You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit dalam kehamilan. Kasus


ini sering dijumpai dan perlu diwaspadai karena merupakan salah satu dari tiga
penyulit tersering yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil,
setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, berdasarkan The National Center
for Health Statistics, secara umum hipertensi dalam kehamilan ternyata ditemukan
pada 150.000 atau 3,7% dari ibu hamil.1 Pengaruhnya pada ibu hamil bervariasi
dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai
sindroma HELLP, sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi dari
kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan janin terhambat) sampai kematian janin.1
Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan atau edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Di seluruh dunia, WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5% dengan
beberapa variasi di beberapa tempat. Di RS Sanglah dari tahun 1997-2000
ditemukan preeklampsia sebesar 3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun waktu
tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3
tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan
preeklampsia/eklampsia.2
Sampai saat ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya, namun
beberapa teori tentang patogenesis telah dikemukakan yang sebagian dapat
menjelaskan terjadinya sindrom klinis preeklampsia itu. Hipotesis yang telah
diterima secara luas oleh para ahli tentang munculnya sindrom klinis preeklampsia
adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke
dalam arteri spiralis, sehingga menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi
terganggu. Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terlepasnya
beberapa mediator molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel.2,3
Oleh karena belum jelasnya etiologi preeklampsia dan sindrom klinis yang
sering terjadi tidak diketahui oleh wanita hamil bersangkutan sehingga tanpa
disadari dalam waktu singkat dapat timbul keadaan yang dapat membahayakan
seperti eklampsia. Dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dan menggunakan
1

pendekatan preventive medicine yaitu dengan mengenal faktor risiko (pencegahan


primer) dan mengenal tanda-tanda dini preeklampsia (pencegahan sekunder), serta
mengenal tanda-tanda munculnya komplikasi preeklampsia (pencegahan tersier)
diharapkan kejadian preeklampsia dan kematian akibat preeklampsia dapat
diturunkan.3,4
Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus preeklampsia dari aspek teori,
penatalaksanaan, kesesuaian teori dengan penatalaksanaannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau edema

yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Untuk menegakkan diagnosis


preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau mencapai 140 mmHg
atau lebih, dengan tekanan diastolik naik 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg atau
lebih. Pengukuran ini sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali dengan selang waktu 6
jam dan ibu dalam keadaan istirahat. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam
air kencing yang melebihi 0,3 g/L dalam air kencing 24 jam atau 1 g/L dalam satu
random sampel, atau dalam pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1/+2 atau lebih.
Edema yang merupakan akumulasi cairan ekstravaskuler yang bersifat bebas.
Edema pada kehamilan yang terjadi pada tungkai adalah wajar, tetapi bila edema
timbul pada muka dan tangan harus dicurigai kemungkinan preeklampsia. Edema
pada preeklampsia adalah nonpitting pada jari-jari. Edema tungkai pada
preeklampsia kadang-kadang tidak hilang dengan tirah baring.3-13
2.2

Epidemiologi
Di seluruh dunia WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5%

dengan beberapa variasi di beberapa tempat. Sibai (1997), melakukan penelitian


multisenter di Inggris dan menemukan kejadian preeklampsia sebesar 7,6%.
Marcola (2002), menemukan kejadian preeklampsia di Dublin, Irlandia sebesar
2%. Di Amerika Serikat dilaporkan kejadian preeklampsia sekitar 3-10% dari
seluruh kehamilan. Laporan kejadian preeklampsia di Indonesia juga bervariasi
antara 3,4-8,5%. Sudinaya (2000), di RS Tarakan kejadian preeklampsia sebesar
4,2%, sedangkan di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan preeklampsia
sebesar 3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut. Sedangkan dari
23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-2004)
ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan preeklampsia atau
eklampsia.2,6

2.3

Faktor Predisposisi13
Primigravida.
Hyperplasentosis:
kehamilan ganda, diabetes mellitus, mola hidatidosa, hidrops fetalis,
bayi besar.
Pernah menderita preeklampsi/eklampsi, riwayat keluarga pernah
menderita preeklampsi/eklampsia.
Umur yang ekstrim.
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.

2.4

Patogenesis
Penyebab pasti dari sindroma preeklampsia sampai saat ini belum pasti,

karena itu terminologi diseases of theory masih melekat pada sindroma ini,
sampai saat ini masih banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk
mempelajari patogenesis penyakit ini.2 Manifestasi klinis dari preeklampsia ini
diawali dengan adanya proses patologis yang terjadi di plasenta (placental trigger)
dan endotel sebagai organ yang terlibat baik sebagai objek maupun subjek.
Pengobatan empiris yang ada sekarang ditujukan untuk memperbaiki kerusakan
plasenta dan endotel.
Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat
menerangkan sebagian dari sindroma klinis preeklampsia (hipertensi, proteinuria,
dan edema), sebagai berikut2:
1.

Teori kegagalan invasi trofoblas (kegagalan remodeling arteria spirales)2,9,13


Pada kehamilan, pembentukan plasenta hemokorial dan pemeliharaan
kehamilan tergantung dari proses proliferasi, migrasi, dan invasi trofoblas ke
dalam desidua maternal dan miometrium pada masa kehamilan yang sangat
dini. Proses invasi trofoblas ini menyebabkan transformasi atau perubahan dari
arteria spirales yang mensuplai darah ke ruang intervili. Perubahan yang
dimaksud adalah pelebaran lumen arteria spirales yang disebabkan oleh
digantinya lapisan endotel dan lamina elastik internal oleh trofoblas, sehingga
pembuluh darah membentuk sinusoid-sinusoid, yang bersifat low-pressure
dan high flow system yang memungkinkan suplai darah ke plasenta dan fetus.

Sampai sekarang mekanisme invasi trofoblas pada kehamilan yang normal dan
tidak normal masih kontroversi, disebabkan karena penelitian tentang arteria
spirales, sebagian besar melibatkan analisis imunohistokimia dari biopsi
plasenta, dimana in vitro sangat sulit mencari model yang cocok untuk melihat
secara langsung interaksi seluler pada proses invasi. Pada plasenta,
cytotrofoblast stem cells berdiferensiasi menjadi 2 populasi sel yang berbeda
secara fisik dan fungsi.
Pada trimester pertama, cytotrofoblast stem cells akan membentuk lapisan
sinsitiotrofoblas dan beragregasi membentuk sederetan trofoblas yang invasif,
yang menyusun vili koriales yang disebut anchoring villous trofoblast.
Cytotrofoblast di dalam vili tersebut akan menembus sinsitium pada beberapa
tempat sehingga membentuk suatu kelompok sel berlapis yang disebut
extravillous trofoblast cells. Kelompok sel inilah yang secara fisik
menghubungkan

plasenta

dengan

dinding

uterus

ibu.

Perkembangan

selanjutnya dari sel trofoblas ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur
pertama yaitu sel sel tersebut menginvasi dinding uterus (interstitial invasion)
dan jalur kedua adalah sel sel itu menembus pembuluh darah (endovascular
invasion). Invasi endovaskuler ke areteria spirales ini merupakan bagian yang
sangat penting pada proses ini, dimana peristiwa ini terjadi paling awal pada
umur kehamilan 4-6 minggu, terjadi dalam dua gelombang, gelombang
pertama menembus pembuluh darah di desidua dan yang kedua menembus
pembuluh darah pada tingkat miometrium. Penelitian akhir-akhir ini
membuktikan dari sediaan biopsi plasenta ternyata ditemukan banyak
pembuluh darah miometrial yang mengandung trofoblas pada umur kehamilan
10-12 minggu.
Pada penelitian imunohistokimia dari biopsi plasenta, terbukti bahwa selsel trofoblas itu menembus dinding pembuluh darah dan mengalami migrasi
sepanjang lumen pembuluh darah, berjalan di sepanjang endotelnya dan
menggantikan posisi endotel dan lapisan muskularis dari pembuluh darah itu.
Perubahan fisik arteria spirales seperti itu menyebabkan suatu kondisi sirkulasi
darah yang high flow dan low resistance sehingga aliran darah ke plasenta
menjadi sangat besar. Walaupun peran trofoblas itu sangat besar dalam proses
remodeling arteria spirales, namun peranan sel-sel lain dalam pembuluh darah
5

juga sangat penting, misalnya peran sel endotel, sel molekul perekat (cell
adhesion molecule/CAM), dan enzim-enzim yang menghancurkan matriks
ekstraseluler. Pada preeklampsia, terjadi kegagalan proses invasi, sehingga
plasenta menjadi iskemik akibat kurangnya aliran darah ke plasenta.
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan kegagalan proses invasi
trofoblas. Teori pertama adalah teori tekanan oksigen. Teori ini menjelaskan
bahwa selama trimester pertama awal diferensiasi trofoblas terjadi pada situasi
dimana tekanan oksigen rendah pada trofoblas. Pada sekitar umur kehamilan
10-12 minggu kehamilan, pada saat mana sudah terjadi hubungan antara ruang
intervilus dengan darah ibu, maka tekanan oksigen meningkat. Peningkatan
tekanan oksigen pada saat ini berhubungan dengan saat invasi trofoblas
maksimal ke desidua maternal, yang mana situasi ini memungkinkan sel
trofoblas ekstravilus untuk melakukan remodeling arteria spirales. Pada
keadaan preeklampsia terjadi pengeluaran Hypoxia Induced-Factor 1 (HIF-1)
yang merupakan faktor yang mengaktivasi Transforming Growth Factor - beta
3 (TGF-beta3), yang merupakan inhibitor proliferasi trofoblas. Dengan adanya
peningkatan kedua substansi tersebut akan terjadi kegagalan invasi trofoblas.
Teori kedua yang mencoba menjelaskan kegagalan invasi trofoblas adalah
teori Angiogenesis, teori ini menyatakan bahwa kelangsungan hidup embrio
sangat tergantung dari aliran darah. Ini berarti bahwa harus ada pembuluh
darah sebagai perantara yang menghantarkan darah dari desidua maternal ke
embrio yang sedang berkembang. Dengan demikian diperlukan proses
pembentukan

pembuluh

darah

atau

sistem

vaskuler

yang

disebut

vaskulogenesis dan angiogenesis sebagai jawaban terhadap terhadap kebutuhan


embrio terhadap oksigen dan nutrisi. Vaskulogenesis merupakan suatu proses
pembentukan pembuluh darah baru, yang merupakan hasil dari interaksi
prekursor angioblas dengan berbagai protein, diantaranya adalah Cell Adhesion
Molecules,
Angiogenic

Extracellular
Growth

Matrix

Factors,

Components,
dan

Transcription

reseptor-reseptornya.

Factor,

Sedangkan

Angiogenesis adalah pembentukan cabang-cabang baru dari pembuluh darah


utama, yang terjadi pada proses implantasi dan plasentasi. Ada tiga fase pada
vaskulo-angiogenesis ini, yaitu fase inisiasi, fase proliferasi-invasi, dan fase
maturasi-diferensiasi. Fase inisiasi dimulai minggu ke-3 pasca konsepsi,
6

dimana pada saat ini mulai terbentuk vaskularisasi vili plasenta, pohon vili
yang terbentuk pada saat ini terdiri dari vili primer (solid trofoblastic villi) dan
vili sekunder (jaringan mesenkim yang longgar yang berasal dari extra
embryonic coelomic cavity). Sebelum terbentuknya pembuluh darah yang
pertama, sel-sel Hofbauer menghasilkan angiogenic growth factors, dimana
kehadirannya pada saat yang sangat dini diperlukan untuk inisiasi
vaskulogenesis ini. Beberapa dari angiogenic growth factors itu adalah
vascular endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor
(bFGF) dan placenta growth factor (PlGF). VEGF merupakan suatu protein
penting yang berfungsi sebagai regulator pertumbuhan dan fungsi. Disrupsi
dari gen yangmengkode VEGF telah terbukti menyebabkan gangguan
pembentukan dan perkembangan kardiovaskuler yang menyebabkan kematian
embrio. Ada banyak tipe dari VEGF ini, namun VEGF tipe 165 merupakan
VEGF yang paling kuat dalam perannya sebagai stimulator proliferasi sel
endotel, diferensiasi, invasi trofoblas, dan juga melepaskan mediator yang
bersifat vasorelaksan. Segera setelah terbentuknya pembuluh darah pertama,
fase proliferasi-invasi terjadi dengan terbentuknya cabang cabang pembuluh
darah, branching angiogenesis, yang ditandai dengan peningkatan vaskulatur
vili, peristiwa ini berakhir sampai akhir trimester pertama. Kemudian sejak
umur kehamilan 26 minggu sampai aterm pertumbuhan pembuluh darah vili
memasuki fase maturasi-diferensiasi, pada saat ini percabangan kapiler sudah
tidak ada lagi (non branching angiogenesis), vili berkembang menjadi matang,
yang memungkinkan vili dapat melakukan pertukaran gas.

Saat ini telah

diketahui pula adanya suatu protein anti-angiogenik yang beredar didalam


darah penderita preeklampsia, protein tersebut adalah soluble fms-like tyrosine
kinase (sflt-1). Protein ini bertindak sebagai antagonis faktor angiogenik,
dengan cara mengikat reseptor PLGF dan VEGF, sehingga peran keduanya
dalan proliferasi dan invasi trofoblas menjadi kurang.
2.

Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan kerusakan endotel2,9,13


Seperti yang dijelaskan di atas, pada preeklampsia terjadi kegagalan invasi
trofoblas ke dalam arteria spirales, sehingga

terjadi hipoperfusi plasenta.

Keadaan ini menyebabkan iskemik plasenta, plasenta yang mengalami iskemik


ini akan menghasilkan oksidan yang disebut juga radikal bebas. Radikal bebas
7

atau oksidan ini adalah hasil dari metabolisme oksigen yang mempunyai sifat
reaktif ,sangat labil karena mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan
pada orbit terluarnya sehingga radikal bebas ini akan mencari pasangannya
atau bereaksi dengan molekul lainnya untuk mencari pasangan elektron
sehingga bentuknya menjadi lebih stabil. Radikal bebas yang jumlahnya paling
banyak adalah molekul oksigen dengan 2 elektron yang tidak berpasangan, di
samping bentuk lainnya seperti anion superoksida (O2-) dan radikal hidroksil
(OH-). Asam lemak tak jenuh merupakan pasangan yang paling dicari oleh
radikal bebas ini, dari reaksi itu akan terbentuk peroksida lipid. Pasangan yang
dicari oleh radikal bebas itu akan memberikan elektronnya, akibatnya pasangan
itu pun akan menjadi radikal bebas lagi dan seterusnya sehingga terjadi apa
yang disebut reaksi berantai radikal bebas. Asam lemak tak jenuh terdapat di
membran endotel, sehingga dengan terbentuknya peroksida lipid itu maka
terjadi kehancuran sel endotel dan lebih jauh dapat masuk sampai DNA sel
yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan atau mutasi DNA, sehingga
sel kehilangan fungsi biologik. Yang amat menakutkan akibat kerusakan sel
ialah tidak berfungsinya pompa ion, dengan akibat masuknya Na+ ke dalam sel
yang mempercepat edema dan kematian sel. Hipotesis yang penting pada
patogensesis preeklampsia adalah terdapatnya senyawa yang dihasilkan oleh
jaringan plasenta yang disebut radikal bebas (oksidan) yang masuk ke sirkulasi
ibu dan menyebabkan kerusakan endotel. Perubahan fungsi endotel dianggap
sebagai penyebab utama timbulnya gejala preeklampsia seperti hipertensi,
proteinuria, dan aktivasi sistem koagulasi. Endotel merupakan organ terluas
dalam tubuh manusia, yang terdapat sepanjang dinding sebelah dalam
pembuluh darah. Endotel ini berperan penting untuk mengontrol aliran darah
dan tahanan perifer, melalui mediator mediator kimiawi yang dihasilkan
sebagai akibat rangsangan neuronal, kimiawi, dan fisik, yaitu: NO, PGI 2 , dan
EDHF yang semuanya bersifat vasodilator. Selain itu endotel juga berperan
dalam proses trombosis dan hemostasis, dengan demikian peran endotel bukan
saja sebagai barier mekanik antara plasma intravaskuler dengan cairan
ekstravaskuler, tetapi mempunyai fungsi yang kompleks mengontrol diameter
pembuluh darah, aliran darah serta mekanisme pembekuan darah. Karena
perannya itulah sel endotel harus mampu merespon situasi stress fisik (tekanan
8

oksigen) yang buruk atau situasi patologik yang buruk, seperti iskemik dan
hipoksia. Pada preeklampsia dimana terjadi kerusakan endotel maka fungsi
endotel sebagai barier mekanik hilang sehingga terjadi:
kebocoran endotel akibat peningkatan permeabilitas kapiler yang berakibat
ekstravasasi cairan intra ke ekstravaskuler,
fungsi endotel untuk memproduksi PGI2 dan NO juga menurun sehingga
terjadi vasokonstriksi dengan akibat peningkatan tekanan darah.
Perubahan khas pada endotel kapiler glomerulus.
Meningkatan produksi vasopressor
Agregasi trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Rangsangan faktor koagulasi.
3.

Teori maladaptasi imunologik2,9,13


Adanya faktor imunologik yang berperan dalam munculnya sindroma klinis
preeklampsia telah terbukti dengan adanya fakta bahwa primigravida
mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan multigravida, dari
kenyataan ini muncul anggapan bahwa preeklampsia adalah the disease of
first pregnancy, namun fakta itu menjadi hilang apabila seorang ibu multipara
menikah lagi, maka ia akan mempunyai risiko menderita preeklampsia yang
lebih besar dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap. Fenomena ini
kemudian melahirkan teori the disease of first paternity. Hasil konsepsi
berasal dari 2 komponen, dari ayah dan ibu. Dengan demikian seharusnya hasil
konsepsi ditolak oleh ibu, namun pada kehamilan normal terjadi adapatasi,
dimana human leucocyte antigenG berperan dalam modulasi respon imun,
dengan adanya HLA ini maka trofoblas tidak dapat dikenali oleh mekanisme
imun ibu, sehingga kehamilan dapat berlangsung dengan baik, tidak demikian
halnya dengan preeklampsia dimana telah dibuktikan bahwa HLA jumlahnya
menurun atau terdapat HLA dalam bentuk lain, sehingga terjadi penolakan
sebagian dari ibu terhadap komponen plasenta. Pendapat lain mengatakan
bahwa seorang ibu hamil ada dalam keadaan imunokompeten, dan plasenta
merupakan barier sehingga fetus terselamatkan dari reaksi imunologik
maternal, namun pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena sesungguhnya
komponen penting dan pertama kali muncul adalah trofoblas, sehingga fokus

penolakan terhadap konseptus sebagai benda asing sebenarnya adalah


penolakan terhadap trofoblasnya.
Teori maladaptasi imun ini juga berlaku apabila ibu berganti suami, dimana
kemungkinan menderita preeklampsia pada ibu tersebut akan meningkat.
Diduga bahwa paparan spermatozoa memberikan efek protektif untuk
preeklampsia, dalam arti makin lama seseorang mendapatkan paparan
spermatozoa maka kemungkinan terjadinya preeklampsia akan semakin
menurun.
Mekanisme yang pasti belum jelas namun diduga bahwa deposisi cairan
semen di traktus genitalia wanita dapat merangsang respon inflamasi, dimana
terjadi peningkatan TGFB1, kemudian merangsang pelepasan GM-CSF, dan
menghambat respon Th1 dan merangsang aktifitas Th2, sehingga aktifitas
sitokin proinflamasi menjadi berkurang. Demikian juga paparan spermatozoa
itu dapat merangsang makrofag desidual, yang dapat menghambat aktifitas NK
cell melalui pelepasan TGFB, IL-10, dan PGE 2. Seperti diketahui bahwa pada
preeklampsia terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF alfa, Il-6,
dan Il-8.
4.

Teori defisiensi mikronutrien2,13


Banyak

penelitian

yang

telah

membuktikan

bahwa

preeklampsia

berhubungan dengan adanya defisiensi beberapa mikronutrien, misalnya


kekurangan asam folat, vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh.
Defisiensi asam folat dapat menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis
melalui kondisi hiperhomosisteinemia.
Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga
membentuk disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama
proses ini akan terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion
superoksid dan peroksida hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu
bersifat toksis terhadap endotel.
Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung
dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif
pada preeklampsia. Pada preeklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan
E, sehingga terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan.

10

Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis preeklampsia,


pada keaadaan defisiensi kalsium kejadian preeklampsia meningkat. Keaadaan
itu disebabkan karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah dan menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi
reaksi berantai radikal bebas akibat iskemik plasenta.
Konsumsi minyak hati halibut dapat mengurangi resiko preeklampsia.
Minyak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
aktivasi trombosit, produksi tromboxan, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.
Teori Defisiensi Genetik13

5.

Ada faktor keturunan dan familial model gen single. Genotip ibu lebih
menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding genotip janin.
Teori adaptasi kardiovaskular. 13

6.

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahanbahan


vasopressor akibat dilindungi oleh prostaglandin (prostasiklin) pada sel endotel
pembuluh darah. Pada HDK terjadi imbalance antara bahan vasodilator dan
bahan vasokonstriktor, yaitu prostaglandin (prostasiklin) menurun, tromboksan
meningkat. Oksida nitrit menurun, dan X endotelin, suatu vasokonstriktor kuat
meningkat.
Teori inflamasi13

7.

Redman-1999, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia


disebabkan kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada
kehamilan, yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini
disebabkan oleh aktivitas lekosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu.
2.5

Diagnosis
Dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas

20 minggu, sudah dapat untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Namun untuk


lebih memudahkan, maka preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu preeklampsia
ringan dan preeklampsia berat, dimana hal ini sangat berguna dalam hal melakukan
penanganan.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan jika terdapat gejala sebagai
berikut.
11

1. Hipertensi
a. Tekanan darah 140/90 mmHg dan kurang dari 160/110 mmHg
b. Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg
c. Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg
2. Proteinuria 0,3 g/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai +2
Preeklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di
bawah ini:
1.

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani
tirah baring

2.

Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +4

3.

Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah

4.

Adanya keluhan subjektif


a.

Gangguan visus: mata berkunang-kunang

b.

Gangguan serebral: kepala pusing

c.

Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen

d.

Hiperrefleks

5.

Adanya sindroma HELLP

6.

Sianosis

7.

PJT

2.6

Penatalaksanaan Preeklampsia

2.6.1

Penatalaksanaan Preeklampsia Ringan3,4,5

1. Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)


a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
b. Diet biasa
c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2 minggu
d. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, urin lengkap,
fungsi ginjal, gula darah acak.
e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu
f. Jika terdapat peningkatan proteinuria dirawat sebagai preeklampsia berat
2. Rawat inap
a. Kriteria untuk rawat inap

Hasil fetal assessment meragukan atau jelek sehingga dalam hal ini
harus dilakukan terminasi

12

Kecenderungan menuju preeklampsia berat

Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu)

b. Evaluasi atau pengobatan selama rawat tinggal

Tirah baring total

Pemeriksaan

laboratorium:

darah

lengkap,

homosistein,

fungsi

hati/ginjal, urin lengkap

Dilakukan fetal assessment

Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis

3. Evaluasi hasil pengobatan


Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal
assessment. Bila didapatkan hasil:
a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan
b. Ragu-ragu, dilakukan evalasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari
kemudian
c. Baik

Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari

Bila preterm penderita dipulangkan

Bila aterm dengan PS baik (lebih dari 5), dilakukan terminasi dengan
drip oksitosin

d. Bila didapatkan keluhan subjektif seperti di bawah ini, dirawat sebagai


preeklampsia berat

Nyeri ulu hati

Mata berkunang-kunang

Iritabel

Sakit kepala

e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 mg) langsung dilakukan


terminasi kehamilan
2.6.2 Penatalaksaaan Preeklampsia Berat3,4,5
1. Perawatan konservatif
a. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan
subjektif dengan keadaan janin baik.
13

b. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)


1) Tirah baring
2) Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam
3) Pemberian MgSO4

Dosis awal MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan MgSO 4 40%


5 gr (im) tiap 6 jam sampai dengan 24 jam

Dosis pemeliharaan: MgSO4 40% 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam

Ingat, harus selalu tersedia Ca glukonas 10% sebagai antidotum

4) Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah:

Bila sistolik 180 mmHg atau diastolik 110 mmHg, digunakan


injeksi 1 ampul clonidine yang dilarutkan dengan 10 cc larutan.
Mula-mula disuntikan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit
kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka
diberikan lagi 5 cc intravena dalam 5 menit sampai tekanan
diastolik normal, dilanjutkan dengan nifedipin 3 x 10 mg

Bila tekanan darah sistolik < 180 mmHg dan diastolik < 110
mmHg, antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin 3 x 10 mg

5) Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal),


dan jumlah produksi urine 24 jam
6) Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung,
dan yang lain sesuai dengan indikasi
c. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24
jam di ruang bersalin)
1) Tirah baring
2) Medikamentosa
3) Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi,
homosistein, fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24
jam, penimbangan berat badan setiap hari dan indeks gestosis
4) Diet biasa
5) Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)
d. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
1) Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)
2) Kenaikan progresif dari tekanan darah
3) Adanya sindroma HELLP
4) Adanya kelainan fungsi ginjal
5) Penilaian kesejahteraan janin jelek

14

e. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan


tanda-tanda

preeklampsia

ringan,

perawatan

dilanjutkan

sekurang-

kurangnya selama 3 hari lagi


f. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan
dengan terminasi
2. Perawatan aktif
a. Indikasi:
1) Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
2) Adanya keluhan subjektif
3) Adanya sindroma HELLP
4) Kehamilan aterm (sama dengan atau lebih dari 37 mg)
5) Apabila perawatan konservatif gagal
6) Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin tekanan
darah tetap 160/110 mmHg
b. Pengobatan medisinal
1) Segera rawat inap
2) Tirah baring miring ke satu sisi
3) Infus ringer laktat yang mengandung dekstrose 5%, 60-125 cc/jam
4) Pemberian anti kejang MgSO4, dosis awal MgSO4 20%, 4 gr (iv) dan
MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan MgSO 4
40% 5 g (im) setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan
5) Pemberian anti hipertensi berupa clonidine (iv) dilanjutkan dengan
nifedipin 3 x 10 mg atau metildopa 3 x 250 mg, dapat dipertimbangkan
bila:

Sistolik 180 mmHg

Diastolik 110 mmHg

c. Pengobatan obstetrik
1) Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif setiap penderita dilakukan
pemeriksaan kesejahteraan janin
2) Tindakan sektio sesaria dilakukan bila:

Hasil kesejahteraan janin jelek

Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)

Kegagalan drip oksitosin

3) Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan dengan NST baik dan PS baik
4) Pada preeklampsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam

15

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1

Identitas Pasien
Nama

: Yuningsih

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur

: 38 tahun

Status Nikah : Menikah


Agama

: Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

3.2

Pendidikan

: Tamat SD

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Banjar Bebalang, Bangli

MRS

: 29 Mei 2015 pk. 21.00 Wita

Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien adalah rujukan dari dokter umum dengan diagnosis G2P1001 umur
kehamilan 28-30 minggu, bayi tunggal hidup, dengan tekanan darah tinggi
160/100 mmHg.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan tekanan darah tinggi ketika memeriksakan
diri ke dokter umum. Tekanan darah diketahui meningkat sejak tanggal 24
Mei 2015. Dikatakan sebelumnya ketika pasien memeriksakan diri sebelum
dan selama hamil ini tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi. Pasien
menyangkal mengeluhkan sakit kepala, gangguan pada penglihatan, dan
nyeri pada ulu hati. Pasien juga mengeluhkan rasa tegang pada perut yang
lemah dan bersifat hilang timbul. Pasien menyangkal keluar air dan darah
pervaginam. Gerakan janin aktif dirasakan oleh pasien. Sebelum hamil,
dikatakan berat badan pasien 80 kg, dan selama hamil berat badan pasien
naik menjadi 90 kg. tinggi badan pasien 155 cm.

16

Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia sekitar 14 tahun. Pasien mengatakan siklus
menstruasinya tidak teratur, namun dikatakan siklus menstruasi sekitar 23
hari. Lama menstruasi sampai bersih dikatakan sekitar 7 hari. Volume darah
setiap menstruasi tidak diketahui oleh pasien, namun pada hari pertama
sampai ketiga menstruasi dikatakan pasien berganti pembalut sebanyak tiga
sampai empat kali. Selama menstruasi pasien tidak pernah mengalami
keluhan.
Riwayat Perkawinan
Status perkawinan pasien saat ini menikah. Suami saat ini adalah suami
pertama pasien, pasien juga merupakan istri pertama dari suaminya. Pasien
menikah pada tahun 2006. Usia pasien saat menikah adalah 28 tahun.
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu
No

Tanggal
Partus

Umur

Jenis

kehamilan

partus

Penolong

Anak
Jenis

Keadaan
BBL

Kelamin
1

2007

aterm

SC

dokter

Laki-laki

4000
gr

Komplikasi

ASI

anak
sekarang
Hidup

eksklusif
Hipertensi

Ya

dalam
kehamilan

Kehamilan
ini

Riwayat Kontrasepsi
Setelah melahirkan anak pertama, pasien menggunakan kontrasepsi IUD
Copper T selama 8 tahun.
Riwayat Hamil Ini
Pasien mengatakan dirinya lupa secara pasti kapan hari pertama haid
terakhirnya, namun dikatakan sekitar tanggal 21 Oktober 2014. Selama
kehamilan ini, pasien melakukan ANC (antenatal care) di dokter umum
sebanyak 5 kali dan dokter kandungan sebanyak 2 kali. Dikatakan selama
ANC pasien mendapatkan imunisasi tetanus toksoid dan tablet besi. Selama
kehamilan ini pasien tidak ada keluhan.
Berdasarkan catatan pengukuran tekanan darah pasien selama ANC,
tekanan darah pasien 110/70 mmHg pada bulan Januari, Maret, dan April

17

2015. Pengukuran tekanan darah pada tanggal 24 dan 29 Mei 2015 masingmasing adalah 150/100 mmHg dan 160/110 mmHg.
Riwayat Penyakit Lalu/Operasi/Pengobatan
Pasien menyangkal pernah mengalami sakit sebelumnya. Riwayat operasi
seksio caesarean saat melahirkan anak yang pertama pada tahun 2007.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan,
makanan, debu, atau yang lainnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dikatakan ayah dan ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
sebelumnya. Riwayat tekanan darah tinggi pada ayah dan ibu pasien
disangkal.
Riwayat Penyakit Ginekologi
Pasien menyangkal mempunyai riwayat penyakit kandungan sebelumnya.
3.3

Pemeriksaan Fisik
Status Present
TD

: 170/100 mmHg

RR

: 20 kali/mnt

: 88 kali/menit

TB

:155 cm

Tax

: 36,50 C

BB

: 90 kg

Status General
Keadaan umum

: Baik

Mata

: Anemis(-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+)


isokor

Thorax

: Simetris dalam statis dan dinamis


Jantung

: S1 S2 normal, reguler. Murmur (-)

Paru

: Vesikuler pada kedua lapang paru. Tidak


ada wheezing dan ronchi.

Abdomen

: Distensi (+), Bising usus (+) normal

Ekstremitas

+|+

: Edema , refleks patella +/+

18

Status Obstetri
Abdomen

: Luka bekas operasi (+) vertikal


Striae gravidarum (+)
Tinggi fundus 29 cm
Presentasi kepala
Kontraksi uterus (-)
Denyut jantung janin (+) 168-170 kali/menit
Gerakan janin (+)

Anogenital

: Pengeluaran Pervaginam (-)


Perineum tenang
Vaginal Toucher

: Dilatasi Serviks (-)


Effacement 0%
Blood Slym (-)

3.4

Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Parameter
WBC
NEU
LYM
MONO
EOS
BASO
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
MPV
ALT/SGPT
AST/SGOT
Urea
Creatinine
Warna
BD

Hasil

Nilai Normal
Satuan
Hematologi
12.29
5.00-10.00
10.32
2.00-7.50
1.63
1.30-4.00
0.23
0.15-0.70
0.09
0.00-0.50
0.01
0.00-0.15
4.66
4.00-5.00
12.9
12.0-16.0
38.2
36.0-48.0
82.0
76.0-96.0
27.7
27.0-32.0
33.8
31.0-38.0
256
150-400
5.8
8.0-15.0
KIMIA DARAH
23
0-40
22
0-40
40.51
10-50
1.50
0.5-1.1
URINALYSIS (29 Mei 2015)
Kuning
1010

Remarks
Tinggi
Tinggi

Tinggi

19

pH
Leukosit
Nitrit
Protein
Reduksi
Keton
Urobilinoge

6
(-)
(-)
(+2)
(-)
(-)
(-)

n
Bilirubin
Darah
Sedimen

(-)
(-)

Eritrosit

1-2

Leukosit

2-3

Kristal

1-3

Silinder

(-)

Ragi

(-)

Bakteri

(+)

BT
CT

23
830

FAAL KOAGULASI
1-4
Menit
3-15
Menit

b. USG
1) 7 Januari 2015

CRL: 6,2 cm.


Usia kehamilan: 12 minggu 4 hari

20

Tafsiran persalinan: 18 Juli 2015


2) 29 April 2015

Tafsiran berat janin: 1268 gram


3.5

Diagnosis
G2P1001 umur kehamilan 32-33 minggu, janin tunggal hidup, presentasi
kepala

3.6

Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

Penatalaksanaan
MRS

MgSO4 40%
o Loading dose (dosis awal): 4 gram MgSO4 40 %. Diberikan secara
intravena secara perlahan selama 15 menit.
o Maintenance dose: 6 gram MgSO440 % drip dalam IVFD D 5 %

dengan kecepatan 20 tetes/menit.


Nifedipine 2 x 20 mg
Kebutuhan cairan: berat badan 90 kg ~ kebutuhan cairan 2880 ml/24

jam
o Mampu minum: 1500 ml
o IVFD ringer lactate: 1380 ml ~ 20 tetes/menit
Pemasangan folley catether

Monitoring

Tanda-tanda vital
Tanda-tanda impending eclampsia
21

3.7

Refleks patella
Keluhan pasien
Cairan masuk dan cairan keluar

Perjalanan Penyakit
Follow up ruangan
30Mei 2015: pukul 05.00 wita
S

: Tidak ada keluhan. Sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri


ulu hati tidak ada.

: Status Present
TD: 130/80 mmHg N: 84 x/mnt

R: 20 x/mnt

Tax: 36,00 C

Status General
Keadaan umum

: Baik

Mata

: Anemis(-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+)


isokor

Thorax

: Simetris dalam statis dan dinamis

Jantung

: S1 S2 normal, reguler. Murmur (-)

Paru

: Vesikuler pada kedua lapang paru. Tidak


ada wheezing dan ronchi.

Abdomen

: Distensi (+), bising usus (+) normal

Ekstremitas

+|+

: Edema , refleks patella +/+

Status Obstetri
Abdomen

: Luka bekas operasi (+) vertikal


Striae gravidarum (+)
Tinggi fundus 29 cm
Presentasi kepala
Kontraksi uterus (-)
Denyut jantung janin (+) 150 kali/menit
Gerakan janin (+)

Anogenital

: Pengeluaran Pervaginam (-)


Perineum tenang

22

Terpasang folley catheter


A

: G2P1001 umur kehamilan 32-33 minggu,janin tunggal hidup,


presentasi kepala

Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

: MRS

MgSO4 40%
o Maintenance dose: 6 gram MgSO4 40% drip dalam IVFD
D 5% dengan kecepatan 20 tetes/menit.
Nifedipine 2 x 20 mg
Dexamethasone 1 x 12.5 mg i.m.
Kebutuhan cairan: berat badan 90 kg ~ kebutuhan cairan 2880
ml/24 jam
o Mampu minum: 1500 ml
o IVFD ringer lactate: 1380 ml ~ 20 tetes/menit

Monitoring

Tanda-tanda vital
Tanda-tanda impending eclampsia
Refleks patella
Keluhan pasien
Cairan masuk dan cairan keluar

30Mei 2015: pukul 14.30 wita


S

: Pasien mengeluh nyeri ringan hilang timbul pada perut bawah.


Sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri ulu hati tidak ada.

: Status Present
TD: 120/90 mmHg N: 88 x/mnt

R: 22 x/mnt

Tax: 36,50 C

Status General
Keadaan umum

: Baik

Mata

: Anemis(-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+)


isokor

Thorax

: Simetris dalam statis dan dinamis

Jantung

: S1 S2 normal, reguler. Murmur (-)

Paru

: Vesikuler pada kedua lapang paru. Tidak


ada wheezing dan ronchi.

Abdomen

: Distensi (+), bising usus (+) normal


23

Ekstremitas

+|+

: Edema , refleks patella +/+

Status Obstetri
Abdomen

: Luka bekas operasi (+) vertikal


Striae gravidarum (+)
Tinggi fundus 29 cm
Presentasi kepala
Kontraksi uterus (-)
Denyut jantung janin (+) 150 kali/menit
Gerakan janin (+)

Anogenital

: Pengeluaran Pervaginam (-)


Perineum tenang
Terpasang folley catheter

: G2P1001 umur kehamilan 32-33 minggu,janin tunggal hidup,


presentasi kepala

Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

: MRS

MgSO4 40%
o Maintenance dose: 6 gram MgSO4 40% drip dalam IVFD
D 5% dengan kecepatan 20 tetes/menit.
Kebutuhan cairan: berat badan 90 kg ~ kebutuhan cairan 2880
ml/24 jam
o Mampu minum: 1500 ml
o IVFD ringer lactate: 1380 ml ~ 20 tetes/menit

Monitoring

Tanda-tanda vital
Tanda-tanda impending eclampsia
Refleks patella
Keluhan pasien
Cairan masuk dan cairan keluar

31Mei 2015

24

: Pasien mengeluh nyeri pada suprasimfisis. Sakit kepala, gangguan


penglihatan, dan nyeri ulu hati tidak ada.

: Status Present
TD: 120/90 mmHg N: 88 x/mnt

R: 22 x/mnt

Tax: 36,50 C

Status General
Keadaan umum

: Baik

Mata

: Anemis(-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+)


isokor

Thorax

: Simetris dalam statis dan dinamis

Jantung

: S1 S2 normal, reguler. Murmur (-)

Paru

: Vesikuler pada kedua lapang paru. Tidak


ada wheezing dan ronchi.

Abdomen

: Distensi (+), bising usus (+) normal

Ekstremitas

+|+

: Edema , refleks patella +/+

Status Obstetri
Abdomen

: Luka bekas operasi (+) vertikal


Striae gravidarum (+)
Tinggi fundus 29 cm
Presentasi kepala
Kontraksi uterus (-)
Denyut jantung janin (+) 150 kali/menit
Gerakan janin (+)

Anogenital

: Pengeluaran Pervaginam (-)


Perineum tenang
Terpasang folley catheter ~ urin berwarna
merah

: G2P1001 umur kehamilan 32-33 minggu,janin tunggal hidup,


presentasi kepala

Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

: MRS

MgSO4 40%
25

o Loading dose (dosis awal): 4 gram MgSO 4 40 %.


Diberikan secara intravena secara perlahan selama 15
menit.
o Maintenance dose: 6 gram MgSO4 40% drip dalam IVFD

D 5% dengan kecepatan 20 tetes/menit.


Kebutuhan cairan: berat badan 90 kg ~ kebutuhan cairan 2880
ml/24 jam
o Mampu minum: 1500 ml
o IVFD ringer lactate: 1380 ml ~ 20 tetes/menit

Monitoring

Tanda-tanda vital
Tanda-tanda impending eclampsia
Refleks patella
Keluhan pasien
Cairan masuk dan cairan keluar

1Juni 2015
S

: Pasien mengeluh nyeri suprasimfisis. Sakit kepala, gangguan


penglihatan, dan nyeri ulu hati tidak ada.

: Status Present
TD: 130/80 mmHg N: 84 x/mnt

R: 18 x/mnt

Tax: 36,50 C

Status General
Keadaan umum

: Baik

Mata

: Anemis(-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+)


isokor

Thorax

: Simetris dalam statis dan dinamis

Jantung

: S1 S2 normal, reguler. Murmur (-)

Paru

: Vesikuler pada kedua lapang paru. Tidak


ada wheezing dan ronchi.

Abdomen

: Distensi (+), bising usus (+) normal

Ekstremitas

+|+

: Edema , refleks patella +/+

Status Obstetri
Abdomen

: Luka bekas operasi (+) vertikal

26

Striae gravidarum (+)


Tinggi fundus 29 cm
Presentasi kepala
Kontraksi uterus (-)
Denyut jantung janin (+) 150 kali/menit
Gerakan janin (+)
Anogenital

: Pengeluaran Pervaginam (-)


Perineum tenang
Terpasang folley catheter ~ urin berwarna
merah

: G2P1001 umur kehamilan 32-33 minggu,janin tunggal hidup,


presentasi kepala

Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

: Pasien diperbolehkan pulang


Nifedipine 3 x 10 mg

27

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Penegakan Diagnosis Preeklampsia


Pada kasus ini, terlihat bahwa pasien memiliki kesadaran akan pentingnya

antenatal care, sehingga pasien melakukan ANC dengan teratur di dokter umum
sebanyak 5 kali dan dokter spesialis kebidanan dan kandungan sebanyak 2 kali.
Pada 3 kali pemeriksaan pertama pasien di dokter umum, tekanan darah pasien
terukur masing-masing pada tanggal 11 Januari 110/70 mmHg, sedangkan pada 2
pemeriksaan terakhir pada tanggal 24 dan 29 Mei 2009 masing-masing adalah
170/100 mmHg dan 160/110 mmHg. Selama kunjungan ANC tersebut, pasien
tidak pernah mengeluhkan keluhan apa-apa. Pasien dirujuk oleh dokter umum pada
tanggal 29 Mei 2015 dengan tujuan untuk memastikan diagnosis dan penanganan
lebih lanjut terhadap hipertensi dalam kehamilan yang dialami oleh pasien. Di
RSUD Bangli, pasien diperiksa tekanan darahnya dan dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk mendeteksi adanya proteinuria. Hasil pemeriksaan tekanan darah
pasien saat dating ke RSUD Bangli adalah 170/110 mmHg, dengan pemeriksaan
proteinuria +2. Berdasarkan anamnesis, pasien menyangkal adanya sakit kepala
yang persisten, gangguan penglihatan, dan nyeri ulu hati yang persisten yang
merupakan sindrom preeklampsia. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan fungsi
hati dan fungsi ginjal berupa kadar ALT, AST, urea, dan kreatinin. Hasil
pemeriksaan ALT, AST, dan urea menunjukkan nilai normal dengan hasil masingmasing 23 U/L, 22 U/L, dan 40.51 mg/dL. Hasil pengukuran kreatinin adalah 1.5
mg/dL, dimana nilai kreatinin ini meningkat sedikit dari nilai rentang normalnya
0.5-1.1 mg/dL.
Usia kehamilan pada pasien ini terhitung tanggal 29 Mei 2015 dapat
dihitung berdasarkan tinggi fundus dan hasil USG pada trimester pertama.
Penentuan usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir tidak dapat
dilakukan karena pasien ini tidak memenuhi kriteria yaitu pasien harus yakin betul
tanggal hari pertama haid terakhir, siklus menstruasi adalah 28 hari dan teratur, dan
tidak meminum pil KB antihamil setidaknya 3 bulan terakhir. Pasien ini tidak
yakin betul akan tanggal hari pertama haid terakhir, siklus menstruasi pasien juga
28

dikatakan tidak teratur dan tidak tepat 28 hari. Tinggi fundus pasien pada tanggal
29 Mei 2015 adalah 29 cm. Hasil USG pertama pada tanggal 7 Januari 2015
menunjukkan saat itu usia kehamilan pasien 12 minggu 4 hari, dan jika dihitung
per tanggal 29 Mei 2015 maka usia kehamilan pasien adalah 32 minggu 6 hari. Jika
hari pertama haid terakhir pasien juga dihitung untuk menentukan usia kehamilan,
maka per tanggal 29 Mei 2015 usia kehamilan pasien adalah 31 minggu 3 hari.
Dengan hasil estimasi usia kehamilan tersebut, maka pasien pertama kali
mengalami hipertensi dalam kehamilan pada usia lebih dari 20 minggu.
Berdasarkan kriteria diagnosis hipertensi kehamilan oleh The National
High Blood Pressure Education Program Working Group Report on High Blood
Pressure in Pregnancy, pasien ini sudah memenuhi kriteria minimum untuk
ditegakannya diagnosis preeklampsia yaitu tekanan darah 140/90 mmHg (pada
pasien ditemukan 170/100 mmHg) setelah usia kehamilan 20 minggu (pada pasien,
berdasarkan USG pertama kali, usia kehamilan saat pertama kali mengalami
hipertensi adalah 32 minggu), dan proteinuria 1+ dipstick (pada pasien
ditemukan proteinuria 2+). Dengan nilai tekanan darah 160/110 mmHg dan
proteinuria 2, maka kepastian preeklampsia meningkat. Indikator keparahan
preeklampsia dapat dibagi menjadi berat (severe) dan tidak berat (non severe),
berdasarkan beberapa kriteria, salah satunya adalah tekanan sistolik 160 mmHg,
dimana pada pasien ini ditemukan tekanan sistolik 170 mmHg. Maka, berdasarkan
kriteria diagnosis dari The National High Blood Pressure Education Program
Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy, pasien ini menderita
preeklampsia berat.
Ini adalah kehamilan kedua pasien, dimana anak pertama pasien lahir
cukup bulan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pada pasien ini maka pasien ini dapat didiagnosis dengan G 2P1001usia
kehamilan 32-33 minggu, janin tunggal hidup, dengan komplikasi preeklampsia
berat.
4.2

Penatalaksanaan Preeklampsia Berat


Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit

preeklampsia adalah (1) mencegah kejang (2) mencegah gangguan fungsi organ
vital (3) terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan
29

janinnya, (4) lahirnya bayi sehat yang kemudian dapat berkembang, serta (5)
pemulihan sempurna kesehatan ibu.
Perawatan pada preeklampsia berat dibagi atas dua unsur, yaitu:
1.

Sikap terhadap penyakitnya: pemberian obat-obatan dan


terapi medisinalis
Pasien segera masuk ke rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah
baring ke satu sisi (sisi kiri).

Pengelolaan Cairan
Pada pasien dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.
Pada pasien dicatat pula masukan cairan secara oral maupun infus.
Obat anti kejang: MgSO4
MgSO4 dipilih karena berdasarkan penelitian, MgSO4 lebih efektif
dibandingkan obat anti kejang lain dalam mencegah terjadinya eklampsia
pada ibu hamil dengan preeklampsia. Pasien telah memenuhi syarat-syarat
pemberian MgSO4 dimana tersedia antidote MgSO4 yaitu kalsium glukonas
10 %, reflex patella (+), dan frekuensi nafas > 16 kali/menit dimana tidak
ditemukan tanda distress nafas.
o Loading dose (dosis awal): 4 gram MgSO4 40 %. Diberikan secara
intravena secara perlahan selama 15 menit.
o Maintenance dose: 6 gram MgSO440 % drip dalam IVFD D 5 %

dengan kecepatan 20 tetes/menit.


Obat anti hipertensi: nifedipine
Berdasarkan Belfort, cut off untuk pemberian anti hipertensi pada pasien
dengan preeklampsia berat adalah jika nilai tekanan darah 160/110
mmHg atau MAP 126 mmHg. Pada pasien ini, tekanan darah adalah
170/100 mmHg, dengan MAP 146,6. Berdasarkan cut off point ini, maka
pasien diberikan obat anti hipertensi. Tekanan darah diturunkan mencapai <
160/105 mmHg atau MAP < 125 mmHg. Pasien ini diberikan nifedipine
karena nifedipine merupakan anti hipertensi lini pertama

untuk

preeklampsia. Dosis yang diberikan adalah 10-20 mg per oral, diulangi


setelah 30 menit, dengan dosis maksimal 120 mg dalam 24 jam.

Glukokortikoid: dexamethasone
Glukokortikoid dapat diberikan pada usia kehamilan 32-34 minggu untuk
pematangan paru janin, dengan dosis 1 x 12,5 mg intramuscular.
30

2. Sikap terhadap kehamilannya:


Indikasi perawatan konseravatif adalah bila kehamilan preterm 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik.
Pada pasien ini, usia kehamilan adalah 32-33 minggu, tidak ditemukan tandatanda impending eklampsia, dan keadaan janin baik dimana denyut jantung
janin berada pada rentang norma dan gerakan bayi secara aktif dirasakan oleh
ibu, sehingga pasien dirawat secara konservatif, dimana sikap terhadap
kehamilannya hanya dilakukan observasi dan evaluasi.
Pada perawatan konservatif ini, MgSO 4 dihentikan bila pasien sudah
menunjukkan tanda-tanda preeklampsia ringan, yang selambat-lambatnya
dicapai dalam waktu 24 jam. Pada pasien ini, sejak tanggal 30 Mei 2015 yaitu
belum sampai 24 jam setelah diberikan MgSO 4 dosis awal, tekanan darah
pasien terukur 130/80 mmHg dimana nilai ini adalah nilai tekanan darah untuk
preeklampsia

ringan.

Pengukuran

proteinuria

pada

tanggal

31

Mei

menunjukkan nilai +3. Pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 1 Juni 2015.

31

BAB V
RINGKASAN

Nama

: Yuningsih

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur

: 38 tahun

Status Nikah : Menikah


Agama

: Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan

: Tamat SD

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Banjar Bebalang, Bangli

MRS

: 29 Mei 2015/ pk. 21.00 Wita


Telah diuraikan kasus seorang wanita, 38 tahun, Islam, Jawa

dengan

G2P1001, 32-33 minggu, janin tunggal hidup, dengan preeklampsia berat. Penegakan
diagnosis preeklampsia pada kasus ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang berdasarkan kriteria The National High Blood
Pressure Education Program Working Group Report on High Blood Pressure in
Pregnancy. Tekanan darah pada saat pemeriksaan didapatkan 170/100 mmHg,
Laboratorium tanggal 29 Mei 2015 didapatkan hasil proteinuri +2 dan kreatinin
serum 1.5 mg/dL.Tidak ada keluhan subyektif berupa sakit kepala yang persisten,
gangguan penglihatan, dan nyeri ulu hati yang persisten.
Faktor predisposisi terjadinya preeklampsia pada pasien ini kemungkinan
adalah oleh karena faktor umur ibu yang telah 35 tahun. Usia kehamilan pada
pasien ini masih preterm (32-33 minggu), tanpa tanda-tanda impending eklampsia
dengan keadaan janin baik. Hal-hal tersebut mengindikasikan pasien untuk
dilakukan perawatan konservatif dengan perawatan di rumah sakit dengan tirah
barin miring ke sisi kiri. Pemberian antikejang MgSO4, pemberian antihipertensi
nifedipine, pemberian pematangan paru janin dexamethasone, sambil menunggu
usia kehamilan mencapai aterm. Tekanan darah pasien turun menjadi 130/80

32

mmHg dan tidak ditemukan tanda-tanda impending eklampsia. Pasien kemudian


dipulangkan pada tanggal 1 Juni 2015.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, FG. Et al. Obstetri Williams Volume 1. Edisi 21. Jakarta : EGC.
2004
2. Jayakusuma,

AAN.

Manajemen

Resiko

pada

Preeklampsia

(Upaya

Menurunkan Kejadian Preeklampsia dengan Pendekatan Berbasis Resiko).


Denpasar: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS. Sanglah. 2004
3. Angsar, MD. Hipertensi Dalam Kehamilan. Edisi II. Lab/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unair. Surabaya. 2003. pp.28-32
4. Himpunan Kedokteran Feto-Maternal POGI. Edisi II. Pedoman Pengelolaan
Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. 2005
5. Anonim. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi K Unud/RS Sanglah. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. pp.13-15
6. Surya, IGP. Profil Penderita Preeklamsia dan Eklamsia. Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi FK Unud. Denpasar. 2004
7. Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2005. pp.281-301
8. Josoprawiro, M. Hipertensi pada Kehamilan. Cakul Obgyn Plus. FK UI. 2005
9. Lam, Chun, et al. (2005), Circulating Angiogenic Factors in the Pathogenesis
and Prediction of Precelampsia, Hypertension-Journal of the American Heart
Association, Available :http://www.hyper.ahajournals.org (Accessed : 2007,
February 23).
10. Stepan, Holger, et al. (2006), New Insights into Biology of Preeclampsia,
Biology of Reproduction,Available :http://www.biolreprod.org (Accessed :
2007, February 23).
11. Preeclampsia,
(2007),Wikipedia.org,Available:http://www.wikipedia.org/wiki/pre-eclampsia
(Accessed : 2007, February 23).
12. Brooks, MB. (2006), Pregnancy, Preeclampsia, E-medicine from WebMD,
Available :http://www.webmd.com (Accessed : 2007, February 23).
13. Dikman A, Muh, Hipertensi Dalam Kehamilan II
34

You might also like