You are on page 1of 48

CAUDA EQUINA SYNDROME

Oleh :
YOHANIS PRIMUS T. SONGMEN
061050180

Pembimbing :
Dr. ROBERT SINURAT, Sp.BS
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
PERIODE 22 AGUSTUS - 22 OKTOBER 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan
pustaka ini.
Tinjauan pustaka yang berjudul Cauda Equina Syndrome ini merupakan salah satu
tugas akademik dalam menjalani Kepanitraan Bagian Ilmu Bedah FK UKI Jakarta Timur .
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Robert Siburat, SpBS yang merupakan pembimbing dalam membuat refarat ini
2. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tinjauan pustaka ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini memiliki kekurangan, oleh karna itu sangat
diharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan karya ini. Besar harapan penulis
tinjauan pustaka ini dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya dalam proses
pendidikan dokter muda di Bag/SMF. Ilmu Bedah FK UKI Jakarta Timur.

Jakarta ,22 Agustus-22 Oktober 2011


Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul.....................................................................................................

Kata Pengantar.....................................................................................................

ii

Daftar isi..............................................................................................................

iii

Pendahuluan.........................................................................................................

Anatomi
Embriologi Medula Spinalis .

Neuroanatomi Medula Spinalis .

13

Neurofisiologi Medula Spinalis .

23

Columna Vertebralis dan Lumbal

34

Patofisiologi Cauda Equina Syndrome ..

38

Gejala Klinis Cauda Equina Syndrome.

41

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis.

42

Pemeriksaan Penunjang.

43

Terapi
Terapi Konservatif................................................................................

45

Terapi Pembedahan...............................................................................

46

Daftar Pustaka......................................................................................................

47

ANATOMI

BAB I
PENDAHULUAN
Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat, dimana informasi
sensorik akan diintegrasikan di semua tingkat system saraf dan menyebabkan respons
motorik sesuai yang dimulai dalam

medulla spinalis dengan reflex-refleks otot yang

relative sederhana, meluas ke batang otak dengan respons yang lebih kompleks, dan
akhirnya ,meluas ke serebrum, tempat kecakapan otot yang paling kompleks dikendalikan.
Tanpa sirkuit neuronal khusus pada medulla, bahkan system pengatur motorik yang paling
kompleks sekalipun didalam otak tidak dapat menghasilkan gerakan otot dengan tujuantujuan tertentu.
Medulla spinalis adalah korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna
vertebra yang memanjang dari medulla batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama
medulla spinalis mempunyai fungsi yaitu Medulla spinalis mengendalikan berbagai
aktivitas reflek dalam tubuh dan mentransmisikan impuls saraf ke dan dari otak melalui
jaras ( traktus ) asenden dan desenden.
Cauda equina merupakan kumpulan akar saraf intradural pada ujung medulla spinalis.
Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah bahasa latin untuk kuda,
sehingga berarti ekor kuda. Medula spinalis adalah kelanjutan medulla kearah bawah yang
dimulai tepat dibawah foramen magnum dan berakhir pada diskus intervertebralis antara
vertebrae lumbalis pertama dan kedua sebagai struktur yang mengecil yang disebut conus
medullaris, terdiri dari segmen medulla spinalis sakralis. Ini memberi inervasi sensorik ke
saddle area, inervasi motorik ke sfingter dan inrevasi parasimpatis ke kandung kencing
dan usus bagian bawah, yaitu dari flexura lienalis kiri ke rektum.
Saraf pada region cauda equina meliputi lumbal bagian bawah dan semua akar saraf
sakralis. Nervus splanchnic pelvicus membawa serat parasimpatis preganglionik dari S2-S4
untuk menginervasi musculus detrusor pada kandung kencing. Sebaliknya lower motor
neuron somatic dari S2-S4 menginervasi otot volunter dari sfingter ani eksterna dan
sfingter uretra ke rektum inferior, dan percabangan perineum dari nervus pudendus. Oleh
4

karena itu akar saraf region cauda equina membewa sensasi dari ekstremitas bawah,
somatom perineum, dan serta motorik yang keluar ke miotom ekstremitas bawah. Lanjutan
dari conus yag tipis, seperti banang yaitu filum terminale merupakan elemen non neuron
dalam region cauda equina yang meluas ke bawah menuju coccygeus. Sindrom cauda
equina disebabkan oleh hilangnya fungsi 2 atau lebih akar saraf yang membentuk cauda
equina. Ia didefinisikan sebagai kompleks gejala yang meliputi low back pain, siatika
unilateral atau yang lebih khas bilateral, gangguan sensoris saddle, dan kehilangan
sensasi motorik dan sensori ekstremitas bawah yang bervariasi, bersama-sama dengan
gangguan kandung kencing, usus dan disfungsi ereksi.
Onset gejala sindrom cauda equina dapat akut atau kadang kronis. Hilangnya
sensasi motorik bervariasi dari kelemahan sampai paralysis flaksid (sesuai waktu) tanpa
tanda-tanda gangguan upper motor neuron. Gejala sensoris meliputi saddle anesthesia
dan berbagai gangguan sensoris dan ekstremitas bawah dari nervus L3 sampai coccygeus.

BAB II
ISI
I.

Embriologi Medulla Spinalis


Sistem saraf pusat (SSP) muncul pada awal minggu ketiga sebagai suatu lempeng

penebalan ektoderm yang terbentuk seperti sandal, lempeng saraf (neural plate) di regio
middorsal di depan primitive node (nodus primitif). Tepi-tepi lempeng ini segera
membentuk lipatan saraf (neural plate) (Gambar 1).

Gambar 1. A. Pandangan dorsal mudigah pada tahap presomit lanjut pada usia
sekitar 18 hari. Amnion telah disingkirkan, dan lempeng saraf jelas terlihat. B.
Pandangan dorsal mudigah pada usia sekitar 20 hari. Perhatikan somit dan alur-alur
saraf serta lipatan-lipatan saraf.
Seiring dengan perkembangan lebih lanjut, lipatan saraf tersebut terus meninggi,
saling mendekati di garis tengah, dan akhirnya menyatu membentuk tabung saraf (neural
tube) (Gambar 2 dan 3).

Gambar 2. A. Tampak dorsal mudigah manusia pada usia sekitar 22 hari. Tampak
jelas tujuh somit di kedua sisi tabung saraf. B. Tampak dorsal mudigah manusia pada usia
23 sekitar hari. Sistem saraf berhubungan dengan rongga amnion melalui neuroporus
kranialis dan kaudalis
Penyatuan dimulai di daerah servikal dan berlanjut ke arah sefalik dan kaudal
(Gambar 3.A). Jika penyatuan telah dimulai, ujung-ujung bebas tabung saraf membentuk
neuroporus kranialis dan kaudalis yang berhubungan dengan rongga amnion di atasnya
(Gambar 3.B). Penutupan neuroporus kranialis berlangsung ke arah kranial dari tempat
penutupan awal di regio servikal (Gambar 3.A) dan dari suatu tempat di otak depan yang
terbentuk belakangan. Tempat yang belakangan ini berjalan ke arah kranial, untuk menutup
regio paling rostral tabung saraf, dan ke arah kaudal untuk bertemu dengan penutupan dari
daerah servikal (Gambar 3.B). Penutupan akhir neuroporus kranialis terjadi pada stadium18 sampai-20 somit (hari ke-25); penutupan neuroporus kaudalis terjadi sekitar 2 hari
kemudian.
Ujung sefalik tabung saraf memperlihatkan tiga dilatasi, yakni vesikel otak primer:
7

(a) prosensefalon atau otak depan (forebrain),


(b) mesensefalon atau otak tengah (midbrain); dan
(c) rhombensefalon atau otak belakang (hindbrain).
Secara bersamaan ujung ini membentuk dua fleksura:
(a) fleksura servikalis di taut otak belakang dan korda spinalis, dan
(b) fleksura sefalika di regio otak tengah (Gambar 4).

Gambar 3. Potongan sagital melalui mudigah manusia berusia sekitar 27


hari. Tiga vesikel otak mewakili otak depan (F), otak tengah (M), dan otak
belakang (H).
Ketika mudigah berusia 5 minggu, prosensefalon terdiri atas dua bagian:
(a) telensefalon, yang dibentuk oleh bagian tengah dan dua kantong luar lateral,
hemisferium serebri primitif
(b) diensefalon, yang ditandai oleh pertumbuhan keluar vesikel mata (vesikula
optika).
Suatu alur dalam isthmus rombensefalon, memisahkan mesensefalon dan
rhombensefalon.

Rhombensefalon juga terdiri atas dua bagian:


(a) metensefalon yang kemudian membentuk pons dan serebelum, dan
(b) mielensefalon. Batas antara kedua bagian ini ditandai oleh sebuah lekukan yang
dikenal sebagai fleksura pontina (Gambar4).

Gambar 4. Potongan sagital melalui otak mudigah manusia berusia sekitar 32 hari.
Tiga vesikel otak telah memisah menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon,
metensefalon dan mielensefalon
Lumen korda spinalis, kanalis sentralis, bersambungan dengan lumen vesikel otak.
Rongga rombensefalon dikenal sebagai ventrikel keempat, rongga diensefalon sebagai
ventrikel ketiga, dan rongga-rongga hemisferium serebri adalah ventrikel lateral (Gambar
4). Ventrikel ketiga dan keempat saling berhubungan melalui lumen mesensefalon. Lumen
ini menjadi sangat sempit dan kemudian dikenal sebagai akueductus Sylvii. Ventrikel
lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui foramen interventrikulare Monro
(Gambar 4).
Dinding tabung saraf yang baru tertutup terdiri dari sel neuroepitel. Sel-sel ini
terdapat di seluruh ketebalan dinding dan membentuk suatu epitel bertingkat semu yang
tebal. Sel-sel ini dihubungkan oleh kompleks taut di lumen. Selama stadium alur saraf

(neural groove) dan segera setelah penutupan tabung saraf, sel-sel ini membelah dengan
cepat, menghasilkan sel neuroepitel yang semakin banyak. Secara keseluruhan, sel-sel ini
membentuk lapisan neuroepitel atau neuroepitelium.
Setelah tabung saraf tertutup, sel neuroepitel mulai menghasilkan jenis sel yang lain
yang ditandai oleh nukleus besar bulat dengan nukleoplasma pucat san nukleolus berwarna
gelap. Ini adalah sel saraf primitif, atau neuroblas. Sel-sel ini membentuk lapisan mantel
(mantle layer), suatu zona di sekitar lapisan neuroepitel. Lapisan mantel kemudian
membentuk substansia grisea korda spinalis.
Lapisan paling luar korda spinalis, lapisan marginal, mengandung serabut-serabut
saraf yang keluar dari neuroblas di lapisan mantel. Akibat mielinasi serabut saraf, lapisan
ini tampak putih sehingga disebut substansia alba korda spinalis.
Akibat penambahan neuroblas terus menerus ke lapisan mantel, masing-masing sisi
tabung saraf memperlihatkan penebalan ventral dan dorsal. Penebalan ventral, lempeng
basal, yang mengandung sel-sel kornu motorik ventral, membentuk area motorik korda
spinalis; penebalan dorsal, lempeng alar, membentuk area sensorik.
Sebuah alur longitudinal, sulkus limitans, menandai batas antara keduanya. Bagian
tengah dorsal dan ventral dari tabung saraf yang masing-masing dikenal sebagai lempeng
atap dan lantai, tidak mengandung neuroblas; keduanya terutama berfungsi sebagai jalur
untuk serabut saraf yang melintas dari satu sisi ke sisi lain.
Selain kornu motorik ventral dan kornu sensorik dorsal, sekelompok neuron
berkumpul di antara dua area tersebut dan membentuk kornu intermediat kecil. Kornu ini,
mengandung neuron-neuron bagian simpatis sistem saraf otonom, hanya terdapat di level
torakal (T1-T12) dan lumbal atas (L2 atau L3) korda spinalis.
Sel saraf
Neuroblas atau sel saraf primitive secara khusus dibentuk dari pembelahan sel-sel
neuroepitel. Pada mulanya, neuroblas mempunyai sebuah tonjolan tengah yang menuju ke
lumen (dendrite sementara), tetapi ketika sel-sel ini bermigrasi ke lapisan mantel, tonjolan
ini menghilang dan neuroblas untuk sementara berbentuk bulat dan apolar. Pada
diferensiasi selanjutnya, dua tonjolan sitoplasma baru timbul pada dua sisi badan sel yang
berlawanan, dengan demikian membentuk neuroblas bipolar. Tonjolan pada salah satu
10

ujung sel tersebut memanjang dengan cepat membentuk akson primitive, sedangkan
tonjolan pada sisi yang lain memperlihatkan sejumlah percabangan sitoplasma, dendrite
primitive. Sel ini kemudian dikenal sebagai neuroblas multipolar dan pada perkembangan
selanjutnya menjadi sel saraf dewasa atau neuron.
Begitu neuroblas sudah terbentuk, mereka kehilangan kemampuannya untuk
membelah. Akson-akson neuron pada lamina basalis menerobos ke luar melalui lapisan
marginal dan menjadi terlihat pada sisi ventral medulla spinalis. Secara keseluruhan,
mereka disebut radiks anterior motorik nervus spinalis dan menghantarkan rangsang
motorik dari medulla spinalis ke otot-otot. Akson neuron dalam kornu sensorik dorsal
(lamina alaris) memiliki perilaku yang berbeda dengan akson neuron dalam kornu ventral.
Mereka menembus ke dalam lapisan marginal medulla spinalis, kemudian bergerak naik
atau turun ke tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah untuk membentuk neuron-neuron
asosiasi.
Sel glia
Sebagian besar sel-sel penunjang primitive yang disebut gliablas dibentuk oleh selsel neuroepitel setelah pembentukan neuroblas berhenti. Dari lapisan neuroepitel ini,
gliablas bermigrasi ke lapisan mantel dan lapisan marginal. Di dalam lapisan mantel, sel-sel
gliablas berdiferensiasi menjadi astrosit protoplasmic dan astrosit fibrilar. Sel
oligodendroglia ditemukan pada lapisan marginal, membentuk selubung myelin di sekitar
akson yang naik maupun akson yang turun di dalam lapisan marginal. Pada paruh
perkembangan kedua, sel penunjang jenis ketiga yaitu sel microglia, muncul di system saraf
pusat. Sel ini sangat fagositik dan berasal dari mesenkim. Ketika sel-sel neuroepitel
berhenti menghasilkan neuroblas dan gliablas, akhirnya mereka berdiferensiasi menjadi sel
ependim yang melapisi canalis sentralis medulla spinalis.
Sel-sel crista neuralis
Selama terjadi pelipatan lempeng saraf, sekelompok sel tampak disepanjang tepi
kiri dan kanan aur saraf. Sel-sel ini yang berasal dari ectoderm dan dikenal sebagai sel
crista neuralis, untuk sementara membentuk lapisan tengah diantara tabung saraf dan
ectoderm permukaan. Lapisan ini terbentang di sepanjang tabung saraf dan sel-sel crista

11

neuralis dari daerah ini bermigrasi kearah lateral. Beberapa sel ini kemudian membentuk
ganglia sensorik (ganglia radiks dorsalis) saraf spinalis.

Gambar 2. A-C. Potongan melintang melalui mudigah dengan usia yang semakin tua yang
memperlihatkan pembentukan alur saraf, tabung saraf, dan krista neuralis. Sel-sel krista
neuralis bermigrasi dari tepi lipatan saraf dan berkembang menjadi gamglion sensorik
spinal dan kranial (A-C).

12

D. Foto elektron mikroskop scanning dari mudigah ayam yang memperlihatkan sel-sel
tabung saraf dan krista neuralis bermigrasi dari regio dorsal tabung (bandingkan B dan C)
Pada perkembangan selanjutnya, neuroblas ganglia sensoris membentuk dua buah
tonjolan. Tonjolan yang tumbuh ke sentral menembus bagian dorsal tabung saraf. Pada
medulla spinalis ujung-ujungnya berakhir pada kornu dorsal atau naik melalui lapisan
marginal menuju ke salah satu pusat otak yang lebih tinggi. Tonjolan-tonjolan ini semuanya
dikenal sebagai radiks sensorik dorsalis saraf spinal. Tonjolan-tonjolan yang tumbuh ke
perifer bergabung dengan serabut-serabut radiks motorik ventralis sehingga ikut serta
membentuk trunkus nervus spinalis. Akhirnya, tonjolan-tonjolan ini berakhir pada organ
reseptor sensorik. Oleh Karena itu, neuroblas dari ganglia sensorik menghasilkan neuronneuron radiks dorsalis.

Saraf-saraf spinalis
Serat-serat saraf motorik mulai tampak pada minggu ke-4 perkembangan, muncul
dari sel saraf yang terletak di lamina basalis (kornu ventrale) medulla spinalis. Serabutserabut ini menjadi terkumpul menjadi berkas-berkas yang dikenal sebagai radices nervi

13

ventrales. Radices nervi dorsales merupakan kumpulan dari serat-serat yang berasal dari
sel-sel di ganglia radiks dorsalis (ganglia spinalis). Tonjol-tonjol sentral dari ganglia ini
membentuk berkas-berkas yang tumbuh menuju ke medulla spinalis berlawanan dengan
kornu dorsal. Tonjol-tonjol sebelah distal bergabung dengan radiks nervus ventralis
membentuk sebuah nervus spinalis.
Segera setelah itu, nervus spinalis membelah menjadi rami dorsalis dan ventralis
primer. Rami dorsalis primer mempersarafi otot-otot aksial dorsal, sendi-sendi tulang
belakang dan kulit di bagian punggung. Rami ventralis primer mempersarafi tungkai atas
dan bawah serta dinding tubuh ventral dan membentuk pleksus nervus utama (kranialis,
brakialis, dan lumbosakralis).
Pembentukan selubung myelin (mielinasi)
Pembentukan selubung myelin saraf-saraf tepi dilakukan oleh sel Schwann. Sel-sel
ini berasal dari crista neuralis, bermigrasi ketepi dan menyelubungi akson, sehingga
membentuk selubung neurilemma. Mulai pada bulan keempat masa janin, banyak serabut
saraf berangsur-angsur menjadi berwarna putih karena penimbunan myelin, yang dibentuk
oleh gulungan berkali-kali selaput sel Schwann di sekeliling akson.
Selubung myelin yang meliputi serabut-serabut saraf didalam medulla spinalis ini
berbeda asal usulnya, karena selubung myelin ini dibentuk oleh sel oligodendroglia.
Sekalipun pembentukan selubung myelin untuk serabut-serabut saraf di medulla spinalis
dimulai kurang lebih pada bulan ke-4masa kehidupan dalam rahim, beberapa serabut
motorik yang turun dari pusat-pusat otak yang lebih tinggi menuju ke medulla spinalis tidak
memperoleh selubung myelin hingga tahun pertama setelah lahir. Traktus-traktus system
saraf ini baru memperoleh selubung myelin kira-kira pada saat mulai berfungsi.

Perubahan letak medulla spinalis


Pada perkembangan bulan ke-3, medulla spinalis terbentang disepanjang mudigah
dan

saraf-saraf

spinalis

berjalan

melalui

lubang-lubang

antar

ruas

(foramina

intervertebralis) setinggi tingkat asalnya. Akan tetapi, dengan bertambahnya usia, kolumna
vertebralis dan dura lebih cepat memanjang daripada tabung saraf, sehingga ujung kaudal
14

medulla spinalis berangsur-angsur bergeser ke tempat yang lebih tinggi. Pada saat lahir,
ujung ini terletak setinggi ruas lumbal ketiga. Sebagai akibat pertumbuhan yang tidak
seimbang ini, saraf-saraf spinal berjalan secara oblik dari segmen asalnya di medulla
spinalis menuju ke segmen kolumna vertebralis yang sesuai. Dura tetap melekat pada
kolumna vertebralis setinggi koksigeus.
Pada orang dewasa, medulla spinalis berakhir setinggi L2-L3. Dibawah tempat ini,
sebuah juluran piamater menyerupai tali membentuk filum terminale, yang merupakan
bukti jalur regresi medulla spinalis dan melekat ke periosteum vertebra coccygis I. Serabutserabut saraf dibawah ujung kaudal medulla spinalis ini semua dikenal sebagai cauda
equine. Apabila cairan otak diambil melalui pungsi lumbal, jarum dimasukkan pada
setinggi lumbal bawah, dengan demikian menghindari tertusuknya ujung bawah medulla
spinalis.1

II.

Neuroanatomi Medulla Spinalis

Pleksus saraf dan radiks posterior


Ketika saraf perifer masuk ke kanal spinalis melalui foramen intervertebrale,
serabut aferen dan eferen berjalan terpisah : saraf perifer terbagi menjadi dua sumber,
radiks spinalis anterior dan posterior. Radiks anterior terdiri dari serabut saraf eferen yang
keluar dari medulla spinalis, sedangkan radiks posterior mengandung serabut saraf aferen
yang memasuki medulla spinalis. Namun, transisi langsung dari saraf perifer ke radiks

15

spinalis dapat ditemukan, meskipun hanya didaerah torakal. Pada tingkat servikal dan
lumbosakral, terdapat pleksus saraf yang berada diantara saraf perifer dan radiks nervi
spinalis (pleksus servikalis, pleksus brakialis, pleksus lumbalis, dan pleksus sakralis).
Di pleksus ini, yang terletak di luar kanalis spinalis, serabut eferen saraf perifer
terdistribusi ulang sehingga serabut dari masing-masing saraf akhirnya bergabung dengan
nervus spinalis di berbagai level segmental. Serabut saraf aferen yang terdistribusi ulang
kemudian memasuki medulla spinalis pada level yang berbeda-beda dan berjalan naik
menempuh jarak yang berbeda di medulla spinalis sebelum membentuk kontak sinaps
dengan neuron sensorik kedua, yang dapat terletak di atau dekat segmen pintu masuk
serabut aferen atau setinggi otak.

16

Digresi : anatomi radiks spinalis dan nervus spinalis


Secara keseluruhan, ada 31 pasang nervus spinalis; masing-masing nervus spinalis
terbentuk oleh pertautan antara radiks anterior dan posterior di dalam kanalis spinalis.
Penomoran nervus spinalis berdasarkan korpus vertebrae. Meskipun hanya terdapat tujuh
vertebra servikalis, ada delapan pasang nervus spinalis, karena nervus spinalis teratas
keluar (atau masuk) ke kanalis spinalis tepat diatas vertebra servikalis I.
Dengan demikian, nervus servikalis pertama (C1), keluar dari kanalis spinalis
diantara os oksipitalis dan vertebra servikalis I (atlas); saraf servikal lainnya, hingga C7,
keluar diatas nomor vertebra yang sesuai; dan C8 keluar diantara vertebra servikalis VII
(terbawah) dan vertebra torakalis I. Pada tingkat torakal, lumbal dan sacral, masing-masing
saraf spinalis keluar (atau masuk) ke kanalis spinalis di bawah nomor vertebra yang sesuai.
Dengan demikian, pada bagian ini jumlah pasangan saraf spinalis sesuai dengan jumlah
vertebranya ( 12 torakal, 5 lumbal, dan 5 sakral). Akhirnya, terdapat sepasang nervus
koksigeus.

17

Organisasi spasia serabut somatosensorik di radiks dorsalis


Impuls saraf yang berkaitan dengan modalitas somatosensorik yang berbeda berasal
dari berbagai jenis reseptor perifer dan dihantarkan kearah sentral melalui kelompok
serabut aferen yang terpisah, yang secara spasial tersusun di radiks dorsalis dengan pola
yang khas. Serabut saraf yang bermielin paling tebal dan berasal dari spindle otot, berjalan

18

ke bagian medial radiks; serabut ini berperan untuk propiosepsi. Serabut yang berasal dari
organ reseptor, yang menghantarkan sensasi sentuh, getaran, tekanan dan diskriminasi,
berjalan dibagian sentral radik, dan berjalan di bagian lateral.
Ganglion radiks dorsalis
Ganglion radiks dorsalis (ganglion radiks posterior) secara makroskopik terlihat
sebagai pembengkakan di radiks posterior, tepat di bagian proksimal tempat pertautan
dengan

radiks

anterior.

Neuron

ganglion

radiks

posterior

merupakan

neuron

pseudounipolar, karena mereka memiliki sebuah penonjolan didekat sel, berupa konfigurasi
berbentuk-T. salah satu penonjolan tersebut berjalan ke organ reseptor di perifer,
memberikan banyak cabang kolateral di sepanjang perjalanannya, sehingga sebuah
ganglion menerima input dari berbagai organ reseptor. Prosesus lainnya

(prosesus

sentralis) berjalan sepanjang radiks posterior ke dalam medulla spinalis, tempatnya


membentuk kontak sinaptik dengan neuron sensorik kedua atau naik menuju batang otak.
Tidak ada sinaps di dalam ganglion radiks posterior.
Medulla spinalis dan persarafan perifer
Pada orang dewasa, medulla spinalis lebih pendek daripada kolumna spinalis.
Medulla spinalis berakhir kira-kira pada tingkat diskus intervertebralis antara vertebra
lumbalis pertama dan kedua. Sebelum usia 3 bulan, segmen medulla spinalis, ditunjukkan
oleh radiksnya, langsung menghadap ke vertebra yang bersangkutan. Sesudah itu, kolumna
tumbuh lebih cepat daripada medulla. Radiks tetap melekat pada foramina intervertebralis
asalnya dan menjadi bertambah panjang kearah akhir medulla (konus terminalis), akhirnya
terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke-2. Di bawah tingkat ini, spasium subaraknoid
yang seperti kantong, hanya mengandung radiks posterior dan anterior yang membentuk
kauda equine. Kadang-kadang, konus terminalis dapat mencapai sampai tingkat vertebra
lumbalis ke-3. Kecuali untuk asal segmental dari radiks sarafnya, medula sendiri tidak
memperlihatkan tanda morfologiknya dari bagian metariknya .
Ketidaksesuainya antara lokasi segmen medulla spinalis dan vertebra yang
bersangkutan, yang bertambah pada waktu mendekati konus terminalis, harus
diperhitungkan, dalam usaha mengetahui lokasi tingkat proses penyakit spinalis. Radiks
dari segmen C1 sampai C7, meninggalkan kanalis spinalis melalui foramina intervertebralis
19

yang terletak pada sisi superior atau rostral setiap vertebra. Karena bagian servikalis
mempunyai mempunyai satu segmen lebih daripada vertebra servikalis, radiks segmen ke-8
meninggalkan kanalis melalui yang terletak antara vertebra servikalis ke-7 dan torasikus
ke-1. Dari sini ke bawah, radiks saraf meninggalkan kanalis melalui foramina yang lebih
bawah. Antara C4 dan T1, dan juga antara L2 dan S3, diameter medulla spinalis.
Intumesensia servikalis dan lumbalis ini terjadi karena radiks dari separuh bawah bagian
servikalis naik ke pleksus brakialis, mempersarafi ekstremitas atas, dan yang dari regio
lumbosakral membentuk pleksus lumbosakralis mempersarafi ekstremitas bawah .
Pembentukan pleksus-pleksus ini, menyebabkan serat-serat dari setiap pasang radiks
bercabang menjadi saraf-saraf yang berbeda, dengan kata lain, setiap saraf perifer dibuat
dari serat bebrapa radikssegmental yang berdekatan.
Kearah perifer dari saraf, serat aferen berasal dari radiks dorsalis yang bergabung
dan mensuplai derah segmen tertentu dari kulit, disebut dermatom atau derah dermatomik.
Jumlah dermatom adalah sebanyak radiks segmental.

20

21

Komponen sentral system somatosensorik


Sebuah serabut somatosensorik memasuki medulla spinalis di dorsal root entry zone
(DERZ ; disebut juga zona Redlich-Obersteiner) dan kemudian membentuk banyak
kolateral yang membuat kontak sinaps dengan neuron lain di medulla spinalis. Serabut
yang menghantarkan modalitas sensorik berbeda menempati posisi yang juga berbeda
Aliran arteri

Sebelum arteri vertebra bergabung untuk membentuk arteri basilaris, a. vertebra


memberikan cabang-cabang yang berjalan kea rah bagian paling atas dari bagian servikalis
dan member makan di rostral ke satu arteri spinalis anterior dan dua arteri spinalis
posterior. Arteri anastomotik longitudinal ini menerima darah dalam berbagai interval dan
mendistribusikannya di antara arteri spinalis yang tepat. Arteri spinalis anterior berjalan
sebagai arteri tunggal berkesinambungan di atas sulkus (fisura) medianus dari medulla
spinalis turun ke konus terminalis. Di sini melingkar ke sisi posterior bagian lumbosakralis
dan berhubungan dengan arteri spinalis posterior. Arteri-arteri ini berjalan turun dalam sulki
dorsolateral dari medulla spinalis, disebelah radiks posterior. Arteri ini bukan pembuluh

22

darah individual yang kontinu, tetapi mewakili rantai anastomosis arteri kecil di mana
darah dapat mengalir dalam arah yan berlawanan.
Kadang-kadang, arteri serebelaris posterior inferior merupakan pemberi makan di
rostral kepada arteri spinalis posterior.Selain dari arteri pemberi makan di rostral, arteri
spinalis anterior seperti juga arteri spinalis posterior menerima darah dari arteri radikularis
yang dating dari satu atau kedua arteri vertebralis di leher, dari batang tireokostoservikalis
arteri subklavia, dan di bawah T3, dari arteri lumbalis dan arteri interkostalis segmental.
Asalnya, setiap segmen medulla spinalis mempunyai pasangan arteri radikularisnya.
Kemudian, hanya lima sampai delapan arteri yang menyertai radiks ventralis ke
arteri spinalis anterior dan empat sampai delapan arteri menyertai radiks posterior ke arteri
spinalis posterior dengan interval tidak teratur. Arteri radikularis ventralis lebih besar
daripada arteri radikularis dorsalis; yang paling besar di antara arteri tersebut disebut A.
radikularis magna. Arteri ini biasanya menyertai radiks kanan atau kiri pada L2, pada
perjalanannya ke arteri spinalis anterior. Arteri spinalis segmental yang beregresi setelah
perkembangan awal, tidak menghilang, tetapi mensuplai radiks, ganglion spinalis dan dura.
Arteri spinalis anterior memberikan cabang-cabang sulkokomisural dan sirkumferensial
dengan interval yang erat.
Lebih kurang 200 cabang sulkokomisural berjalan secara horizontal melalui sulkus
medianus ventralis dan menyebar ke kedua sisi di depan komisura anterior, mensuplai
hamper seluruh substansia grisea dan lingkaran pinggir yang mengelilingi substansia alba,
mencakup bagian funikuli anterior. Cabang sirkumferensial beranostomosis dengan cabang
serupa dari arteri spinalis posterior, membentuk vasokorona. Cabang dari vasokorona
anterior mensuplai funikuli lateral dan anterolateral, mencakup banyak traktus piramidalis
lateral. Struktur utama yang disarafi oleh arteri spinalis adalah funikuli posterior dan ujung
kornu posterior.
Aliran vena
Kapiler-kapiler intraspinalis yang terletak di dalam substansia grisea, membentuk
kelompok yang berhubungan ke kolumna neuron, bermuara ke dalam vena intraspinalis.
Kebanyakan dari vena-vena ini berjalan secara radial ke perifer dari medulla spinalis. Vena
yang terletak lebih sentral, berlanjut pertama-tama secara longitudinal sejajar terhadap
23

kanalis sentralis sebelum meninggalkan medulla spinalis pada sulki medianus dorsalis atau
ventralis profunda.
Di luar medulla spinalis, vena membentuk pleksus yang bermuara ke vena
pengumpul longitudinal yang jalannya berliku-liku, yaitu vena spinalis ventralis dan
dorsalis. Vena pengumpul dorsalis lebih besar dan ukurannya bertambah ke arah kaudal
dari medulla spinalis. Darah dalam vena pengumpul mengalir melalui vena radikularis
sentralis dan dorsalis (5 sampai 11 pada tiap sisi) ke dalam pleksus venosus vertebralis
interna. Dikelilingi oleh jaringan ikat longgar dan jaringan lemak, pleksus terletak pada
ruang ekstradural. Pleksus ini analog dengan sinus dural kranialis. Pada kenyataannya,
pleksus ini berhubungan melalui foramen magnum dengan sinus-sinus pada dasar
tengkorak. Darah hanya mengalir sebagian melalui hubungan ini; kebanyakan darah
mengalir melalui vena intervertebralis eksternus. Pleksus ini, diantaranya yang lainnya
bermuara ke vena azigos, yang pada sisi kanan kolumna spinalis menghubungkan vena
kava superior dan inferior.

24

III.

Neurofisiologi Medula spinalis

Susunan medulla spinalis fungsi motorik


Substansia grisea medulla merupakan area integrasi (daerah penyatu) bagi refleksrefleks medulla. Sinyal-sinyal sensorik hampir seluruhnya memasuki medulla ,melalui
radiks sensorik (posterior). Sesudah memasuki medulla, setiap sinyal sensorik akan
menjalar menuju dua tempat tujuan terpisah. (1) satu cabang saraf sensorik akan berakhir
berdekatan dengan substansia grisea medulla dan akan mengeluarkan reflex medulla
segmen local dan efek local lain. (2) cabang yang lain akan menjalarkan sinyal ke tingkat
system saraf yang lebih tinggi ke tingkat medulla sendiri yang lebih tinggi, ke batang otak,
atau bahkan ke korteks serebri.

25

Setiap segmen medulla spinalis (pada tingkat setiap saraf spinal) mempunyai
beberapa juta neuron dalam substansia griseanya. Disamping neuron sensorik pemancar,
neuron ini terdapat dalam dua tipe, yakni neuron motorik anterior dan interneuron.
Neuron motorik anterior
Pada setiap segmen radiks anterior grisea medulla terdapat beberapa ribu neuron
yang berukuran 50 sampai 100 persen lebih besar daripada neuron-neuron lainnya dan
disebut sebagai neuron motor anterior. Neuron ini menjulurkan serabut-serabut saraf yang
melalui radiks anterior akan meninggalkan medulla spinalis dan langsung menginervasi
serabut-serabut otot lurik. Neuron-neuron terdapat dalam dua tipe yakni neuron motorik
alfa dan neuron motorik gamma.
Neuron motorik alfa
Neuron motorik alfa menjulurkan serabut saraf motorik tipe A alfa (A) yang besar,
berdiameter 14 mikrometer, serabut tersebut bercabang beberapa kali setelah memasuki
otot dan mempersarafi serabut-serabut otot lurik yang besar. Perangsangan pada serabut
saraf tunggal alfa akan merangsang ke manapun, mulai dari tiga sampai beberapa ratus
serabut otot lurik, yang secara kolektif disebut sebagai unit motorik.
Neuron motorik gamma
Bersamaan dengan neuron motorik alfa, yang menyebabkan kontraksi serabut otot
lurik, terdapat neuron motorik gamma yang menjalarkan impuls melalui serabut saraf
motorik tipe A gamma (A) yang lebih kecil, yang diameternya rata-rata 5 mikrometer,
yang sampai ke serabut otot lurik kusus yang kecil yakni serabut intrafusal.
Interneuron
Interneuron dapat dijumpai disemua daerah substansia grisea medulla dalam kornu
dorsalis, kornu anterior dan area intermediate yang terletak diantara keduanya. Hubungan
diantara interneuron dan neuron motorik anterior bertanggung jawab untuk sebagian besar
fungsi integrasi dari medulla spinalis. Hanya beberapa sinyal sensorik yang masuk dari
saraf-saraf spinal atau sinyal dari otak yang langsung berakhir di neuron motorik anterior.
Justru, hampir seluruh sinyal tersebut mula-mula akan dijalarkan melalui interneuron,
tempat sinyal tersebut diolah secara sesuai. Traktus kortikospinalis dari otak diperlihatkan
hampir seluruhnya berakhir di interneuron spinalis, tempat sinyal-sinyal dari traktus
26

tersebut digabungkan dengan traktus spinalis lain atau saraf-saraf spinal sebelum akhirnya
bersinggungan dengan neuron motorik anterior untuk mengatur fungsi otot.
System penghambat sel Renshaw terletak didalam radiks anterior medulla spinalis,
berdekatan dengan neuron motorik, dan merupakan neuron kecil yang jumlahnya banyak
dinamakan sel Renshaw. Sel ini merupakan sel penghambat yang menjalarkan sinyal
penghambat ke neuron motorik sekelilingnya. Jadi perangsangan pada setiap neuron
motorik cenderung menghambat neuron-neuron motorik yang berdekatan, suatu efek yang
disebut hambatan lateral (inhibisi lateral).
Lebih dari separuh serabut saraf asenden dan desenden pada medulla spinalis
merupakan serabut propiospinal. Serabut ini berjalan dari satu segmen medulla menuju
segmen lainnya. Selain itu, seperti serabut sensorik sewaktu memasuki medulla dari radiks
posterior medulla, serabut tersebut terbagi dua dan bercabang ke atas maupun kebawah
medulla spinalis, beberapa cabangnya hanya menjalarkan sinyal menuju satu atau dua
segmen, sementara cabang lainnya akan menjalarkan sinyal ke banyak segmen. Serabut
propiospinal asenden dan desenden medulla akan membentuk jaras untuk reflex-refleks
multisegmental, meliputi reflex yang mengkoordinasikan gerakan-gerakan anggota badan
depan dan belakang secara berasamaan.
Refleks regang otot
Serabut saraf proprioseptor tipe Ia yang bermula di kumparan otot dan memasuki
radiks dorsalis medulla spinalis. Cabang tersebut kemudian akan berjalan langsung menuju
radiks anterior substansia grisea medulla dan bersinaps dengan neuron motorik anterior
yang merngirim serabut-serabut saraf motoriknya kembali ke otot yang sama tempat
serabut-serabut kumparan otot bermula. Jadi, sirkuit ini merupakan jaras monosinaptik
yang mengirimkan sinyal reflex agar otot dapat kembali tanpa ada kemungkinan
perlambatan waktu ke otot sesudah perangsangan pada kumparan. Pengaturan fungsi otot
yang tepat tidak hanya membutuhkan eksitasi otot oleh neuron-neuron motorik anterior
medulla spinalis, namun juga membutuhkan informasi umpan balik (feedback) yang
dikirimkan secara terus menerus dari setiap otot ke medulla spinalis, menunjukan keadaan
fungsional setiap otot ke medulla spinalis

27

Refleks monosinaptik
Serabut aferen yang berdiameter besar berasal dari spindle otot membentuk banyak
cabang terminal segera setelah masuk ke medulla spinalis; beberapa cabang ini membuat
kontak sinaptik langsung dengan neuron di substansia grisea kornu anterius. Neuron-neuron
tersebut kemudian menjadi awal serabut eferen motorik, dan dengan demikian disebut sel
motorik kornu anterius. Neurit eferen keluar dari medulla spinalis melalui radiks anterior
dan kemudian berjalan, disepanjang saraf perifer, ke otot-otot rangka.
Jadi, lengkung saraf terbentuk dari otot rangka ke medulla spinalis dan kembali lagi,
tersusun dari dua neuron-neuron sensorikaferen dan neuron motorik eferen. Lengkung ini
membentuk lengkung reflex monosinaptik sederhana. Karena lengkung dimulai dan
berakhir pada otot yang sama, reflex yang berkaitan disebut reflex otot intrinsic atau
propioseptif.
refleks fleksor polisinaptik
Lengkung reflex yang lain adalah reflex fleksor polisinaptik, suatu reflex protektif
dan hinder (flight) yang dimediasi oleh banyak interneuron dan oleh sebab itu disebut
polisinaptik. Ketika jari menyentuh benda panas, tangan akan ditarik kembali dengan
sangat cepat, sebelum terasa nyeri. Potensial aksi yang muncul di reseptor kulit (nosiseptor)
untuk reflex ini berjalan melewati serabut saraf aferen ke substansia gelatinosa medulla
spinalis, kemudian dihantarkan melalui sinaps ke dalam berbagai jenis sel yang dimiliki
oleh apparatus neuronal intrinsic medulla spinalis (interneuron, neuron asosiasi, dan neuron
komisural). Beberapa sel tersebut terutama neuron asosiasi memproyeksikan prosesusnya
ke berbagai level spinal, keatas maupun ke bawah yang disebut fasikulus propius. Setelah
melewati beberapa sinaps, impuls eksitatorik akhirnya mencapai neuron motorik dan
berjalan disepanjang akson eferen ke radiks nervus spinalis, saraf perifer dan otot
menimbulkan kontraksi otot yang menarik tangan kembali dari benda panas tersebut.3

28

Traktus medulla spinalis


Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat perintah
yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum berfungsi untuk
mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat mencapai kesadaran. Informasi
ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari
luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal
dari dalam tubuh, misalnya otot dan sendi
Traktus desenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:
1. Traktus kortikospinalis, merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan-gerakan
terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota gerak.
2. Traktus retikulospinalis, dapat mempermudah atau menghambat aktivitas neuron motorik
alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena itu, kemungkinan
mempermudah atau menghambat gerakan volunter atau aktivitas refleks.
3. Traktus spinotektalis, berkaitan dengan gerakan-gerakan refleks postural sebagai respon
terhadap stimulus verbal.

29

4. Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan gamma pada
columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot ekstensor atau otot-otot
antigravitasi.
5. Traktus vestibulospinalis, akan mempermudah otot-otot ekstensor, menghambat aktivitas
otot-otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas postural yang berhubungan dengan
keseimbangan.
6. Traktus olivospinalis, berperan dalam aktivitas muskuler.
Traktus asenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:
1. Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif, dan berperan
dalam diskriminasi lokasi.
2. Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan tekanan ringan.
3. Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu.
4. Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan,
traktus spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan.
5. Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan lama.

30

Traktus Spinoserebelaris
Traktus Spinoserebelaris Posterior
Serat Ia konduksi yang datang dari gelendong otot dan organ tendon, terbagi
menjadi kolatera setelah memasuki medulla spinalis. Beberapa kolateral berlanjut ke sel
alfa besar kornu anterior, mewakili bagian arkus reflex monosinaptik. Kelompok kolateral
lainnya berhubungan dengan neuron nucleus torakis (nucleus Stilling, kolumna Clarke),
yang terletak pada basis medial kornu posterior dan berjalan secara longitudinal melalui
medulla spinalis dari tingkat C8 ke tingkat L2. Sel-sel ini mewakili neuron kedua. Akson
dari sel-sel ini membentuk traktus spinoserebelaris posterior dan traktus termasuk serat
dengan konduksi tercepat. Serat-serat ini naik secara ipsilateral dalam bagian posterior
funikulus lateral dekat permukaan medulla, menuju pedunkulus inferior pontoserebelaris
dan menuju sasarannya, yaitu korteks vermis dari paleoserebelum. Kolateral dari radiks
servikalis posterior naik melalui fasikulus kuneatus asesorius, tempat dimana neuron
kedua berhubungan dengan serebelum.
Traktus Spinoserebelaris Anterior
Kelompok ketiga dari kolateral serat Ia aferen membentuk sinaps dengan neuron
dalam kornu posterior dan dalam bagian medial substansia grisea spinalis. Neuron kedua
ini, yang ditemukan pada seluruh medulla spinalis, termasuk medulla lumbalis, berjalan
untuk membentuk traktus spinoserebelaris anterior. Traktus ini naik dalam bagian perifer
anterior funikulus lateral kedua sisi, sampai mencapai serebelum. Tidak seperti traktus

31

spinoserebelaris posterior, traktus anterior melewati tegmentum medulla oblongata, pons,


dan otak tengah dan mencapai vermis melalui pedunkulus serebelaris superior (brachium
conjungtivum) dan velum medularis superior.
Paleoserebelum menerima informasi tentang semua stimuli aferen sensibilitas dalam
dan mempengaruhi tonus otot melalui konduksi impuls polisinaptik. Paleoserebelum juga
mengontrol kerja sama antara agonis dan antagonis, yang merupakan dasar dari berdiri,
berjalan, dan bentuk gerakan lain. Jadi, sirkuit dengan fungsi lebih tinggi, tumpang tindih
pada sirkuit umpan balik yang lebih rendah dari medulla spinalis dan mempengaruhi otototot dengan bekerja melalui jaras ekstrapiramidal pada sel gama motorik kornu anterior dan
impuls eferen gama. Semua aktivitas ini tidak mencapai tingkat kesadaran.

Traktus Spinotalamikus
Traktus Spinotalamikus Anterior
Neuron pertama adalah sel saraf pseudounipolar ganglion spinalis. Biasanya cukup
tebal, serat perifer bermielin yang mengirim sensasi taktil dan tekanan yang tidak begitu
berbeda dari reseptor kulit, seperti keranjang rambut dan korpuskel taktil. Cabang sentral
dari akson ini berjalan melalui radiks posterior ke dalam funikuli posterior medulla spinalis.
Di sini mungkin berjalan naik untuk 2 sampai 15 segmen dan dapat memberikan kolateral
ke bawah untuk 1 sampai 2 segmen. Pada sejumlah tingkat, semua bersinaps dengan neuron

32

kornu posterior. Sel-sel saraf ini menggantikan neuron kedua yang membentuk traktus
spinotalamikus anterior. Traktus ini menyilang komisura anterior di depan kanalis sentralis
ke sisi yang berlawanan dan berlanjut ke daerah perifer anterior dan funikulus anterolateral.
Dari sini traktus ini berjalan naik ke nucleus ventralis thalamus posterolateral, bersama
dengan traktus spinotalamikus lateral dan lemniskus medialis. Sel-sel saraf thalamus adalah
neuron ketiga memproyeksikan impuls dalam girus postsentralis melalui traktus
talamokortikalis. Jika kerusakan mencapai bagian servikal traktus spinotalamikus anterior
dapat menyebabkan hipestesia ringan pada tungkai kolateral.

Traktus Spinotalamikus Lateral


Traktus ini membawa sensasi nyeri dan suhu. Reseptor perifer adalah ujung saraf
bebas dalam kulit, yang merupakan organ akhir cabang perifer dari neuron pseudounipolar
ganglion spinalis, yang mewakili serat kelompok A yang tipis dan serat C yang hamper
tidak mermielin. Cabang sentral memasuki medulla spinalis melalui bagian lateral radiks
posterior. Di dalam medulla spinalis, cabang sentral ini terbagi menjadi kolateral pendek,
longitudinal, dan dimana diatas 1 dan 2 segmen berhubungan sinaps dengan sel-sel saraf
substansia gelatinosa (Rolandi). Cabang ini adalah neuron kedua yang membentuk traktus
33

spinotalamikus lateral. Serat-serat dari traktus ini juga menyilang di komisura anterior dan
berlanjut ke bagian lateral funikulus lateral dan keatas thalamus. Seperti serat funikuli
posterior, kedua traktus spinotalamikus juga tersusun dalam urutan somatotopik: yang
berasal dari tungkai, terletak paling perifer dan yang berasal dari leher, terletak paling
sentral (medial).
Traktus spinotalamikus lateral menyertai lemniskus medialis pada waktu lemniskus
spinalis melewati pusat otak. Otak tersebut berakhir pada nucleus ventralis posterolateral
dari thalamus. Dari sini neuron ketiga membentuk traktus talamokortikalis, yang berlanjut
ke korteks girus sentralis posterior. Serat yang membawa sensasi nyeri dan suhu, berjalan
dalam traktus spinotalamikus dengan sangat rapat sisi ke sisi, sehingga tidak mungkin
dipisahkan secara anatomi. Jika traktus spinotalamikus lateral cedera, sensasi nyeri seperti
juga sensasi suhu akan rusak, meskipun tidak selalu dalam derajat yang sama.

Traktus spinotalamikus lateral merupakan jaras utama untuk nyeri dan suhu. Jika
traktus ini terpotong (kordotomi), yaitu suatu operasi yang biasanya dilakukan bilateral
untuk terapi nyeri yang hebat, nyeri tidak dihilangkan secara total. Hasil ini menyatakan
bahwa rangsangan nyeri juga dapat dikirim melalui neuron internunsial sepanjang jaras
intrinsic fasikuli propii dari medulla spinalis. Pemotongan traktus spinotalamikus lateral

34

pada substansia alba medulla spinalis, menghilangkan sensasi nyeri dan suhu kontralateral
sekitar 1 sampai 2 segmen di bawah tingkat operasi.
Impuls nyeri dan suhu yang mencapai thalamus dapat dirasakan, tetapi tidak nyata.
Sekali impuls tersebut mencapai korteks serebral, perbedaan rasa sakit dapat dibedakan. 2
Columna Vertebralis dan Vertebra Lumbal
Columna vertebralis terbentang dari kranium sampai ujung Os coccygeus dan merupakan
unsur utama kerangka aksial. Columna vertebralis menyokong kepala dan melindungi
medulla spinalis. Terdiri dari 33 vertebra yang teratur dalam 5 area yang berbeda yaitu 7
vertebra cervicalis, 12 vertebra thorakalis, yang berhubungan dengan costae, 5 vertebra
lumbalis, 5 vertebra sacral yang menyatu membentuk sacrum, 4 vertebra koksigeal.
Columna vertebralis membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal cord merupakan struktur
yang sangat sensitif dan sangat penting karena struktur ini menghubungkan otak dengan
sistem saraf perifer.

35

Gambar 1. Columna Vertebralis

Diantara vertebra terdapat discus intervertebralis yang mempunyai fungsi utama


mengabsorbsi pergerakan yang berat. Vertebra bersama diskus intervertebralis membentuk
columna yang elastis. Columna vertebralis lumbal terdiri dari 5 buah vertebra lumbal yang
menyangga sebagian besar berat badan, karena merupakan columna vertebralis yang
lokasinya di bagian yang lebih bawah dan strukturnya lebih tebal dibandingkan vertebra
lainnya. Akan tetapi dengan struktur yang lebih tebal dalam menyangga sebagian berat
badan, tidak menjamin vertebra lumbalis tersebut dapat terhindar dari kerusakan yang
umumnya terjadi pada daerah ini.

36

Medulla Spinallis dan Meningen


Medulla spinalis dan meningen terletak di dalam canalis vertebralis merupakan pusat
refleks dan jalur konduksi utama antara tubuh dan otak. Medulla spinalis terlindung oleh
vertebra ligamentum serta ototnya dan cairan serebrospinal (CSS). Medulla spinalis
berawal sebagai lanjutan medulla oblongata, bagian kaudal truncus encephali. Pada orang
dewasa medulla spinalis terbentang dari foramen magnum os occipitale sampai diskus
intevertebralis antara vertebra lumbal I dan vertebral lumbal II, tetapi dapat berakhir pada
vertebra thorac ke XII atau vertebra lumbal III. Dengan demikian medulla spinalis hanya
memenpati bagian dua pertiga kranii canalis vertebralis.
Nervus Spinalis dan Cauda Equina
Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari medulla spinalis.
Terdiri dari 8 pasang nervus servicalis, 12 pasang nervus sacralis, 5 pasang nervus lumbalis,
dan 1 pasang nervus coccygeus. Masing-masing nervus spinalis hampir langsung tercepah
menjadi sebuah ramus anterior dan ramus posterior. Ramus posterior mempersarafi kulit
dan otot-otot punggung dan ramus anterior mempersarafi extemitas dan bagian batang
tubuh lainnya.
Karena medulla spinalis dewasa lebih pendek daripada columna vertebralis, akar-akar
saraf melintas secara progresif. Karena jarak antara segma medulla spinalis dan vertebra
yang sesuai makin bertambah panjang, akar-akar saraf pun bertambah secara progresif
kearah ujung kaudal columna vertebralis. Akar-akar saraf lumbal dan sacral adalah yang
terpanjang. Akar-akar ini melintas ke kaudal sampai mencapai foramen invertebrate yang
terpanjang. Akar-akar ini melintas ke kaudal sampai mencapai foramen intervertebrale di
daerah lumbal dan sacral untuk keluar dari canalis vertebralis. kimpulan akar-akar saraf
spinal di spatium subarachnoideum kaudal dari ujung medulla spinalis ini disebut cauda
equina Ujung kaudal medulla spinalis meruncing menjadi conus medullaris. Dari ujung
kaudal bagian ini seutas piamater spinalis yang menyerupai benang yakni filum terminale
menurun antara saraf-saraf cauda equina.

37

Gambar 2 . Cauda Equina dalam Columna Vertebralis

38

PATOFISIOLOGI
Sindrom cauda equina disebabkan oleh penyempitan apapun pada canalis spinalis yang
menekan akar saraf di bawah level medula spinalis. Beberapa penyebab sindrom cauda
equina telah dilaporkan, meliputi cedera traumatik, herniasi diskus, stenosis spinalis,
neoplasma spinal, schwannoma, ependimoma, kondisi peradangan, kondisi infeksi, dan
penyebab iatrogenik.
Trauma

Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur atau subluksasi dapat menyebabkan


kompresi cauda equina.

Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi cauda equina.

Manipulasi spinal yang menyebabkan subluksasi akan mengakibatkan munculnya


sindrom cauda equina.

Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan menyebabkan
sindrom cauda equina.

Herniasi diskus

Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus lumbalis
dilaporkan bervariasi dari 1-15%.

Sembilan puluh persen herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada L4-L5 atau L5-S1.

Tujuh puluh persen kasus herniasi diskus yang menyebabkan sindrom cauda equina
terjadi pada pasien dengan riwayat low back pain kronis, dan 30% berkembang
menjadi sindrom cauda equina sebagai gejala pertama herniasi diskus lumbalis.

Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom cauda
equina akibat herniasi diskus.

Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi diskus
melibatkan partikel besar dari materi diskus yang rusak, mengganggu setidaknya
sepertiga diameter canalis spinalis.

Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang menetap
lebih mungkin untuk mengalami sindrom cauda equina yang disebabkan bahkan

39

oleh herniasi diskus yang ringan dapat secara drastis membatasi ruang yang tersedia
untuk akar saraf.

Kasus herniasi diskus transdural yang jarang telah dilaporkan menyebabkan


sindrom cauda equina.

Stenosis spinalis

Penyempitan canalis spinalis dapat disebabkan oleh abnormalitas dalam proses


perkembangan atau degeneratif.

Kasus spondilolistesis dan Pagets diseaseyang berat dapat menyebabkan sindrom


cauda equina.

Neoplasma

Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau
metastasis, biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

Gambar 3 .Cauda equina dengan neoplasma

Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau
metastasis, biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

60 % pasien dengan sindrom cauda equina yang disebabkan neoplasma spinal


mengalami nyeri berat yang dini.

Temuan terbaru meliputi kelemahan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh


keterlibatan ventral root.

Pasien umumnya mengalami hipotoni dan hiporefleks.


40

Hilangnya sensoris dan disfungsi sfingter juga umum ditemukan.

Schwannoma

Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang secara struktural identik
dengan sinsisium sel Schwann.

Pertumbuhan ini dapat berasal dari saraf perifer atau simpatis.

Schwannoma dapat dilihat menggunakan mielografi, tetapi MRI adalah kriteria


standar. Schwannoma bersifat isointense pada image T1, hyperintense pada image
T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

Ependimoma

Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim yang relatif
undifferentiated.

Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis dan cenderung tersusun
secara radial di sekitar pembuluh darah.

Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang berusia sekitar 35 tahun.

Mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan peningkatan


kadar protein pada cairan serebrospinalis.

Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu dokter dalam mendiagnosis
sindrom cauda equina. Lesi tampak isointense pada T1-weighted image,
hypointense pada T2-weighted image, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

Kondisi peradangan

Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung lama, misalnya Pagets
disease dan spondilitis ankilosa, dapat menyebabkan sindrom cauda equina karena
stenosis ataupun fraktur spinal.

Kondisi infeksi

Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat menyebabkan deformitas akar saraf
dan medula spinalis.

MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf yang tertekan ke satu
sisi sacus duralis.
41

Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat dan kelemahan motorik
yang berkembang sangat cepat.

Penyebab iatrogenik

Komplikasi dari instrumentasi spinal telah dilaporkan menyebabkan kasus sindrom


cauda equina, misalnya pedicle screw dan laminar hook yang salah tempat.

Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan sebagai penyebab sindrom
cauda equina.

Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan free fat graft
merupakan penyebab yang juga dilaporkan sebagai penyebab sindrom cauda equina
meskipun jarang.

Beberapa kasus melibatkan penggunaan lidokain hiperbarik 5%. Rekomendasi


yang ada menyebutkan bahwa lidokain hiperbarik tidak dimasukkan dengan
konsentrasi yang lebih dari 2%, dengan dosis total tidak melebihi 60 mg.

GEJALA KLINIS
Gejala sindrom cauda equina meliputi:

Low back pain

Siatika unilateral atau bilateral

Hipoestesi atau anestesi saddle atau perineal

Gangguan buang air besar dan buang air kecil

Kelemahan motorik ekstremitas bawah dan defisit sensorik

Berkurang atau hilangnya refleks ekstremitas bawah

Low back pain dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular.

Nyeri lokal secara umum merupakan nyeri dalam akibat iritasi jaringan lunak dan
corpus vertebra.

Nyeri radikular secara umum adalah nyeri yang tajam dan seperti ditusuk-tusuk
akibat kompresi radiks dorsalis. Nyeri radikular berproyeksi dengan distribusi
sesuai dermatom.
42

Manifestasi buang air kecil pada sindrom cauda equina meliputi:

Retensi

Sulitnya memulai miksi

Berkurangnya sensasi urethra

Secara khas, manifestasi buang air kecil dimulai dengan retensi urin dan kemudian
diikuti oleh inkontinensia urin overflow.

Gangguan buang air besar dapat meliputi:

Inkontinensia

Konstipasi

Hilangnya tonus dan sensasi anus

PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS


Pemeriksaan fisik dari cauda equina sindrom meliputi :
Inspeksi : mencari beberapa manifestasi eksternal dari nyeri, seperti : sikap tubuh
yang abnormal, pemeriksaan sikap tubuh dan gaya berjalan untuk mengetahui
kemungkinan dari defek dan adanya kelainan pada tulang belakang
Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan
Kekuatan tonus dan otot ekstremitas bawah
Sensoris ekstremitas bawah
Colok dubur
Nyeri dan defisit dengan keterlibatan akar saraf ditunjukkan dalam tabel berikut:
Akar saraf
L2

L3

L4

Nyeri
Defisit sensorik Defisit motorik
Paha
bagian Paha
bagian Kelemahan
anterior medial atas
slight
quadricep;
fleksi panggul;
aduksi paha
Paha
anterior Paha
bagian Kelemahan
lateral
bawah
quadricep;
ekstensi lutut;
aduksi paha
Paha
Kaki
bagian Ekstensi lutut

Defisit refleks
Suprapatella yang
sedikit menurun

Patella
atau
suprapatella
Patella
43

L5
S1-2
S3-5

posterolateral;
tibia anterior
Dorsum pedis

bawah sebelah dan pedis


medial
Dorsum pedis
Dorsofleksi
Harmstring
pedis dan ibu
jari kaki
Pedis
bagian Pedis
bagian Plantar
fleksi Achilles
lateral
lateral
pedis dan ibu
jari kaki
Perineum
Saddle
Sfingter
Bulbocavernosus;
anus

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain riwayat lengkap,pemeriksaan fisik, evaluasi neurologis dan alnalisis laboratorium
dasar, diagnostik workup untuk cauda equina dapat dilihat secara radiologis.
Radiografi
Foto polos harus dilakukan untuk menemukan perubahan destruktif, penyempitan
ruang diskus atau hilangnya alignment spinal.
Myelografi Lumbal
Myelografi tidak lagi dilakuakan secara rutin karena tersedianya MRI. Myelografi dipilih
pada keadaan tertentu dimana MRI menjadi kontraindikasi (misalnya pasien dengan
pacemaker jantung). Obstruksi aliran kontras pada area kompresi membantu untuk
mengkonfirmasi level kondisi patologis yang dicurigai.
CT-scan dengan atau tanpa kontras
CT-scan sering lebih mudah didapatkan daripada myelografi lumbal. CT-scan memberi
detail tambahan tentang densitas dan integritas tulang yang membantu dalam rencana
terapi, khususnya pada kasus tulang belakang dan mana instrumen untuk stabilisasi
dibutuhkan setelah agen yang mengganggu dihilangkan dari regio cauda equina. CT-scan
yang dilakukan setelah myelografi dapat menunjukkan blok kontras dan memperjelas
kondisi patologis lebih baik dari yang ditunjukkan denagn CT-scan.4,5
MRI
44

MRI adalah modalitas yang paling membantu untuk diagnosis kelainan medulla spinalis
dan umumnya menjadi tes yang dipilih untuk membantu dokter dalam mendiagnosis
sindrom cauda equina.

MRI memberikan gambaran jaringan lunak, termasuk struktur neuron dan keadaan
patologis yang terjadi. Ini kurang membantu dibanding dengan CT-scan dalam
mengevalusi arsitektur tulang dan stabilitas medulla spinalis.
Radionuclide scanning
Ini merupakan modalitas yang membantu saat berhadapan dengan osteomyelitis dan
infeksi tulang belakang pada kondisi sindrom cauda equina.
Positron emission tomography scan
Positron emission tomography (PET) dalam hubungannya dengan CT-scan dikatakan
sebagai modalitas yang berguna pada penderta sindrom cauda equina dan keganasan
pada tulang belakang.

45

TERAPI
Terapi Konservatif :
Iskemia akar saraf bertanggung jawab sebagian terhadap nyeri dan berkurangnya kekuatan
motorik yang berhubungan dengan sindrom cauda equina. Hasilnya, terapi vasodilatasi
dapat membantu pada beberapa pasien. Mean arterial blood pressure (MABP) harus
dipertahankan di atas 90 mmHg untuk memaksimalkan aliran darah ke medula spinalis dan
akar saraf.
Terapi dengan lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan efektif dalam
meningkatkan aliran darah ke regio cauda equina dan mengurangi gejala nyeri dan
kelemahan motorik. Pilihan terapi ini harus dilakukan untuk pasien dengan stenosis spinal
sedang dengan neurogenic claudication. Tidak ada keuntungan yang telah dilaporkan pada
pasien dengan gejala yang lebih berat atau pasien dengan gejala radikular.
Pilihan terapi medis lain berguna pada pasien-pasien tertentu, tergantung penyebab
yang mendasari sindrom cauda equina. Obat anti inflamasi dan steroid dapat efektif pada
pasien dengan proses inflamasi, termasuk spondilitis ankilosa.
Pasien dengan sindrom cauda equina akibat penyebab infeksius harus mendapat
terapi antibiotik yang sesuai. Pasien dengan neoplasma spinal harus dievaluasi untuk
kecocokan terhadap terapi kemoterapi dan radioterapi.
Kita harus berhati-hati dalam semua bentuk manajemen medis untuk sindrom cauda
equina. Pasien dengan sindrom cauda equina yang sebenarnya dengan gejala saddle
anerthesia dan/atau kelemahan bilateral ekstremitas bawah atau hilangnya kontrol untuk
buang air besar dan buang air kecil harus menjalani terapi medis awal tidak lebih dari 24
jam. Jika tidak ada perbaikan gejala selama periode tersebut, dekompresi bedah segera
adalah hal yang diperlukan untuk meminimalkan kesempatan terjadinya kerusakan saraf
permanen.
Terapi Pembedahan
Pada banyak kasus sindrom cauda equina, dekompresi emergensi pada canalis spinalis
merupakan pilihan terapi yang sesuai. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan pada
saraf di cauda equina dengan menghilangkan agen yang mengkompresi dan memperluas

46

ruang canalis spinalis. Sindrom cauda equina telah dipikirkan sebagai emergensi bedah
dengan dekompresi bedah yang diperlukan dalam 48 jam setelah onset gejala.
Untuk pasien di mana herniasi diskus merupakan penyebab sindrom cauda equina,
direkomendasikan laminotomi atau laminektomi untuk memungkinkan dekompresi canalis
spinalis. Kemudian, tindakan ini diikuti dengan retraksi dan discectomy.
Banyak laporan klinis dan eksperimental telah menunjukkan data outcome fungsional
berdasarkan timing dekompresi bedah. Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbadaan
yang bermakna dalam perbaikan derajat fungsional sebagai fungsi timing dekompresi
bedah. Bahkan dengan temuan-temuan ini, sebagian besar peneliti merekomendasikan
dekompresi bedah sesegera mungkin setelah onset gejala untuk menawarkan kesempatan
terbesar untuk perbaikan neurologis yang komplit.

Para peneliti telah mengusahakan untuk mengidentifikasi kriteria khusus yang dapat
membantu dalam memprediksi prosgnosis pasien dengan sindrom cauda equina:
Pasien dengan siatika bilateral telah dilaporkan memiliki prognosis yang lebih
buruk dibandingkan pasien dengan nyeri unilateral.

Pasien dengan anestesia perineum komplit lebih mungkin untuk mengalami


paralisis kandung kencing yang permanen.

Luasnya defisit sensorik perineum atau saddle telah dilaporkan sebagai prediktor
yang terpenting untuk kesembuhan. Pasien dengan defisit unilateral memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan defisit bilateral.

Wanita dan paien dengan gangguan buang air besar telah dilaporkan memiliki
outcome pasca operasi yang lebih buruk. 4.5.6

47

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadler T. W. Embriologi Kedokteran Langman. Penerbit Buku Kedokteran. Edisi 7.
1997. (1). 374-411
2.

Peter Duus. Diagnostik Topik Neurologi. Anatomi, fisiologi, tanda, gejala. Penerbit
Buku Kedokteran. Edisi 2005. (2).

3. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta. Edisi II. (3). 138-145
4.

Jason

Eck.

DO.

(2007).

Cauda

Equina

Syndrome,

Available:

http://www.emedicine.com/orthoped/topic 39.htm. Accessed: 2007, Oktober(4,5)


5. Petr Srenk. (2007). Cauda Equina. Clinical Manifestations. Diagnosis and Prognosis,
Avaiable: http://www.vincom/Proceedings/plx. Accessed: 2007, Oktober 8. (4,5)
6. Michael. S. Beeson. MD (2007). Cauda Equina Syndrome, Avaiable:
http://www.emedicine.com/EMER G/ topic 85.htm. Accessed: 2007, Oktober 10(4,5,6)
7.

Anonim.

(2006).

Cauda

Equina

Sindrome

Avaiable:

http://www.emedicinehealth.com/cauda_equina_syndrome/article_em.htm. Accessed:2007

48

You might also like