Professional Documents
Culture Documents
Protap Dan Sop Pelayanan Resusitasi
Protap Dan Sop Pelayanan Resusitasi
I.
PENGERTIAN
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung.
II.
UNIT KERJA
Unit Gawat Darurat / UGD Puskesmas.
III.
IV.
V.
STANDAR SARANA
1. Sarana non medis ( alat / bahan )
Ruang UGD dengan ukuran 4m x 6m
: 1 buah
Bed tindakan
: 1 buah
Meja instrumen
: 1 buah
Lemari alkes
: 1 buah
Status pasien
: 1 set
Inform consent
: 1 buah
Scort
: 4 buah
Tempat sampah tertutup non medis
: 1 buah
Alat tulis
: 1 buah
Tempat cuci tangan dengan air mengalir : 1 buah
Sabun cair
: 1 botol
Handuk kecil
: 4 buah
Sikat tangan halus
: 1 buah
Tirai / sketsel
: 2 buah
Selimut
: 2 buah
Lampu tindakan
: 1 buah
Meja
: 1 buah
Kursi
: 2 buah
2.Sarana medis
Non Steril :
- Brancart
: 1 buah
- Tabung O2 dan regulator yang terisi
: 1 buah
- Sungkup
: 1 buah
- Tempat sampah medis tertutup
: 1 buah
- Tensimeter
: 1 buah
- Stetoskop
:1 buah
Bengkok
Masker
Neck collar
Bidai
Cairan RL
Standard infus
Desinfektan
: 2 buah
: 4 pasang
: 1 buah
: 1 set
: 3 botol
: 1 buah
: 1 liter
Steril :
- Bag Valve mask
: 1 buah
- Nasopharingeal tube
: 1 buah
- Oropharingeal tube
: 1 buah
- Laringoscope
: 1 buah
- Endotracheal tube
: 1 set
Perempuan : no 7,0 ; 7,5 ; 8,0
Laki-laki : no 8,0 ; 8,5
- Handscoen
: 4 pasang
- Abocath
: 1 set
- Infusion set
: 1 buah
- Cateter + urobag
: 1 set
- Alat suction
: 1 buah
VI. PROSEDUR TETAP
A. Anamnesa
B. Langkah langkah pertolongan
C. Pemeriksaan fisik
D. Penatalaksanaan
E. Penyuluhan
VII. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
A. ANAMNESA
1. Menyapa klien / pengantar dengan ramah dan penuh perhatian, sambil menanyakan secara
singkat keperluannya datang ke UGD, ( misal : Selamat pagi bapak / ibu, ada yang bisa saya
bantu ?)
2. Bila kondisi klien tidak sadar, kita lakukan anamnesa secara singkat kepada keluarga atau
pengantar mengenai kejadian yang dialami pasien,
Nama pasien ?
Sudah berapa lama tidak sadar ?
Tindakan apa yang sudah dilakukan terhadap pasien ?
3. Bila pasien mengalami kegawatdaruratan yang harus ditangani segera, maka anamnesa kita
lakukan setelah pasien stabil, atau bila memungkinkan kita lakukan anamnesa sambil kita
memberikan pertolongan kepada pasien. Tanda-tanda kegawatdaruratan :
Adanya sumbatan jalan nafas
Adanya henti nafas
Adanya henti jantung
Adanya perdarahan
B. LANGKAH-LANGKAH PERTOLONGAN
Sebelum memulai resusitasi, tindakan pertama adalah menentukan ketidak sadaran pasien,
dengan menilai respon pasien secara cepat dengan metode AVPU.
A alert ( sadar penuh )
V menjawab rangsang verbal ( bicara )
P bereaksi atas rangsang nyeri ( pain )
U tidak memberi reaksi ( unresponsive )
Caranya adalah dengan kita tepuk atau cubit pasien sambil kita bertanya dengan suara keras misal,
Pak / Bunamanya siapa ? Apabila pasien tidak ada respon segera kita lakukan resusitasi dengan
urutan sebagai berikut :
PRIMARY SURVEY
Segera lakukan primary survey yaitu deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang
mengancam jiwa.
Cara pelaksanaan adalah dengan memeriksa :
A ( Airway ) / JALAN NAFAS
1. Lihat, Dengar, Raba ( Look, Listen, Feel ) SOP :
a. Mengambil posisi di sebelah kanan brancart pasien.
b. Membungkukkan badan dengan wajah kita menghadap ke arah dada pasien sambil melihat
( Look ) :
1. pergerakan dinding dada
2. kesimetrisan naik turunnya dinding dada, dengan membandingkan pergerakan dinding dada
kanan dan kiri pada saat inspirasi
3. frekwensi cepat / pelan
4. nafas dalam / dangkal
5. nafas sesak / longgar
6. nafas pendek / panjang
7. pernafasan cuping hidung ada / tidak
8. nafas dengan otot-otot bantu nafas ditandai dengan adanya retraksi dinding dada
c. Telinga kita dekatkan dengan hidung dan mulut pasien untuk mendengarkan
1) suara nafas pasien
2) suara tambahan, wheezing, rhonki
3) batuk-batuk
d. Rasakan hembusan udara di pipi pada saat pasien mengeluarkan nafas, baik dari hidung
ataupun mulut, bila perlu dekatkan jari kita didepan hidung pasien dan rasakan adanya
hembusan nafas.
e. Apabila tidak terdengar suara nafas ataupun hembusan nafas, maka kemungkinan pasien
mengalami sumbatan pada jalan nafasnya dan harus segera bebaskan jalan nafas pasien.
f. Bebaskan jalan nafas dengan :
- CHIN LIFT-HEAD TILT adalah sebagai berikut :
a. Posisikan pasien dalam keadaan terletang, letakkan satu tangan di dahi
dan
letakkan ujung jari yang lain di bawah daerah tulang pada bagian tengah rahang bawah
pasien
b. Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien
c. Gunakan ujung jari untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang bagian bawah.
Jangan menekan jaringan lunak di bawah rahang karena dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas
d. Usahakan mulut untuk tidak menutup. Untuk mendapatkan pembukaan mulut yang
adekuat, gunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik ke
belakang.
e. Tidak disarankan bila curiga ada patah tulang leher
f. JAW THRUST pada pasien dengan curiga cedera leher :
o Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar dengan permukaan
pasien berbaring
o Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan tulang belakang tetap
satu garis
o Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah pasien, pada
sudut rahang di bawah telinga
o Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah anda
o Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah pasien ke arah
atas dan depan
o Bila perlu dengan menggunakan ibu jari kita dorong bibir bawah sedikit ke depan
untuk mempertahankan mulut tetap terbuka
o Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien
2. Bersihkan jalan nafas dengan cara cross finger atau bila perlu lakukan penghisapan (suction).
SOP Cross finger (sapuan dengan jari)
a. Posisikan kepala pasien miring kurang lebih 45 derajat ke arah kita
b. Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dengan arah berlawanan
letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien.
c. Lebarkan/jauhkan jari untuk membuka rahang pasien
d. Usap keluar bila terdapat sisa muntah, darah, gigi, atau benda asing lainnya yang
menyumbat jalan nafas dengan cara melakukan usapan memutar searah jarum jam
kearah luar
e. Hati-hati jangan sampai mendorong benda asing (sisa makanan, gigi palsu) masuk
lebih jauh ke jalan nafas
SOP Suction / Penghisapan :
1) 1) Petugas memakai alat pelindung (masker dan sarung tangan sekali pakai) (lihat SOP
memakai masker dan sarung tangan)
2) Menyediakan 1 botol cairan pembilas ( Normal Saline )
3) Menyalakan unit penghisap, tempelkan kateter dan cobalah untuk menghisap pada baju
4) Posisikan pasien miring ke kanan kurang lebih 30 derajat sehingga akan membuat sekret
bebas mengalir ke mulut saat dilakukan penghisapan
5) Ukur panjang kateter penghisap. Panjang kateter yang harus dimasukkan ke dalam mulut
pasien sebanding dengan jarak antara sudut mulut dengan lobulus telinga.
6) Perlahan dan tanpa tekanan, masukkan ujung kateter ke daerah yang perlu dihisap. Saat
memasukkan lubang kontrol pada selang penghisap dibiarkan terbuka (Jika tidak hati-hati
ujung penghisap kaku dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan perdarahan)
7) Setelah masuk, mulai penghisapan dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri
pada samping mulut, tutup lubang kontrol dan hisap sambil perlahan menarik ujung
penghisap dari mulut pasien, gerakkan ujung penghisap dari satu sisi ke sisi yang lain
8) Jangan pernah melakukan penghisapan lebih 10 detik pada waktu yang sama, karena
suplementasi oksigen atau ventilasi dihentikan selama penghisapan, sehingga harus
dipertimbangkan untuk mempertahankan oksigenasi pasien
9) Bila terdapat sekret yang pekat dan menyumbat, kita bilas dengan cairan pembilas dengan
cara memasukkan ujung pipa suction kedalam cairan pembilas dan menutup lubang
kontrol
10) Jika ujung pipa penghisap menyebabkan reflek muntah, segera tarik ujung penghisap dan
pindah ke posisi yang lain
2. Apabila jalan nafas masih tersumbat, meskipun sudah kita lakukan manuver tersebut, maka kita
pasang alat bantu jalan nafas, untuk menjaga lidah menutupi jalan nafas. - Non invasif, dengan
pipa orofaring dan pipa nasofaring
SOP pemasangan Pipa Orofaring :
a. Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai
masker dan sarung tangan)
b. Menempatkan pasien pada posisi terlentang dan menggunakan teknik chin lifthead tilt / jaw thrust untuk mempertahankan jalan nafas secara manual
c. Menentukan ukuran pipa yang akan dipakai dengan cara membentangkan pipa
dari sudut mulut penderita ke arah ujung daun telinga sisi wajah yang sama.l
d. Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dan letakkan pada gigi
bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien. Lebarkan/jauhkan jari untuk
membuka rahang pasien
e. Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipa ke langit-langit) dan jalankan
sepanjang dasar mulut pasien, melewati jaringan lunak menggantung dari
belakang (uvula) atau hingga anda menemukan tahanan melewati palatum mole.
f. Putar pipa 180 dengan hati-hati sehingga ujungnya mengarah ke bawah ke arah
faring pasien 7) Menempatkan pasien non trauma dalam posisi head tilt. Jika ada
kemungkinan cedera spinal, dilakukan stabilisasi leher dengan collar neck
g. Memeriksa respon pasien setelah pipa terpasang (lihat SOP pemeriksaan airway)
SOP Pemasangan pipa nasofaring :
a. Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai(lihat SOP memakai
masker dan sarung tangan)
b. Posisi pasien terlentang dan kita gunakan teknik chin lift-head tilt/jaw thrus untuk
mengamankan jalan nafas secara manual
c. Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum
dimasukkan dengan mencelupkan dalam aquades steril. Bahan seperti jelly dan
bahan lain dapat merusak jaringan yang melapisi rongga hidung dan faring
sehingga meningkatkan resiko infeksi.
d. Ujung hidung didorong dengan hati-hati ke arah atas. Hampir semua pipa
nasofaring dirancang untuk digunakan pada lubang hidung kanan. Bevel (bagian
sudut ujung selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau septum nasi.
e. Memasukkan pipa ke dalam lubang hidung, majukan terus hingga bagian pinggir
pipa berhenti dan tertahan kuat pada lubang hidung pasien . Jangan pernah
mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa tarik keluar dan coba pada
lubang hidung yang lain
Tehnik invasif dengan Endotracheal Tube
SOP intubasi trakea :
1. Menempatkan pasien pada posisi sniffing dengan meletakkan bantal setinggi kurang lebih 10
cm di oksiput dan pertahankan kepala tetap ekstensi
2. Melakukan preoksigenasi, yaitu memberi oksigen 100 % selama minimal 5 menit melalui
baging. (lihat SOP bagging)
3. Laringoskop dipegang dengan tangan kiri, kemudian bilah dimasukkan dari sudut mulut
pasien sebelah kanan menyusuri lidah.Setelah mendekati pangkal lidah, laringoskop
digeserkan ke sebelah kiri sampai berada di garis tengah dengan menyingkirkan lidah ke
sebelah kiri. Jika menggunakan bilah lengkung (macintosh), maka ujung bilah ditempatkan
di dalam valekula pada pangkal epiglotis, sedangkan bila mengunakan bilah lurus, maka
ujung bilah ditempatkan di bawah epiglotis secara langsung.
4. Mengangkat epiglotis dengan bilah sehingga terlihat pita suara. Setelah pita suara terlihat
maka tangan kanan memasukkan ETT ke dalam trakea melalui celah diantara pita suara.
Batas garis hitam pada ETT terletak tepat dibawah pita suara
5. Mengembangkan balon udara dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc dengan volume
secukupnya melalui ujung ETT sampai tidak terdengar kebocoran di rongga mulut pada saat
dilakukan ventilasi.Melakukan fiksasi dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
6. Melakukan konfirmasi posisi ETT dengan cara melakukan auskultasi pada dada kiri , kanan
serta lambung. Setelah suara napas di paru kiri dan kanan sama, lalu dilakukan fiksasi dengan
menggunakan plesterdi wajah atau pipi.
7. Menghubungkan ETT dengan manual baging atau ventilator
B ( Breathing ) / PERNAFASAN
1. Evalusi pernafasan tidak lebih dari 10 detik.
2. Bila pasien tidak bernafas spontan atau adekuat maka pasien dianggap tidak bernafas.
3. Memberikan pernafasan buatan 2 kali, dengan cara :
a. Mouth to mouth ventilation ;
Cara ini sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi, karena itu harus selalu
memakai alat perantara yang terbuat dari plastic (masker) yang dapat ditempatkan
antara mulut penderita dan mulut penolong. Caranya sebagai berikut :
o Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai masker dan sarung
tangan)
o Pakaikan masker penutup mulut dan hidung pasien, pegang dengan ibu jari dan telunjuk jari
tangan kiri serta kanan
o Angkat sudut rahang bawah kedepan dengan jari tangan yang lain sehingga masker betul-betul
menutup muka pasien, tidak bocor
o Tiupkan udara melalui pipa di ujung masker
c.
6. Memeriksa tulang belakang, apakah ada kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot dengan melihat dan
meraba area tulang belakang
7. Memeriksa pelvik / genetalia, apakah ada perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
dengan melihat dan meraba area tersebut
8. Memeriksa Ekstermitas atas dan bawah,
apakah ada perlukaan
hambatan pergerakan
gangguan rasa
bengkak
9. Melakukan pemeriksaan neurologi
a. Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan GCS ( Glasgow
Coma Scale )
1) Refleks membuka mata ( Eye )
4 : membuka mata secara spontan
3 : membuka mata dengan rangsang suara
2 : membuka mata dengan rangsang nyeri
1 : tidak ada respon
2) Refleks verbal ( V )
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik isi percakapan membingungkan
3 : kata kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak keluar suara
3) Refleks motorik ( M )
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada gerakan
b. Cara penulisannya berurutan EVM sesuai nilai yang didapatkan Penderita yang sadar =
kompos mentis pasti GCSnya 15. Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata
bengkak, sedang V dan M normal maka penulisannya x-5-6 GCS tidak bisa dipakai pada anak
umur kurang dari 5 tahun.
c. Derajat kesadaran
1. Sadar : dapat berorientasi dan berkomunikasi
2. Somnolens: dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara verbal /
motorik, kemudian terlena lagi / gelisah
3. Stupor: gerakan spontan menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras. Verbalisasi mungkin terjadi, tetapi terbatas pada
satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
4. Semi koma: tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan reaksi
menghindar.