You are on page 1of 5

Staphylococcus aureus

S. aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus. Beberapa


strain S. Aureus mampu menghasilkan toksin tahan panas dalam jumlah banyak,
yang menjadi penyebab penyakit pada manusia. Batas maksimum cemaran S.
aureus pada ayam goreng adalah 1x 102 koloni/ gram (SNI 7388: 2009)
sedangkan menurut BPOM (2004), batas maksimum cemaran S. aureus pada
makanan adalah 5 x 103 koloni/ gram. Toksin dari S. aureus merupakan jenis
enteric toxin yang dapat menyebabkan gastroenteritis. Pada orang dewasa, toksin
ini akan menimbulkan gastroenteritis bila dikonsumsi sekitar 30 gram. Gejala
keracunan akan muncul dalam waktu 2-4 jam, dengan rentang antara 30 menit
sampai 8 jam, dan tingkat bahayanya bergantung dari jumlah dari toksin yang
tertelan serta ketahanan tubuh masing-masing individu.
Spesies Staphylococcus aureus dapat bertahan hidup pada suhu
pasteurisasi (66oC) pada makanan dengan kandungan lemak dan protein yang
tinggi. Mikroorganisme ini juga dapat tumbuh pada aktivitas air yang relatif
rendah (0,86), pH rendah (4,8), konsentrasi garam dan gula yang tinggi. Kondisi
aktivitas air ini merupakan kondisi yang sangat rendah bagi pertumbuhan banyak
bakteri pesaing lainnya. Kemampuannya untuk tumbuh hingga dalam kondisi
ekstrim menyebabkan Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada banyak
makanan.
Keracunan oleh bakteri S. aureus banyak terjadi oleh makanan yang telah
dimasak. hal ini disebabkan karena pada makanan yang telah dimasak, bakteri lain
sudah sangat berkurang karena mati oleh proses pemasakan sehingga kompetitor
S. aureus berkurang. Kejadian keracunan makanan oleh Staphylococcus pada
umumnya berasal dari makanan yang disiapkan secara konvesional (hand made).
Keberadaan

S.

aureus

dalam

bahan

pangan

erat

kaitannya

dengan

sanitasi pekerja serta kebersihan lingkungan dan peralatan pengolahan (Stewart et


al., 2002). Pangan yang dilaporkan dalam berbagai kejadian luar biasa S. aureus
umumnya diolah dengan proses pemotongan, pemarutan, dan pengilingan yang
melibatkan pekerja yang terkontaminasi. S. aureus terdapat luas di alam dan
pada bahan baku pangan sehingga penanganan yang

kurang

tepat

dapat

meningkatkan risiko keracunan pangan akibat S. aureus (Robinson et al., 2000).


Pangan yang memiliki resiko tinggi terhadap bahaya keracunan akibat
Staphylococcus

adalah

pangan

yang

normal

flora

di

dalamnya

telah

mengalamikerusakan akibat proses pengolahan (misalnya daging yang telah


dimasak) atau dihambat pertumbuhannya. Hal ini berkaitan dengan sifat S. aureus
yang merupakan kompetitor lemah dalam ekosistem mikrobial yang kompleks
sehingga adanya bakteri patogen dan pembusuk lain dapat menghambat
pertumbuhannya. Bakteri psikrotropik sebagai contohnya dapat menghambat
pertumbuhan S. aureus pada penyimpanan suhu rendah (refrigerasi). Selain itu
pada proses fermentasi, bakteri asam laktat dapat memproduksi beberapa senyawa
yang mampu menghambat pertumbuhan S. aureus seperti asam laktat, hidrogen
peroksida dan bakteriosin (Ash, 2000).
Jalur masuknya S. aureus kedalam bahan pangan biasanya melalui
jaringan kulit atau selaput lendir yang terluka seperti terpotong benda tajam, luka
bakar,gigitan serangga, pengelupasan kulit, atau penyakit kulit lain. Oleh sebab
itu, pekerja dengan luka pada kulit tidak diperbolehkan mengolah makanan
terlebih disertai dengan praktik sanitasi yang buruk yang dapat memperbanyak
jumlah S. aureus. Apabila S. aureus terkontaminasi ke dalam bahan pangan yang
mengandung nutrisi yang menunjang bagi pertumbuhannya, jumlah S. aureus
akan bertambah dengan laju pertumbuhan yang cepat. Bahan pangan yang
menyediakan nutrisi yang menunjang pertumbuhan S. aureus adalah bahan
pangan dengan kadar protein yang tinggi seperti daging dan produk olahannya,
unggas dan produk olahannya. Hal ini disebabkan adanya 11 asam amino yaitu
valin, leusin,threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin
dan arginin pada produk-produk berprotein tinggi yang mendukung optimasi
pertumbuhan S. aureus (Supardi dan Sukamto, 1999).

Saran bagi penjual ayam agar tidak terjadi keracunan makanan


a. Penggunaan wadah pengemas dan label yang tepat.
b. Air cucian ayam pada tempat penjualan harus diperhatikan dan sering diganti.
c. Memperbaiki personal hygiene penjual ayam, dengan selalu mencuci tangan
dengan sabun sebelum memegang produk ayam, setiap kali selesai dari kamar
kecil, dan memegang benda-benda lain.
d. Memperhatikan sanitasi lingkungan sekitar penjualan ayam.
e. Sarana penjaja makanan berupa lemari makanan yang dipajang di warung dan
kantin

harus

selalu

dalam

keadaan

tertutup,

sehingga

tidak

ada

mikroorganisme yang mudah mencemari makanan.


f. Para pedagang harus mengenakan celemek yang bersih.

Saran bagi penjamu ayam agar tidak terjadi keracunan makanan


Cara mencegah keracunan makanan sangat penting untuk diketahui, adalah
sebagai berikut:
a. Pemasak
Pemasak harus bebas dari penyakit, cuci tangan sebelum mulai memasak,
cuci tangan sehabis dari kamar mandi dan kamar kecil, cuci tangan sehabis
memegang bahan makanan mentah yang berasal dari hewan, keringkan
tangan setelah dicuci bersih dengan tisu atau kain lap yang kering dan bersih,
tutup mulut sewaktu bersin atau batuk, kemudian cuci tangan sampai bersih
dan keringkan, pemasak harus memakai celemek yang bersih, kuku jari
pemasak harus bersih dan pendek, pemasak tidak perlu memakai perhisan
karena perhiasan merupakan tempat bakteri.
b. Bahan makanan/masakan
Bersihkan bahan makanan sebelum dimasak, simpan bahan makanan
mentah yang berasal dari hewan dalam bungkus yang rapat agar tidak
mengotori makanan yang lain dalam lemari es, daging ayam beku harus
dicairkan dulu sebelum dimasak, jangan memasak daging setengah matang
yang kemudian dipanasi kembali tapi harus dimasak secara sempurna,
potongan daging yang memiliki berat lebih dari 2,7 kg harus dipotong

menjadi potongan yang lebih kecil sebelum dimasak, daging yang sudah
masak harus dipegang dengan alat, jangan menyimpan makanan disembarang
tempat, tutup masakan yang disimpan dalam lemari es, cegah jangan sampai
lalat mencapai tempat meyimpan makanan, jangan menyantap makanan
langsung dari wadahnya dan menyimpan kembali sisa makanan itu.
c. Tempat menyimpan bahan makanan, alat memasak dan ruang pengolahan
Bersihkan bekas-bekas daging pada rak, lemari es, atau tempat
menyimpan lainya, gunakan peralatan yang berbeda untuk keperluan masak
yang berbeda-beda, gunakan sendok atau alat masak lain yang berbeda untuk
memproses daging mentah dan daging yang telah dimasak, gunakan lap yang
selalu bersih dan kering. Lap yang sudah digunakan merupakan sumber
bakteri, cuci telenan segera setelah digunakan sebagai alas mengiris daging
mentah, cuci telenan 2 kali seminggu dengan sikat kawat, cuci kembali pisau
yang telah digunakan untuk mengiris daging, pencucian peralatan secara
teratur dengan air deterjen yang tidak mengandung toksin, secara kimiawi
stabil dan mudah dihilangkan, suhu air pencuci sebaiknya 63 oC karena pada
suhu tersebut hampir semua kotoran dan lemak dapat dihilangkan.
d. Sanitasi Peralatan
Peralatan dapur harus segera dibersihkan dan disanitasi/desinfeksikan
(dibersihkan agar tidak terkontaminasi kembali) untuk mencegah kontaminasi
silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan
sementara, maupun penyajian. Diketahui bahwa pada peralatan dapur seperti
alat pemotong, papan pemotong (talenan), dan alat saji merupakan sumber
kontaminan potensial bagi makanan. Alat saji dan alat masak harus dicuci,
dibilas dan disanitasi segera setelah digunakan.
e. Tata Letak Dapur
Tata letak peralatan dapur yang baik pada dasarnya harus memenuhi
tuntutan yaitu:
1. Memungkinkan dilakukannya pekerjaan pengolahan makanan secara
runtut dan efisien.
2. Terhindarnya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah,

peralatan kontor, dan limbah pengolahan. Penataan alat pengolahan dan


fasilitas penunjang mengikuti urutan pekerjaan yang harus dilalui, dari
bahan mentah sampai makanan siap disajikan, yaitu mulai preparasi,

pengolahan atau pemasakan, dan penyajian. Kontaminasi silang produk


makanan dari bahan mentah dapat dihindari apabila jalur yang ditempuh
produk makanan terpisah dari jalur bahan mentah. Penanganan peralatan
kotor harus menggunakan fasilitas penampung air yang berbeda dengan
yang akan digunakan untuk pengolahan. Fasilitas penyimpanan untuk
makanan masak dipisahkan dari makanan mentah. Sanitasi dapur dapat
diupayakan dengan pembersihan secara rutin, diikuti aplikasi sanitasi
apabila diperlukan. Makanan yang tercecer dilantai harus segera
dibersihkan. Lantai juga harus disapu dan dipel setiap hari dengan cairan
sanitaiser. Dinding dan langit harus dibersihkan sekurang-kurangnnya 1
bulan sekali, dengan metode pembersihan yang sesuai. Misalnya dengan
menggunakan busa.

You might also like