Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
MUHAMMAD HIDAYAT
(410012219)
(410012227)
(410012246)
PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia merupakan hasil pertemuan tiga lempeng yaitu Lempeng
Eurasia, India-Australia dan Pasifik. Proses pertemuan ketiga lempeng tersebut di
antaranya menghasilkan cekungan cekungan. Cekungan Asem-asem adalah salah satu
cekungan Tersier di Indonesia yang mempunyai potensi sumber daya energi cukup
besar, seperti minyak dan gas bumi serta batubara. Sebelumnya PT Pertamina juga
mengoperasikan lapangan minyak yang besar pada daerah daratan Asem-asem.
Cekungan Asem-asem berlokasi di tenggara dari Kerak Benua Sundaland dan
dipisahkan Cekungan Barito oleh Pegunungan Meratus di bagian Barat.
Bagian
onshore
dari
wilayah
ini
sebelumnya
merupakan
wilayah
A
Gambar 2. [A] Peta geologi regional Kalimantan (Satyana dkk., 1999).
[B] Peta geologi regional Kalimantan Selatan (Witts et al.,
2011).
TATANAN GEOLOGI
Fisiografi
Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain
itu juga terdapat daerah dataran dan pegunungan yang tersebar di pulau ini. Dataran
yang ada tersebar di bagian tepi-tepi pulau dan sebagian besar daerah pegunungan
berada di tengah pulau.
Pada bagian utara Pulau Kalimantan merupakan zona Pegungungan Kinibalu
dna pada bagian Baratlaut terdapat jajaran Pegunungan Muller dan Pegunungan
Schwaner. Pada bagian selatan terdapat Pegunungan Meratus.
Van Bemmelen (1949) membagi bagian barat Pulau Kalimantan menjadi dua
bagian, yaitu:
Pegunungan Kapuas Atas, berada di antara Lembah Rejang di bagian utara,
Cekungan Kapuas Atas dan Lembah Batang Lupar di bagian selatan.
Madi Plateu, berada di antara Cekungan Kapuas Atas dan Sungai Melawi.
Sedangkan pada bagian Timur Kalimantan, Van Bemmelen (1949) juga
membagi daerah ini menjadi dua bagian, yaitu:
Rangkaian pegunungan di Kalimantan bagian Utara, berakhir di Semenanjung
Teluk Darvel.
Rangkaian pengunungan lainnya, berakhir di Semenanjung Mangkalihat.
Di Pulau Kalimantan Selatan sendiri memiliki beberapa sungai besar, di
antaranya Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Negara dan Sungai Kahayan. Sungai
Barito merupakan sungai terbesar kedua di Pulau Kalimantan. Sungai Barito ini
berhulu di Pegunungan Muller dan menghasilkan Cekungan Barito yang dibatasi oleh
Pegunungan Meratus pada bagian timur. Sungai-sungai di daerah Kalimantan Selatan
ini berhulu di bagian tengah Pulau Kalimantan yaitu Pegunungan Schwaner dan jua
Pegunungan Muller. Pegunungan Schwaner dan Muller ini memiliki ketinggian antara
200-2000 meter di atas permukaan laut. Sedangkan arah aliran sungai-sungai ini relatif
berarah utara-selatan dan bermuara di Laut Jawa. Sungai-sungai ini mengalir pada
ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut. Daerah aliran sungai-sungai besar ini
menempati sebagian besar dari bagian Selatan Pulau Kalimantan. Di bagian timur
Provinsi Kalimantan Selatan terdapat Pegunungan Kompleks Meratus yang
merupakan jejak adanya kegiatan subduksi pada umur Kapur (Rotinsulu dkk., 2006).
Stratigrafi
Cekungan yang terdapat di Kalimantan Selatan yaitu Cekungan Barito dan
Cekungan Asem-asem yang secara umum memiliki ciri-ciri susunan stratigrafi dari tua
ke muda yang relatif sama. Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem ini dipisahkan
oleh Pegunungan Meratus. Pada bagian utara berbatasan dengan Cekungan Kutai
yang dipisahkan oleh Sesar Andang. Sedangkan pada bagian barat dibatasi oleh
Paparan Sunda. Pada mulanya Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem
merupakan satu
cekungan
Awal terjadi
Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di Kalimantan Selatan adalah antiklin, sinklin,
sesar naik, sesar mendatar, dan sesar turun. Sumbu lipatan umumnya berarah
timurlaut-baratdaya dan umumnya sejajar dengan arah sesar normal. Di Kalimantan
Selatan terdapat dua cekungan besar, yaitu Cekungan Barito dan Cekungan
Asem-asem. Dua cekungan ini dibatasi oleh Pegunungan Meratus yang melintang
dari utara- baratdaya. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai ini dipisahkan oleh
sebuah sesar yang berarah timur-barat di bagian utara dari Provinsi Kalimantan
Selatan, sesar ini dikenal dengan nama Sesar Adang (Mudjiono dan Pireno, 2006).
A
Gambar 5. [A] Struktur geologi regional Pulau Kalimantan dan sekitarnya (modifikasi dari
Kusum dan Karin, 1989). [B] Elemen tektonik utama Cekungan Asem-asem
(Bon et al., 1996).
Regim
struktur
yang
terjadi
di
Cekungan
Barito
adalah
regim
transpression dan transtension. Struktur yang didapati adalah lipatan yang berarah
utara timurlaut-selatan baratdaya (NNE-SSW) pada bagian utara cekungan. Sedangkan
10
cekungan ini sama. Pada Miosen Akhir Pliosen Awal gejala tektonik inversion mulai
terjadi yang mengakibatkan batuan sedimen mulai terlipat. Puncaknya terjadi pada
kala Plio-Plistosen akibat terjadinya subdaksi lempeng kerak samudra dengan
Mikrokontinen Paternoster dari arah timur yang menunjam ke bawah kerak benua
Kraton Sunda di sebelah barat yang menyebabkan bercampurnya batuan ultramafik
dan batuan malihan. Penunjaman ini berlangsung mulai Jura sampai dengan umur
Kapur Awal yang menghasilkan batuan busur vulkanik Granit Belawayan. Pada
Zaman Kapur Awal atau sebelumnya terjadi penerobosan granit dan diorit yang
menerobos batuan ultramafik dan batuan malihan.
Kelompok
Alino
yang
sebagian
11
12
13
Gambar 10. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Akhir di Pegunungan Meratus,
Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam:
Heryanto, 2010).
Gambar 11. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Akhir Eosen-Miosen di Pegunungan
Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam:
Heryanto, 2010).
14
Formasi Warukin
Formasi Tanjung
15
Batuan Induk
Batuan induk atau batuan pembawa hidrokarbon (source rock) adalah
batuan tempat hidrokarbon secara alami dapat terbentuk. Batuan ini merupakan
batuan sedimen klastika halus terdiri atas serpih dan batulumpur, berwarna
kelabu gelap sampai hitam, berlembar sampai berlaminasi, setempat
berstruktur sedimen laminasi sejajar dan kaya akan material organik yang pada
umumnya diendapkan dalam lingkungan lakustrin. Batuan seperti ini di
Cekungan Asem-asem dijumpai dalam bagian tengah Formasi Tanjung dan
juga pada Formasi Warukin.
Hasil analisis TOC (Total Organic Carbon) menujukkan bahwa batuan
dari kedua formasi ini termasuk dalam kategori sangat baik. Formasi Tanjung
menunjukkan kualitas kerogen tipe III, yaitu jika sudah matang akan terbentuk
menjadi gas, sedangkan Formasi Warukin menunjukkan kualitas kerogen tipe
II, yaitu jika sudah matang akan terbentuk menjadi minyak dan gas. Selain
serpih dan batulumpur karbonat, lapisan batubara juga dapat bertindak sebagai
batuan sumber, karena maseral liptinit dan eksinit yang merupakan sumber dari
hidrokarbon banyak dijumpai dalam lapisan batubara.
Batuan Waduk
Batuan waduk (reservoir rock) adalah batuan dimana tempat
hidrokarbon terakumulasi. Batuan waduk ini umumnya merupakan batuan
sedimen klastika kasar, mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik dan
juga mempunyai volume yang cukup besar. Pada umumnya yang bertindak
sebagai batuan induk adalah batupasir dan batugamping. Di Cekungan Asemasem batuan yang dapat menjadi batuan waduk adalah batupasir pada Formasi
Tanjung dan Formasi Warukin.
Batupasir Formasi Tanjung dikuasai oleh batupasir sublitarenit, litarenit
dan subarkose. Porositas batupasir ini terdiri atas porositas primer adalah
porositas yang terbentuk pada waktu pengendapan, sedangkan porositas
sekunder yaitu porositas yang terbentuk setelah pengendapan atau selam proses
diagenesa seperti pelarutan. Porositas sekunder yang terjadi ada Formasi
16
Tanjung adalah pelarutan dari fragmen batuan volkanik dan butiran feldspar.
Batupasir Formasi Warukin umumnya berbutir halus sampai sedang
dengan komposisi litarenit, porositas primer berkembang sangat baik
dikarenakan proses diagenesa pada batupasir ini masih belum kuat.
Batugamping Formasi Berai secara mikroskopik pada umumnya terdiri atas
batugamping packstone dan wackstone dengan fragmen terdiri atas kepingan
foram dan fosil lain. Porositas yang terjadi dalam batugamping ini adalah
porositas sekunder yang interkristalin, mouldic dan vug.
Batuan Penutup
Batuan penutup (caprock) adalah batuan sedimen berbutir halus yang
kedap air. Batuan ini berperan sebagai penutup dan mencegah hidrokarbon
yang sudah terakumulasi dalam batuan waduk bermigrasi ke tempat lain.
Batuan yang dapat menjadi batuan penutup adalah batulempung yang masif
dan kedap air. Batuan seperti ini di Cekungan Asem-asem dijumpai sebagai
sisipan baik dalam Formasi Tanjung ataupun Formasi Warukin. Batuan ini
berasosiasi dengan batupasir yang diperkirakan deoat bertindak sebagai batuan
waduk atau reservoir dalam Formasi Tanjung. Batuan penutup ini peranannya
sangat berhubungan erat dengan bentuk jebakan minyak, dengan kata lain
bahwa batuan penutup adalah merupakan bagian dari sistem jebakan miyak itu
sendiri (oil play).
Jebakan dan Migrasi Hidrokarbon
Jebakan hidrokarbon adalah kondisi geologi setempat yang dapat
membentuk jebakan hidrokarbon, sedangkan migrasi hidrokarbon adalah
perpindahan hidrokarbon dari batuan induk ke batuan waduk setelah kerogen
mencapai kematangan. Kondisi geologi yang dapat menunjang jebakan
hidrokarbon adalah stratigrafi dan struktur geologi. Stratigrafi adalah posisi
satuan batuan terhadap satuan lainnya, sedangkan struktur geologi adalah
perubahan kondisi dari satuan batuan akibat tektonik. Sesar-sesar banyak
dijumpai di Cekungan Asem-asem yang merupakan kontrol utama sistem
jebakan dan migrasi hidrokarbon.
17
Gambar 14. Petroleum play pada Formasi Tanjung bagian bawah di Cekungan
Asem-asem.
18
ini lebih cocok untuk serpih minyak (oil shale) dari pada sebagai batuan induk (source
rock).
Batubara
Batubara di Cekungan Asem-asem dijumpai dalam Formasi Tanjung dan
Formasi Warukin. Pada Formasi Tanjung batubara dijumpai di bagian tengan dengan
ketebalan 50 sampai 200 cm. Secara megaskopik lapisan batubara di Formasi Tanjung
warna hitam, mengkilap, gores warna hitam, dengan pecahan konkoidal dan ringan.
Analisis petrografi organik dilakukan pada batubara dari Formasi Tanjung
menunjukkan bahwa kadar kalorinya yang paling rendak adalah 5970 cal/gr dan paling
tinggi adalah 7725 cal/gr.
Pada Formasi Warukin secara umum keseluruhan tersusun oleh sepuluh
lapisan. Tebal perlapisan batubara yang teramati berkisar 1 sampai 8 m. Secara fisik
batubara yang teramati adalah berwarna hitam, kilap kusam, ringan mengandung
banyak resin dan memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalori berkisar antara 4565
5925 cal/gr, dengan rata-rata nilai kalori 5418 cal/gr. Peringkat batubara di Formasi
Warukin termasuk high volatile subbituminous B.
19
sebagai gas yang terserap dalam struktur molekul batubara (Yee et al., 1993 dalam
Montgomery, 1999).
Berdasarkan hasil penelitian oleh PSG-Lemigas (2006) untuk batubara
Formasi Tanjung memiliki kandungan gas metana berkisar antara 0, 4 m3 sampai 8,2
m3/ton, sedangkan hasil penelitian untuk Formasi Warukin oleh PSG-Lemigas (2004)
menunjukkan kandungan gas metana berkisar antara 0,9 m3 sampai 5,77 m3/ton.
20
KESIMPULAN
Secara geologi, Cekungan Asem-asem terletak di tenggara Kerak Benua
Sundaland dan Selatan Cekungan Kutai serta di bagian barat berbatasan langsung oleh
Komplek Pegunungan Meratus. Secara demografi cekungan Asem-asem berada di
Provinsi Kalimantan Selatan dan msauk sebagian daerah Provinsi Kalimantan Timur.
Kalimantan tenggara yang merupakan cikal bakal tempat terbentuknya Cekungan
Asem-asem, tersusun oleh Batuan Paleozoik sampai dengan Batuan Kenozoik.
Cekungan Asem-asem sendiri dulu adalah satu cekungan dengan Cekungan
Barito yang menyebabkan susunan stratigrafinya kedua cekungan ini sama. Pada
Miosen Akhir Pliosen Awal gejala tektonik inversion mulai terjadi yang
mengakibatkan batuan sedimen mulai terlipat. Puncaknya terjadi pada kala PlioPlistosen akibat terjadinya kolisi antara Mikrokontinen Paternoster dengan daratan
Kalimantan. Proses tersebut mengakibatkan sesar-sesar normal yang ada mengalami
reaktifasi menjadi sesar naik yang juga melipatkan batuan sedimen Tersier. Deformasi
ini juga mengakibatkan terangkatnya Tinggian Meratus ke permukaan sebagai prosuk
dari kolisi dan memisahkan Cekungan Asem-asem dan Cekungan Pasir dengan
Cekungan Barito.
Secara stratigrafi, Cekungan Asem-asem terdiri dari lima formasi batuan yaitu,
batuan alas (basement) yang berupa batuan malihan sekis amfibolit, filit, sekis yang
berumur Jura. Batuan pengisi cekungan Asem-asem di mulai dari Formasi Tanjung
yang tersusun oleh
21
Warukin yang tersusun oleh batulempung warna kelabu, sisipan batupasir dan
batubara dengan lingkungan pengendapan rawa dan pasang surut yang berumur
Miosen Awal Miosen Akhir. Secara tidak selaras di atas Formasi Warukin
terendapkan Formasi Dahor yang tersusun oleh batulempung sampai batulempung
pasiran, batupasir kasar dan konglomerat yang memiliki lingkungan pengendapan
delta dan berumur Plio-Plistosen. Endapan Aluvial yang terendapkan oleh proses
fluviatil yang terdiri dari endapan lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang
berumur Kuarter.
Potensi hidrokarbon di Cekungan Asem-asem diindikasikan dengan potensi
batuan induk yang berasosiasi dengan batubara dan dijumpai pada bagian tengah
Formasi Tanjung dan serpih karbonat yang berasosiasi dengan batubara juga dijumpai
pada Formasi Warukin. Batuan waduk dijumpai pada batupasir kuarsa pada Formasi
Tanjung dan Warukin serta batugamping Formasi Berai. Batuan penutup adalah
batulempung sebagai sisipan dalam Formasi Tanjung dan Warukin. Adapun jebakan
hidrokarbon yang terbentuk adalah jebakan stratigrafi dan struktur atau kombinasi dari
keduanya.
Potensi serpih minyak atau oil shale di Cekungan Asem-Asem dijumpai pada
Formasi Tanjung dan Formasi Warukin, sebagai batuan serpih karbonat yang juga
merupakan batuan induk. Potensi batubara dan gas metana dijumpai juga di Formasi
Tanjung yang memiliki ketebalan batubara antara 50 sampai 200 cm dan Formasi
Warukin yang memiliki ketebalan batubara bervariasi mulai dari beberapa meter
sampai puluhan meter.
22
DAFTAR PUSTAKA
Geologi, Suara., 2012., Stratigrafi Cekungan Asem-asem Kalimantan Timur.
http://suarageologi.blogspot.co.id/2012/06/stratigrafi-cekungan-asem-asem_
14.html. Di akses pada tanggal 28 September 2015.
Hidayat, Rory., 2012., Fisiografi Kalimantan. http://rorygeobumi.blogspot.co.
id/2012/04/fisiografi-kalimantan.html. Di akses pada tanggal 29 September
2015.
Hidayat, Rory., 2012., Kerangka Tektonik Kalimantan. http://rorygeobumi.blogspot.
co.id/2012/04/kerangka-tektonik-regional-kalimantan.html. Di akses pada
tanggal 29 September 2015.
Heryanto, R., 2010. Geologi Cekungan Barito. Bandung: Badan Geologi Kementrian
Energi Sumber Daya Mineral.
23