You are on page 1of 11

PROTAP DAN SOP PELAYANAN RESUSITASI

I.

PENGERTIAN
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung.

II.

UNIT KERJA
Unit Gawat Darurat / UGD Puskesmas.

III.

TUJUAN - Mencegah berhentinya respirasi dan sirkulasi B. - Memberikan bantuan eksternal


terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung / henti nafas melalui
resusitasi jantung paru.

IV.

TENAGA 2 atau 3 orang tenaga medis dan atau paramedis.

V.

STANDAR SARANA
1. Sarana non medis ( alat / bahan )
Ruang UGD dengan ukuran 4m x 6m
: 1 buah
Bed tindakan
: 1 buah
Meja instrumen
: 1 buah
Lemari alkes
: 1 buah
Status pasien
: 1 set
Inform consent
: 1 buah
Scort
: 4 buah
Tempat sampah tertutup non medis
: 1 buah
Alat tulis
: 1 buah
Tempat cuci tangan dengan air mengalir : 1 buah
Sabun cair
: 1 botol
Handuk kecil
: 4 buah
Sikat tangan halus
: 1 buah
Tirai / sketsel
: 2 buah
Selimut
: 2 buah
Lampu tindakan
: 1 buah
Meja
: 1 buah
Kursi
: 2 buah
2.Sarana medis
Non Steril :
- Brancart
: 1 buah
- Tabung O2 dan regulator yang terisi
: 1 buah
- Sungkup
: 1 buah
- Tempat sampah medis tertutup
: 1 buah
- Tensimeter
: 1 buah
- Stetoskop
:1 buah

Bengkok
Masker
Neck collar
Bidai
Cairan RL
Standard infus
Desinfektan

: 2 buah
: 4 pasang
: 1 buah
: 1 set
: 3 botol
: 1 buah
: 1 liter

Steril :
- Bag Valve mask
: 1 buah
- Nasopharingeal tube
: 1 buah
- Oropharingeal tube
: 1 buah
- Laringoscope
: 1 buah
- Endotracheal tube
: 1 set
Perempuan : no 7,0 ; 7,5 ; 8,0
Laki-laki : no 8,0 ; 8,5
- Handscoen
: 4 pasang
- Abocath
: 1 set
- Infusion set
: 1 buah
- Cateter + urobag
: 1 set
- Alat suction
: 1 buah
VI. PROSEDUR TETAP
A. Anamnesa
B. Langkah langkah pertolongan
C. Pemeriksaan fisik
D. Penatalaksanaan
E. Penyuluhan
VII. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
A. ANAMNESA
1. Menyapa klien / pengantar dengan ramah dan penuh perhatian, sambil menanyakan secara
singkat keperluannya datang ke UGD, ( misal : Selamat pagi bapak / ibu, ada yang bisa saya
bantu ?)
2. Bila kondisi klien tidak sadar, kita lakukan anamnesa secara singkat kepada keluarga atau
pengantar mengenai kejadian yang dialami pasien,
Nama pasien ?
Sudah berapa lama tidak sadar ?
Tindakan apa yang sudah dilakukan terhadap pasien ?
3. Bila pasien mengalami kegawatdaruratan yang harus ditangani segera, maka anamnesa kita
lakukan setelah pasien stabil, atau bila memungkinkan kita lakukan anamnesa sambil kita
memberikan pertolongan kepada pasien. Tanda-tanda kegawatdaruratan :
Adanya sumbatan jalan nafas
Adanya henti nafas
Adanya henti jantung
Adanya perdarahan

B. LANGKAH-LANGKAH PERTOLONGAN
Sebelum memulai resusitasi, tindakan pertama adalah menentukan ketidak sadaran pasien,
dengan menilai respon pasien secara cepat dengan metode AVPU.
A alert ( sadar penuh )
V menjawab rangsang verbal ( bicara )
P bereaksi atas rangsang nyeri ( pain )
U tidak memberi reaksi ( unresponsive )
Caranya adalah dengan kita tepuk atau cubit pasien sambil kita bertanya dengan suara keras misal,
Pak / Bunamanya siapa ? Apabila pasien tidak ada respon segera kita lakukan resusitasi dengan
urutan sebagai berikut :
PRIMARY SURVEY
Segera lakukan primary survey yaitu deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang
mengancam jiwa.
Cara pelaksanaan adalah dengan memeriksa :
A ( Airway ) / JALAN NAFAS
1. Lihat, Dengar, Raba ( Look, Listen, Feel ) SOP :
a. Mengambil posisi di sebelah kanan brancart pasien.
b. Membungkukkan badan dengan wajah kita menghadap ke arah dada pasien sambil melihat
( Look ) :
1. pergerakan dinding dada
2. kesimetrisan naik turunnya dinding dada, dengan membandingkan pergerakan dinding dada
kanan dan kiri pada saat inspirasi
3. frekwensi cepat / pelan
4. nafas dalam / dangkal
5. nafas sesak / longgar
6. nafas pendek / panjang
7. pernafasan cuping hidung ada / tidak
8. nafas dengan otot-otot bantu nafas ditandai dengan adanya retraksi dinding dada
c. Telinga kita dekatkan dengan hidung dan mulut pasien untuk mendengarkan
1) suara nafas pasien
2) suara tambahan, wheezing, rhonki
3) batuk-batuk
d. Rasakan hembusan udara di pipi pada saat pasien mengeluarkan nafas, baik dari hidung
ataupun mulut, bila perlu dekatkan jari kita didepan hidung pasien dan rasakan adanya
hembusan nafas.
e. Apabila tidak terdengar suara nafas ataupun hembusan nafas, maka kemungkinan pasien
mengalami sumbatan pada jalan nafasnya dan harus segera bebaskan jalan nafas pasien.
f. Bebaskan jalan nafas dengan :
- CHIN LIFT-HEAD TILT adalah sebagai berikut :
a. Posisikan pasien dalam keadaan terletang, letakkan satu tangan di dahi
dan
letakkan ujung jari yang lain di bawah daerah tulang pada bagian tengah rahang bawah
pasien
b. Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien

c. Gunakan ujung jari untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang bagian bawah.
Jangan menekan jaringan lunak di bawah rahang karena dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas
d. Usahakan mulut untuk tidak menutup. Untuk mendapatkan pembukaan mulut yang
adekuat, gunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik ke
belakang.
e. Tidak disarankan bila curiga ada patah tulang leher
f. JAW THRUST pada pasien dengan curiga cedera leher :
o Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar dengan permukaan
pasien berbaring
o Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan tulang belakang tetap
satu garis
o Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah pasien, pada
sudut rahang di bawah telinga
o Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah anda
o Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah pasien ke arah
atas dan depan
o Bila perlu dengan menggunakan ibu jari kita dorong bibir bawah sedikit ke depan
untuk mempertahankan mulut tetap terbuka
o Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien
2. Bersihkan jalan nafas dengan cara cross finger atau bila perlu lakukan penghisapan (suction).
SOP Cross finger (sapuan dengan jari)
a. Posisikan kepala pasien miring kurang lebih 45 derajat ke arah kita
b. Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dengan arah berlawanan
letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien.
c. Lebarkan/jauhkan jari untuk membuka rahang pasien
d. Usap keluar bila terdapat sisa muntah, darah, gigi, atau benda asing lainnya yang
menyumbat jalan nafas dengan cara melakukan usapan memutar searah jarum jam
kearah luar
e. Hati-hati jangan sampai mendorong benda asing (sisa makanan, gigi palsu) masuk
lebih jauh ke jalan nafas
SOP Suction / Penghisapan :
1) 1) Petugas memakai alat pelindung (masker dan sarung tangan sekali pakai) (lihat SOP
memakai masker dan sarung tangan)
2) Menyediakan 1 botol cairan pembilas ( Normal Saline )
3) Menyalakan unit penghisap, tempelkan kateter dan cobalah untuk menghisap pada baju
4) Posisikan pasien miring ke kanan kurang lebih 30 derajat sehingga akan membuat sekret
bebas mengalir ke mulut saat dilakukan penghisapan
5) Ukur panjang kateter penghisap. Panjang kateter yang harus dimasukkan ke dalam mulut
pasien sebanding dengan jarak antara sudut mulut dengan lobulus telinga.
6) Perlahan dan tanpa tekanan, masukkan ujung kateter ke daerah yang perlu dihisap. Saat
memasukkan lubang kontrol pada selang penghisap dibiarkan terbuka (Jika tidak hati-hati
ujung penghisap kaku dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan perdarahan)

7) Setelah masuk, mulai penghisapan dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri
pada samping mulut, tutup lubang kontrol dan hisap sambil perlahan menarik ujung
penghisap dari mulut pasien, gerakkan ujung penghisap dari satu sisi ke sisi yang lain
8) Jangan pernah melakukan penghisapan lebih 10 detik pada waktu yang sama, karena
suplementasi oksigen atau ventilasi dihentikan selama penghisapan, sehingga harus
dipertimbangkan untuk mempertahankan oksigenasi pasien
9) Bila terdapat sekret yang pekat dan menyumbat, kita bilas dengan cairan pembilas dengan
cara memasukkan ujung pipa suction kedalam cairan pembilas dan menutup lubang
kontrol
10) Jika ujung pipa penghisap menyebabkan reflek muntah, segera tarik ujung penghisap dan
pindah ke posisi yang lain
2. Apabila jalan nafas masih tersumbat, meskipun sudah kita lakukan manuver tersebut, maka kita
pasang alat bantu jalan nafas, untuk menjaga lidah menutupi jalan nafas. - Non invasif, dengan
pipa orofaring dan pipa nasofaring
SOP pemasangan Pipa Orofaring :
a. Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai
masker dan sarung tangan)
b. Menempatkan pasien pada posisi terlentang dan menggunakan teknik chin lifthead tilt / jaw thrust untuk mempertahankan jalan nafas secara manual
c. Menentukan ukuran pipa yang akan dipakai dengan cara membentangkan pipa
dari sudut mulut penderita ke arah ujung daun telinga sisi wajah yang sama.l
d. Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dan letakkan pada gigi
bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien. Lebarkan/jauhkan jari untuk
membuka rahang pasien
e. Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipa ke langit-langit) dan jalankan
sepanjang dasar mulut pasien, melewati jaringan lunak menggantung dari
belakang (uvula) atau hingga anda menemukan tahanan melewati palatum mole.
f. Putar pipa 180 dengan hati-hati sehingga ujungnya mengarah ke bawah ke arah
faring pasien 7) Menempatkan pasien non trauma dalam posisi head tilt. Jika ada
kemungkinan cedera spinal, dilakukan stabilisasi leher dengan collar neck
g. Memeriksa respon pasien setelah pipa terpasang (lihat SOP pemeriksaan airway)
SOP Pemasangan pipa nasofaring :
a. Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai(lihat SOP memakai
masker dan sarung tangan)
b. Posisi pasien terlentang dan kita gunakan teknik chin lift-head tilt/jaw thrus untuk
mengamankan jalan nafas secara manual
c. Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum
dimasukkan dengan mencelupkan dalam aquades steril. Bahan seperti jelly dan
bahan lain dapat merusak jaringan yang melapisi rongga hidung dan faring
sehingga meningkatkan resiko infeksi.
d. Ujung hidung didorong dengan hati-hati ke arah atas. Hampir semua pipa
nasofaring dirancang untuk digunakan pada lubang hidung kanan. Bevel (bagian
sudut ujung selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau septum nasi.

e. Memasukkan pipa ke dalam lubang hidung, majukan terus hingga bagian pinggir
pipa berhenti dan tertahan kuat pada lubang hidung pasien . Jangan pernah
mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa tarik keluar dan coba pada
lubang hidung yang lain
Tehnik invasif dengan Endotracheal Tube
SOP intubasi trakea :
1. Menempatkan pasien pada posisi sniffing dengan meletakkan bantal setinggi kurang lebih 10
cm di oksiput dan pertahankan kepala tetap ekstensi
2. Melakukan preoksigenasi, yaitu memberi oksigen 100 % selama minimal 5 menit melalui
baging. (lihat SOP bagging)
3. Laringoskop dipegang dengan tangan kiri, kemudian bilah dimasukkan dari sudut mulut
pasien sebelah kanan menyusuri lidah.Setelah mendekati pangkal lidah, laringoskop
digeserkan ke sebelah kiri sampai berada di garis tengah dengan menyingkirkan lidah ke
sebelah kiri. Jika menggunakan bilah lengkung (macintosh), maka ujung bilah ditempatkan
di dalam valekula pada pangkal epiglotis, sedangkan bila mengunakan bilah lurus, maka
ujung bilah ditempatkan di bawah epiglotis secara langsung.
4. Mengangkat epiglotis dengan bilah sehingga terlihat pita suara. Setelah pita suara terlihat
maka tangan kanan memasukkan ETT ke dalam trakea melalui celah diantara pita suara.
Batas garis hitam pada ETT terletak tepat dibawah pita suara
5. Mengembangkan balon udara dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc dengan volume
secukupnya melalui ujung ETT sampai tidak terdengar kebocoran di rongga mulut pada saat
dilakukan ventilasi.Melakukan fiksasi dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
6. Melakukan konfirmasi posisi ETT dengan cara melakukan auskultasi pada dada kiri , kanan
serta lambung. Setelah suara napas di paru kiri dan kanan sama, lalu dilakukan fiksasi dengan
menggunakan plesterdi wajah atau pipi.
7. Menghubungkan ETT dengan manual baging atau ventilator
B ( Breathing ) / PERNAFASAN
1. Evalusi pernafasan tidak lebih dari 10 detik.
2. Bila pasien tidak bernafas spontan atau adekuat maka pasien dianggap tidak bernafas.
3. Memberikan pernafasan buatan 2 kali, dengan cara :
a. Mouth to mouth ventilation ;
Cara ini sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi, karena itu harus selalu
memakai alat perantara yang terbuat dari plastic (masker) yang dapat ditempatkan
antara mulut penderita dan mulut penolong. Caranya sebagai berikut :
o Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai masker dan sarung
tangan)
o Pakaikan masker penutup mulut dan hidung pasien, pegang dengan ibu jari dan telunjuk jari
tangan kiri serta kanan
o Angkat sudut rahang bawah kedepan dengan jari tangan yang lain sehingga masker betul-betul
menutup muka pasien, tidak bocor
o Tiupkan udara melalui pipa di ujung masker

b. Bag mask-ventilation oleh 1 orang ;


a.Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai
masker dan sarung tangan)
b.
Mengambil posisi diatas kepala pasien, dan pertahankan terbukanya jalan
nafas dengan head tilt-chin lift / jaw thrust.
c.Pilih ukuran BVM yang sesuai dengan lebar sungkup menutupi hidung dan mulut
pasien
d.
Posisikan masker pada wajah. Letakkan masker bagian apex (atas)
melingkupi batang hidung pasien, sedangkan bagian bawah masker menutupi
mulut dan dagu bagian atas
e.Bentuk huruf C mengelilingi pintu masuk ventilasi dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk. Gunakan jari tengah, jari manis, dan jari kelingking di bawah
rahang pasien untuk menahan rahang ke masker
f. Dengan tangan yang lain, peras kantung sekali tiap 5 detik hingga menyebabkan
dada pasien mengembang (sebanyak volume tidal 500-600 ml, 6-7 ml/kg BB).
Untuk bayi dan anak-anak peras kantung tiap 3 detik.
g.
Lepaskan tekanan pada kantung dan biarkan pasien menghembuskan
nafasnya secara pasif. Saat itu, kantung akan terisi kembali dengan oksigen dari
sumbernya
c. Bag valve-mask ventilation oleh 2 orang ;
a.Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai
masker dan sarung tangan )
b.
Buka jalan nafas pasien dengan teknik had tilt chin lift
c.Pilih bag valve-mask yang sesuai ( dewasa, anak, atau bayi)
d.
Letakkan ibu jari pada bagian atas masker, jari telunjuk dan tengah pada
bagian bawah masker
e.Letakkan masker bagian apex ( atas ) melingkupi batang hidung pasien,
sedangkan bagian bawah masker menutupi mulut dan dagu bagian atas. Jika
masker besar, kelilingi bagian pintu ventilasi dengan manset, letakkan bagian
tengah pintu ventilasi pada mulut pasien
f. Gunakan jari manis dan kelingking untuk mendongakkan rahang, mendekat ke
arah masker. Pertahankan head tilt chin lift
g.
Penolong kedua menghubungkan kantung dengan masker, jika belum siap.
Sementara penolong pertama mempertahankan tertutupnya masker, penolong
kedua harus menekan / memeras kantung dengan 2 tangannya hingga dada pasien
mengembang (sebanyak volume tidal 500-600 ml, 6-7 ml/kg BB)
h.
Penolong kedua memeras kantung tiap 5 detik untuk dewasa, sekali tiap 3
detik untuk bayi dan anak-anak.
C ( Circulation ) / SIRKULASI
1. Setelah memberikan 2 kali nafas buatan tentukan keadaan sirkulasi pasien dengan
meraba denyut nadi Catatan : (menurut UK Resuscitation Council 2010 : langsung
kompresi, tidak memberikan nafas buatan lebih dahulu)
2. Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kita meraba denyut arteri karotis
pada orang dewasa atau anak-anak, arteri brachial pada bayi

c.

3. SOP pemeriksaan arteri karotis :


a. Letak arteri karotis terdapat di kedua sisi laring, diantara jakun yang berjalan dari
telinga, melintas leher menuju bagian atas tulang dada
b. Kepala pasien kita tarik ke bawah, raba jakun dengan 2 jari, kemudian jari
digeser ke celah antara jakun dan jalinan otot. Disitu akan teraba denyutan.
Raba selama 5 detik sebelum memutuskan tidak ada denyutan
4. Bila tidak ada denyutan maka kita lakukan kompresi dada / pijat jantung

SOP pijat jantung pada dewasa:


1. Penolong berdiri disamping kanan pasien
2. Letakan telapak salah satu tangan tepat ditengah dada penderita ( 2 jari di atas prosessus
xyphoideus ). Untuk bayi letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tengah dada.
3. Letakkan telapak tangan lainnya di atas telapak tangan pertama
4. Saling tautkan jari jari tangan dan pastikan posisi tangan tidak menyamping diatas iga. Jangan
meletakkan kedua tangan di perut atas atau tepi bawah tulag dada
5. Posisikan bahu penolong tegak lurus dada pasien dan dengan tumpuan pada telapak tangan,
tekan dengan menggunakan berat badan penolong ke arah dada hingga dada tertekan sedalam 4
5 cm.
6. Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara telapak
tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per menit
7. Setelah 30 kali kompresi berikan 2 kali nafas buatan
8. Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi carotis ( menurut UK Resuscitation Council
2010 : hanya menghentikan resusitasi bila ada tanda pulih nafas atau nadi)
9. Tukarlah posisi setiap 2 menit untuk menghindari kelelahan penolong
SOP pijat jantung pada anak-anak (1-8 tahun ):
a. Penolong berdiri disamping kanan pasien
b. Letakan telapak salah satu tangan tepat ditengah dada penderita ( 2 jari di atas prosessus
xyphoideus ).
c. Lakukan tekanan/kompresi sedalam sepertiga atau setengah ketebalan dinding dada anak.
d. Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara
telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per
menit
e. Setelah 30 kali kompresi berikan 2 kali nafas buatan
f. Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi carotis
a.
b.
c.
d.
e.
f.

SOP pijat jantung pada bayi :


Penolong berdiri disamping kanan pasien
Letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tengah dada. ( 2 jari di atas prosessus xyphoideus )
Berikan tekanan hingga dada tertekan sedalam sepertiga sampai setengah tebal dada bayi
Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara telapak
tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per menit
Setelah 5 kali kompresi berikan 1 kali nafas buatan
Lakukan selama 15x siklus, setelah itu cek pulsasi brachialis

2. Lanjutkan resusitasi sampai :


a. Pasien kembali bernafas dan muncul sirkulasi spontan
b. Penolong kelelahan
c. Pasien ternyata diketahui menderita penyakit stadium terminal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik secara lebih lengkap kita lakukan pada saat Secondary Survey. Bila pada
saat melakukan secondary survey tiba tiba keadaan pasien memburuk maka harus kembali melakukan
primary survey.
SECONDARY SURVEY
1. Memeriksa kondisi umum menyeluruh
a. Tanda vital : nadi, pernafasan dan tekanan darah (lihat SOP pemeriksaan tanda vital)
b. Riwayat cedera, atas dasar :
1) Observasi personal
2) Saksi / pengantar
3) Bila pasien sadar ditanyakan tentang: simptom, allergi, medikasi, penyakit yang
diderita, makan terakhir, kejadian sebelum cedera.
2. Melakukan pemeriksaan lengkap dari kepala sampai ke kaki, terdiri atas inspeksi, auskultasi, palpasi
dan perkusi. Setiap langkah pemeriksaan menilai adanya DECAPBLS ( deformitas, ekskoriasi,
contusio, abrasi, penetrasi, burn / luka bakar, laserasi dan swealling/ pembengkakan.
3. Memeriksa kepala dan leher dengan inspeksi dan palpasi
a. Rambut dan kulit kepala, apakah ada perdarahan, pengelupasan, benjolan.
b. Telinga, diperiksa apakah ada perlukaan, darah atau cairan yang keluar dari lubang telinga
c. Mata, diperiksa apakah ada
perlukaan, pembengkaan, perdarahan.
refleks pupil, dengan cara membuka kelopak mata dengan jari telunjuk dan ibu
jari kemudian dengan senter yang menyala kita arahkan ke mata pasien dari arah
samping ke tengah
kondisi kelopak mata, kemerahan perdarahan pada sklera, benda asing,
pergerakan abnormal.
d. Hidung, diperiksa apakah ditemukan:
perlukaan, darah, cairan,
nafas cuping hidung
kelainan anatomi karena ruda paksa
e. Mulut, diperiksa apakah ada perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi.
f. Bibir, diperiksa apakah ada perlukaan, perdarahan, sianosis, kering
g. Rahang, diperiksa apakah ada perlukaan, stabilitas, krepitasi.
h. Kulit, diperiksa apakah ada perlukaan, basah / kering, darah, warna goresan goresan, suhu.
i. Leher, diperiksa apakah ada perlukaan, bendungan vena, deviasi trakhea, spasme otot, stoma,
stabilitas tulang leher.
4. Memeriksa Dada Flailchest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan,
perlukaan, suara ketuk, suara nafas dengan palpasi dan auskultasi
5. Memeriksa perut, apakah ada perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi

6. Memeriksa tulang belakang, apakah ada kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot dengan melihat dan
meraba area tulang belakang
7. Memeriksa pelvik / genetalia, apakah ada perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
dengan melihat dan meraba area tersebut
8. Memeriksa Ekstermitas atas dan bawah,
apakah ada perlukaan
hambatan pergerakan
gangguan rasa
bengkak
9. Melakukan pemeriksaan neurologi
a. Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan GCS ( Glasgow
Coma Scale )
1) Refleks membuka mata ( Eye )
4 : membuka mata secara spontan
3 : membuka mata dengan rangsang suara
2 : membuka mata dengan rangsang nyeri
1 : tidak ada respon
2) Refleks verbal ( V )
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik isi percakapan membingungkan
3 : kata kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak keluar suara
3) Refleks motorik ( M )
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada gerakan
b. Cara penulisannya berurutan EVM sesuai nilai yang didapatkan Penderita yang sadar =
kompos mentis pasti GCSnya 15. Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata
bengkak, sedang V dan M normal maka penulisannya x-5-6 GCS tidak bisa dipakai pada anak
umur kurang dari 5 tahun.
c. Derajat kesadaran
1. Sadar : dapat berorientasi dan berkomunikasi
2. Somnolens: dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara verbal /
motorik, kemudian terlena lagi / gelisah
3. Stupor: gerakan spontan menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras. Verbalisasi mungkin terjadi, tetapi terbatas pada
satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
4. Semi koma: tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan reaksi
menghindar.

5. Koma: tidak bereaksi terhadap stimulus Catatan : Kesadaran cukup dievaluasi


dengan GCS, lebih obyektif dan dapat dibuat gradasi yang jelas
d. Kualitas kesadaran
1) Kompos mentis : bereaksi secara adekuat
2) Kesadaran tumpul : perhatian terhadap sekeliling berkurang, cenderung mengantuk
3) Bingung : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
4) Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi
5) Apatis : acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
e. Gangguan fungsi serebral. Meliputi:
1) Gangguan komunikasi
2) Gangguan intelektual
3) Gangguan perilaku
4) Gangguan emosi
D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan lebih lanjut sesuai dengan diagnosa yang ditemukan pada saat pemeriksaan fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI (2000). Standar Pelayanan Gawat Darurat Rumah Sakit. Jakarta Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI (2005). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT). Jakarta Pusat Pendidikan dan Pelatihan RS Harapan Kita. Materi Kursus Advanced
Cardiac Life Support. Jakarta Departemen Kesehatan RI (2007). Standar Internasional Penanganan
Bencana Bidang Kesehatan. Jakarta Copy and WIN : http://bit.ly/copynwin Copy and WIN :
http://bit.ly/copynwin

You might also like