You are on page 1of 52

Askep Atresia Bilier

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan
lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia
dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui,
dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum untuk
pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat (Santoso,
Agus.2010. Health Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi,
atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan
darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah
yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka
keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka
angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan
sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan
Anak FK UI).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Atresia bilier?
2. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?
3. Apa sajakah faktor resiko dari Atresia bilier?
4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?
5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?
6. Bagaimana penatalaksaan pada Atresia bilier?
7. Apa sajakah komplikasi dari Atresia bilier?
8. Bagaimana WOC dari Atresia bilier?

9. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Atresia bilier?


10. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Atresia bilier?
11. Bagaimana intervensi pada klien dengan Atresia bilier?

1.3 Tujuan
1. 1.

Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan keperawatannya.
1. 2.

Tujuan Khusus

2. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier


3. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier
4. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier
5. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier
6. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier
7. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier
8. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier
9.

Mengidentifikasi WOC pada Atresia bilier

10. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier


11. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
12. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin
(Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia bilier
dengan pendekatan Student Center Learning.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomy dan Fungsi sistem bilier


Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan
struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir
dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik
umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kantong empedu untuk
membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama
dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari empedu
yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir
yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke
duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.
Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:

untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum

untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu

Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan
garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk
yang berikut:

untuk membawa pergi limbah

untuk memecah lemak selama pencernaan

Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak.
Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan
kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem Bilier.Columbus:Medical
center).

2.2 Definisi Atresia bilier


Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep
Atresia Bilier).
2.3

Klasifikasi Atresia bilier

Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :


gambar 1.3 tipe atresia bilier
1. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
2. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung
empedu normal.
1. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe III
adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia
bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II
2.4

Etiologi

Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar
penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus
bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat
lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus
dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita
penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang
terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat
mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:

infeksi virus atau bakteri

masalah dengan sistem kekebalan tubuh

komponen yang abnormal empedu

kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu

hepatocelluler dysfunction

2.5

Manifestasi Klinis

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:

Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.

Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini
biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan
atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga
minggu setelah lahir

Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.

Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke
dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran
hati.

Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat

degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali,
Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga
menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.

Gatal-gatal

Rewel
o splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).

2.6

Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan
tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang
disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi
total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik
adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari
hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan
empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila
asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis.
Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi
portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin
yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai
kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh
tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh,
kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam
lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual,
muntah, dan masalah hati dan jantung

2.7

Pemeriksaan Diagnostik

Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
(darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.

1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan
obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5
kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali
dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia
bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan
alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.
Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran
empedu total.
Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin
dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial
thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi
penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi
tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%,
sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu
di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.

2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah
minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia
bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier,
tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung
diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi
diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital
5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik
pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal,
sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus
lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga
tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas
danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran
isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan
kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya
atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi
diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang
terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida
melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan
bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography). Merupakan upaya
diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan
kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan
kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan
seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat
membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150
400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen
section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan
intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk
melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik
yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh
karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

2.8

Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa

1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :

Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.

Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin


indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim
Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6
dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik
asam empedu sekunder

2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif
terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin,
yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi
malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat
akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan
otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara
lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2)

Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E, K

3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia
bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut
prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati

Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan
hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati
adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya
akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup
hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi
telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak
dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk
transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk
menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
1. a.

Palliative treatment

Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi hati
dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
1. b.

Supportive treatment

Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam pembekuan
darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan
kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung,
susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.

Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke
dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu dalam
memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.

2.9

Komplikasi
1. Kolangitis:

komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak
baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu
pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan
kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik
terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat
dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
1. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy.
Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
1. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi
portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin
terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak
dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis
dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan
shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
1. Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien dengan
atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara
teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan
pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan
dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di

masa kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya
sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi
Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik
porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi
dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal ratarata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari,
adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik
yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 2 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca kelahiran
sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna
gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya
hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya
pembesaran hati.

3.1 Pengkajian Anak


3.1.1 Anamnesa
1. Data Demografi klien :
1)

Nama

: An. M

2)
Usia
2010

: 2 bulan 4 hari

3)

: Laki-laki

Jenis Kelamin

6) Agama

: Islam

7) Tanggal MRS
8) Jam MRS

: 16.00 WIB

: 11 Oktober

4)

Suku / bangsa

: Jawa/ Indonesia

9) Diagnosa

5)

Alamat

: Kradian Kadipuro, Banjarsari

: Atresia bilier

1. Identitas Penanggung Jawab :


1)

Nama

: Tn. D

2)

Umur

: 40 tahun

3)

Jenis kelamin

: Laki-laki

4)

Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta

5)

Hubungan dg klien : ayah klien


1. Keluhan Utama: ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4 C)
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan keras,
kulit tampak kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.
3. Riwayat Penyakit sebelumnya : 4. Riwayat Tumbuh Kembang anak :

Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan
saat lahir, Polio oral diberikan bersamaan dengan DTP
Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan makanan terutama
vitamin larut lemak (A,D,E,K)
-

Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial :

Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta
kenyamanan dari orang tua sendiri.
-

Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual :

Klien An M. menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali siapa yang


mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong dan diayun-ayun Perilaku kegiatan motorik
sederhana terkoordinasi, dengan menggerakkan jari tangan, menggenggam ibu jari ibu yang
berhubungan emosi dengan orang tua, saudara (sibling), dan orang lain.
1. Riwayat Kesehatan Keluarga:

merawat klien.

Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M dalam

Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area


perindustrian kimia.
-

Kultur dan kepercayaan : -

Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan : -

Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


1. a.
B1 (breath) : RR meningkat >40x/menit, Suhu
(38,4 C), penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas
pendek.
2. b.
B2 (blood)
mmhg, HR meningkat 103x/ menit (tachicardi).
3. B3(brain)
1.

: TD meningkat 100/150

: gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan kesadaran sampai koma

B4 (bladder)

: Perubahan warna urin dan feses

-Urine : warna gelap, pekat


-Feses : warna dempul, steatorea, diare
1. B5 (bowel)
: anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan
makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5,1 Kg/ 62
cm), dehidrasi, distensi abdomen, hepatomegali.
2. B6 (bone)
: letargi atau kelemahan, otot tegang atau kaku bila kuadran
kanan atas ditekan, ikterik,
kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan
perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit.
Keterangan tambahan :
Anak dengan Atresia Billiary ekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler
seperti tidak ada reflek-reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan
berjalan akibat parosis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat Atresia Billiary ekstrahepatik, maka akan tampak
gambaran wajah yang disebut Watson Syndrome-Alagine ( Displasia Anterio B Hepatis)

yaitu perkembangan
tulang
dahi
yang
menonjol,
hipertelorisme,
kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada lengkungan bagian
depan vertebra.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
a)Laboratorium
- Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 1,9 mg/dl)
- Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu
yang luas. Normalnya (1,7 7,1 mg/dl)
- Tidak ada urobilinogen dalam urin.
- Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (520 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigliserol).
b)Pemeriksaan Diagnostik
- USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab
(dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu).

kolestasis

ekstra

hepatik

- Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
Sintigrafi
Radio
Kolop
Hepatobilier untuk
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran
ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu
di
berarti terjadi katresia intrahepatik.

mengetahui
kemampuan
hati
empedu
sampai
tercurah
duodenum,
maka
dapat

- Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.

3.2 Analisis Data

No Data

1.

Etiologi

DS: pasien menangis, rewel Inflamasi yg progresiv

Masalah Keperawatan

Hypertermi

DO:

kerusakan
progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik

Suhu tubuh meningkat


(38C)
Takikardi (103x/menit)

Mekanisme
tubuh
untuk
meningkatkan suhu tubuh

RR meningkat >24x/menit

Hypertermi

DS : pasien terlihat sesak. cairan asam empedu balik ke hati Pola napas tidak efektif
DO :
RR= 35x/menit
Penggunaan
pernapasan

otot

bantu
Peradangan sel hati

Napas pendek
Hepatomegali
hepar)

(pembesaran

distensi abdomen

menekan diafragma
peningkatan Komplain paru

Kebutuhan oksigen meningkat

Frekuensi napas meningkat

3.

DS: Tidak mau makan, Obstruksi aliran dari hati ke Gangguan pemenuhan
rewel, mual/muntah.
dalam usus
Nutrisi
kurang
kebutuhan tubuh

dari

Do:

gangguan penyerapan lemak dan


vitamin larut lemak (A, D, E,
Berat badan turun (6 kg dan K)
menjadi 5,1 kg) ,muntah,
konjungtiva anemis.

Nutrisi kurang dari kebutuhan

4.

Ds:-

cairan asam empedu balik ke hati Kerusakan integritas kulit

Do:
Anak tampak tidak nyaman
dengan posisi tidunya
Terdapat pruritus di daerah
pantat & punggung anak
itching dan akumulasi dari toksik
Albumin 3,27 g/dL (N:3,85,4)
tersebar ke dalam darah dan kulit

Pruiritis (gatal) pd kulit

5.

Ds:-

obstruksi aliran dari hati ke Gangguan eliminasiBAB


dalam usus

Do:
Feses cair, frekuensiBAB
meningkat (lebihdari 3 x
sehari), bunyi bising usus
meningkat.
lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi

Mal absorbsi usus

Diare

6.

DS : -

Pembesaran hepar

DO : Penurunan turgor kulit


Frekuensi nadi meningkat >
100x/menit
Produksi

keringat

Kekurangan volume cairan

meningkat

Distensi abdomen

Input = 700 ml/hr


Output = 1000 ml/hr
Perut terasa penuh

Mual muntah

cairan banyak yang keluar

DS: Orang
menanyakan
anaknya

tua

sering Kurang sumber informasi


keadaan

Ansietas

DO: Orang tua tampak ansietas


gelisah dan bingung

3.3 Diagnosa Keperawatan


1)

3.4 Intervensi Keperawatan


Hypertermi b.d inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan

: suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam

Kriteria hasil

:- suhu normal 36,50 37,5 0C

- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit , RR= 30-40 x/menit)

Intervensi

Rasional

Mandiri:
1. Berikan kompres air biasa pada aksila,
kening, leher dan lipatan paha.
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sekali,
sesuai kebutuhan

1. Dapat membantu mengurangi demam.


1. Mengetahui
kemungkinan
adanya
kenaikan suhu secara mendadak
2. Membantu mengurangi panas di tubuh

3. Berikan pasien pakaian tipis


4. Manipulasi
lingkungan
penggunaan AC/ kipas angin

seperti

3. Memberikan rasa nyaman dengan


mengurangi keadaan panas akibat suhu
pengaruh lingkungan

Kolaborasi:
1. Berikan obat
kebutuhan

1.

anti

piretik

sesuai

1. Digunakan untuk mengurangi demam


dengan
aksi
sentralnya
pada
hipotalamus.

Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen

Tujuan

: Menunjukkan pola nafas yang efektif

Kriteria Hasil

RR= 30-40 napas/ menit

Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas

Tidak ada penggunaan otot bantu nafas

Intervensi

Rasional

Mandiri:
1. Kaji distensi abdomen
2. Kaji RR,
pernafasan.

kedalaman,

1. dengan mengukur lilitan atau lingkar


abdomen
dan

kerja

3. Waspadakan klien agar leher tidak


tertekuk/posisikan semi ekstensi atau
eksensi pada saat beristirahat

2. Untuk mengetahui adanya gangguan


pernafasan pada pasien
3. Menghindari penekanan pada jalan
nafas
untuk
meminimalkan
penyempitan jalan nafas

Kolaborasi:
1. Persiapkan operasi bila diperlukan.
1. Operasi diperlukan untuk memperbaiki
kondisi pasien

1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan
konjungtiva anemis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
polanutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
1.

BB pasien stabil 2 (n+9)kg=

i.
(2+9)kg= 5,5 kg

2.

ii.

Konjungtiva tidak anemis

Intervensi

Rasional

Mandiri:
1. Distensi abdomen merupakan tanda non
verbal gangguan pencernaan.
1. Kaji distensi abdomen
2. Mengidentifikasi
kekurangan
/
kebutuhan nutrisi dengan mengetahui
intake dan output klien.
1. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi
muntah

3. Mengawasi keefektifan rencana diet


4. Untuk
menurunkan
mual/muntah.

rangsang

1. Timbang BB setiap hari.


2. Berikan makanan /minuman sedikit tapi
sering.

5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu


makan.

3. Berikan kebersihan oral sebelum makan


1. Berguna dalam memenuhikebutuhan
nutrisi individudengan diet yang paling
tepat.

Kolaborasi:
1. Konsul dengan ahli diet sesuai indikasi.

2. Memenuhi
kebutuhan
nutrisidan
meminimalkan rangsang pada kantung
empedu.
1. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat
dan batasi makanan penghasil gas.
2. Berikan makanan yang mengandung
medium chain triglycerides (MCT)
sesuai indikasi.

1. Monitor laboratorium; albumin, protein


sesuai program.
2. Berikan
vitamin-vitaminyang
dalaam lemak (A, D, E dan K)

larut

3. Meningkatkan pencernaan dan absorbsi


lemak serta vitamin yang larut dalam
lemak.
4. Memberi informasi tentang keefektifan
terapi.
5. Vitamin-vitamin
penyerapannya.

tersebut

terganggu

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar
penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus
bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus,
Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika
tingkat ikterus meningkat.

4.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi
tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia
bilier.

BAB 5
DAFTAR PUSTAKA

Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th
Edition.

Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM. from: url:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /15AtresiaBilier086.html

Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier
waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/

Mark Davenport. Biliary Atresia. London:


http://asso.orpha.net/OFAVB/__PP__4.html

2010.

Available

from

url

ST.Louis Children's Hospital. Biliary Atresia. Washington University School of Medicine.2010.


Available from : url : http://www.stlouischildrens.org/content/greystone_779.htm

North American Society For Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition.Biliary


Atresia.
From
:
url:
http:
//www.naspghan.org/
userassets/
Documents/pdf
/diseaseInfo/BiliaryAtresia-E.pdf

Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009.


medscape.com/ article/927029-overview

Available From: url: http:// emedicine.

Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan Anak FK
UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url :http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504pkb.pdf

BAB I
PENDAHULUAN
1.

Latar belakang
Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran
empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran
tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan

aliran

empedu.

Tindakan

operatif

atau

bedah

dapat

dilakukan

untuk

penatalaksanaannya. Pada lebih kurang 80% - 90% bayi dengan atresia biliaris ekstrahepatik
yang menjalani pembedahan ketika usianya kurang dari 10 minggu dapat dicapai drainase getah
empedu (Halamek dan Stevenson, 1997). Meski demikian, sirosis yang progresif tetap terjadi
pada anak, dan sampai 80% - 90% kasus pada akhirnya akan memerlukan transplantasi hati
(Andres, 1996).

Atresia bilier ditemukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam 25.000
kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau genetik kendati ditemukan
predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy dan Suchy, 1996; Whitington, 1996). Di Belanda,
dilaporkan kasus atresia bilier sebanyak 5 dari 100.000 kelahiran hidup, di Perancis 5,1 dari
100.000 kelahiran hidup, di Inggris dilaporkan 6 dari 100.000 kelahiran hidup. Di Texas tercatat
6.5 dari 100.000 kelahiran hidup, 7 dari 100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari 100.000
kelahiran hidup di USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup di Jepang
menderita atresia bilier. Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia
bilier di dapatkan pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%)
dan Indian amerika (1,5%). Walau jarang namun jumlah penderita atresia bilier yang ditangani
RS. Cipto Mangun Kusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau
23% dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan di RSU Dr.
Soetomo Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan dari 19.270 penderita rawat inap di
Instalansi Rawat Inap Anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati
didapatkan 9 (9,4%) menderita atresia bilier ( Widodo J, 2010).
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu.
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun di luar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui. Jika aluran empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan
terjadi ikterus atau kuning di kulit dan mata akibat tingginya kadar bilirubin dalam darah. Hal ini
bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal atau
sampai terjadi kematian.
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi
pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila dilakukan setelah umur
2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu ke usus. Selain itu, terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting
bagi anak yang menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana
penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada
anggota keluarga pasien. Segera sesudah pembedahan portoenterostomi, asuhan keperawatannya
serupa dengan yang dilakukan pada setiap pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang

diberikan meliputi pemberian obat dan terapi gizi yang benar, termasuk penggunaan formula
khusus, suplemen vitamin serta mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus mungkin
menjadi persoalan signifikan namun dapat dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi
rendam atau memotong kuku jari-jari tangan (Donna L. Wong, 2008).

BAB II
Tinjauan Teori
1. Pengertian
Atresia biliaris adalah kelainan konginetal yang ditandai dengan obstruksi atau tidak
adanya duktus atau saluran empedu.
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)
Atresia Bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-saluran
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. (http://pilihsehat.tk/.2010)

Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang
akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma &
Taylor,2005)
2.

Etiologi

1.

Belum diketahui secara pasti


2. Diduga kelainan congenital
3. Didapat dari proses-proses peradangan
4. Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine

3.

Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir
(Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada
akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu
sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus dan
duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi
mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak dan
vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin yang
menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).

Pathway
4.

Manifestasi klinis
Neonatus yang menderita obstruksi intra maupun ekstra hepatik menunjukan ikterus, urin
berwarna kuning gelap, tinja berwana dempul dan hepatomegali.
Apabila penyakit berlanjut maka akan timbul sirosis hepatis dengan hipertensi portal yang
menyebabkan perdarahan varises esofagus dan kegagalan fungsi hati. Bayi dapat meninggal
karena gagal hati, perdarahan varises, koagulopati maupun infeksi skunder.

5.

Komplikasi
1. Cirosis hepatis
2. Gagal hati
3. Gagal tumbuh
4. Hipertensi portal
5. Varises Esophagus
6. Asites

6.

Penatalaksanaan
Atresia bilier biasanya memerlukan pembedahan ketika anak masih bayi, dengan
menggunakan prosedur kasai, caranya ahli bedah membuang duktus eksterna hepatik yang tidak
berfungsi lagi dan menganastomosis sebuah duktus pengganti(biasanya jejeunum). Prosedur ini
tidak memiliki angka keberhasilan jangka panjang yang tinggi, akibatnya kerusakan hati
cenderung berlanjut. Suatu alternatif dari proseedur kasai yaitu dengan transpaltasi hati, kadangkadang berhasil dalam mengatasi atresia. Namun cara ini dapat mengakibatkan beberapa
komplikasi, termasuk hemoragi, penolakan organ juga kematian.

7.

Pemeriksaan diagnostic

1. Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial
thromboplastin time.
2. Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran
empedu total.
3. Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin
dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
4. Biopsi hati : untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan dengan
pengambilan jaringan hati.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.1
a.
b.
c.
d.

PENGKAJIAN
Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen,

hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi


e.
Pemeriksaan Fisik
1.
BI : sesak nafas, RR meningkat
2.
B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
3.
B3: gelisah atau rewel
4.
B4: urine warna gelap dan pekat
5.
B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia,
mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
6.
B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan gatal(pruritus),
oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
1.2
1.

Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient yang buruk, mual

muntah
2.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan
dtandai dengan adanya pruritus
4.
Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan (gagal tumbuh) berhubungan dengan
penyakit kronis
5.
Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

1.3
D

Intervensi Keperawatan
Tujuan

Tindakan

Rasional

X
I

Bayi

akan

mempertahankan
Memantau asupan dan

keseimbangan cairan dan elektrolit cairan


yang

ditandai

dengan

Memungkinan

bayi evaluasi

pengisian perjam(cairan

infuse, keseimbangan cairan

kembali dengan kapiler kurang dari 3 susu per NGT, atau bayi
detik, turgor kulit baik, produksi urine jumlah
1-2ml/kgBB/jam

ASI

diberikan,

dan

tindakan

yang lebih lanjut

(timbang

popok)
Mengetahui kadar PH
Periksa feses tiap hari

feces

untuk

menentukan absorbsi
lemak

dan

karbohidrat bayi. (PH


normal 7-7,5)

Untuk

mendeteksi

asites
Memantau lingkar perut

bayi setiap hari

Tanda

dehidrasi

mengindikasikan

Observasi tanda-tanda
dehidrasi
kuilt

(oliguria,

kering,

turgor

kulit buruk, ubun-ubun

intervensi
dalam

segera
mengatasai

kekurangan

cairan

pada bayi

dan mata cekung

untuk

Kolaborasi

pemeriksaan elektrolit,
kadar

protein

Mengevaluasi
keseimbangan

dan

elektrolit

total,

albumin, nitrogen urea


darah

dan

kreatinin

serta darah lengkap


II

Bayi akan menunjukkan peningkatan

Ukur

masukan

diet
Memberikan informasi

berat badan progresif mencapai tujuan harian (MCT)

tentang

kebutuhan

dengan nilai laboratorium normal

pemasukan/defisiensi
Mungkin sulit untuk
menggunakan
Timbang sesuai indikasi. badan

berat
sebagai

Bandingkan perubahan indicator

langsung

status cairan, riwatyat status nutrisi karena


berat badan

ada

gambaran

edema/asites

Berikan

Pasien

cenderung

perawatan mengalami

mulut sering

luka/perdarahan gusi
dan rasa tak enak
pada mulut dimana
menambah anoreksia
Mencegah kulit kering
berlebihan

Mandikan dengan air


hangat sehari dua kali
dan

di

olesi

cream

dan

memberikan
penghilang rasa gatal

baby

Kelembapan
meningkatkan

III

pruritus dan resiko


Pertahankan sprei kering
Bayi
akan
mempertahankan
kerusakan kulit
dan bersih
kelembapan kulit yang ditandai
Pengubahan posisi
dengan kulit tidak kering, tidak ada
menurunkan tekanan
pruritus, jaringan kulit utuh dan bebas
pada jaringan dan
lecet
Rubah posisi tidur untuk memperbaiki
sesuai jadwal

sirkulasi

Mencegah dari cidera


tambahan pada kulit
khususnya bila tidur

Antihistamin

dapat

mengurangi

Gunting

kuku

rasa

jari gatal

hingga pendek, berikan


sarung

tangan

bila

memungkinkan

IV

Berikan obat sesuai

indikasi (antihistamin)
Bayi akan bertumbuh dan berkembang
Berikan stimulus pada
Stimulasi bayi yang
secara normal yang ditandai dengan bayi yang menekankan terencana membantu
mencapai tahap pertumbuhan dan pencapaian
perkembangan yang sesuai

keterampilan

tahap-tahap

penting

motorik dalam perkembangan

kasar

dan

membantu

orangtua

memiliki

ikatan dengan bayi


Dapat menghilangkan
stress pada orangtua
yang
Jelaskan pada orangtua
bahwa

bayi

dapat

saja

mereka
tidak

mencapai tahap-tahap
penting perkembangan
dengan kecepatan yang

menghadapi

masalah

dan

memberikan
informasi
tentang

penting
cara-cara

menstimulasi
perkembangan

sama seperti pada bayi


sehat

Mengelompokkan

intervensi

Sedapat
lakukan

mungkin
intervensi

secara berkelompok

memungkinkan bayi
beristirahat
gangguan,

istirahat

diperlukan

untuk

tahap
V

Bayi akan mempertahankan pola nafas

Awasi

tanpa

tumbuh

kembang bayi
frekuensi, Pernafasan dangkal,

efektif, bebas dispneu dan sianosis, kedalaman, dan upaya cepat/dispneu


dengan nilai GDA dan kapasitas vital pernafasan

mungkin ada

dalam rentang normal

hubungan hipoksia
atau akumulasi cairan
dalam abdomen
Menunjukan
Auskultasi bunyi nafas
terjadinya komplikasi
krekles, mengi dan
(contoh adanya bunyi
ronchi
tambahan
menunjukan
akumulasi
cairan/sekresi)
meningkatkan resiko
infeksi
Perubahan mental
dapat menunjukkan

Observasi

perubahan

tingkat kesadaran

hipoksia dan gagal


nafas

Memudahkan
Berikan posisi kepala
bayi lebih tinggi

pernafasan dengan
menurunkan tekanan
pada diagfragma

Untuk mencegah

hipoksia
Berikan tambahan O2
sesuai indikasi

Kolaborasi

Mengetahui perubahan
untuk

pemeriksaan GDA

status pernafasan dan


terjadinya komplikasi
paru

DAFTAR PUSTAKA
1.

Newman, W.A. Dorland. 2002. Kamus Kedoteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EG

2.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EG

3.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan

4.
5.

Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Jakarta : EGC


DSA Gulton, Eric. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara
Ringoringo, Parlin. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta: RS Dr. Cipto Mangunkusumo


6.
R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2.
Jakarta : EGC

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian atresia bilieri, etiologi dan
klasifikasi, patofisiologi, penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik, dan proses keperawatan pada
klien atresia bilier.
Atresia bilier adalah suatu defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanyaatau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik dan intrahepatik.
Atresia bilier merupakan suatu penyakit yang sering terjadi pada bayi atau anak-anak di
karenakan pada bayi atau anak sistem-sistem organ seperti sistem endokrin belum terbentuk
secara sempurna.

Kelainan bilier pada anak sangat berdampak apabila tidak segera ditangani, dampak
yang paling besar yaitu bisa menimbulkan kematian pada bayi atau anak tersebut.
Komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan bilier yaitu sirosis dan hipertensi portal, yang mana
hipertensi portal dapat mangakibatkan terjadinya gagal hati, yaitu pembentukan hati yang tidak
bisa sempurna.
1.2

Tujuan
Umum :
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan memahami penyakit atresia bilier pada bayi dan
anak-anak.
Khusus :
Setelah membaca makalah ini, pembaca diharapkan dapat memahami
dan menjelaskan :

1.3

1.

Pengertian atresia bilier

2.

Etiologi dan patofisiologi atresia bilier

3.

penatalaksanaan atresia bilier

4.

Proses keperawatan pada atresia bilier

Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, kami memperoleh rumusan masalah :

1.

Apa pengertian atresia bilier ?

2.

Apa penyebab dan patofisiologi dari atresia bilier?

3.

Bagaimana penatalaksanaan pada atresia bilier ?

4.

Bagaimana proses keperawatan atresia bilier?

BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1

Pengertian
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Atresia bilier merupakan suatu defek congenital yang merupakan
hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam
empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa
menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.

1.2

Etiologi
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui secara pasti tetapi kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.

1.3

Patofisiologi
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu ke
luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati.ini akan menyebabkan peradangan, edema dan degenerasi
hati. Behkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis dan hipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi,
kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.

Pathway
Obstruksi atau tidak adanya saluran empedu ekstrahepatik

Empedu tersumbat dan kembali ke alveolar

Akan terjadi berbagai derajat kolestasis


Retensi zat-zat iritatif dan toksin
pruritus

Gangguan integritas kulit


b.dpruritus

al Ginjal

peradangan, Oedema

Malabsorbsi lemak,

degenarasi hepatic

Vitamin

Perubahan nutrisi
kurang
darikebutuhan
tubuh b.d absorbs
dan tidak mau
makan

Sirosis

Hipertensi portal

Malnutrisi
kekurangan vitamin larut lamak

Dilakukan pembedahah

Resiko perdarahan b.dprosedur


pembedahan
Resiko infeksi b.d prosedur
pembedahan

Gagal tumbuh

Gangguan tumbuh
kembang b.d
kondisikronik

1.4

Gejala
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
Air kemih bayi berwarna gelap
Tinja berwarna pucat
kulit berwarna kuning
berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

gangguan pertumbuhan
gatal-gatal
rewel
tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,

usus dan limpa ke hati).


Distensi abdomen
Varises esophagus
Hepetomegali
Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
Lemah
Pruritus
Anoreksia
Letragi

1.5

1.6

1.7

Komplikasi
Komplikasi yang di timbulkan pada oenyakit atresia bilier adalah:
Cirrhosis
Gagal hati
Gagal tumbuh
Hipertensi portal
Varises esophagus
Asites
Encephalopathy
Pemeriksaan Diagnostik
Fungsi hati : bilirubin, aminotransferase (ALTAST) dan factor pembekuan protrhombin time,
partial thromboplastin time.
Pemeriksaan urine dan tinja.
Biopsy hati.
Cholangiography untuk menentukan keberadaan atresia.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar.


Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)

1.8

USG perut
Rontgen perut (tampak hati membesar)
Kolangiogram
Biopsi hati
Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).
Pengobatan
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.

1.9
A.

B.
1.
2.
3.
4.
5.

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Anamneses
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan fisik:
System gastrointestinal: warna tinja, distensi, asites, hepatomegali,anoreksia, tidak mau makan
System pernafasan
Genitourinary : Warna urine
Integumen: jaundice,kulit kering, pruritus, kerusakan kulit,edema perifer
Muskuloskletan: letargi
Diagnose Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi
Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik
Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan
Resiko infeksi berhubungan dengan perosedur pembedahan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs dan

tidak mau makan


6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
7. Gangguan integritas kulit berhunbungan dengan pruritus

C. Intervensi Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbs
Tujuan:untuk meningkatkan status hidrasi
KH : anak akan menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai
dengan membrane mukosa lembab, pengisian kembali kapiler 3-5 detik, turgor kulit baik,

a.
b.
c.
d.
e.

pengeluaran urine 1-2 ml/kg/jam


Intervensi
Memertahankan terapi cairan intravena
Kaji tanda-tanda dehidrasi: ubun-ubun, turgur kulit,membrane mukosa
Kaji intake dan output cairan
Pasang NGT untuk nutrisi dan cairan ukur lilitan atau lingkar abdomen
Monitor resistensi perifer, tekanan darah,total protein,albumin, urea nitrogen dan kreatinine

2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik


Tujuan: Mempertahankan tumbuh kembang secara normal
KH: anak akan memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal
Intervensi
a. Meakukan stimulasi yang dapat dicapai sesuai dengan usia seperti gerakan (motor halus dan
b.

kasar, ROM, posisi duduk)


Menjelaskan pada orang tua pentingnya melakukan stimulasi tumbuh kembang dengan
menyesuaikan kondisi seperti perlu istirahat.

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan


Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
Tujuan: untuk mencegah perdarahan dan infeksi
KH: tidak menunjukkan perdarahan dan infeksi
Intervensi
a. Pantau tanda-tanda vital
b. Pantau perdarahan dan tanda-tanda infeksi
c. Hindarkan pasien dari pergerakan yang berlebihan yang dapat menambah ketegangan
d. Pantau distensi abdomen yang terjadi pada pasien
e. Monitor bising usus
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs dan
tidak mau makan
Tujuan: meningkatkan status nutrisi yang adekuat
KH: anak akan menunjukkan status nutrisu adekuat yang ditandai dengan nafsu makan baik dan
dan berat badan yang sesuai
Intervensi
a. Memberikan serta mempertahankan nutrisi parenteral dan juga kepatenan IV
b. Memberikan dan mempertahankan nutrisi melalui NGT
c. Memberikan nutrisi yang adekuat seperti vitamin, mineral dan suplemen

d. Timbang berat badan tiap hari


e. Monitor intake dan output
f. Monitor laborotorium seperti albumin, protein sesuai program
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
Tujuan: mempertahankan keutuhan kulit
KH: anak akan menunjukkan keutuhan kulit
Intervensi
a. Kaji tanda-tanda kerusakan kulit
b. Merubah posisi posisi anak setiap 2 jam atau sesuai kondisi
c. Menempatkan anak pada matras yang lembut
6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
Tujuan: meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
KH: orang tua/keluarga akan mengekspresikan pemahaman tentang perawatan di rumah
Intervensi
a. Menjelaskan kepada klien tentang pengobatan yang diberikan seperti dosis, reaksi dan tujuan
pengobatan.
b. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya stimulus pada anak seperti pendengaran, visual dan
sentuhan
c. Menjelaskan kepada orang tua/keluarga pentingnya monitor adanya muntah, mual, keram otot,
diare, HR yang tidak teratur.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Atresia bilier merupakan suatu defek congenital yang merupakan

hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam
empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui secara pasti tetapi kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu ke
luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati.ini akan menyebabkan peradangan, edema dan degenerasi
hati. Behkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis dan hipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi,
kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Volume II. Jakarta: EGC
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta
1987
Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell
1997

20
e.
Evaluasi 1.
Perencanaan pemulangan

Jelaskan tentang kondisi anak

Jelaskan untuk control ulang

Lihat implementasi no 5
21
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel. Menurut Mitayani, hidrosefalus dapat terjadi karena gangguan
sirkulasi likour didalam system ventrikel atau oleh produksi berlebihan likuor. a.
Hidrosefalus obstruksi atau non komunikans terjadi bila sirkulasi likuor otak terganggu, yang
kebanyakan disebabkan oleh stenosis akuaduktus sylvii. Atresia foramen megandi dan lushka
jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus. b.
Hoidrosefalus komunikans terjadi karena produksi berlebihan gangguan oenyerapan yang jarang
ditemukan. Cara penyembuhan dari penyakit Hidrosefalus adalah mengurangi produksi CSS,
mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi , dan pengeluaran
likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran
empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Pada atresia bilier terjadi
penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan
hati dan
sirosis hati
, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal. Kemungkinan penyebab atrisia bilier karena infeksi
pada intraurine.

22
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada atrisia billier adalah dengan memeriksa Fungsi hati
(bilirubin, aminotransferase ALTAST dan factor pembekuan prothrombin time. Partial

thromboplastin time.), Pemeriksaan urine dan tinja, Biopsy hati, Cholangiography untuk
menentukan keberadaan atresia B.
Saran Diharapkan kepada orang tua yang mendapatkan anak dengan kasus Hidrocephallus untuk
tidak berkecil hati karena masih ada pengobatan yang dapat dilakukan. Pengobatan tersebut
dapat membantu anak tersebut untuk proses tumbuh kembang si anak dikemudian hari
.
Bagi petugas kesahatn diharapkan data memberikan penatalaksanaan yang tepat dan asuhan yang
adekuat serta hati-hati untuk mencegah terjadi infeksi, sehingga nantinya dapat menurunkan
angka kematian akibat penyakit Hidrocephallus ini. Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan
pemberian penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan
mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.

23
DAFTAR PUSTAKA
Amru sofian.2011.
synopsis obstetric.
jakarta, EGC
Mitayani, 2009,
asuhan keperawatan maternitas.
jakarta, salemba merdeka.
Suriadi, rita yuliani, 2010. asuhan keperawtan pada anak.jakarta. sagung seto.

You might also like