Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan
lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia
dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui,
dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum untuk
pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat (Santoso,
Agus.2010. Health Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi,
atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan
darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah
yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka
keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka
angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan
sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan
Anak FK UI).
1.3 Tujuan
1. 1.
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan keperawatannya.
1. 2.
Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin
(Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia bilier
dengan pendekatan Student Center Learning.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan
garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk
yang berikut:
Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak.
Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan
kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem Bilier.Columbus:Medical
center).
Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar
penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus
bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat
lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus
dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita
penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang
terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat
mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
hepatocelluler dysfunction
2.5
Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini
biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan
atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga
minggu setelah lahir
Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke
dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran
hati.
degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali,
Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga
menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Gatal-gatal
Rewel
o splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).
2.6
Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan
tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang
disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi
total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik
adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari
hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan
empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila
asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis.
Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi
portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin
yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai
kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh
tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh,
kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam
lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual,
muntah, dan masalah hati dan jantung
2.7
Pemeriksaan Diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
(darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan
obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5
kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali
dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia
bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan
alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.
Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran
empedu total.
Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin
dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial
thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi
penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi
tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%,
sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu
di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah
minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia
bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier,
tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung
diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi
diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital
5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik
pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal,
sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus
lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga
tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas
danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran
isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan
kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya
atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi
diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang
terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida
melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan
bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography). Merupakan upaya
diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan
kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan
kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan
seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat
membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150
400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen
section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan
intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk
melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik
yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh
karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu
2.8
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif
terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin,
yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi
malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat
akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan
otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara
lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2)
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia
bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut
prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan
hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati
adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya
akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup
hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi
telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak
dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk
transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk
menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
1. a.
Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi hati
dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
1. b.
Supportive treatment
Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam pembekuan
darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan
kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung,
susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke
dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu dalam
memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
2.9
Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak
baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu
pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan
kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik
terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat
dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
1. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy.
Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
1. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi
portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin
terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak
dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis
dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan
shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
1. Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien dengan
atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara
teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan
pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan
dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di
masa kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya
sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi
Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik
porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi
dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal ratarata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari,
adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik
yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 2 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca kelahiran
sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna
gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya
hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya
pembesaran hati.
Nama
: An. M
2)
Usia
2010
: 2 bulan 4 hari
3)
: Laki-laki
Jenis Kelamin
6) Agama
: Islam
7) Tanggal MRS
8) Jam MRS
: 16.00 WIB
: 11 Oktober
4)
Suku / bangsa
: Jawa/ Indonesia
9) Diagnosa
5)
Alamat
: Atresia bilier
Nama
: Tn. D
2)
Umur
: 40 tahun
3)
Jenis kelamin
: Laki-laki
4)
5)
Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan
saat lahir, Polio oral diberikan bersamaan dengan DTP
Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan makanan terutama
vitamin larut lemak (A,D,E,K)
-
Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta
kenyamanan dari orang tua sendiri.
-
merawat klien.
Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M dalam
: TD meningkat 100/150
B4 (bladder)
yaitu perkembangan
tulang
dahi
yang
menonjol,
hipertelorisme,
kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada lengkungan bagian
depan vertebra.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
a)Laboratorium
- Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 1,9 mg/dl)
- Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu
yang luas. Normalnya (1,7 7,1 mg/dl)
- Tidak ada urobilinogen dalam urin.
- Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (520 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigliserol).
b)Pemeriksaan Diagnostik
- USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab
(dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu).
kolestasis
ekstra
hepatik
- Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
Sintigrafi
Radio
Kolop
Hepatobilier untuk
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran
ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu
di
berarti terjadi katresia intrahepatik.
mengetahui
kemampuan
hati
empedu
sampai
tercurah
duodenum,
maka
dapat
- Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.
No Data
1.
Etiologi
Masalah Keperawatan
Hypertermi
DO:
kerusakan
progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik
Mekanisme
tubuh
untuk
meningkatkan suhu tubuh
RR meningkat >24x/menit
Hypertermi
DS : pasien terlihat sesak. cairan asam empedu balik ke hati Pola napas tidak efektif
DO :
RR= 35x/menit
Penggunaan
pernapasan
otot
bantu
Peradangan sel hati
Napas pendek
Hepatomegali
hepar)
(pembesaran
distensi abdomen
menekan diafragma
peningkatan Komplain paru
3.
DS: Tidak mau makan, Obstruksi aliran dari hati ke Gangguan pemenuhan
rewel, mual/muntah.
dalam usus
Nutrisi
kurang
kebutuhan tubuh
dari
Do:
4.
Ds:-
Do:
Anak tampak tidak nyaman
dengan posisi tidunya
Terdapat pruritus di daerah
pantat & punggung anak
itching dan akumulasi dari toksik
Albumin 3,27 g/dL (N:3,85,4)
tersebar ke dalam darah dan kulit
5.
Ds:-
Do:
Feses cair, frekuensiBAB
meningkat (lebihdari 3 x
sehari), bunyi bising usus
meningkat.
lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi
Diare
6.
DS : -
Pembesaran hepar
keringat
meningkat
Distensi abdomen
Mual muntah
DS: Orang
menanyakan
anaknya
tua
Ansietas
Kriteria hasil
- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit , RR= 30-40 x/menit)
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1. Berikan kompres air biasa pada aksila,
kening, leher dan lipatan paha.
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sekali,
sesuai kebutuhan
seperti
Kolaborasi:
1. Berikan obat
kebutuhan
1.
anti
piretik
sesuai
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1. Kaji distensi abdomen
2. Kaji RR,
pernafasan.
kedalaman,
kerja
Kolaborasi:
1. Persiapkan operasi bila diperlukan.
1. Operasi diperlukan untuk memperbaiki
kondisi pasien
i.
(2+9)kg= 5,5 kg
2.
ii.
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1. Distensi abdomen merupakan tanda non
verbal gangguan pencernaan.
1. Kaji distensi abdomen
2. Mengidentifikasi
kekurangan
/
kebutuhan nutrisi dengan mengetahui
intake dan output klien.
1. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi
muntah
rangsang
Kolaborasi:
1. Konsul dengan ahli diet sesuai indikasi.
2. Memenuhi
kebutuhan
nutrisidan
meminimalkan rangsang pada kantung
empedu.
1. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat
dan batasi makanan penghasil gas.
2. Berikan makanan yang mengandung
medium chain triglycerides (MCT)
sesuai indikasi.
larut
tersebut
terganggu
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar
penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus
bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus,
Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika
tingkat ikterus meningkat.
4.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi
tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia
bilier.
BAB 5
DAFTAR PUSTAKA
Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th
Edition.
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM. from: url:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /15AtresiaBilier086.html
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier
waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/
2010.
Available
from
url
Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan Anak FK
UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url :http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504pkb.pdf
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran
empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran
tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan
aliran
empedu.
Tindakan
operatif
atau
bedah
dapat
dilakukan
untuk
penatalaksanaannya. Pada lebih kurang 80% - 90% bayi dengan atresia biliaris ekstrahepatik
yang menjalani pembedahan ketika usianya kurang dari 10 minggu dapat dicapai drainase getah
empedu (Halamek dan Stevenson, 1997). Meski demikian, sirosis yang progresif tetap terjadi
pada anak, dan sampai 80% - 90% kasus pada akhirnya akan memerlukan transplantasi hati
(Andres, 1996).
Atresia bilier ditemukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam 25.000
kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau genetik kendati ditemukan
predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy dan Suchy, 1996; Whitington, 1996). Di Belanda,
dilaporkan kasus atresia bilier sebanyak 5 dari 100.000 kelahiran hidup, di Perancis 5,1 dari
100.000 kelahiran hidup, di Inggris dilaporkan 6 dari 100.000 kelahiran hidup. Di Texas tercatat
6.5 dari 100.000 kelahiran hidup, 7 dari 100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari 100.000
kelahiran hidup di USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup di Jepang
menderita atresia bilier. Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia
bilier di dapatkan pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%)
dan Indian amerika (1,5%). Walau jarang namun jumlah penderita atresia bilier yang ditangani
RS. Cipto Mangun Kusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau
23% dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan di RSU Dr.
Soetomo Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan dari 19.270 penderita rawat inap di
Instalansi Rawat Inap Anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati
didapatkan 9 (9,4%) menderita atresia bilier ( Widodo J, 2010).
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu.
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun di luar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui. Jika aluran empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan
terjadi ikterus atau kuning di kulit dan mata akibat tingginya kadar bilirubin dalam darah. Hal ini
bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal atau
sampai terjadi kematian.
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi
pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila dilakukan setelah umur
2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu ke usus. Selain itu, terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting
bagi anak yang menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana
penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada
anggota keluarga pasien. Segera sesudah pembedahan portoenterostomi, asuhan keperawatannya
serupa dengan yang dilakukan pada setiap pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang
diberikan meliputi pemberian obat dan terapi gizi yang benar, termasuk penggunaan formula
khusus, suplemen vitamin serta mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus mungkin
menjadi persoalan signifikan namun dapat dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi
rendam atau memotong kuku jari-jari tangan (Donna L. Wong, 2008).
BAB II
Tinjauan Teori
1. Pengertian
Atresia biliaris adalah kelainan konginetal yang ditandai dengan obstruksi atau tidak
adanya duktus atau saluran empedu.
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)
Atresia Bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-saluran
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. (http://pilihsehat.tk/.2010)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang
akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma &
Taylor,2005)
2.
Etiologi
1.
3.
Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir
(Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada
akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu
sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus dan
duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi
mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak dan
vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin yang
menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).
Pathway
4.
Manifestasi klinis
Neonatus yang menderita obstruksi intra maupun ekstra hepatik menunjukan ikterus, urin
berwarna kuning gelap, tinja berwana dempul dan hepatomegali.
Apabila penyakit berlanjut maka akan timbul sirosis hepatis dengan hipertensi portal yang
menyebabkan perdarahan varises esofagus dan kegagalan fungsi hati. Bayi dapat meninggal
karena gagal hati, perdarahan varises, koagulopati maupun infeksi skunder.
5.
Komplikasi
1. Cirosis hepatis
2. Gagal hati
3. Gagal tumbuh
4. Hipertensi portal
5. Varises Esophagus
6. Asites
6.
Penatalaksanaan
Atresia bilier biasanya memerlukan pembedahan ketika anak masih bayi, dengan
menggunakan prosedur kasai, caranya ahli bedah membuang duktus eksterna hepatik yang tidak
berfungsi lagi dan menganastomosis sebuah duktus pengganti(biasanya jejeunum). Prosedur ini
tidak memiliki angka keberhasilan jangka panjang yang tinggi, akibatnya kerusakan hati
cenderung berlanjut. Suatu alternatif dari proseedur kasai yaitu dengan transpaltasi hati, kadangkadang berhasil dalam mengatasi atresia. Namun cara ini dapat mengakibatkan beberapa
komplikasi, termasuk hemoragi, penolakan organ juga kematian.
7.
Pemeriksaan diagnostic
1. Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial
thromboplastin time.
2. Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran
empedu total.
3. Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin
dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
4. Biopsi hati : untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan dengan
pengambilan jaringan hati.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.1
a.
b.
c.
d.
PENGKAJIAN
Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen,
Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient yang buruk, mual
muntah
2.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan
dtandai dengan adanya pruritus
4.
Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan (gagal tumbuh) berhubungan dengan
penyakit kronis
5.
Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
1.3
D
Intervensi Keperawatan
Tujuan
Tindakan
Rasional
X
I
Bayi
akan
mempertahankan
Memantau asupan dan
ditandai
dengan
Memungkinan
bayi evaluasi
pengisian perjam(cairan
kembali dengan kapiler kurang dari 3 susu per NGT, atau bayi
detik, turgor kulit baik, produksi urine jumlah
1-2ml/kgBB/jam
ASI
diberikan,
dan
tindakan
(timbang
popok)
Mengetahui kadar PH
Periksa feses tiap hari
feces
untuk
menentukan absorbsi
lemak
dan
Untuk
mendeteksi
asites
Memantau lingkar perut
Tanda
dehidrasi
mengindikasikan
Observasi tanda-tanda
dehidrasi
kuilt
(oliguria,
kering,
turgor
intervensi
dalam
segera
mengatasai
kekurangan
cairan
pada bayi
untuk
Kolaborasi
pemeriksaan elektrolit,
kadar
protein
Mengevaluasi
keseimbangan
dan
elektrolit
total,
dan
kreatinin
Ukur
masukan
diet
Memberikan informasi
tentang
kebutuhan
pemasukan/defisiensi
Mungkin sulit untuk
menggunakan
Timbang sesuai indikasi. badan
berat
sebagai
langsung
ada
gambaran
edema/asites
Berikan
Pasien
cenderung
perawatan mengalami
mulut sering
luka/perdarahan gusi
dan rasa tak enak
pada mulut dimana
menambah anoreksia
Mencegah kulit kering
berlebihan
di
olesi
cream
dan
memberikan
penghilang rasa gatal
baby
Kelembapan
meningkatkan
III
sirkulasi
Antihistamin
dapat
mengurangi
Gunting
kuku
rasa
jari gatal
tangan
bila
memungkinkan
IV
indikasi (antihistamin)
Bayi akan bertumbuh dan berkembang
Berikan stimulus pada
Stimulasi bayi yang
secara normal yang ditandai dengan bayi yang menekankan terencana membantu
mencapai tahap pertumbuhan dan pencapaian
perkembangan yang sesuai
keterampilan
tahap-tahap
penting
kasar
dan
membantu
orangtua
memiliki
bayi
dapat
saja
mereka
tidak
mencapai tahap-tahap
penting perkembangan
dengan kecepatan yang
menghadapi
masalah
dan
memberikan
informasi
tentang
penting
cara-cara
menstimulasi
perkembangan
Mengelompokkan
intervensi
Sedapat
lakukan
mungkin
intervensi
secara berkelompok
memungkinkan bayi
beristirahat
gangguan,
istirahat
diperlukan
untuk
tahap
V
Awasi
tanpa
tumbuh
kembang bayi
frekuensi, Pernafasan dangkal,
mungkin ada
hubungan hipoksia
atau akumulasi cairan
dalam abdomen
Menunjukan
Auskultasi bunyi nafas
terjadinya komplikasi
krekles, mengi dan
(contoh adanya bunyi
ronchi
tambahan
menunjukan
akumulasi
cairan/sekresi)
meningkatkan resiko
infeksi
Perubahan mental
dapat menunjukkan
Observasi
perubahan
tingkat kesadaran
Memudahkan
Berikan posisi kepala
bayi lebih tinggi
pernafasan dengan
menurunkan tekanan
pada diagfragma
Untuk mencegah
hipoksia
Berikan tambahan O2
sesuai indikasi
Kolaborasi
Mengetahui perubahan
untuk
pemeriksaan GDA
DAFTAR PUSTAKA
1.
Newman, W.A. Dorland. 2002. Kamus Kedoteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EG
2.
3.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
4.
5.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian atresia bilieri, etiologi dan
klasifikasi, patofisiologi, penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik, dan proses keperawatan pada
klien atresia bilier.
Atresia bilier adalah suatu defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanyaatau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik dan intrahepatik.
Atresia bilier merupakan suatu penyakit yang sering terjadi pada bayi atau anak-anak di
karenakan pada bayi atau anak sistem-sistem organ seperti sistem endokrin belum terbentuk
secara sempurna.
Kelainan bilier pada anak sangat berdampak apabila tidak segera ditangani, dampak
yang paling besar yaitu bisa menimbulkan kematian pada bayi atau anak tersebut.
Komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan bilier yaitu sirosis dan hipertensi portal, yang mana
hipertensi portal dapat mangakibatkan terjadinya gagal hati, yaitu pembentukan hati yang tidak
bisa sempurna.
1.2
Tujuan
Umum :
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan memahami penyakit atresia bilier pada bayi dan
anak-anak.
Khusus :
Setelah membaca makalah ini, pembaca diharapkan dapat memahami
dan menjelaskan :
1.3
1.
2.
3.
4.
Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, kami memperoleh rumusan masalah :
1.
2.
3.
4.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1
Pengertian
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Atresia bilier merupakan suatu defek congenital yang merupakan
hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam
empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa
menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
1.2
Etiologi
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui secara pasti tetapi kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.
1.3
Patofisiologi
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu ke
luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati.ini akan menyebabkan peradangan, edema dan degenerasi
hati. Behkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis dan hipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi,
kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
Pathway
Obstruksi atau tidak adanya saluran empedu ekstrahepatik
al Ginjal
peradangan, Oedema
Malabsorbsi lemak,
degenarasi hepatic
Vitamin
Perubahan nutrisi
kurang
darikebutuhan
tubuh b.d absorbs
dan tidak mau
makan
Sirosis
Hipertensi portal
Malnutrisi
kekurangan vitamin larut lamak
Dilakukan pembedahah
Gagal tumbuh
Gangguan tumbuh
kembang b.d
kondisikronik
1.4
Gejala
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
Air kemih bayi berwarna gelap
Tinja berwarna pucat
kulit berwarna kuning
berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
gangguan pertumbuhan
gatal-gatal
rewel
tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
1.5
1.6
1.7
Komplikasi
Komplikasi yang di timbulkan pada oenyakit atresia bilier adalah:
Cirrhosis
Gagal hati
Gagal tumbuh
Hipertensi portal
Varises esophagus
Asites
Encephalopathy
Pemeriksaan Diagnostik
Fungsi hati : bilirubin, aminotransferase (ALTAST) dan factor pembekuan protrhombin time,
partial thromboplastin time.
Pemeriksaan urine dan tinja.
Biopsy hati.
Cholangiography untuk menentukan keberadaan atresia.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
1.8
USG perut
Rontgen perut (tampak hati membesar)
Kolangiogram
Biopsi hati
Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).
Pengobatan
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
1.9
A.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Anamneses
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan fisik:
System gastrointestinal: warna tinja, distensi, asites, hepatomegali,anoreksia, tidak mau makan
System pernafasan
Genitourinary : Warna urine
Integumen: jaundice,kulit kering, pruritus, kerusakan kulit,edema perifer
Muskuloskletan: letargi
Diagnose Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi
Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik
Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan
Resiko infeksi berhubungan dengan perosedur pembedahan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs dan
C. Intervensi Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbs
Tujuan:untuk meningkatkan status hidrasi
KH : anak akan menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai
dengan membrane mukosa lembab, pengisian kembali kapiler 3-5 detik, turgor kulit baik,
a.
b.
c.
d.
e.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Atresia bilier merupakan suatu defek congenital yang merupakan
hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam
empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui secara pasti tetapi kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu ke
luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati.ini akan menyebabkan peradangan, edema dan degenerasi
hati. Behkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis dan hipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi,
kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Volume II. Jakarta: EGC
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta
1987
Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell
1997
20
e.
Evaluasi 1.
Perencanaan pemulangan
Lihat implementasi no 5
21
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel. Menurut Mitayani, hidrosefalus dapat terjadi karena gangguan
sirkulasi likour didalam system ventrikel atau oleh produksi berlebihan likuor. a.
Hidrosefalus obstruksi atau non komunikans terjadi bila sirkulasi likuor otak terganggu, yang
kebanyakan disebabkan oleh stenosis akuaduktus sylvii. Atresia foramen megandi dan lushka
jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus. b.
Hoidrosefalus komunikans terjadi karena produksi berlebihan gangguan oenyerapan yang jarang
ditemukan. Cara penyembuhan dari penyakit Hidrosefalus adalah mengurangi produksi CSS,
mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi , dan pengeluaran
likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran
empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Pada atresia bilier terjadi
penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan
hati dan
sirosis hati
, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal. Kemungkinan penyebab atrisia bilier karena infeksi
pada intraurine.
22
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada atrisia billier adalah dengan memeriksa Fungsi hati
(bilirubin, aminotransferase ALTAST dan factor pembekuan prothrombin time. Partial
thromboplastin time.), Pemeriksaan urine dan tinja, Biopsy hati, Cholangiography untuk
menentukan keberadaan atresia B.
Saran Diharapkan kepada orang tua yang mendapatkan anak dengan kasus Hidrocephallus untuk
tidak berkecil hati karena masih ada pengobatan yang dapat dilakukan. Pengobatan tersebut
dapat membantu anak tersebut untuk proses tumbuh kembang si anak dikemudian hari
.
Bagi petugas kesahatn diharapkan data memberikan penatalaksanaan yang tepat dan asuhan yang
adekuat serta hati-hati untuk mencegah terjadi infeksi, sehingga nantinya dapat menurunkan
angka kematian akibat penyakit Hidrocephallus ini. Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan
pemberian penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan
mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.
23
DAFTAR PUSTAKA
Amru sofian.2011.
synopsis obstetric.
jakarta, EGC
Mitayani, 2009,
asuhan keperawatan maternitas.
jakarta, salemba merdeka.
Suriadi, rita yuliani, 2010. asuhan keperawtan pada anak.jakarta. sagung seto.