You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid
yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan
trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Sunita, 2004). Dislipidemia
adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau
trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol
(Andry Hartono, 2000).
Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki
peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak
mungkin dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai triad lipid, yaitu:
a. Kolesterol total
Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total
darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat kuat, konsisten,
dan tidak bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian genetik, eksperimental,
epidemiologis, dan klinis menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar
kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung
koroner (PJK).
b. Kolesterol HDL dan kolesterol LD
Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara kadar
kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet
dapat menaikan kadar kolesterol HDL dan dapat mengurangi penyakit jantung
koroner.
c. Trigliserida
Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan
penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar kolesterol
HDL.

BAB II
DISLIPIDEMIA
1.1 Pengertian
Dislipidemia adalah kalainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Beberapa kelainan
fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
dan atau trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL (Davey, 2002).
1.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Kadar

lipoprotein,

terutama

LDL

meningkat

sejalan

dengan

bertambahnya usia. Pada keadaan normal pria memiliki kadar LDL yang lebih
tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita lebih banyak. Faktor
lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan LDL)
adalah (Davey,2002):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia


Obesitas
Diet kaya lemak
Kurang melakukan olah raga
Penyalahgunaan alkohol
Merokok sigaret
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
Hipotiroidisme
Sirosis

1.3 Patofisiologi
Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
asam lemak bebas. Normalnya lipid ditranspor dalam plasma darah berikatan
dengan protein yang berbentuk lipoprotein. Ikatan protein dan lipid tersebut
menghasilkan 4 kelas utama lipoprotein bergantung pada kandungan lipid dan
jenis apoproteinnya : Kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan lipid
dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan keduanya
(hiperkolesterolemia,

hipertrigliseridemia

atau

kombinasinya

yaitu

hiperlipidemia).

Tabel 1. Jenis Lipoprotein, Apoprotein, dan Kandungan Lipid

Gambar 1. Lipoprotein Metabolisme (Silbernagl, 2000)


Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 220 mg/dl serum)
merupakan gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan
berat badan dan diet. Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di

hepar yang menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135
mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian membentuk plak
pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
arterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Silbernagl, 2000).

Gambar 2. Metabolisme Lipoprotein Lanjutan (Silbernagl, 2000)


Jalur transport lipid dan tempat kerja obat
1. Jalur eksogen

Trigliserida dan kolesterol dari usus akan dibentuk menjadi kilomikron di


sel epitel usu halus, yang kemudian akan diangkut masuk ke aliran darah
melalui sistem limfatik masuk ke duktus torasikus. Di dalam jaringan adiposa
dan sel otot, trigliserida dari kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh
lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan endotel sehingga akan
terbentuk trigliserida dan asam lemak bebas. Kemudian kilomikron tersebut
berubah nama menjadi kilomikron remnan (kilomikron yang kehilangan
trigliseridanya tetapi masih memiliki ester kolesterol). Kemudian asam lemak
bebas masuk ke dalam endotel, jaringan lemak dan sel otot yang selanjutnya
akan diubah kembali menjadi trigliserida untuk disimpan atau dioksidasi untuk
menghasilkan energi (Ganiswarna, 2007).
Kilomikron remnan akan dibersihkan oleh hepar dengan mekanisme
endositosis dan lisosom sehingga terbentuk kolesterol bebas yang berfungsi
sintesis membran plasma, mielin dan steroid. Kolesterol dalam hepar akan
membentuk kolesterol ester atau diekskresikan dalam empedu atau diubah
menjadi lipoprotein endogen yang masuk ke dalam plasma (Ganiswarna,
2007). Jika tubuh kekurangan kolesterol, HMG-CoA reduktase akan aktif dan
terjadi sintesis kolesterol dari asetat (Ganiswarna, 2007).
2. Jalur endogen
Trigliserida dan kolesterol ester dari hepar diangkut dengan bentuk VLDL
ke sirkulasi darah kemudian mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase
(LPL) menjadi asam lemak dan gliserol. Sekali terekspos dengan LPL, VLDL
akan menjadi VLDL remnan. VLDL remnan terutama diambil oleh hati melalui
LDL reseptor dan sisa VLDL remnan akan membentuk lipoprotein yang lebih
kecil, yaitu IDL. IDL kemudian akan menjadi LDL yang merupakan
lipoprotein dengan kadar kolesterol terbanyak (60-70%). Peningkatan
katabolisme LDL di plasma dan hepar yang akan meningkatkan kadar
kolesterol plasma. Peningkatan kadar kolesterol tersebut akan membentuk
foam cell di dalam makrofag yang berperan pada aterosklerosis prematur
(Ganiswarna,

2007).

Gambar 3. Jenis Lipoprotein


Jenis lipoprotein
1. Kilomikron
Lipoprotein dengan komponen 80% trigliserida dan 5% kolesterol ester.
Kilomikron membawa makanan ke jaringan lemak dan otot rangka serta
membawa kolesterol kembali ke hepar. Kilomikron yang dihidrolisis akan
mengecil membentuk kilomikron remnan yang kemudian masuk ke hepatosit.
Kilomikronemia post pandrial mereda setelah 8 10 jam (Ganiswarna, 2007).
2. VLDL
Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 15 % kolesterol. VLDL
digunakan untuk mengangkut trigliserida ke jaringan. VLDL reman sebagian
akan diubah menjadi LDL yang mengikuti penurunan hipertrigliserida
sedangkan sintesis karbohidrat yang berasal dari asam lemak bebas dan gliserol
akan meningkatkan VLDL (Ganiswarna, 2007).
3. IDL
Lipoprotein yang mengandung 30% trigliserida, dan 20% kolesterol. IDL
merupakan zat perantara sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi IDL
(Ganiswarna, 2007).
4. LDL
Lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar (70%). Katabolisme LDL
melalui receptor-mediated endocytosis di hepar. Hidrolisis LDL menghasilkan
kolesterol bebas yang berfungsi untuk sintesis sel membran dan hormone
steroid. Kolesterol juga dapat disintesis dari enzim HMG-CoA reduktase
berdasarkan tinggi rendahnya kolesterol di dalam sel (Ganiswarna, 2007).
5. HDL

HDL diklasifikasikan lagi berdasarkan Apoprotein yang dikandungnya.


Apo A-I merupakan apoprotein utama HDL yang merupakan inverse predictor
untuk resiko penyakit jantung koroner. Kadar HDL menurun pada kegemukan,
perokok, pasien diabetes yang tidak terkontrol dan pemakai kombinasi
estrogen-progestin. HDL memiliki efek protektif yaitu mengangkut kolesterol
dari perifer untuk di metabolisme di hepar dan menghambat modifikasi
oksidatif LDL melalui paraoksonase (protein antioksidan yang bersosiasi
dengan HDL) (Ganiswarna, 2007).
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi dislipidemia didasarkan pada fenotip dan patogenik
1. Klasifikasi Fenotip
a. Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society) (Anwar, 2004).
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan EAS (European Atheroselerosis Society)
(Anwar, 2004).

b. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program) (Anwar,


2004).
Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan NECP (National Cholesterol Education
Program) (Anwar, 2004).

c. Klasifikasi WHO (World Health Organization) (Anwar, 2004).


Tabel 4. Klasifikasi Berdasarkan WHO (World Health Organization)
(Anwar, 2004).

2. Klasifikasi Patogenik
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan atas ada atau tidaknya penyakit
dasar yaitu primer dan sekunder. Dislipidemia primer memiliki penyebab
yang tidak jelas sedangkan dislipidemia sekunder memiliki penyakit dasar
seperti sindroma nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme (Sudoyo, 2006).
Contoh dari dislipidemia primer adalah hiperkolesterolemia poligenik,
hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi familial, dan lainlain (Anwar, 2004).

Tabel 5. Dislipidemia Sekunder


KLASIFIKASI KADAR LIPID PLASMA MENURUT NCEP ATP III
National Cholesterol Education Program Adult Panel III pada tahun
2001 membuat klasifikasi kadar lipid yang digunakan saat ini. Berbeda dengan
8

klasifikasi sebelumnya, pada klasifikasi yang baru tertera kadar lipid yang
diinginkan (optimal).

Tabel 6. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma (mg/dL)


1.5 Gejala Klinis
Kebanyakan pasien adalah asimptomatik selama bertahun-tahun
sebelum penyakit jelas secara klinis, dan biasanya ditemukan pada saat pasien
melakukan pemeriksaan rutin kesehatan (medical check-up). Pasien mungkin
terdapat obesitas atau memiliki gejala awal nyeri dada. Gejala-gejala lain yang
mungkin bisa tampak diantaranya berkeringat, jantung berdebar, nafas pendek
dan cemas
1.6 Diagnosis
1. Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor risiko seperti
kegemukan, diabetes mellitus, konsumsi tinggi lemak, merokok dan
faktor risiko lainnya.
2. Pada pemeriksaan fisik sukar ditemukan kelainan yang spesifik kecuali
jika didapatkan riwayat penyakit yang menjadi faktor risiko
dislipidemia. Selain itu, kelainan mungkin didapatkan bila sudah terjadi
komplikasi lebih lanjut seperti penyakit jantung koroner.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan

laboratorium

memegang

peranan

penting

dalam

menegakkan diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan

kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida


plasma (Anwar, 2004).
a. Persiapan
Pasien sebaiknya berada dalam keadaan metabolik yang stabil tanpa adanya
perubahan berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, tidak sakit
berat ataupun tidak ada operasi dalam 2 bulan terakhir. Selain itu, sebaiknya
pasien tidak mendapatkan pengobatan yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2
minggu terakhir. Apabila keadaan ini tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap
dilakukan dan disertai dengan catatan (Anwar, 2004).

Untuk pemeriksaan TG diperlukan puasa 12 jam (semalam),

selama puasa boleh minum air putih.


Untuk pemeriksaan kol-total tidak perlu puasa.
Bila kol-LDL diperiksa secara direk, tidak perlu puasa.
Bila kol-LDL diperiksa secara indirek, persiapannya tetap

dengan puasa 12 jam.


b. Pengambilan Bahan Pemeriksaan
Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena
seminimal mungkin dan bahan yang diambil adalah serum.
c. Analisis
Analisis kadar kolesterol dan trigliserida dilakukan dengan metode
enzimatik sedangkan analisis kadar kolesterol HDL dan kolesterol LDL
dilakukan dengan metode presipitasi dan enzimatik. Kadar kolesterol
LDL dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan rumus
Friedewaid jika didapatkan kadar trigliserida < 400mg/d menggunakan
rumus sebagai berikut (Anwar, 2004):

*Rumus ini tidak dapat digunakan bila kadar TG > 400 mg/dL.
1.7 Penatalaksanaan dislipidemia

10

Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan


penilaian jumlah faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien untuk
menentukan kolesterol-LDL yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel faktor
resiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang
ingin dicapai berdasarkan NCEP-ATP III (Sudoyo, 2006):
Tabel 7. Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran
Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai

Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran


-

Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai


Umur pria 45 tahun dan wanita 55 tahun.
Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah

usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.


Kebiasaan merokok
Hipertensi (140/90 mmHg atau sedang mendapat obat

antihipertensi)
Kolesterol HDL rendah ( <40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol
HDL 60mg/dl maka mengurangi satu faktor risiko dari jumlah
total

Setelah menemukan banyaknya faktor risiko pada seorang pasien,


maka pasien dibagi kedalam tiga kelompok risiko penyakit arteri koroner yaitu
risiko tinggi, risiko sedang dan risiko tinggi. Hal ini digambarkan pada tabel
berikut ini (Sudoyo, 2006) :
Tabel 8. Tiga Kategori Resiko yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang
Ingin Dicapai berdasarkan NCEP (Sudoyo, 2006)
Kategori Resiko
1. Resiko Tinggi

Sasaran Kolesterol
LDL (mg/dl)
<100

a. Mempunyai Riwayat PJK dan


b. Mereka yang mempunyai risiko yang disamakan
dengan PJK
- Diabetes Melitus
- Bentuk lain penyakit aterosklerotik yaitu stroke,

11

penyakit

arteri

perifer,

aneurisma

aorta

abdominalis
- Faktor risiko multipel (> 2 faktor risiko) yang
mempunyai risiko PJK dalam waktu 10 tahun
> 20 % (lihat skor risiko Framingham)
2. Resiko Multipel (2 faktor resiko) dengan risiko

<130

PJK dalam kurun waktu 10 tahun < 20%


3. Resiko Rendah (0-1 faktor resiko) dengan risiko

<160

PJK dalam kurun waktu 10 tahun < 10 %


Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan
kategori risiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan
untuk masing-masing katagori risiko ( Sudoyo, 2006):

Gambar 4. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko tinggi

Gambar 5. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko sedang

12

Gambar 6. Bagan Penatalaksanaan Dislipidemia dengan faktor resiko 0-1


Penatalaksanaan Dislipidemia terdiri dari:
1. Penatalaksanaan Umum
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologis
yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan.
Terapi diet memiliki tujuan untuk menurunkan risiko PJK dengan mengurangi
asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori,
sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya
memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta
pembatasan asupan kalori (Anwar, 2004)
2. Penatalaksanaan Non- Farmakologi
a. Terapi Nutrisi Medis
Terapi

diet

dimulai

dengan

menilai

pola

makan

pasien,

mengidentifikasi makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan


kolesterol serta berapa sering keduanya dimakan. Jika diperlukan ketepatan
yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi, perlu dilakukan penilaian yang
lebih rinci, yang biasanya membutuhkan bantuan ahli gizi. Penilaian pola
makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai dengan diet tahap I
atau langsung ke diet tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum
dinilai setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan (Anwar, 2004).
Pada pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total yang
tinggi sebaiknya mengurangi asupan lemak total dan lemak jenuh
(saturated fatty acid/SAFA), dan meningkatkan asupan lemak tak jenuh
rantai tunggal dan ganda (mono dan poly unsaturated fatty acid/MUFA dan

13

PUFA). Asupan karbohidrat, alkohol dan lemak perlu dikurangi pada


pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi (Sudoyo, 2006).
Tabel 9. Komposisi Tahap I dan Tahap II

Tabel 10. Komposisi Makanan untuk Hiperkolesterolemia


b. Aktivitas Fisik
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat
meningkatkan kadar HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin,
meningkatkan

sensitivitas

dan

meningkatkan

keseragaman

fisik,

menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan berat badan (Azwar,


2004).
Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :
1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut
jantung maksimal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit .
3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan,
selama 5-10 menit. Frekuensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan
lama latihan seperti diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/
minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.
Pada prinsipnya pasien dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kondisi dan kemampuan pasien agar aktivitas ini berlangsung terusmenerus (Sudoyo, 2006).
3. Penatalaksanaan Farmakologi
Setelah 6 minggu terapi non farmakologis, dilakukan evaluasi ulang.
Bila belum mencapai kadar kolesterol LDL sasaran yang diharapkan, perlu

14

ditingkatkan/intensifikasi terapi non-farmakologis. Disamping itu, tentu harus


dicari pula penyebab dislipidemia sekunder. Bila 6 minggu berikutnya kadar
kolesterol LDL masih belum mencapai sasaran, ditambahkan terapi
farmakologis dengan tetap melanjutkan terapi non-farmakologis.
Saat ini didapat beberapa golongan obat yaitu golongan resin, asam
nikotinat, golongan statin, derivat asam fibrat, ezetimibe, dan lain-lain namun
obat lini pertama yang danjurkan oleh NCEP-ATP III adalah HMG-CoA
reductase inhibitor (Azwar, 2004). Apabila ditemukan kadar trigliserida
>400mg/dl maka pengobatan dimulai dengan golongan asam fibrat untuk
menurunkan trigliserida.
Menurut kesepakatan kadar kolesterol LDL merupakan sasaran utama
pencegahan penyakit arteri koroner sehingga ketika telah didapatkan kadar
trigliserida yang menurun namun kadar kolesterol LDL belum mencapai
sasaran maka HMG-CoA reductase inhibitor akan dikombinasikan dengan
asam fibrat. Selain itu, terdapat obat kombinasi dalam satu tablet (Niaspan
yang merupakan kombinasi lovastatin dan asam nikotinik) yang jauh lebih
efektif dibandingkan dengan lovastatin atau asam nikotinik sendiri dalam dosis
tinggi (Sudoyo, 2006).

Tabel 11. Target kolesterol LDL (mg/dl):

Kategori Resiko
PJK atau yang

Target
LDL
< 100

Kadar LDL
untuk mulai
PGH
100

disamakn PJK
Faktor resiko 2

Kadar LDL untuk mulai terapi


farmakologis
130
(100-129 pemberian obat

< 130

130

opsional)
10 tahun risiko 10-20% : 130
10 tahun risiko <10% : >160

15

Faktor resiko 0-1

< 160

160

190
(160-189 pemberian obat
opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan


Obat
Statin
Resin
Fibrat
Asam Nikotinat
Penghambat

Kol-LDL
18-55 %
15-30 %
5-25 %
5-25 %
17-18 %

Kol-HDL
5-15 %
3-5 %
10-20%
15-35 %
3-4 %

Trigliserid
7-30 %
-/
20-50 %
20-50 %
-

Absorbsi Kolesterol
KLASIFIKASI OBAT-OBAT HIPOLIPIDEMIK
Penghambat
Sekueastran
Penghambat
Asam
HMGCoA
Asam
Asam Fibrat
Absorpsi
Nikotinat
Reduktase
Empedu
Kolesterol
Simvastatin
Lovastatin
Pravastatin

Kolestiramin

Asam

Bezafibrat

Fluvastatin

Kolestipol

Nikotinat

Fenofibrat

Atorvastatin

Ezetimibe

Gemfibrozil

Rosuvastatin
statin atau sekuestran asam empedu atau nicotic acid. Pemantauan profil lipid
dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan dilanjutkan
setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi target belum tercapai,
intensifkan/naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain (PDT, 2009).
Tabel 12. Klasifikasi Obat-obat Hipolipidemi
Setiap obat hipolipidemik memiliki kekuatan kerja masing-masing
terhadapat kolesterol LDL, kolesterol HDL, maupun trigliserida. Sesuai dengan
kemampuan tiap jenis obat, maka obat yang dipilih bergantung pada jenis
dislipidemia yang ditemukan.

16

Tabel 13. Obat Hipolipidemik: Efek Obat Terhadap Kadar Lipid Serum
Kebanyakan obat hipoglikemik dapat dikombinasikan penggunaannya
tetapi kombinasi golongan statin dan golongan fibrat, atau golongan statin dan
asam nikotinat, perlu pemantauan lebih ketat. Sebaiknya tidak memberikan
kombinasi gemfibrozil dan statin.
Pada penderita dengan kadar trigliserida >350 mg/dl, golongan statin dapat
digunakan (statin dapat menurunkan trigliserida) karena sasaran kolesterol
LDL adalah sasaran pengobatan. Pada pasien dengan dislipidemia campuran
yaitu hiperkolesterolemia dan hipertrigliserida, terapi tetap dimulai dengan
statin. Apabila kadar trigliserida masih tetap tinggi maka perlu kombinasi
dengan fibrat atau kombinasi statin dan asam nikotinat. Harus berhati-hati
dengan terapi kombinasi statin dan fibrat maupun statin asam nikotinat oleh
karena dapat meningkatkan timbulnya efek samping yaitu miopati.
Pemantauan efek samping obat harus dilakukan terutama pada mereka
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. Kemudian setiap terdapat keluhan
yang mirip miopati maka sebaiknya diperiksa kadar creatinin kinase (CK).
Obat Hipolipidemik diantaranya adalah :
1. Golongan Statin
Statin sangat efektif dalam menurunkan kol-LDL dan relatif
aman. Obat ini bekerja menghambat sintesis kolesterol di hati, dengan
demikian akan menurunkan kolesterol darah. Efek samping golongan
statin terjadi pada sekitar 2% kasus, biasanya berupa nyeri

17

muskuloskeletal, nausea, vomitus, nyeri abdominal, konstipasi dan


flatulen. Makin tinggi dosis statin makin besar kemungkinan terjadinya
efek samping.
2. Golongan Asam Fibrat
Derivat dari asam fibrat mempunyai efek meningkatkan
aktivitas lipoprotein lipase, menghambat produksi VLDL hati dan
meningkatkan aktivitas reseptor LDL. Golongan ini terutama
menurunkan trigliserida dan meningkatkan kol-HDL dengan efek
terhadap kol-total dan LDL cukup. Efek samping jarang, yang tersering
adalah gangguan gastrointestinal, peningkatan transaminase, dan reaksi
alergi kulit, serta miopati.
3. Golongan Asam Nikotinat
Asam nikotinat memiliki efek yang bermanfaat untuk semua
kelainan fraksi lipid. Obat ini menurunkan produksi VLDL di hepar
yang berakibat turunnya kol-LDL dan trigliserida serta meningkatnya
kol-HDL. Efek sampingnya cukup besar, antara lain flusihing, gatal di
kulit, gangguan gastrointestinal, hiperglikemia, dan hiperurisemia.
Asam nikotinat lepas lambat seperti niaspan mempunyai efek samping
yang lebih rendah.
4. Golongan Resin Pengikat Asam Empedu
Golongan ini mengikat asam empedu di dalam usus,
menghambat resirkulasi entero-hepatik asam empedu. Hal ini berakibat
peningkatan konversi kolesterol menjadi asam empedu di hati sehingga
kandungan kolesterol dalam sel hati menurun. Akibatnya aktivitas
reseptor LDL dan sintesis kolesterol intrahepatik meningkat. Total
kolesterol dan kolesterol LDL menurun, tetapi kolesterol HDL tetap
atau naik sedikit. Pada penderita hipertrigliserida, obat ini dapat
menaikkan kadar trigliserida dan menurunkan kolesterol HDL. Obat ini
tergolong kuat dan efek samping yang ringan. Efek sampingnya adalah
keluhan gastrointestinal seperti kembung, konstipasi, sakit perut dan
perburukan hemoroid.

18

5. Golongan Penghambat Absropsi Kolesterol


Ezetimibe adalah obat pertama yang dipasarkan dari golongan
obat penghambat absorpsi kolesterol, secara selektif menghambat
absorpsi kolesterol dari lumen usus halus ke enterosit. Obat ini tidak
mempengaruhi absorpsi trigliserida, asam lemak, asam empedu, atau
vitamin yang larut dalam lemak termasuk A, D, E, dan a dan
carotene. Ezetimibe 10 mg dikombinasikan dengan atorvastatin 10 mg
sama efektifnya dengan pemberian atorvastatin 80 mg. Efek samping
bila diberikan tanpa kombinasi, adalah sakit kepala, sakit perut, dan
diare.

Tabel 14. Obat Hipolipidemik, Dosis, dan Efek Sampingnya


BAB III
KESIMPULAN
Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL
kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai
penurunan kadar HDL kolesterol

19

Dislipidemia dalam

proses terjadinya aterosklerosis semuanya

memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain,
sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai
triad lipid, yaitu:
Kolesterol total
Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar
kolesterol total darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat
kuat, konsisten, dan tidak bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian
genetik, eksperimental, epidemiologis, dan klinis menunjukkan dengan jelas
bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada
patogenesis penyakit jantung koroner (PJK).
Kolesterol HDL dan kolesterol LDL
Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara
kadar kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau
diet dapat menaikan kadar kolesterol HDL dan dapat mengurangi penyakit
jantung koroner.
Trigliserida
Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan
dengan penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar
kolesterol HDL.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Bahri. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung


Koroner. Medan : FK USU.

Darey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Ganiswarna, Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.

20

PDT. 2009. Standar Pelayanan Medis RSUD AW Sjahrannie SMF IPD.


Samarinda : RSUD AW Sjahrannie SMF IPD.

Silbernagl, Stefan, Florian, Lang. 2000. Color Atlas of Patophysiology.


New York : Thieme.

Sudoyo, Ary, Setyohadi, Bambang, Alwi, Idrus. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

Sukandar, Elind., et al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI.

21

You might also like