoba.
10. Terpantaunya dan terdeteksinya ancaman keamanan nasional. Tercapainya
sasaran ini akan berdampak pada teranulirnya berbagai potensi ancaman
keamanan negeri seperti terorisme, separatisme, kejahatan lintas negara, dan
berbagai bentuk kejahatan yang lainnya.
11. Terlindunginya informasi negara. Terlaksananya perlindungan terhadap
informasi rahasia negara dari kebocoran akan meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pemerintahan. Terwujudnya kedua sasaran ini pada akhirnya akan
meningkatkan kondisi keamanan dalam negeri.

II.7-21
12. Meningkatnya kualitas rekomendasi kebijakan nasional di bidang keamanan
nasional yang terintegrasi, tepat sasaran, dan tepat waktu. Meningkatnya kualitas
rekomendasi kebijakan akan berdampak pada efektivitas keputusan kebijakan
nasional dalam menyikapi dinamika ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan keamanan.

BAGAN 1.1
KERANGKA PIKIR PEMBANGUNAN BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

II.7-22
7.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan

7.3.1 Arah Kebijakan Pembangunan

Kebijakan pembangunan pertahanan dan keamanan di arahkan pada :


1. modernisasi alutsista serta penggantian alutsista yang umur tehnisnya sudah tua
dan membahayakan keselamatan prajurit;
2. peningkatan profesionalisme prajurit, yang diiringi dengan peningkatan
kesejahteraan prajurit;
3. percepatan pembentukan komponen bela negara;
4. peningkatan kualitas dan kuantitas pos pertahanan dan keamaanan di wilayah
perbatasan dan pulau terdepan (terluar) beserta penggelaran prajurit TNI dan
Polri;
5. pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan,
melalui penyusunan cetak biru beserta Road Map, peningkatan Penelitian dan
Pengembangan, serta dukungan pendanaannya;
6. intensifikasi dan ekstensifikasi Patroli Keamanan Laut oleh Badan Keamanan
Laut (Bakamla), yang didukung oleh efektifitas komando dan pengendalian;
7. pemantapan tata kelola pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme serta
pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan tindak terorisme;
8. penerapan program “quick win” oleh Polri sampai ke tingkat Polres di seluruh
wilayah NKRI;
9. peningkatan kapasitas SDM dan modernisasi teknologi kepolisian sebagai bagian
penerapan reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
10. peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian;
11. ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan narkotika,
penyediaan fasilitas terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan
Narkotika yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan pemberantasan
jaringan narkotika;
12. peningkatan kompetensi SDM intelijen yang didukung dengan modernisasi
teknologi intelijen dan koordinasi intelijen yang kuat;
13. pemantapan Sistem Persandian Nasional (Sisdina) dan perluasan cakupan
Sisdina terutama untuk wilayah NKRI dan perwakilan RI di negara-negara
tertentu;
14. peningkakan kapasitas dan keserasian lembaga penyusun kebijakan pertahanan
keamanan negara.

II.7-23
7.3.2 Strategi Pembangunan

1. Membangun kekuatan dan kemampuan pertahanan secara terintegrasi menuju


postur dan struktur pertahanan kekuatan pokok minimum. Dalam strategi ini,
kekuatan dan kemampuan matra darat, laut, serta udara terus dimantapkan dan
dikembangkan secara optimal. Pemantapan dan pengembangan matra ini
dilakukan dalam kerangka Tri Tunggal Matra yang mampu melaksanakan
operasi gabungan dan memiliki kekuatan dan kemampuan serbu (striking force)
sebagai fondasi untuk membangun effek penggentar, termasuk di wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar.
2. Memantapkan gelar pasukan TNI di wilayah perbatasan, pulau terdepan dan
wilayah penyangga dengan didukung pembangunan sarana dan prasarana
pertahanan seperti penambahan pos pertahanan untuk memperpendek jarak
antarpos dan pembangunan jalan inspeksi sepanjang garis perbatasan. Strategi
ini merupakan bagian dari strategi raya pembangunan kawasan perbatasan
dengan pendekatan kesejahteraan dan tetap mengutamakan dimensi keamanan
3. Mendayagunakan industri pertahanan nasional dalam rangka meningkatkan
kemandirian pertahanan. Strategi ini pada dasarnya memaksimalkan
penggunaan alutsista produksi nasional dan secara simultan industri pertahanan
nasional didorong untuk senantiasa memperbaiki kualitas alutsista yang
diproduksi. Dengan semakin besarnya skala ekonomi industri pertahanan
nasional harga alutsista produksi industri nasional dimungkinkan dapat bersaing
di pasar.
4. Memadukan seluruh komponen dan kekuatan yang berwenang dalam
penanganan gangguan keamanan dan penegakan hukum di laut dengan
koordinasi yang kuat sehingga pengawasan, penindakan secara cepat, dan
penegakan hukum di laut dapat berjalan secara efektif dan efisien. Sinergitas
kewenangan ini akan diperkuat dengan beroperasinya Badan Keamanan Laut
yang lebih diakui dalam dunia pelayaran internasional.
5. Menyempurnakan tata kelola pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme.
Dalam strategi ini, peran masyarakat dalam pencegahan terorisme akan semakin
diberdayakan.
6. Menurunkan kejadian kriminal (criminal index) dan meningkatkan penuntasan
kejahatan (clearance rate). Dalam rangka meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga kepolisian, peningkatan kinerja dan transparansi
lembaga kepolisian, serta perbaikan tata kelola “complain resolution” dari
masyarakat menjadi penjuru dalam strategi ini.

II.7-24
7. Mendorong masyarakat menjadi imun narkotika, membantu korban
penyalahgunaan agar pulih kembali, dan memberantas jaringan pengedar
narkoba. Startegi ini utamanya akan menggunakan pendekatan yang bersifat
pemberdayaan lingkungan kerja, keluarga, dan pendidikan.
8. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam pemantauan dan deteksi dini
melalui modernisasi teknologi intelijen dan peningkatan kompetensi sumber
daya manusia. Koordinasi di antara berbagai lembaga yang memiliki tugas pokok
dan fungsi dalam deteksi dini juga semakin diperkuat.
9. Meningkatkan perlindungan informasi dan rahasia negara melalui peningkatan
tata kelola pengumpulan, penyimpanan, serta transmisi dan penerimaan
informasi negara dalam suatu sistem tertentu yang efektif dan efisien.
10. Meningkatkan keterpaduan dan kapasitas lembaga penyusun kebijakan di bidang
keamanan nasional sehingga mampu merumuskan rekomendasi yang operable,
tepat sasaran, dan tepat waktu kepada pimpinan negara.
11. Meningkatkan kepedulian dan pemihakan seluruh komponen bangsa dan negara
terhadap ketercukupan anggaran pertahanan dan keamanan. Selama ini
paradigma anggaran pertahanan dan keamanan yang selalu didikotomikan
dengan anggaran untuk kesejahteraan rakyat (guns versus butter) ternyata telah
ditinggalkan oleh hampir seluruh negara karena pada kenyataannya justru
anggaran pertahanan dan keamanan adalah bersifat Investasi. Dalam paradigma
baru ini, ketercukupan anggaran pertahanan dan keamanan merupakan sumber
daya yang paling vital untuk mewujudkan keamanan nasional yang pada
gilirannnya akan mendukung dan mendorong upaya peningkatan kesejahteraan
(guns create butter).

II.7-25
RENCANA TINDAK PRORITAS BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN


PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
I Fokus Prioritas 1 : Meningkatkan Profesionalisme Personel 12.319,8
a. Penyelenggaraan administrasi dan Melaksanakan pemenuhan hak-hak prajurit Persentase pemenuhan hak-hak prajurit dan 100% 100% Program Dukungan Manajemen MABES TNI 3.599,7
perawatan personel integratif dan PNS TNI berupa pembayaran gaji, PNS TNI berupa pembayaran gaji, dan Pelaksanaan Tugas Teknis
honorarium dan tunjangan serta lembur yang honorarium, dan tunjangan serta lembur yang Lainnya Integratif
dapat diterima secara tepat waktu dan tepat dapat diterima secara tepat waktu dan tepat
jumlah sesuai dengan peraturan yang berlaku jumlah sesuai dengan peraturan yang berlaku

b. Latihan kesiapsiagaan Ops Menguji kemampuan unsur-unsur TNI dan Persentase kecukupan porsi dan jenis latihan 20% 22% Program Profesionalisme MABES TNI 47,9
diarahkan untuk menyiapkan unsur TNI dalam kesiapsiagaan. Prajurit Integratif
rangka tugas OMP dan OMSP

II.M-1
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
c. Latihan Pembinaan Balakpus TNI Memelihara serta meningkatkan kemampuan Persentase kecukupan porsi dan jenis latihan 20% 22% Program Profesionalisme MABES TNI 37,2
dan kesiapsiagaan satuan untuk mendukung Balakpus Prajurit Integratif
tugas pokok satuan
d. Latihan Pratugas Operasi Meningkatkan dan menguji kemampuan unsur Persentase kecukupan porsi dan jenis latihan 20% 22% Program Profesionalisme MABES TNI 7,8
unsur TNI yang akan melaksanakan tugas ke pratugas Prajurit Integratif
daerah rawan dan perbatasan dalam bentuk
latihan Pratugas Operasi.

e. Pembangunan Sarana Prasarana Tercukupinya fasilitas profesionalisme Persentase jumlah kecukupan fasilitas 15% 17% Program Profesionalisme MABES TNI 265,8
Profesionalisme Personel Integratif personel secara minimum pendidikan kesehatan perumahan sarana Prajurit Integratif
prajurit
f. Latihan Matra Darat Terwujudnya profesionalisme personel dan Persentase ketepatan frekuensi latihan 25% 30% Program Peningkatan TNI AD 681,9
satuan dalam rangka pencapaian sasaran perorangan dan satuan secara rutin dan Profesionalisme Personel Matra
pembinaan kekuatan dan kemampuan TNI AD terjdawal Darat
menuju MEF

II.M-2
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
g. Pembangunan Sarana-Prasarana Tercukupinya fasilitas profesionalisme Persentase jumlah kecukupan fasilitas 10% 15% Program Peningkatan TNI AD 389,6
Profesionalisme Personel Matra personel secara minimum pendidikan-kesehatan-perumahan-asrama Profesionalisme Personel Matra
Darat prajurit Darat
h. Penyelenggaraan Latihan Operasi Peningkatan kemampuan personel dan satuan Persentase kesiapan dan keberhasilan operasi 70% 75% Program Peningkatan TNI AL 345,5
Matra Laut TNI AL dalam melaksanakan tugas operasi TNI AL secara mandiri, gabungan dan Profesionalisme Personel Matra
TNI AL bersama secara akuntable dan tepat waktu Laut

i. Pembangunan Fasilitas dan sarana Tercukupinya fasilitas dan sarana prasarana Persentase kesiapan fasilitas dan sarana 40% 45% Program Peningkatan TNI AL 318,9
prasarana profesionalisme Matra profesionalisme Matra Laut prasarana profesionalisme matra laut secara Profesionalisme Personel Matra
Laut akuntabel dan tepat waktu Laut

j. Latihan Matra Udara Terlaksananya kegiatan latihan operasi Matra Persentase kualitas dan kuantitas latihan 30% 35% Peningkatan Profesionalisme TNI AU 232,2
Udara tingkat L.U.M.P-1 s.d. L.U.M.P-4 Matra Personel Matra Udara
Udara
k. Pembangunan Sarana-Prasarana Tercukupinya fasilitas kesejahteraan personel Persentase jumlah kecukupan fasilitas 20% 25% Peningkatan Profesionalisme TNI AU 261,3
Kesejahteraan Personel Matra Udara secara minimum perumahan-asrama prajurit Personel Matra Udara

II.M-3
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
l. Operasi Militer untuk Perang Terlaksananya tugas OMP secara efektif Jumlah dan cakupan wilayah penyelenggaraan 90% 92% Program Penggunaan Kekuatan MABES TNI 6.132,0
(OMP). OMP Pertahanan Integtratif

II Fokus Prioritas 2 : Modernisasi Alutsista dan Non Alutsista : Mengembangkan dan Memantapkan Kekuatan Matra Darat, Laut dan Udara 78.278,5
a. Pengadaan MKK Peningkatan kemampuan dan penambahan Persentase kecukupan Bekal Pokok MKK 36% 38% Program Modernisasi MABES TNI 194,0
jumlah munisi Alutsista/Non Alutsista/Sarpras
Integratif
b. Pengadaan Munisi Khusus Peningkatan kemampuan dan penambahan Persentase kecukupan Munisi Khusus 36% 38% Program Modernisasi MABES TNI 356,3
jumlah munisi khusus Alutsista/Non Alutsista/Sarpras
Integratif
c. Pengadaan MKB Peningkatan kemampuan dan penambahan Persentase kecukupan Bekal Pokok MKB 63% 65% Program Modernisasi MABES TNI 679,8
jumlah MKB Alutsista/Non Alutsista/Sarpras
Integratif
d. Pengadaan Alutsista Strategis Percepatan peningkatan kemampuan Alutsista Persentase pencapaian MEF Integratif 10% 14% Program Modernisasi MABES TNI 5.872,6
Integratif Integratif Alutsista/Non Alutsista/Sarpras
Integratif

II.M-4
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
e. Pengadaan / Penggantian Kendaraan Terlaksananya modernisasi dan peningkatan Persentase peningkatan dan penambahan 20% 25% Program Modernisasi Alutsista TNI AD 491,1
Tempur Alutsista Ranpur dalam rangka pencapaian Ranpur terhadap MEF dan Non Alutsista/Sarana dan
sasaran pembinaan kekuatan serta Prasarana Matra Darat
kemampuan TNI Angkatan Darat menuju
MEF
f. Pengadaan / Penggantian Pesawat Terlaksananya modernisasi dan peningkatan Persentase peningkatan dan penambahan 20% 25% Program Modernisasi Alutsista TNI AD 217,2
Terbang (Sabang) Alutsista Pesud/Rotary Wing dalam rangka Sabang terhadap MEF dan Non Alutsista/Sarana dan
pencapaian sasaran pembinaan kekuatan serta Prasarana Matra Darat
kemampuan TNI Angkatan Darat menuju
MEF

g. Pengadaan / Penggantian Senjata dan Terlaksananya modernisasi dan peningkatan Persentase peningkatan dan penambahan 20% 25% Program Modernisasi Alutsista TNI AD 567,6
Munisi Senjata Berat dan Senjata Ringan dalam Senjata dan munisi terhadap MEF dan Non Alutsista/Sarana dan
rangka pencapaian sasaran pembinaan Prasarana Matra Darat
kekuatan serta kemampuan TNI Angkatan
Darat menuju MEF

II.M-5
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
h. Pengadaan Alutsista Strategis Matra Percepatan Modernisasi Alutsista melaui PLN Persentase pencapaian MEF matra Darat 15% 23% Program Modernisasi Alutsista TNI AD 16.357,0
Darat dan Non Alutsista/Sarana dan
Prasarana Matra Darat

i. Peningkatan / pengadaan Alpung, Peningkatan kemampuan dan penambahan Persentase kesiapan dan penambahan Alpung, 40% 45% Program Modernisasi Alutsista TNI AL 657,3
KRI, KAL, Ranpur dan Rantis jumlah Alpung, KRI, KAL, Ranpur dan Rantis KRI, KAL, Ranpur dan Rantis secara dan non Alutsista serta
akuntabel dan tepat waktu Pengembangan Fasilitas dan
Sarana Prasarana Pertahanan
Negara Matra Laut

j. Peningkatan/Pengadaan Pesud dan Peningkatan kesiapan dan penambahan Pesud Persentase kesiapan dan penambahan Pesawat 40% 45% Program Modernisasi Alutsista TNI AL 159,7
Sarana Prasarana Penerbangan TNI beserta sarana prasarana Penerbangan TNI Udara TNI AL beserta sarana prasarana dan non Alutsista serta
AL. AL Penerbangan TNI AL dalam mendukung tugas Pengembangan Fasilitas dan
operasi secara akuntabel dan tepat waktu Sarana Pra sarana Pertahanan
Negara Matra Laut

II.M-6
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
k. Pengadaan Alutsista Strategis Matra Percepatan pengadaan Alutsista Strategis Persentase penambahan material Alutsista 14% 22% Program Modernisasi Alutsista TNI AL 20.315,9
Laut Matra Laut strategis TNI AL secara akuntabel dan tepat dan non Alutsista serta
waktu Pengembangan Fasilitas dan
Sarana Pra sarana Pertahanan
Negara Matra Laut

l. Peningkatan/Pengadaan Pesawat Peningkatan kemampuan dan penambahan Persentase peningkatan kemampuan dan 15% 46% Modernisasi Alutsista dan non TNI AU 7.796,9
Udara jumlah pesawat udara penambahan jumlah Pesawat udara terhadap Alutsista serta Pengembangan
MEF Fasilitas dan Sarpras Matra
Udara
m. Peningkatan/Pengadaan Radar dan Peningkatan kemampuan dan penambahan Persentase peningkatan kemampuan dan 10% 40% Modernisasi Alutsista dan non TNI AU 4.616,8
Alat Komlek Lainnya jumlah Radar dan Alat Komlek Lainnya penambahan jumlah Radar dan Alat Komlek Alutsista serta Pengembangan
Lainnya terhadap MEF Fasilitas dan Sarpras Matra
Udara
n. Pengadaan Alutsista Strategis Percepan peningkatan alutsista strategis matra Persentase peningkatan total Alutista Strategis 10% 32% Modernisasi Alutsista dan non TNI AU 19.996,4
udara Matra Udara terhadap MEF Alutsista serta Pengembangan
Fasilitas dan Sarpras Matra
Udara

II.M-7
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
III Fokus Prioritas 3 : Percepatan pembentukan komponen Bela Negara 57,4
a. Pembinaan Kesadaran Bela Negara Terlaksananya penerapan nilai-nilai bela Indeks penerapan nilai-nilai bela negara pada 25% 25% Program Potensi Pertahanan KEMENHAN 19,7
negara pada masyarakat masyarakat

b. Pembentukan dan Pembinaan Terbentuknya komponen cadangan sesuai Persentase terbentuknya komponen cadangan 20% 20% Program Potensi Pertahanan KEMENHAN 17,6
Komponen Cadangan postur pertahanan secara akuntabel sesuai postur pertahanan secara akuntabel

c. Penataan dan Pembinaan Komponen Tertata dan terbinanya komponen pendukung Persentase penataan komponen pendukung 20% 20% Program Potensi Pertahanan KEMENHAN 20,1
Pendukung secara terintegrasi dengan data yang up-to- secara terintegrasi dengan data yang up-to-
date, akurat dan siap digunakan date, akurat dan siap digunakan

IV Fokus Prioritas 4 : Peningkatan Pengamanan Wilayah Perbatasan dan pulau terdepan (terluar) 268,1
a. Penyelenggaraan Surta Hidros Peningkatan penyelenggaraan Surta Hidros Persentase kesiapan dan kelengkapan data 40% 54% Program Dukungan Kesiapan TNI AL 26,5
Matra Laut dan informasi Hidro-oseanografi secara Matra Laut
akuntabel dan tepat waktu

II.M-8
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG I : Peningkatan Kemampuan Pertahanan Menuju Minimum Essential Forces
TOTAL FOKUS
SASARAN TARGET KEMENTERIA
FOKUS PRIORITAS/ PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS (2010-2014)
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )
b. Penyelenggaraan Operasi Matra Peningkatan penegakan hukum dan Persentase wilayah laut yurisdiksi nasional 48% 65% Program Dukungan Kesiapan TNI AL 200,8
Laut dan Penegakan Hukum serta penjagaan keamanan di wilayah laut yuridiksi yang bebas pelanggaran hukum dan gangguan Matra Laut
Penjagaan Keamanan di wilayah Laut nasional serta kesiapsiagaan operasi TNI AL keamanan serta kesiapsiagaan operasi TNI
Yuridiksi Nasional AL secara akuntabel dan tepat waktu

c. Penyelenggaraan Surta Peningkatan penyelenggaraan Surta Persentase kualitas dan kuantitas produk Surta 30% 35% Dukungan Kesiapan Matra TNI AU 12,5
untuk kepentingan militer Udara
d. Pembangunan sarana dan prasarana Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana Persentase kecukupan sarana dan prasarana 10% 14% Program Manajemen KEMENHAN 12,9
pertahanan di wilayah perbatasan pertahanan di wilayah perbatasan kebijakan pertahanan di wilayah perbatasan pembangunan sarana prasarana
pertahanan
e. Pengadaaaan Materiil dan Sarana Mendukung pelayanan keamanan di daerah Jumlah materiil pos Polri di daerah perbatasan 20 100 K) Peningkatan Sarana Prasarana POLRI 15,5
Prasarana Perbatasan perbatasan dan pulau terluar (pos) Polri
TOTAL 90.923,8
Keterangan :
K)
Angka kumulatif 5 tahun (2010-2014)

II.M-9
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 2 : Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional
TOTAL
SASARAN KEMENTERIA ALOKASI
FOKUS PRIORITAS/ TARGET
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA PRIORITAS
KEGIATAN PRIORITAS
diharapkan) TERKAIT 2010-2014
2010 2014 (Rp. Milyar )

I Fokus Prioritas 1 : Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional 8.174,0

a. Penyusunan Rencana Induk, Master Tersusunnya rencana pengembang an & Dokumen rencana pengembangan dan 50% 100% K) Program Pengembangan KEMENHAN -
Plan dan Road Map Revitalisasi pengadaan alutsista TNI dan Alut Polri 2010 – pengadaan Teknologi dan Industri
Industri Pertahanan 2014 Pertahanan

b. Konsolidasi RPJMN 2010-2014 Tersusunnya mekanisme pendanaan Industri Rumusan pendanaan Industri Pertahanan 100% 100% Program Pengembangan KEMENHAN -
beserta RKP, Penguatan basis Pertahanan dalam negeri yang bersifat Dalam Negeri yang bersifat multiyears Teknologi dan Industri
pendanaan, dan Perumusan Kerangka multiyears Pertahanan
Pendanaan 5 tahun

c. Revisi Keppres 80 Tahun 2003 untuk Tersedianya payung hukum untuk mendukung Ditetapkannya Keppres Pengadaan barang 100% 100% Program Pengembangan KEMENHAN -
mendukung revitalisasi industri revitalisasi industri pertahanan dan jasa Teknologi dan Industri
pertahanan Pertahanan

II.M-10
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 2 : Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional
TOTAL
SASARAN KEMENTERIA ALOKASI
FOKUS PRIORITAS/ TARGET
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA PRIORITAS
KEGIATAN PRIORITAS
diharapkan) TERKAIT 2010-2014
2010 2014 (Rp. Milyar )
d. Identifikasi teknologi Alutsista TNI Tersedianya data kemampuan produksi Jumlah item produk alutsista TNI dan Alut 25% 100% K) Program Pengembangan KEMENHAN -
dan Alut POLRI yang dibutuhkan alutsista TNI dan Alut Polri oleh Industri Polri yang mampu diproduksi oleh Industri Teknologi dan Industri
dalam PJP I Pertahanan dalam Negeri Pertahanan dalam Negeri Pertahanan

e. Pembentukan Komite Kebijakan Tersedianya badan Clearing House lintas Efisiensi dan Efektivitas pengadaan Alutsista 100% 100% Program Pengembangan KEMENHAN -
Industri Pertahanan sebagai Clearing bidang dan lintas KL TNI dan Alut POLRI Teknologi dan Industri
House Pertahanan
f. Refocusing, intensifikasi dan Terwujudnya model dan/atau prototype alat Jumlah model dan /atau prototype alat 30% 30% Program Pengembangan KEMENHAN --
kolaborasi R & D peralatan pertahanan matra darat, laut, dan peralatan pertahanan matra darat, laut, dan Teknologi dan Industri
udara yang sesuai dengan kemajuan IPTEK udara yang sesuai dengan kemajuan IPTEK Pertahanan
dan mampu dikembangkan secara mandiri dan mampu dikembangkan secara mandiri

g. Penelitian dan Pengembangan Alat Terwujudnya model dan/atau prototype alat Persentase prototipe yang mampu 30% 30% Program Penelitian dan KEMENHAN 19,3
Peralatan Pertahanan peralatan pertahanan matra darat, matra laut dikembangkan secara mandiri Pengembangan KEMENHAN
dan matra udara yang sesuai kemajuan IPTEK
dan mampu dikembangkan secara mandiri

h. Produksi Alutsista industri dalam Meningkatnya produksi Alutsista industri Jumlah produksi Alutsista industri dalam 20% 25% Program Pengembangan KEMENHAN 7.100,0
negeri dalam negeri negeri Teknologi dan Industri
Pertahanan
i. Pengkajian dan pengembangan Tersedianya kajian pengembangan peralatan Jumlah hasil pengkajian dan pengembangan 3 paket 13 paket K) Program Pengembangan LEMBAGA SANDI 34,7
peralatan sandi sandi peralatan sandi Persandian Nasional NEGARA

II.M-11
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 2 : Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional
TOTAL
SASARAN KEMENTERIA ALOKASI
FOKUS PRIORITAS/ TARGET
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA PRIORITAS
KEGIATAN PRIORITAS
diharapkan) TERKAIT 2010-2014
2010 2014 (Rp. Milyar )
j. Pengembangan Alut Kepolisian Meningkatkan kemandirian alut Polri produksi Persentase potensi industri dalam negeri yang 20% 25% Program Peningkatan Sarana POLRI 1.000,0
produksi dalam negeri dalam negeri termanfaatkan dan Prasarana POLRI

k. Pembuatan Prototype Meningkatkan Kemandirian Polri dalam Jumlah Prototype yang dihasilkan (Prototipe) 5 22 K) Penelitian dan Pengembangan POLRI 20,0
memberikan yanmas Teknologi Kepolisian

TOTAL 8.174,0

Keterangan :
K)
Angka kumulatif 5 tahun (2010-2014)

II.M-12
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 3 : Pencegahan dan Penanggulangan Gangguan Keamanan dan Pelanggaran Hukum di Laut (Perompakan, Illegal Fishing, dan Illegal Logging)
TOTAL
SASARAN TARGET KEMENTERIA ALOKASI
FOKUS PRIORITAS/
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA PRIORITAS
KEGIATAN PRIORITAS
diharapkan) TERKAIT 2010-2014
2010 2014 (Rp. Milyar )
I Fokus Prioritas 1 : Meningkatkan Operasi Bersama dan Mandiri di Laut (termasuk keamanan Selat Malaka) 879,5

a. Peningkatan Koordinasi Meningkatnya efektifitas dan efisiensi Penyelesian sistem early warning dan sea 15% 100% Peningkatan Koordinasi BAKORKAMLA 570,3
Pengawasan Keamanan laut penyelenggaraan pengawasan keamanan laut survelillnce termasuk integrasinya Keamanan dan Keselamatan
di Laut
b. Penyelenggaraan OMSP Matra Peningkatan penyelenggaraan operasi militer Jumlah dan cakupan wilayah 30% 35% Dukungan Kesiapan Matra TNI AU 5,6
Udara selain perang Matra Udara dan penegakan penyelenggaraan OMSP Matra Udara Udara
hukum serta penjagaan keamanan di wilayah
yuridiksi nasional

c. Pembinaaan Kepolisian Perairan Meningkatakan keamanan perairan pantai Persentase gangguan keamanan yang 10% 11% Program Pemeliharaan POLRI 71,7
dan sungai; Terpeliharanya peralatan dan menurun pada jalur aktivitas masyarakat Keamanan dan Ketertiban
pendukungnya hingga siap pakai yang menggunakan moda transportasi laut masyarakat

d. Peningkatan Operasi Bersama Pelaksanan operasi bersama di laut Menurunnya angka pelanggaran hukum di 3 23 K) Peningkatan Koordinasi BAKORKAMLA 232,0
Keamanan Laut laut (paket) Keamanan dan Keselamatan
di Laut
TOTAL 879,5

Keterangan :
K)
Angka kumulatif 5 tahun (2010-2014)

II.M-13
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

I Fokus Prioritas 1 : Meningkatkan Profesionalisme Polri 123.689,0

a. Penyelenggaraan Administrasi Tercapainya tata kelola admistrasi tentang Terselenggaranya hak gaji dan tunjangan 100% 100% Program Dukungan POLRI 93.217,7
Perawatan Personel Polri kinerja dan anggaran Polri yang akuntabel anggota dan PNS polri (belum termasuk Manajemen & Pelaksanaan
kebutuhan remunerasi) Tugas Teknis Lainnya Polri

b. Pengembangan Alut dan Alsus Mengaplikasikan teknologi dan peralatan Persentase kondisi ketersediaan Alut 60% 61% Program Peningkatan Sarana POLRI 411,0
Harkamtibmas harkamtibmas dengan efektif dan efisien Harkamtibmas terhadap standar Prasarana Polri

c. Pengembangan Alut dan Alsus Mengaplikasikan teknologi dan peralatan Persentase kondisi ketersediaan Alut Lidik 35% 36% Program Peningkatan Sarana POLRI 289,8
Penyelidikan dan Penyidikan penyelidikan dan penyidikan dengan efektif Sidik terhadap standar Prasarana Polri
Tindak Pidana dan efisien
d. Pengembangan Alut dan Alsus Mengaplikasikan teknologi dan peralatan Persentase kondisi ketersediaan Alut 50% 51% Program Peningkatan Sarana POLRI 210,8
Strategi Keamanan strategi keamanan dengan efektif dan efisien Strategi Keamanan terhadap standar Prasarana Polri

e. Pengembangan Alut dan Alsus Mengaplikasikan teknologi dan peralatan Persentase kondisi ketersediaan Alut 60% 61% Program Peningkatan Sarana POLRI 302,5
Penanggulangan Keamanan penanggulangan keamanan dalam negeri Penanggulangan Kamdagri terhadap standar Prasarana Polri
Berkadar Tinggi dengan efektif dan efisien

f. Pengembangaan Alut Komunikasi Mengaplikasikan teknologi dan peralatan Persentase kondisi ketersediaan Alut 50% 51% Program Peningkatan Sarana POLRI 1,3
dan Telematika komunikasi dan telematika kepolisian Telekomunikasi dan Telematika terhadap Prasarana Polri
dengan efektif dan efisien standar

II.M-14
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

g. Pengembangan Alut dan Alsus Percepatan modernisasi Alut Polri Persentase Pencapain postur pelayanan 40% 41% Program Peningkatan Sarana POLRI 13.149,1
Kepolisian Strategis kepolisian modern menurut Pelayakan Prasarana Polri
Keamanan Prima
h. Pendidikan Pusdiklat-Polwan- Mencetak personel kompeten Polri sesuai Jumlah Pendidikan Pusdiklat-Polwan- 12906 64530 K) Program Pendidikan, POLRI 312,2
Selabrib-Intelkam-Reskrim-Gasum- lingkup profesi-spesialisasi Selabrib-Intelkam-Reskrim-Gasum-Lantas- Pelatihan Polri
Lantas-Brimob Brimob (orang)
i. Pengembangan kekuatan personel Menyelenggarakan pendidikan Jumlah Pendidikan Pembentukan Akpol, 3350 41250 K) Program Pengembangan POLRI 907,8
Polri pembentukan peronsel polri baik perwira PPSS, Brigadir (orang) Sumber Daya Manusia Polri
maupun bintara
j. Peningkatan Kualitas Layanan Meningkatnya pelayanan SIM, STNK, Persentase kecukupan pelayanan SSB per 50% 100% Program Pemeliharaan POLRI 4.862,6
Publik LLAJ BPKB & Terbangunnya Pusat Pengendali tahun Keamanan dan Ketertiban
dan Informsi LLAJ masyarakat
k. Latihan dan Penyiapan Personil Tersiapkannya kemampuan pemukul Jumlah kegiatan latihan personel brimob 1/hari 1/hari Program Penanggulangan POLRI 4,3
Penanggulangan Keamanan Dalam penanggulangan keamanan dalam negeri dalam penanggulangan keamanan dalam Gangguan Keamanan Dalam
Negeri negeri Negeri Berkadar Tinggi

l. Bina Pemeliharaan Keamanan dan Meningkatnya kondisi keamanan dan Persentase kecukupan operasi Kepolisian 45% 46% Program Pemeliharaan POLRI 10.019,9
Ketertiban Kewilayahan ketertiban masyarakat di wilayah tempat yang menjadi prioritas kebutuhan Keamanan dan Ketertiban
tinggalnya masyarakat. masyarakat

II.M-15
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

II Fokus Prioritas 2 : Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 2.515,2

a. Penindakan Tindak Pidana Meningkatnya penyelesaian penanganan Jumlah Perkara dan Clerance Rate Tindak 85% 88% Program Penyelidikan dan POLRI 45,5
Narkoba perkara Tindak Pidana Narkoba Pidana Narkoba tingkat Nasional Penyidikan Tindak Pidana

b. Pelaksanaan Kegiatan Diseminasi Meningkatnya kegiatan Diseminasi Tingkat pemahaman masyarakat tentang 10% 10% Program Pencegahan dan BNN 92,7
Informasi di Bidang P4GN Informasi P4GN bahaya penyalahgunaan narkoba. Pemberantasan
Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN)
c. Pelaksanaan Alternative Meningkatnya kegiatan Alternative Jumlah penanam ganja yang beralih ke 50 Orang 250 K) Program Pencegahan dan BNN 27,6
Development Development kegiatan legal produktif Pemberantasan
Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN)
d. Pelaksanaan Kegiatan Penindakan Meningkatnya Kegiatan Penindakan dan Jumlah penangkapan tersangka tindak 10% 10% Program Pencegahan dan BNN 147,0
dan Pengejaran Pengejaran jaringan peredaran gelap kejahatan penyalahgunaan dan peredaran Pemberantasan
narkoba gelap narkoba Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN)

II.M-16
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

e. Pelaksanaan Kegiatan Interdiksi Meningkatnya kegiatan interdiksi di pintu Jumlah Narkoba ilegal yang disita di 10% 10% Program Pencegahan dan BNN 37,1
masuk (Bandara dan Pelabuhan) dan Bandara, Pelabuhan, dan Border line Pemberantasan
Border line Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN)
f. Pelaksanaan Pengembangan Meningkatnya fasilitas rehabilitasi korban Jumlah fasilitas rehabilitasi korban - 3 Fasilitas TR K) Program Pencegahan dan BNN 279,0
Rehabilitasi Instansi Pemerintah penyalahgunaan narkoba yang dikelola penyalahgunaan narkoba yang dikelola Pemberantasan
Instansi Pemerintah Instansi Pemerintah Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN)
g. Pelaksanaan Pengembangan Meningkatnya fasilitas rehabilitasi korban Jumlah fasilitas rehabilitasi korban 20 100 K) Program Pencegahan dan BNN 69,8
Rehabilitasi Berbasis Komponen penyalahgunaan narkoba yang dikelola penyalahgunaan narkoba yang dikelola Pemberantasan
Masyarakat Komponen Masyarakat Komponen Masyarakat (fasilitas) Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN)
h. Peningkatan Kapasitas Pelayanan Terselenggaranya pelayanan P4GN yang 1. Jumlah BNNP yang terbentuk untuk - 14 BNNP; K) Program Pencegahan dan BNN 1.816,5
BNN di Daerah dilaksanakan oleh struktur organisasi BNN menyelenggarakan P4GN Pemberantasan
Propinsi dan Kabupaten/Kota yang vertikal 2. Jumlah BNNK yang terbentuk untuk 156 BNNK Penyalahgunaan dan
menyelenggarakan P4GN Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN)

II.M-17
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

III Fokus Prioritas 3 : Menuntaskan Penanganan Tindak Kejahatan terutama Kejahatan Konvensional 2.839,7

a. Penindakan Tindak Pidana Umum Meningkatnya penyelesaian penanganan Jumlah Perkara dan Clerance Rate Tindak 64,08% 67% Program Penyelidikan dan POLRI 53,4
perkara Tindak Pidana Umum Pidana Umum tingkat Nasional Penyidikan Tindak Pidana

b. Penindakan Tindak Pidana Meningkatnya penyelesaian penanganan Jumlah Perkara dan Clerance Rate Tindak 34,00% 37% Program Penyelidikan dan POLRI 53,4
Ekonomi Khusus perkara Tindak Pidana Ekonomi Pidana Ekonomi Khusus tingkat Nasional Penyidikan Tindak Pidana

c. Penindakan Tindak Pidana Korupsi Meningkatnya penyelesaian penanganan Jumlah Perkara dan Clerance Rate Tindak 0% 3% Program Penyelidikan dan POLRI 8,5
perkara Tindak Pidana Korupsi Pidana Korupsi tingkat Nasional Penyidikan Tindak Pidana

d. Penindakan Tindak Pidana Meningkatnya penyelesaian penanganan Jumlah Perkara dan Clerance Rate Tindak 100% 103% Program Penyelidikan dan POLRI 26,7
Kontijensi perkara Tindak Pidana Kontijensi Pidana Kontijensi tingkat Nasional Penyidikan Tindak Pidana

e. Penyelidikan dan Penyidikan Meningkatnya Clearance Rate Tindak Jumlah Perkara dan Clerance Rate Seluruh 55,22% 58% Program Penyelidikan dan POLRI 2.697,6
Tindak Pidana Kewilayahan Pidana di tingkat masyarakat Tindak Pidana di wilayah Polda Penyidikan Tindak Pidana

II.M-18
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

IV Fokus Prioritas 4 : Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Polisi 184,8

a. Pembinaan Profesi Terselenggaranya disiplin internal anggota Persentase tindak lanjut terhadap 55% 58% Program Peningkatan POLRI 42,2
polri pengaduan masyarakat Pengawasan dan
Akuntabilitas Aparatur Polri

b. Pembinaan Pengamanan Internal Terpeliharanya keamanan internal Polri Persentase kegiatan penyelidikan dalam 70% 73% Program Peningkatan POLRI 80,7
pengungkapan kasus-kasus dugaan Pengawasan dan
pelanggaran dan pelanggaran personel Polri Akuntabilitas Aparatur Polri

c. Penyelenggaraan Komisi Meningkatnya kualitas penyusunan Persentase jumlah pengaduan yang 20% 23% Program Peningkatan POLRI 61,9
Kepolisian Nasional kebijakan dan partisipasi masyarakat ditindaklanjuti Pengawasan dan
Akuntabilitas Aparatur Polri

V Fokus Prioritas 5: Deradikalisasi Penangkalan Terorisme 2.474,3

a. Ops Gaktib dan Ops Yustisi. Meningkatnya kondisi ketertiban di daerah Persentase kualitas dan kuantitas operasi 45% 47% Program Penggunaan MABES TNI 95,6
rawan. Gaktib Kekuatan Pertahanan
Integtratif
b. Operasi Pemberdayaan Wilayah Terselenggaranya operasi wilayah Persentase kualitas dan kuantitas pembinaan 45% 47% Program Penggunaan MABES TNI 54,7
Pertahanan pertahanan wilayah pertahanan nasional Kekuatan Pertahanan
Integtratif

II.M-19
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

c. Operasi Intelijen Strategis Dapat ditangkalnya ATHG pertahanan Prosentase kualitas dan kuantitas data 45% 47% Program Penggunaan MABES TNI 267,6
negara. intelijen dan pengamanan yang dibutukan Kekuatan Pertahanan -
Integtratif
d. Penyelenggaraan Intelijen dan Kesiapan kekuatan dan kemampuan matra Persentase kecukupan operasional 40% 45% Program Dukungan TNI AD 731,9
Pengamanan Matra Darat darat pengamanan personel, material dan Kesiapan Matra Darat -
dokumen serta efektifitas dan efesiensi
deteksi dini
e. Kegiatan Operasi Intelijen Dalam Meningkatnya pelaksanaan penyelidikan Rasio kecukupan personil daerah terhadap 30% 33% Program Pengembangan BADAN INTELIJEN 1.324,6
Negeri beraspek dalam negeri jumlah kabupaten/kota Penyelidikan, Pengamanan, NEGARA
dan Penggalangan
Keamanan Negara

VI Fokus Prioritas 6 : Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme 3.439,0

a. Kegiatan koordinasi penanganan Terselenggaranya koordinasi kebijakan Jumlah rapat koordinasi urusan kejahatan 12 60 K) Program Peningkatan KEMENKO 14,5
kejahatan transnasional dan penanganan kejahatan transnasional dan dan terorisme (kali) Koordinasi Bidang Politik, POLHUKAM
terorisme terorisme Hukum, dan Keamanan

Jumlah pemantauan dan evaluasi (kali) 4 20 K)

II.M-20
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

Jumlah rapat kordinasi urusan terorisme 12 60 K)

bersama dengan DKPT (kali)

Jumlah Rapat kordinasi Desk Kordinasi 12 60 K)

pemberantasan terorisme (kali)

Jumlah Pemantauan dan Evaluasi 4 20 K)

perkembangan terorisme termasuk modus


operandi (kali)

Jumlah rapat kordinasi pengelolaan 12 60 K)

peningkatan kapasitas DKPT menjadi


BKPT (kali)

b. Operasi Militer Selain Perang Terlaksananya tugas OMSP secara efektif Jumlah dan cakupan wilayah 30% 32% Program Penggunaan MABES TNI 1.485,0
(OMSP) penyelenggaraan OMSP Kekuatan Pertahanan
Integtratif
c. Kegiatan Penyelenggaraan Terselenggaranya dukungan administrasi Jumlah anggaran yang tersedia 30% 32% Program Dukungan BADAN INTELI- 1.055,3
Dukungan Administrasi Operasi operasi intelijen Manajemen dan Pelaksanaan JEN NEGARA
Intelijen Tugas Teknis lainnya BIN

II.M-21
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 4 : Peningkatan Rasa Aman dan Ketertiban Masyarakat

SASARAN TARGET TOTAL ALOKASI


KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2010-2014
diharapkan) 2010 2014 TERKAIT
(Rp. Milyar )

d. Pembinaan forum kemitraan Polisi Meningkatnya jumlah forum kemitraan Jumlah Forum Kemitraan Polmas (orang) 41000 205160 K) Pemberdayaan Potensi POLRI 824,5
dan Masyarakat Polisi dan masyarakat Keamanan
e. Penindakan Tindak Pidana Meningkatnya penyelesaian penangnanan Jumlah Perkara dan Clerance Rat e Tindak 100% 103% Program Penyelidikan dan POLRI 59,7
Terorisme perkara Terorisme Pidana Terorisme tingkat Nasional Penyidikan Tindak Pindana

TOTAL 135.141,9

Keterangan :
K)
Angka kumulatif 5 tahun (2010-2014)

II.M-22
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 5 : Modernisasi Deteksi Dini Keamanan Nasional

SASARAN TARGET KEMENTERIA TOTAL ALOKASI


FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS 2010-2014
diharapkan) TERKAIT (Rp. Milyar )
2010 2014

I Fokus Prioritas 1 : Memperluas Cakupan Deteksi Dini baik di Luar Negeri maupun Dalam Negeri 1.954,2

a. Analisa Strategis Terlaksananya prediksi ancaman, gangguan, Persentase cakupan prediksi ancaman, 40% 40% Program Strategi Pertahanan KEMENHAN 40,2
hambatan, tantangan dan peluang baik gangguan, hambatan, tantangan dan peluang
nasional, regional dan global secara tepat baik nasional, regional dan global secara tepat
waktu dengan data yang up-to-date dan akurat waktu dengan data yang up-to-date dan akurat

b. Penyelenggaraan Intelijen dan Meningkatnya produk/data intelijen baik Persentase keakurasian dan kelengkapan 65% 84% Program Dukungan Kesiapan TNI AL 94,9
Pengamanan Matra Laut secara kualitas maupun kuantitas serta deteksi dan analisis AGHT secara akuntable Matra Laut
meningkatnya pengamanan sesuai standar dan tepat waktu.

c. Penyelenggaraan Intelijen dan Peningkatan penyelenggaraan intelijan dan Persentase kualitas dan kuantitas data intelijen 35% 40% Dukungan Kesiapan Matra TNI AU 21,9
Pengamanan Matra Udara pengamanan matra udara dan pengamanan yang dibutuhkan Udara

II.M-23
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 5 : Modernisasi Deteksi Dini Keamanan Nasional

SASARAN TARGET KEMENTERIA TOTAL ALOKASI


FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS 2010-2014
diharapkan) TERKAIT (Rp. Milyar )
2010 2014
d. Kegiatan Operasi Intelijen Ekonomi Meningkatnya pelaksanaan penyidikan Persentase pemantauan intelijen beraspek 30% 33% Program Pengembangan BADAN INTELIJEN 692,4
beraspek ekonomi ekonomi Penyelidikan, Pengamanan, NEGARA
dan Penggalangan Keamanan
Negara

e. Kegiatan Operasi Intelijen Luar Meningkatnya pelaksanaan penyelidikan Persentase kecukupan penggelaran pos 30% 33% Program Pengembangan BADAN INTELIJEN 192,0
Negeri beraspek luar negeri, ekonomi, sosial, budaya intelijen luar negeri Penyelidikan, Pengamanan, NEGARA
dan Penggalangan Keamanan
Negara

f. Kegiatan Operasi Kontra Intelijen Meningkatnya upaya kontra intelijen Persentase pemantauan intelijen lawan 30% 33% Program Pengembangan BADAN INTELIJEN 890,3
Penyelidikan, Pengamanan, NEGARA
dan Penggalangan Keamanan
Negara

g. Penyelanggaraan Strategi Keamanan Menurunnya potensi kejahatan berkadar Jumlah operasi pencegahan potensi kejahatan 30 150 K) Program Pengembangan POLRI 22,5
dan Ketertiban I ancaman tinggi berkadar tinggi bidang Politik (paket) Strategi Keamanan dan
Ketertiban

II.M-24
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 5 : Modernisasi Deteksi Dini Keamanan Nasional

SASARAN TARGET KEMENTERIA TOTAL ALOKASI


FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS
NO (Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM N/LEMBAGA
KEGIATAN PRIORITAS 2010-2014
diharapkan) TERKAIT (Rp. Milyar )
2010 2014

II Fokus Prioritas 2 : Memperluas Pengamanan Rahasia Negara Baik di Luar Negeri maupun di Dalam Negeri 2.534,0

a. Pengamanan Sinyal Meningkatnya kebijakan, penggelaran Jumlah layanan pengamanan sinyal (kali) 710 3550 K) Program Pengembangan LEMBAGA SANDI 2.184,6
infrastruktur, dan layanan pengamanan sinyal Persandian Nasional NEGARA

b. Analisa sinyal Pengamanan persandian melalui analisis Jumlah layanan analisa sinyal (paket) 26 130 K) Program Pengembangan LEMBAGA SANDI 169,8
teknis sandi dan analisis kriptografi Persandian Nasional NEGARA

c. Operasionalisasi Materiil Sandi Tersedianya materiil sandi guna mendukung Distribusi penggelaran materiil sandi (lokasi) 115 625 K) Program Pengembangan LEMBAGA SANDI 179,6
terselenggaranya komunikasi rahasia Persandian Nasional NEGARA

TOTAL 4.488,2

Keterangan :
K)
Angka kumulatif 5 tahun (2010-2014)

II.M-25
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 6 : Peningkatan Kualitas Kebijakan Keamanan Nasional
SASARAN TOTAL ALOKASI
TARGET KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS 2010-
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2014
diharapkan) TERKAIT
2010 2014 (Rp. Milyar )

I Fokus Prioritas 1 : Peningkatan Kapasitas Penyusunan Kebijakan Lembaga Keamanan Nasional 74,5

a. Perumusan Kebijakan Strategis dan Tersusunnya kelengkapan kebijakan Persentase kelengkapan kebijakan pertahanan 45% 45% Program Strategi Pertahanan KEMENHAN 40,2
Kebijakan Implementatif pertahanan negara yang mampu memenuhi negara yang mampu memenuhi kebutuhan
kebutuhan nasional dan tantangan global serta nasional dan tantangan global serta
diimplementasikan secara sinergis lintas diimplementasikan secara sinergis lintas
sektor sektor

b. Penyelenggaraan Perumusan Terlaksananya penyelenggaraan perumusan Jumlah Kajian Pokja, Pokjasus, Rakertas, 40 200 K) Program Pengembangan DEWAN 25,9
Kebijakan Ketahanan Nasional kebijakan Ketahanan Nasional Bidang Ramusmat, Kirpat bidang lingkungan stategis Kebijakan Ketahanan KETAHANAN
Bidang Lingkungan Strategis Lingkungan Strategis Nasional, Lingkungan Nasional, Lingkungan Strategis Regional, dan Nasional NASIONAL
Nasional, Lingkungan Strategis Strategis Regional, dan Lingkungan Strategis Lingkungan Strategis Internasional (paket)
Regional, dan Lingkungan Strategis Internasional
Internasional

II.M-26
BIDANG PEMBANGUNAN : PERTAHANAN DAN KEAMANAN
PRIORITAS BIDANG 6 : Peningkatan Kualitas Kebijakan Keamanan Nasional
SASARAN TOTAL ALOKASI
TARGET KEMENTERIAN/L
FOKUS PRIORITAS / PRIORITAS 2010-
NO
KEGIATAN PRIORITAS
(Hasil outcomes/output yang INDIKATOR PROGRAM EMBAGA
2014
diharapkan) TERKAIT
2010 2014 (Rp. Milyar )

c. Penyusunan Rencana dan Meningkatnya kualitas penyusunan rencana Indek pengkajian strategik di bidang 50% 52% Program Pengembangan LEMBAGA 8,4
Pelaksanaan Pengkajian Strategik di pengkajian strategik di bidang pertahanan pertahanan dan keamanan Ketahanan Nasional KETAHANAN
Bidang Pertahanan Keamanan keamanan NASIONAL

TOTAL 74,5

Keterangan :
K)
Angka kumulatif 5 tahun (2010-2014)

II.M-27

You might also like