Professional Documents
Culture Documents
“ RUPTUR UTERI”
Terjadinya rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu
bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak karena rupture uteri
masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita jumpai dinegara-negara yang sedang
berkembang, seperti afrika dan asia. Angka ini sebenarnya dapat diperkecil bila ada pengertian dari
para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan
dari daerah-daerah periver dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.
Ibu-ibu yang telah melakukan pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna
lagi dan perasaan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosis yang tepat serta
tindakan yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.
Menurut lokasinya:
1. Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti; SC klasik
(korporal) atau miomektomi.
2. Segmen bawah rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah
tegang dan tipis dan akhirnya terjadi rupture uteri.
3. Servik uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versa dan ekstraksi, sedang
pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis-kolporeksi
Robekan-robekan diantara servik dan vagina.
Menurut etiologinya;
1. Rupture uteri spontanea
menurut etiologi dibagi menjadi 2:
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC, miomektomi,
perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual
b. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, post
maturitas dan grande multipara.
2. Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti;
a. ekstraksi forsef
b. Versi dan ekstraksi
c. Embriotomi
d. Versi brakston hicks
e. Sindroma tolakan (pushing sindrom)
f. Manual plasenta
g. Curetase
h. Ekspresi kisteler/cred
i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
j. Trauma tumpul dan tajam dari luar
Menurut gejala klinis:
1. Rupture uteri imminens (membakat=mengancam): penting untuk diketahui
2. Rupture uteri sebenarnya
Mekanisme rupture uteri
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dans ervik uteri. Batas keduanya
disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih dari
20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailan
terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut
lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3 jari
diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri
mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar biasa dari
uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus minoris
resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan
servik menjadi lunak (efacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat
maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR
yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut
meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture
uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum
rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan parametra.
2. Palpasi
a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan
b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP
c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya kadang-kadang
teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek
3. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah rupture,
apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga perut.
4. Pemeriksaan dalam
a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat didorong
keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba usus, omentum
dan bagian-bagian janin
c. Kateterisasi
hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih
d. Catatan
1) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit
2) Rupture uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak didahului oleh uteri
mengancam.
3) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati
sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative delivery, misalnya sesudah
versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef, embriotomi dan lain-lain
Diagnosa Banding:
1. Solusio Plasenta
2. Plasenta Previa
3. Rupture Uteri
A. Deteksi Dini Terhadap Kelainan, Komplikasi Dan Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Ibu
Hamil
Pemeriksaan dan pengawasan terhadap ibu hamil sangat perlu dilakukan secara teratur.
Hal ini bertujuan untuk menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama
dalam kehamilan,persalinan dan nifas sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat. Selain itu
juga untuk mendeteksi dini adanya kelainan, komplikasi dan penyakit yang biasanya dialami oleh
ibu hamil sehingga hal tersebut dapat dicegah ataupun diobati. Dengan demikian maka angka
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi dapat berkurang.
1. Pemeriksaan Kehamilan Dini (Early ANC Detection)
Idealnya wanita yang merasa hamil bersedia untuk memeriksakan diri ketika haidnya
terlambat sekurang-kurangnya 1 bulan. Dengan demikian, jika terdapat kelainan pada
kehamilannya tersebut akan lekas diketahui dan segea dapat diatasi. Oleh karena itu, setiap
wanita hamil sebaiknya melakukan kunjungan antenatal sedikitnya 1 kali pada trimester 1
( sebelum minggu ke 14 ).
Pemeriksaan yang dilakukan pada kehamilan dini, yaitu :
a. Anamnesa
Anamnesa adalah tanya jawab antara penderita dan pemeriksa. Dari anamnesa ini
banyak keterangan yang diperoleh guna membantu menegakkan diagnosa dan prognosa
kehamilan.
1) Anamnesa Sosial ( biodata dan latar belakang sosial )
2) Anamnesa Keluarga
3) Anamnesa Medik
4) Anamnesa Haid
5) Anamnesa Kebidanan
b. Pemeriksaan Umum
1) Tinggi badan
Pada wanita hamil yang pertama kali memeriksakan perlu diukur tinggi badannya.
Seorang wanita hamil yang terlalu pendek, yang tinggi badannya kurang dari 145 cm
tergolong resiko tinggi karena kemungkinan besar persalinan berlangsung kurang
lancar. Perbandingan tinggi dan berat badan memberi gambaran mengenai keadaan
gizi dan balita.
2) Berat badan
Pada tiap pemeriksaan wanita hamil baik yang pertama kali atau ulangan, berat
badan perlu ditimbang. Kenaikan berat badan yang mendadak dapat merupakan
tanda bahaya komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi. Dalam trimester I berat badan
wanita hamil biasanya belum naik bahkan biasanya menurunkarena kekurangan
nafsu makan. Dalam trimester terakhit terutama karena pertumbuhan janin dan uri
berat badan naik sehingga pada akhir kehamilan berat badan wanita hamil bertambah
kurang lebih 11 kg dibanding sebelum hamil. Pada trimester terakhir berat badan
kurang lebih 0.5 kg seminggu, bila penambahan berat badan tiap minggu lebih dari
0.5 kg harus diperhatikan kemungkinan preeklampsi.
3) Tanda-tanda vital
Dalam keadaan normal tekanan darah daloam kehamilan trimester terakhir sistolik
tidak melebihi 140 mmHg, dan diastolik tidak melebihi 90 mmHg. Bila terdapat
tekanan darah melebihi diatas maka kemungkinan adanya preeklampsi.
4) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan inspeksi. Pemeriksaan
ini meliputi seluruh bagian kepala dan leher. Jika pada pemeriiksaan mata sklera
ikterik dan konjungtiva anemis maka kemungkinan anemia.
5) Pemeriksaan payudara
Pada wanita hamil payudara terlihat besar dan tegang serta sedikit nyeri. Hal ini
karena pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang duktus dan alveoli
payudara. Pemeriksan payudara dengan cara palpasi meliputi bentuk dan ukuran
payudara, putting susu menonjol atau tidak, adanya retraksi, masa dan pembesaran
pembuluh limfe.
6) Pemeriksaan jantung, paru dan organ dalam tubuh lainnya
7) Pemeriksaan abdominal
Pemeriksaan abdominal dilakukan dengan palpasi. Dari pemeriksaan ini diperoleh
mengenai ukuran dan bentuk uterus.
8) Pemeriksan genetalia
Untuk memeriksa genetalia biasanya dengan pemeriksaan ginekologi. Pada
pemeriksaan ini vulva, vagina dan porsio diperiksa dan dilihat inspekulo.
9) Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya varises dan oedema.
c. Pemeriksaan laboratorium
Test laboratorium perlu dilakukan pada ibu hamil. Pemeriksan ini ditujukan untuk
memeriksa golongan darah, Hb, protein urine, dan glukosa urine. Pemeriksaan urine pada
awal kehamilan bertujuan untuk mengetahui adanya kehamilan. Selain itu pemeriksaan
urin juga bertujuan untuk mengetahui adanya protein urine dan glukosa urine. Protein
dalam urine merupakan hasil kontaminasi dair vagina atau dari infeksi saluran kencing
atau penyakit ginjal. Pada saat hamil jika dihubungkan dengan hipertensi dan oedem, hal
ini akan menjadi tanda serius dari preeklampsi. Untuk glukosa urin berhubungan dengan
diabetes.
“PRINSIP DETEKSI DINI TERHADAP KELAINAN, KOMPLIKASI DAN PENYAKIT YANG LAZIM
TERJADI PADA IBU HAMIL, BERSALIN DAN NIFAS”
“PENYAKIT YANG MENYERTAI PADA IBU DALAM MASA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN
NIFAS”
2. Ginjal
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan
saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil
pemeriksaan laboratorium.perubahan natomi terdapat peningkatan pembuluh darah dan
ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali normal
setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah
letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.
Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan
berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Akibat pembesaran
uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung
kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior
dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot
kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung
kemih meningkat sampai 1 liter karena efek relaksasi dari hormon progesterone.
Perubahan Fungsi
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma flow) dan
tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan
meningkat 30-50 %, diatas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan
kadar kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100
mll dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
3. Jantung
Etiologi
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering
dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan
insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan
stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
Faktor Predisposisi
Peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed
preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi
cordis, anemia.
Patofisiologi
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan
bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk
itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat.
Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler yang
baisanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan
karena :
1. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada
UK 32-36 minggu
2. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan
ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan
dan putaran.
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan
volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal ini mengakibatkan
terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan
dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis pasca
persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2 minggu pasca
persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh
karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata 88x/menit
dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran
ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit
jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat
terjadi decompensasi cordis.
Manifestasi Klinis
Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda dan
gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan
peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun
gejala dan tanda ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya terdapat riwayat
penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis.
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu :
1. Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28
dan 32, saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum
2. Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam sirkulasi
sistemik sebesar 15 - 20% dan ketika meneran pada partus kala ii, saat arus balik vena
dihambat kembali ke jantung.
3. Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil
menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi
uteroplasenta ke sirkulasi sistemik.
4. 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari
thrombus iliofemoral.
Gagal jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di dasar
paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3 kali.
Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat atau
progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis,
hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan vena
jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II, ejection click,
late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolic,
dan cardio megali dengan heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.
Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan pemeriksaan :
1. EKG untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, kardiomegali, tanda
penyakit pericardium, iskemia, infark. Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
2. Ekokardigrafi. Meteode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahu kelainan
fungsi dan anatomi dari bilik, katup, dan peri kardium
3. Pemeriksaan Radiologi dihindari dalam kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat
dilakukan dengan memberi perlindung diabdomen dan pelvis.
Diagnosis
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria :
1. Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus
2. Pembesaran jantung yang jelas
3. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill
4. Arimia berat
Pada wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut jarang
menderita penyakit jantung. Bila terdapat gejala decompensasi jantung pasien harus di
golongkan satu kelas lebih tinggi dan segera dirawat
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan
Kelas I
• Tanpa pembatasan kegiatan fisik
• Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
Kelas II
• Sedikit pembatasan kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan,
jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris
Kelas III
• Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung
Kelas IV
• Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah,
pertumbuhan janin terhambat.
Penatalaksanaan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli
jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung
dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas
jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :
Kelas I
Tidak memerlukan pengobatan tambahan
Kelas II
Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari
aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan
memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan
pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam,
istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75
mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu
sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum
waktu kelahiran. Lakukan persalinan pervaginam kecuali terdapat kontra indikasi obstetric.
Metode anastesi terpilih adalah epidural
Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat.
Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi,
takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan sedilanid IV
dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat
diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretic.
Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit
dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan
segera
Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik
akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar.
Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila
fisik memungkinkan pasien dapat menusui.
Kelas III
Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic
Kelas IV
Harus dirawat di RS
Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan
abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan
pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus
dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic
biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.
Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam lebih aman
namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum. Setelah kala III selesai, awasi
dengan ketat, untuk menilai terjadinya decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang bagi
pasien kelas III dan IV.
Operasi pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum
hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi
bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus dan
akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin
secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena
dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus stenosis aorta
atau mitral.
Prognosis
Prognosis tergantung klasifikasi, usia, penyulit lain yang tidak berasal dari jantung,
penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang paling sering menyebabkan kematian
adalah edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi lebih buruk akibat
dismaturitas dan gawat janin waktu persalinan.
4. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi
glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan
berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi)
yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
meninjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat
berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin
hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar
gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta
laktogen. Akibat lambatbya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan
ini menuntut kebutuhan insulin.
Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya.
Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat
pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan,
melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat
DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih
berulang selama hamil.
Klasifikasi
a. Tidak tergantung insulin (TTI) – Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu
kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
b. Tergantung insulin (TI) – Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan
memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
Komplikasi
Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
Fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia,
kematian intra uterin,
Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir,
hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma
gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah
puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga
menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus
normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka
pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali
bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat
dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI,
kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu,
total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus
memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36
minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan
indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu)
dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik,
namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan
terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila
UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34
minggu dan baisanya memerlukan insulin.
5. Asma
Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai
dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama
pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada
kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu
dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
Komplikasi
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya
serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia
bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran,
partus premature dan gangguan petumbuhan janin.
Manifestasi Klinis
Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas,
pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan
yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk.
Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.
Penatalaksanaan
1. mencegah timbulnya stress
2. Menghindari factor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi
pencetus timbulnya serangan
4. Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau
peroral seperti isoproterenol
5. Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan
dengan 1atau lebih dari obat dibawah ini
a. Epinefrin yang telah dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikan SC
b. Isoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7 hari
c. Oksigen
d. Aminopilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam infus glukosa 5 %
e. Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan atau per infus dalam D10%
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat
gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan
persalinan secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau
Forcep. SC atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik
yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat
terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan
ganggguan tidir. Namun obat anti asma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya
karena kadarnya dalam ASI sangat kecil.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 2
“PENYAKIT YANG MENYERTAI PADA IBU DALAM MASA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN
NIFAS”
2. RUBELLA
Rubella dapat meningkatkan angka kematian perinatal dan sering menyebabkan
cacat bawaan pada janin. Sering dijumpai apabila infeksi dijumpai pada kehamilan trimester I
(30-50%). Anggota tubuh anak yang bisa menderita karena rubella:
a. Mata (katarak, glaucoma, mikroftalmia)
b. Jantung (Duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonalis, septum
terbuka)
c. Alat pendengaran (tuli)
d. Susunan syaraf pusat (meningoensefalitis, kebodohan)
Dapat pula terjadi hambatan pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologik
(termasuk trombositopenia dan anemia), hepatosplenomegalia dan ikterus, pneumonitis
interstisialis kronika difusa, dan kelainan kromosom. Selain itu bayi dengan rubella bawaan
selama beberapa bulan merupakan sumber ibfeksi bagi anak-anak dan orang dewasa lain.
Diagnosis
Diagnosis rubella tidak selalu mudah karena gejala-gejala kliniknya hampir sama
dengan penyakit lain, kadang tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Virus pada rubella sering
mencapai dan merusak embrio dan fetus. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi virus
atau dengan dotemukannya kenaikan titer anti rubella dalam serum.
Nilai titer antibody
• Imunitas 1:10 atau lebih
• Imunitas rendah < 1:10
• Indikasi adanya infeksi saat ini ≥ 1:64
Apabila wanita hamil dalam trimester I menderita viremia, maka abortus buatan
perlu dipertimbangkan. Setelah trimester I, kemungkinan cacat bawaan menjadi kurang yaitu
6,8% dalam trimester II dan 5,3% dalam trimester III.
Tanda dan Gejala klinis:
• Demam-ringan
• Merasa mengantuk
• Sakit tenggorok
• Kemerahan sampai merah terang atau pucat, menyebar
secara cepat dari wajah ke seluruh tubuh, kemudian menghilang secara cepat
• Kelenjar leher membengkak
• Durasi 3-5 hari
Hingga kini tidak ada obat-obatna yang dapat mencegah viremia pada orang yang
tidak kebal.. manfaat gamaglobulin dap\lam hal ini masih diragukan, yang lebih manjur ialah
vaksin rubella. Akan tetapi, vaksinasi ini sering menimbulkan artralgia atau arthritis, dan pula
vaksinasi yang dilakukan tidak lama sebelum terjadinya kehamilan atau dalam kehamilan
dapat menyebabkan infeksi janin. Karena itu, lebih baik vaksinasi diberikan sebelum
perkawinan. Pemberian vaksin pada wanita selam kunjungan prekonsepsi dianjurkan untuk
uji serologi varicella apabila klien selama masa kanak-kanaknya tidak mempunyai riwayat
infeksi, kontraindikasi pada kehamilan adalah menghindari konsepsi selama 3 bulan setelah
vaksinasi.
4. HERPES
Infeksi herpes virus hominis pada orang dewasa biasanya ringan. Walaupun
demikian, penyakit ini dapat menyebabkan kematian janin dan bayi. Pada bayi dapat dijumpai
gelembung-gelembung pada kulit di seluruh badan, atau pada konjungtiva dan selaput lendir
mulut. Kematian bayi dapat pula disebabkan oleh ensefalitis herpes virus.
Virus tipe II dapat menyebabkan herpes genitalis dengan gelembung-gelembung
berisi cairan di vulva, vagina, dan servik, yang dikenal juga dengan nama herpes simpleks.
Penularan kepada anak dapat terjadi melalui:
a. Hematigen melalui plasenta
b. Akibat penjalaran ke atas dari vagina ke janin apabila ketuban pecah
c. Melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir
Diagnosis tidak sulit yaitu apabila terdapat gelambung-gelambung di daerah alat
kelamin, ditemukannya benda-benda inklusi intranuklear yang khas di dalam sel-sel epitel
vulva, vagina atau servik setelah dipulas menurut papanicolau, memberi kepastian dalam
diagnosis.
Herpes genitalis merupakan infeksi virus yang senantiasa bersifat kronik, recurrent,
dan dapat dikatakan sulit diobati. Sampai saat ini hanya satu cara pengobatan herpese yang
cukup efektif, yaitu antivirus yang disebut acyclovir. Obat-obat analgetik dipakai untuk
mengurangi rasa nyeri di daerah vulva. Acyclovir dalam kehamilan tidak dianjurkan, kecuali
bila infeksi yang terjadi merupakan keadaan yang mengancam kematian ibu, seperti adanya
ensefalitis, pneumonitis, dan atau hepatitis, dimana acyclovir dapat diberikan secara IV. SC
dianjurkan pada wanita yang pada saat kelahiran menunjukkan gejala-gejala akut pada
genetalia, untuk menghindari penularan akibat kontak langsung. Karena bila dengan
persalinan pervaginam 50% bayi akan mengalami infeksi. Pada pasca persalinan, ibu yang
menderita herpes aktif harus diisolasi. Bayinya dapat diberikan untuk menyusui bila ibu telah
cuci tangan mengganti baju yang bersih.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 2
“PENYAKIT YANG MENYERTAI PADA IBU DALAM MASA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN
NIFAS”
4. HEPATITIS
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling
sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis infeksiosa terutama
oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau
Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt kehamilan dan mempunyai pengaruh
buruk pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang
dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III sering
terjadi premature. Tidak dianjurka untuk melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau
SC, karena akan mempertinggi risiko pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat
tertular melalui plasenta, waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih masih kontroversi
penularan melalui air susu.
Penatalaksanaan
1. Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
2. Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan
tentang pentingnya janin dipisahkan dengan ibunya
3. Periksa HbsAg
4. Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase
(SGOT), serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah, karena
kemungkinan telah ada disseminated intravaskular coagulapathy (DIC)
5. Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik
6. Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena
kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat
7. Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu
8. Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2x24 jam diberi suntikan anti
hepatitis serum
5. HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik
wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi
HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada janinnya
telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut
terjadi. Penelitian di AS dab Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu
hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses
persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV
positif tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan
dengan risiko penularan HIV.
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi
PHS lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi toksoplasmik,
CMV, TBC dan lain-lain.
Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia,
BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada
ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunisyik yang
menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT
(Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi
oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam kehamilan
merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam
kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya, yaitu
hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan tes terhadap
HIV sebelum kehamilan.
Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko infeksi
pada bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate
0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan
terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam
menolong persalinan
2. Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
3. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
4. Gunakan pelindung mata (kacamata)
5. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai
barang infeksius
6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa
antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui
pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan bayi, sebaiknya
dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini. Perawatan ibu dan bayi
tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan tindakan yang membuat
perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan sirkumsisi. Perawatan tali pusat
harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi yang menggunakan virus hidup sebaiknya
ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita virus HIV. Antibodi yang
didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan sampai 15 bulan. Jadi diperlukan pemeriksaan
ulang berkala untuk menentukan adanya perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada
bayi mungkin baru tampak pada usia 12-18 bulan.
6. TYPUS ABDOMINALIS
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang
lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap
kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi
dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup
manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-
kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak
menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena
kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak
merupakan indikasi bagi abortus buatan.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 3
A. Masa Kehamilan
1. Trimester I
2. Trimester II
3. Trimester III
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 3
B. Masa Persalinan
1. Kala I
2. Kala II
3. Kala III
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 3
C. Masa Nifas
1. Kala IV
2. 6 jam
3. 6 hari
4. 6 minggu
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 4
2. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umumnya menjadi buruk, karena
terjadi dehidrasi. Biasanya terjadi pada kehamilan trimester I. Gejala tersebut kurang lebih
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10
minggu.
Etiologi
Penyebab hiperemesisi gravidarrum belum diketahui secara pasti, namun beberapa
faktor mempunyai pengaruh antara lain:
a. Faktor Predisposisi, sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, kehamilan
ganda karena peningkatan kadar HCG
b. Faktor Organik, karena masuknya Vili khorialis dalam sirkulasi maternal,
perubahan matabolik akibat hamil dan resistensi ibu yang menurun dan alergi merupakan
salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak
c. Faktor psikologik, memegang peranan yang sangat penting, misalnya rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
terhadap tanggung jawab sebagai ibu.
d. Faktor endokrin lain, diabetes, hipertiroid
Gejala Dan Tingkat
Menurut berat dan ringannya dibagi menjadi 3:
1. Tingkat I : ringan
Mual muntah terus menerus yang menyebabkan penderita lemah, tidak ada nafsu makan,
berat badan turun, nyeri epigastrium nadi sekitar 100x/mnt, tekanan darah sistolik turun,
turgor kulit berkurang, lidah kering, mata cekung.
2. Tingkat II : sedang
Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih parah, lemah,
apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor, nadi kecil dan cepat, suhu badan
naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi, dapat pula terjadi asotonuria, dari nafas berbau
aseton
3. Tingkat III : berat
Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma, nadi kecil,
halus dan cepat, dehidrasi berat, suhu badan naik, tensi turun sekali, ikterus. Dapat terjadi
ensekalopati wernicke
Patologis
Otopsi wanita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh hasil:
1. Hati
Pada tingkat ringan, hanya ditemukan degenerasi lemak tanpa nekrosis, degenerasi
lemak senri lobuler
2. Jantung
Jantung atrofi, lebih kecil dari biasa, kadang kala ditemukan perdarahan sub endokardial
3. Otak
Terdapat bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti ensefalopati wernicke
4. Ginjal
Tampak pucat, degenerasi lemak pada tubula kontorti
Patofisiologis
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil
muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit
dengan alkalosis hipokloremik. Faktor psikologis merupakan faktor utama, disamping
pengaruh hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung
spastik dengan gejala tidak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang
lebih berat.
Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbihidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam
darah. Kekurangannya cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah
menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan
khlorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah
zat makanan dan oksigen kejaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang
toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat
ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati.
Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada
selaput lendir esofagus dan lambung, dengan akibat perdarahan gastrointestinal.
Penanganan
1. pencegahan, penerangan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses
fisiologis. Pencegahan lain yaitu tentang diit ibu hamil dan defekasi yang teratur
2. Terapi obat, menggunakan sedative, vitamin, anti muntah, antasida, dan anti mulas
3. Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di RS.
3. ABORTUS
a. Abortus imminens
Tanda dan gejala
a. Perdarahan vagina: merah segar atau coklat
b. Jumlah perdarahan sedikit/ perdarahan bercak
c. Dapat terjadi terus menerus untuk beberapa hari sampai 2 minggu
d. Kram abdomen bagian bawah atau sakit punggung normal
Manajemen
a. Trimester I dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram
1) Tirah baring tidak terlalu bermanfaat; aktivitas normal dapat dilanjutkan kembali
kecuali wanita merasa tidak nyaman atau lebih memilih untuk istirahat
2) Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan irigasi, atau
memasukkan sesuatu ke vagina)
3) Tidak melakukan aktivitas seksual yang menimbulkan orgasme
4) Segera beritahu bidan jika terdapat :
• Perdarahan meningkat
• Kram dan nyeri pinggang meningkat
• Semburan cairan dari vagina
• Demam atau gejala mirip flu
5) Periksakan pada hari berikutnya di rumah sakit
• Evaluasi tanda-tanda vital
• Pemeriksaan dengan speculum-merupakan skrining vaginitis dan
servisitis; observasi bukaan serviks, tonjolan kantong ketuban, bekuan darah,
atau bagian-bagian janin
• Pemeriksaan bimanual-ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, effacement,
serta kondisi ketuban. Dapatkan nilai hemoglobin dan hematokrit, jenis dan
Rh (jika belum ada)
b. Jika pemeriksaan negative, dapat dilakukan pemeriksaan ultrasuara untuk
menentukan kelangsungan hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk
menenangkan wanita
c. Jika pemeriksaan fisik dan ultrasuara negatif, tenangkan wanita, kaji ulang gejala
bahaya dan pertahankan nilai normal
d. Konsultasi ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram meningkat, atau hasil
pemeriksaan fisik dan ultrasuara menunjukan hasil abnormal
b. Abortus Insipiens
Keguguran membakat ini tidak dapat dihentikan, karena setiap saat dapat terjadi
ancaman perdarahan dan pengeluaran hasil konsepsi. Abortus ditandai dengan:
a. Perdarahan lebih banyak
b. Perut mules (sakit) lebih hebat
c. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka dan
jaringan/hasil konsepsi dapat teraba
Penanganan
1. Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi
Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan:
a) Berikan ergometrin 0,2 mg I.M (dapat diulang sesudah 15 menit jika perlu) atau
misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam jika perlu)
b) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus
2. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
a) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi, kemudian evakuasi sisa-sisa hasil
konsepsi
b) Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V (garam
fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk
membantu ekspulsi hasil konsepsi
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
c. Abortus Inkomplit
Ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus.
Gejala klinis yang dapat terjadi:
1) Perdarahan berlangsung terus
2) Perdarahan mendadak
3) Disertai infeksi dengan suhu tinggi
4) Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma)
Pada pemeriksaan dijumpai gambaran:
1) Kanalis servikalis terbuka
2) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau dikanalis servikalis
3) Kanalis servikalis tertutup dan perdarahan berlangsung terus
4) Dengan pemeriksaan sonde perdarahan bertambah
Penanganan
1) Jika perdarahan tidak terlalu banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti,
beri ergometrin 0,2 mg I.M atau misoprostol 400 mcg per oral
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum Manual (AVM), kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika
aspirasi vakum manual tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg I.M
(diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat
diulangi setelah 4 jam jika perlu)
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau
Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d. Abortus Komplit
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan.
Gambaran klinisnya adalah uterus mengecil, perdarahan sedikit, dan kanalis telah
tertutup.
Penanganan:
• Tidak perlu evakuasi lagi
• Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
• Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
• Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg/hari
selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah
• Konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut
4. KET
Perjalanan hasil konsepsi dapat terganggu dalam perjalanan sehingga tersangkut dalam
lumen tuba. Tuba falopii tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang dan menampung
pertumbuhan janin sehingga setiap saat kehamilan yang terjadi terancam pecah.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus.
Tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih
besar dari 90%)
Tanda dan gejalanya sangatlah bervariasi bergantung pada pecah atau tidaknya
kehamilan tersebut. Alat penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan
ektopik yang pecah adalah tes kehamilan dari serum dikombinasi dengan ultrasonografi. Jika
diperoleh hasil darah yang tidak membeku, segera mulai penanganan.
Diagnosis banding
• Abortus iminens
• Penyakit radang panggul baik akut maupun kronis
• Kista ovarium (terpuntir atau ruptur) dan apendisitis akut
Tanda dan gejala kehamilan ektopik
Kehamilan Ektopik Kehamilan Ektopik Terganggu
• Gejala • Kolaps dan
kehamilan awal (flek atau perdarahan kelelahan
yang ireguler, mual, pembesaran • Denyut nadi
payudara, perubahan warna pada cepat dan lemah (110x/menit atau lebih)
vagina dan serviks, perlunakan serviks, • Hipotensi
pembesaran uterus, frekuensi buang air • Hipovolemia
kecil yang meningkat • Abdomen akut
• Nyeri pada dan nyeri pelvis
abdomen dan pelvis
• Distensi
abdomen(a)
• Nyeri lepas
• Pucat
(a) Distensi abdomen dengan shifting dullness merupakan petunjuk adanya darah bebas
Penanganan awal
1. Jika fasilitas memungkinkan, segera lakukan uji silang darah
dan laparotomi. Jangan menunggu darah sebelum melakukan pembedahan
2. Jika fasilitas tidak memungkinkan, segera rujuk ke fasilitas
lebih lengkap dengan memperhatikan hal-hal yang diuraikan pada bagian penilaian awal
3. Pada laparotomi, eksplorasi kedua ovaria dan tuba falopii:
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingktomi (tuba yang
berdarah dan hasil konsepsi dieksisi bersama-sama). Ini merupakan terapi pilihan
pada sebagian besar kasus
• Jika kerusakan pada tuba kecil, lakukan salpingektomi (hasil konsepsi
dikeluarkan, tuba dipertahankan). Hal ini hanya dilakukan jika konservasi kesuburan
merupakan hal yang penting untuk ibu tersebut, karena risiko kehamilan ektopik
berikutnya cukup tinggi.
5. MOLAHIDATIDOSA
Adalah jonjot-jonjot korion yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil
yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan.
Kehamilan mola merupakan proliferasi abnormal dari vili khorialis.
Etiologi
Penyebab mola belum diketahui dengan pasti, faktor-faktor yang dapat menyebabkannya
antara lain:
1. Faktor ovum, ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosek rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Diagnosis dan gejala
1. Anamnesa/keluhan:
a. Terdapat gejal-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa
b. Kadangkala ada tanda toksemia gravidarum
c. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak
d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya
e. Keluar janringan mola seperti buah anggur atau mata ikan yang
merupakan diagnosa pasti
2. Inspeksi
a. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan
(mola face)
b. Bila gelembung mola keluar akan terlihat dengan jelas
3. Palpasi
a. Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
b. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
c. Adanya fenomena harmonica; darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun: lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
4. Auskultasi
a. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
b. Terdengar bising dan bunyi khas
5. Reaksi Kehamilan, karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic dan uji
imunologik (Galli Mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi):
a. Galli Mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa
b. Galli Mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil
kembar. Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan
serebro-spinal dapat menjadi positif.
6. Pemeriksaan dalam
a. Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian
janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evaluasi keadaan serviks.
7. Uji sonde, sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri.. bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit,
bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
8. Foto roentgen abdomen, tidak terlihat tulang-tulang janin(pada kehamilan 3-
4 bulan)
9. Arteriogram khusus pelvis
10. Ultrasonografi, pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak
terlihat janin.
Penanganan awal:
1. Jika diagnosis kehamilan mola telah ditegakkan, lakukan evakuasi uterus:
2. Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi
berlangsung berikan infus 10 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V (NaCl atau Ringer
Laktat) dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara cepat)
Penanganan selanjutnya:
2. Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal atau
tubektomi bila ingin menghentikan fertilitas
3. Lakukan pemantauan setiap 8 minggu selama minimal 1 tahun pasca
evakuasi dengan menggunakan tes kehamilan dengan urin karena adanya risiko
timbulnya penyakit trofoblas yang menetap atau khoriokarsinoma. Jika tes kehamilan
dengan urin tidak negatif setelah 8 minggu atau menjadi positif kembali dalam 1 tahun
pertama, rujuk ke pusat kesehatan tersier untuk pemantaun dan penanganan lebih lanjut.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 4
c. Pre Eklamsia
Pengertian
Pre-Eklamsi Adalah Penyakit dengan tanda-tanda Hipertensi, Oedema, dan
Proteinuria yang timbul karena kehamila. Penyakit ini biasanya timbul pada Triwulan ke-3
kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada Mola Hidatosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosa Pre-Eklamsi kenaikan tekanan Sistolik harus 30 mmHg atau lebih.
Kenaikan tekanan Diagnostik lebih dapat dipercaya apabila tekanan Diastolik meningkat 15
mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan
minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan sistolik harus
30 mm Hg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg
atau lebih.
Edema ialah Penimbunan cairan secara umum dan berlebih dalam jaringan tubuh
dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari
tangan, dan muka. Oedema Pretribal yang ringan sering terjadi pada kehamilan biasa,
sehingga tidak berarti untuk penentuan Diagnosis Pre-Eklamsi. Kenaikan BB ½ kg setiap
minggu masih normal tetapi kalau kenaikan BB I kg atau lebih setiap minggu beberapa kali,
hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/lt dalam urin
24 jam atau pada pemeriksaan menunjukan 1 atau 2+ atau 1 gr/lt yang dikeluarkan dengan
jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat
badan, karena itu harus dianggap yang cukup serius.
Patofisiologi
Mochtar (1999;199) menjelaskan bahwa pada Pre-Eklamsi terjadi pada spasme
pembuluh darah yang disertai dengan Retensi Garam dan air. Pada Biopsi ginjal ditemukan
spasme hebat arteriola Glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriole sedemikian
sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola di
dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk
mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan Edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan intestinal belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi
air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh Spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan pada glomerolus.
Tanda Dan Gejala
Tanda-tanda Pre-Eklamsi biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat badan
yang berlebihan, di ikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-Eklamsi
ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif, pada Pre-Eklamsi ditemukan sakit kepala di
daerah frontal, skotoma, diploma, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, mual dan
muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering di temukan pada Pre-Eklamsi yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa Eklamsi akan timbul.
Perubahan Psikologi
Normotensive pada wanita hamil dihubungkan dengan perubahan cardiovascular
termasuk meningkatnya kerja jantung, volume darah dan cardiac output (Gant Et al 1973).
Hal ini menyebabkan sel endothelia rusak sehingga perbandingan antara vasodilator :
vasocontricsi. Perbandingan ini disebabkan karena untuk menopang hipertensi. Dengan
adanya hipertensi bersama-sama dengan sel Endothelia rusak mempengaruhi melalui
pembuluh, sehingga terjadi kebocoran plasma dan rusaknya pembuluh darah sehingga
dihasilkan oedema kemudian menuju ke jaringan.
Pengurangan cairan ke intravaskuler disebabkan hypoluemia dan hemokonsentrasi dan
ini adalah reflek untuk meningkatnya haematrokit. Dalam kasus yang parah, paru-paru
dapat menjadi macet dengan adanya cairan dan berkembang menjadi oedema pulmonary,
oksigen rusak dan sehingga terjadi sianosis.
Dengan vasokontriksi dan disruption ke vascular endothelium menjadi coagulasi aktif.
Meningkatnya produksi trombositopenia dan responsible untuk Disseminated Intravaskular
Cougelation (DIC). Di ginjal, vasospasme menghasilkan arteriolus menyebabkan
pengurangan aliran darah menuju ke ginjal yang menjadikan hypoxia dan oedema.
Klasifikasi Pre Eklamsia
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 golongan :
a. Preeklamsia ringan
• Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15
mmHg atau lebih (diukur pada posisi berbaring terlentang) atau kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan
dengan jarak
• Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau 2+
• Edema pada kaki, jari, muka dan berat badan naik >1 kg/mg
b. Preeklamsia berat
• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
• Proteinuria, 5 gr/lt atau lebih
• Oliguria (jumlah urine < 500 cc per 2 jam
• Terdapat edema paru dan sianosis
• Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri
di epigastrium
Etiologi
Penyebab preeklamsia secara pasti belum di ketahui, namun pre eklamsia sering terjadi pada
• Primigravida
• Tuanya kehamilan
• Kehamilan ganda
Prinsip pencegahan preeklamsia
• Pencegahan/ANC yang baik: ukuran tekanan darah,
timbangan berat badan, ukur kadar proteinuria tiap minggu
• Diagnosa dini/tepat: diet, kalau perlu pengakhiran kehamilan
Penanganan
1. Penanganan Pre-Eklamsi Ringan:
a. Rawat Jalan
1) Banyak istirahat ( berbaring tidur
miring)
2) Diet: cukup protein, rendah
kaebohidrat, lemak, dan garam
3) Sedative ringan (jika tidak bisa
istirahat ) tablet Febobarbital 3x30 mg peroral selama 2 hari
4) Roboransia
5) Kunjungan ulang tiap 1 mg
b. Jika dirawat di Puskesmas atau Rumah
Sakit:
1) Pada Kehamilan Preterm (kurang
dari 37 minggu)
a) Jika Tekanan Darah mencapai normotensif selama perawatan persalinan
ditunggu sampai aterm
b) Bila Tekanan Darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama
perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamilan lebih dari 37
minggu
2) Pada Kehamilan Aterm (lebih dari 37
minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
c. Cara Persalinan
Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kal II dengan bantuan
bedah obstetri.
2. Penanganan Pre-Eklamsi Berat di Rumah Sakit
Penanganan Aktif:
a. Indikasi
Indikasi perawatan aktif ialah bila di dapatkan satu atau lebih keadaan ini pada ibu:
1) Kehamilan lebih dari 37 minggu
2) Adanya tanda-tanda impending
3) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
Pada Janin :
1) Adanya Tanda-tanda Fetaldistres
2) Adanya Tanda-tanda IUFD
d. Eklamsia
Definisi
Eklampsi merupakan serangan konvulsi yang biasa terjadi pada kehamilan, tetapi
tidak selalu komplikasi dari pre eklampsi.
Dalam sebuah konduksi studi nasional di UK pada tahun 1992, 38% dsari kasus
eklampsi tidak disertai dengan hipertensi dan protein urin (Douglas dan Redman 1994). Ini
terjadi di UK sekitar 2000 kelahiran dan beresiko tinggi untuk ibu dan janin. Douglas dan
Redman (1994) menemukan bahwa satu dari 50 wanita dengan eklampsi meninggal dan
satu dari 14 bayi mereka juga meninggal. Di dunia luas, 50.000 wanita meninggal setelah
menderita konvulsi eklampsi (Duley 1994) dan berbagai pusat penelitian sekarang ini
sedang berlangsung untuk mengetahui obat yang cocok untuk mencegah dan mengatasi
konvulsi..
Konvulsi dapat terjadi sebelum, selama, dan sesudah persalinan. Jika ANC dan Inc
mempunyai standar yang tinggi, konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi
lebih dari 48-72 jam setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus
dilakukan dan dilanjutkan selama periode postpartum.
Etiologi
Dalam eklampsi berat terdapat hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme
kuat dan oedem. Hipoksia serebral menunjukkan kenaikan dysrhytmia serebral dan ini
mungkin terjadi karena konvulsi. Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar dysrhytmia
serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih kuat dari pre
eklampsi.
Ada satu tanda eklampsi, bernama konvulsi eklampsi. Empat fasenya antara lain:
1. Tahap premonitory. Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika observasi
pada ibu tidak tetap. Mata dibuka, ketika wajah dan otot tangannya sementara kejang
2. Tahap Tonic. Hampir seluruh otot-otot wanita segera menjadi serangan
spasme. Genggamannya mengepal dan tangan dan lengannya kaku. Dia menyatukan
gigi dan bisa saja dia menggigit lidahnya. Kemudian otot respirasinya dalam spasme,
dia berhenti bernafas dan warnanyaberubah sianosis. Spasme ini berlangsung sekitar
30 detik
3. Tahap klonik. Spasme berhenti, pergerakkan otot menjadi tersendat-sendat
dan serangan menjadi meningkat. Seluruh tubuhnyabergerak-gerak dari satu sisi ke
sisi yang lain, sementara terbiasa, sering saliva blood-strained terlihatb pada bibirnya
4. Tahap Comatose. Wanita dapat tidak sadar dan mungkin nafasnya berbunyi.
Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap bengkak. Kadang-kadang sadar dalam
beberapa menit atau koma untuk beberapa jam
Bahaya-Bahaya Eklampsi
♦ Bagi ibu
Perbedaan konvulsi dan kelelahan, jika frekuensi berulang hati gagal berkembang. Jika
kenaikan hipertensi banyak, pada ibu dapat terjadi cerebral hemorrhage. Pasien dengan
oedem dan oliguria perkembangan paru-paru dapat bengkak atau gagal ginjal. Inhalasi
darah atau mucus dapat menunjukkan asfiksia atau pneumonia. Dapat terjadi
kegagalan hepar. Dari komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi kefatalan. Angka kematian
ibu dari eklampsi di UK pada tahun 1991-1993 adalah 11. Dalam lebih dari setengah
terdapat kematian ibu dan hanya satu atau dua yang selamat.
♦ Bagi janin
Dalam eklampsi antenatal janin dapat terpengaruh dengan ketidakutuhan plasenta. Ini
menunjukkan retardasi pertumbuhan intrauterine dan hipoksia. Selama sehat ketika ibu
berhenti bernafas supply oksigen ke janin terganggu, selanjutnya berkurang. Angka
kematian perinatal sebanyak 15%. Konvulsi intrapartum sangat berbahaya untuk janin
karena kenaikan hipoksia intra uterin yang disebabkan karena kontraksi uterus.
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin:
a. Solusio plasenta
b. Hipofibrinogen
c. Hemolisis
d. Perdarahan otak
e. Kelainan mata
f. Edema paru-paru
g. Nekrosis hati
h. Kelainan ginjal
i. Prematuritas
j. Komplikasi lain (lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC)
2. Perdarahan Antepartum
a. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpus
uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada trimester III, walaupun dapat pula terjadi
pada setiap saat dalam kehamilan.
Sebagian perdarahan pada solusi plasenta biasanya merembes sendiri diantara
selaput ketuban dan uterus, kemudian mengalir keluar lewat serviks dan terlihat dari luar
sehingga terjadi perdarahan eksternal. Bisa juga darah tidak mengalir keluar, tetapi tetap
tertahan diantara bagian plasenta yang terlepas dan uterus sehingga terjadi perdarahan
tersembunyi. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menngandung ancaman
bahaya yang jauh lebih besar terhadap keselamatan jiwa ibu, dan ini bukan hanya terjadi
akibat peningkatan kemungkinan terjadinya koagulopati konsumtif yang berat, tetapi juga
akibat luasnya perdarahan yang tidak disadari.
Frekuensi ditegakan diagnosis solusio plasenta sangat bervariasi mengingat
criteria yamg dipakai untuk membuat diagnosis ini berbeda-beda. Intensitas solusio
plasenta seringkali bervariasi menurut cepatnya ibu hamil mencari dan mendapatkan
perawatan setelah merasakan nyeri abdomen, atau setelah terjadinya perdarahan
pervaginam, ataupun setelah dijumpai keduanya. Bila terlambat, kemungkinan pelepasan
plasenta yang luas sehingga akan menimbulkan kematian janin.
Hurrd dkk., (1983) mengemukakan bahwa frekuensi untuk solusio lpasenta
sekitar 1 per 75 persalinan, dengan angka mortalitas perinatal sebesar 30 %. Tampak
jelas bahwa abrupsio plasenta merupakan problem obstetric yang sering ditemukan dan
terutama berbahaya bagi janin serta nonatus. Meskipun janin bias bertahan hidup,
neonatus dapat meninggal karenanya. Bila dapat diselamatkan bayi akan mengalami
gangguan akibat kejadian tersebut.
Etiologi.
Penyebab primer solusio plasenta tidak diketahui, tetapi keadaan ini dapat dikemukakan
sebagi factor-faktor etiologinya yaitu :
• Trauma
• Tali pusat yang pendek
• Dekompresi yang uterus mendadak
• Anomaly uterus atau anomaly uterus atau tumor uterus
• Hipertensi kronis atau hipeertensi yang ditimbulkan karena
kehamilan
• Tekanan pada nena cava inferior akibat uterus yang membesar dan
defisiensi gizi.
Solusio plasenta dengan derajat yang lebih ringan dapat terhadi sesaat sebelum
persalinan janin tunggal kalau cairan ketuban sudah mengalir habis dari dalam uterus dan
janin mengalami desensus hingga kepalanya sudah berada pada perineum. Pada janina
kembar, dekompresi yang terjadi setelah persalinan janin pertama dapat menimbulkan
pelepasan premature plasenta yang membahayakan janin kedua.
Patologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis.
Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat
pada miometrium. Sebai akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari
pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan kahirnya
penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Dalam tahap awal
mungkin belum terdapat gejala klinis.. keadaan tersebut ditemukan hanya setelah
dilakukan pemeriksaan terhadap plasenta yang baru dilahirkan. Plasenta ini mempunyai
permukaan maternal dengan lekukan bulat yang diameternya beberapa sentimeter dan
ditutupi oleh darah yang membeku serta berwarna gelap.
Diagnosisi Klinis
Perlu ditekankan bahwa keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat
bervariasi cukup luas. Contoh, perdarahan eksternal bias banyak sekali meskipun
pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janian,
atau perdarahan eksternal tidak terdapat tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan
janin meninggal sebagai akibat langsung keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan yang tersembunyi mengandung ancaman
bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, dan hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan
koagulopati konsumtif yang lebih tinggi, tetapi juga akibat intensitas perarahan yang tidak
diketahui sehingga pemberian tranfusi sering tidak memadai atau terlambat.
Komplikasi
Komplikasi tergantung dari luasnya plasenta dan lamanya solusio plasenta
berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah,
oliguria, dan gawat janin sampai kematiannya.
1. Perdarahan
Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Perdarahan
postpartum dapat pula mengancam, kali ini terjadi karena kontraksi uterus yang tidak
kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan darah.
Tindakan terakhir mengatasi perdarahan postpartum bila tidak dapat diatasi dengan
kompresi bimanual, uterotonika, pengobatan kelainan pembekuan darah ialah
histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
2. Kelainan pembekuan darah
kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia, terjadinya dengan maseuknya trombo plastin ke dalam peredaran
darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retrolpasenter, sehingga terjadi
pembekuan darah intra faskular dimana-mana yang akan menghabiskan fakto-faktor
pembekuan darah lainnya terutama fibrinogen.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bula ialah 450 mg
%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah jadi 100 mg%
akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan
dengan pemeriksaan secara laboratorium
a. penentuan kuantitatif kadar fibrinogen
b. pengamatan pembekuan darah untuk menentukan :
1) waktu pembekuan darah
2) besarnya dan kemantapan pembekuan darah
3) adanya factor seperti heparin (antikoagulansia) dalam peredaran darah
c. adanya fibrinolisin dalam peredaran darah
d. hitung trombosit
e. penentuan waktu protrombin
f. penentuan waktu tromboplastin
3. Oliguria
Pada tahap oliguria keadaan umum penderita biasanya masih baik.oleh
karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran air
kencing yang harus rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusio
plasenta berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, preeklamsia, atau
hipertensi menahun.
Terjadinya oliguria sangat mungkin berhubungan dengan hipofolemi dan
penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak. Ada yang
menerangkan bahwa tekanan intra uterin yang meninggi karena solusio plasenta
menimbulkan reflek penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah
berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini
4. Gawat janin
Jarang ditemukan kasus solusio plasenta dengan janin yang masih hidup.
Kalaupu janin yang masih hidup biasanya sudah gawat kecuali pada solusio plasenta
ringan.
5. Solusio plasenta ringan
Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang,
pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previ. Apabila kemudian
ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, barulah ditangani sebagai
solusio plasenta.
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu dan perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak menjadi tegang, maka
penderita harus diobservasi dengan ketat.
Apabila perdarahan berlangsung terus dan gejala solusio plasenta bertambah
jelas atau dengan pemeriksaan USG daerah solusio plasenta bertambah luas maka
pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup lakukan SC,
apabila janin mati lakukan pemecahan ketuban dan pemberian infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan.
6. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinik solusio plasenta jelas dapat di temukan,
berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Penanganannya di RS
meliputi.
a. Tranfusi darah
b. Pemecahan ketuban
c. Infus oksitosin
d. Jika perlu SC
Tekanan darah bukan merupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena
vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan meninggikan tekanan darah
Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli bagaimana keadaan umum
penderita, dan tidak peduli apakah persalinan akan pervaginam atau perabdominal.
Pemecahan ketuban ini akan merangsang dimulai persalinan dan mengurangi
tekanan intra uterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis kortek ginjal,
mungkin melalui apa yang dinamakan refleks uterorenal; dan gangguan pembekuan
darah. Bila perlu persalinan dapat lebih dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
Payah ginjal yang sering merupakan komplikasi solusio plasenta pada
dasarnya disebabkan oleh hipovolemik karena perdarahan. Pencegahan payah ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi yang
mungkin terjadi, segera mengatasi hipovolemi di bawah pengawasan tekanan vena
pusat (CVP / central venous pressure), secepat mungkin menyelesaikan persalinan,
dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai setelah 6
jam setelah terjadi solusio plasenta, walaupun dengan mecahan selaput ketuban dan
infus oksitosin, satu-satunya cara untuk segera mengosongkan uterus dengan SC.
SC tidak usah menunggu sapai darah tersedia secukupnya, atau syok telah dapat
teratasi , karena tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan ialah dengan
segera menghentikan sumber perdarahannya.
Prognosis
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang lepas dari dinding
uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya
hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan
jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solusio berat hampi 100 % mengalami kematian. Pada
solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Pada kasus solusio plasenta
tertentu SC dapat mengeurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada setiap
kasus perdarahan, persediaan darah secukupnya akan sangat membantu
memperbaiki prognosis ibu dan janinnya.
b. PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan
normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir
pada waktu tertentu, yang meliputi :
1. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
2. Plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
3. plasenta previa marginalis, pabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan
4. Plasenta letak rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus
akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada
kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir.
Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik,
maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya plasenta previa totalis pada
pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previ parsialis pada
pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi ini tidak akan terjadi dengan penanganan yang
baik.
Etiologi
Penyebab plasenta previa tidak diketahui, tetapi factor-faktor berikut diketahui dapat
dihubungkan
1. Multiparitas : meningkatnya ukuran rongga uterus pada persalinan yang berulang-
ulang merupakan predisposisi terjadinya plasenta previa
2. Kehamilan multiple : tempat plasenta terbesar lebih sering melewati segmen bawah
rahim
3. Umur : ibu yang lebih tua lebih beresiko daripada ibu yang lebih muda
4. Uterus sikatrik : SC pada persalinan sebelumnya meningkatkan resiko plasenta previa
5. Riwayat myomektomi
6. Merokok : mekanisme yang tepat tidak begitu jelas tetapi terjadinya hipoksia
disebabkan karena merokok yang mungkin menyebabkan pembesaran plasenta
sehingga menyebabkan suplai oksigen berkurang. Wanita hamil yang merokok lebih
dari 20 batang per hari 2 kali lebih besar peningkatan terjadinya plasenta previa
7. Kelainan Plasenta : plasenta dengan dua bagian dan plasenta suksenturia mungkin
dapat menyebabkan plasenta previa. Plasenta membranasea (plasenta diffusa)
mungkin juga merupakan penyebab. Hal ini merupaka kelainan perkembangan
plasenta yang jarang dimana seluruh korion ditutupi dengan fungsi filli. Plasenta
berkembang sebagai struktur membran yang tipis menutupi sebagian besar
permukan uterus. Keadaannya mungkin dapat didiagnosa dengan ultrason. Pada
kehamilan hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat yang memungkinkan
dilakukan histerektomi.
Tanda Dan Gejala
Plasenta previa didiagnosa dengan pemeriksaan USG pada awal kehamilan bidan harus
mengetahui wanita-wanita hamil yang mengalami plasenta letak rendah. Tidak semua
wanita hamil menginginkan pemeriksaan USG akan taetapi bidan harus mengatahui
tanda-tanda indikasi kemungkinan terjadinya plasenta previa :
1. Mal presentasi janin : sering didapatkannya bukan presentasi kepala pada janin.
Plasenta menempati ruang di pelvis, dan mungkin bidan menemukan adanya
presentasi bokong, karena ruang lainnya untuk kepala janin berada di fundus atau
presentasi obliq dan presentasi bahu
2. Bagian terendah janin tidak terfiksasi : khususnya pada plasenta previa tipe III atau
IV.
3. Sulitnya mengidentifikasi bagian janin pada palpasi : plasenta previa anterior
(khususnya tipe I dan II) terletak diantara janin dan seperti ada yang mengganjal pada
tangan bidan.
4. Denyut nadi ibu yang keras dibawah umbulikus : plasenta previa anterior sering di
deteksi dengan adanya suara denyut nadi ibu yan keras dari plasenta yang lebih
mudah didengar dengan dopler. Denyut jantung janin sulit untuk dideteksi Karena
tertutup oleh plasenta, khususnya pada presentasi kepala.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan di rumah :
Pasien dianjurkan harus istirahat ditempat tidur. Jika perdarahan banyak pasien
dianjurkan untuk tidur miring atau menggunakan bantal dibawah pinggul kanannya
untuk mencapai agar panggul miring dan menghindari supine hypotensive syndrome.
Perdarahan hebat yang terjadi akan memperlihatkan kondisi sbb : pucat, berkeringat,
gelisah, merasa haus, denyut nadi meningkat dan tekanan darah menurun. Jika
terjadi perdarahan pada kehamilan tidak boleh melakukan pemeriksaan vagina
dirumah
2. Penatalaksanaan di RS
Di Rumah Sakit, ibu harus berbaring. Kadang-kadang perdarahan terjadi setelah
coitus tapi diketahui penyebabnya. Kemungkinan ada riwayat spoting. Pada
pemeriksaan abdomen akan taraba lunak, dengan ukuran sesuai umur kehamilan
Sulit untuk membedakan antara plasenta previa dengan abrupsio plasenta.
Abrupsio plasenta ada hubungan dengan preeklamsia dimana dengan presentasi dan
fiksasi kepala janin normal. Demikian, tidak adanya preeklamsia dan adanya
beberapa ketidaknormalan yang ditemukan merupakan bukti terjadinya plsenta
previa. Mungkin dibutuhkan pengkateteran. Darah diperika kdar haemoglobin dan
dilakukan uji cleihauer jika resus negatif dan setidaknya 2 kantong darah
3. Observasi
Pemantauan suhu, nadi, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dilakukan.
Nadi dan tekanan darah dicatat lebih sering dengan ketentuan : tiap seperempat jam
jika perdarahan berlanjut. Denyut jantung janin harus selalu dipantau dengan
cardiotocography jika perdarahan menetap. Urin diperiksa kadar protein jika
perdarahan hebat, diberikan pada kasus perdarahan hebat yang tiba-tiba. Pemberian
infus intra vena dapat dimulai jika perdarahan menetap dan dipertahankan sampai
perdarahan berhenti. Wanita tersebut harus di tempat tidur sampai perdarahan
berhenti.
c. INSERTIO VELAMENTOSA
Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi praktis karena pembuluh-
pembuluh umbilicus, di selaput ketuban, berpisah jauh dari tepi plasenta, dan mencapai
keliling tepi plasenta dengan hanya di lapisi oleh satu lipatan amnion. Dalam suatu ulasan
tentang kepustakaan yang mencakup hampir 195.000 kasus, Benirschke dan kaufmann,
(2000) mendapatkan bahwa 1,1% dari pelahiran janin tunggal memeiliki insersio
velamentosa. Keadaan ini terjadi jauh lebih sering pada kehamilan kembar, dan hampir
selalu terjadi pada kembar tiga.
VASA PREVIA
Keadaan ini terjadi pada insersi velamentosa apabila sebagian dari pembuluh
janin di selaput ketuban memotong daerah os internum dan menempati posisi di depan
bagian terbawah janin. Pada pemeriksaan yang cermat kadang-kadang dapat diraba
sebuah pembuluh janin tubular di selaput ketuban yang menutupi bagian terbawah janin.
Penekanan pembuluh oleh jari pemeriksa ke bagian terbawah janin kemungkinan akan
menyebabkan perubahan frekuensi denyut jantung janin. Pada vasa previa terdapat
bahaya yang sangat besar bagi janin karena pecahnya ketuban dapat disertai oleh ruptur
pembuluh janin yang menyebabkan kehilangan banyak darah.
Apabila terjadi perdarahan antepartum atau intrapartum, terdapat kemungkinan
vasa previa atau ruptur pembuluh janin. Sayangnya, jumlah darah janin yang boleh
keluar tanpa mematikan janin relatif sedikit. Cara tercepat dan mudah untuk mendeteksi
darah janinadalah dengan mengapuskan darah pada kaca obyek, warnai apusan dengan
pewarna Wright, dan periksa preparat untuk mencari sel darah merah berinti, yang dalam
keadaan normal terdapat dalam darah tali pusat tetapi tidak dalam darah ibu.
e. PLASENTA SIRKUMVALATA
Plasenta sirkumvalata adalah plaseta yang pada permukaan vetalis dekat pinggir
terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jeringan di
sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh kesamping dibawah desidua. Diduga bahwa
corionfrondosum terlalu kecil dan untuk mncukupi kebutuhan, villi menyerbu kedalam
desidua di luar permukaan frondosum, plasenta jenis ini tidak jarang terjadi. Insidensinya
lebih kurang 2-18 %. Menurut beberapa ahli plasenta sirkumvalata serin menyebabkan
abortus dan solusio plasenta. Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali ke pinggir
plasenta, di sebut plasenta marginata. Kedua-duanya disebut sebagai plasenta ekstra
coriel. Pada plasenta marginata mungkin terjadi adeksi dari selaput sehingga plsenta lahir
telanjang tertinggalnya selaput ini dapat menyebabkan perdarahan dan infeksi. Diagnosis
plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakan setelah plasenta lahir tetapi dapat diduga bila
ada perdarahan intermiten atau hidrorea.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 4
b. Postmatur
Postmatur kehamilan yang sudah melampaui masa kehamilan yang dianggap
berada diatas batas normal. Postmatur seharusnya digunakan untuk mendeskripsikan
janin dengan cirri-ciri klinis nyata yang menunjukan kehamilan yang memanjang
patologis.
Definisi standar yang direkomendasikan secara internasional untuk kehamilan
memanjang, didukung oleh American College of Obstetricians and Gynecologist (1997) ,
adalah 42 minggu lengkap (294 hari) atau lebih sejak hari pertama haid terakhir. Fase “42
minggu lengkap” perlu ditekankan. Kehamilan antara 41 minggu lewat 1 hari sampai 41
minggu lewat 6 hari, meskipun telah masuk minggu ke 42, belum lengkap 42 minggu
sapai habis hari ke tujuh. Jadi secar teknis kehamilan memanjang dapat dimulai pada hari
294 atau pada hari 295 setelah hari pertam haid terakhir. Variasi-variasi siklus menstruasi
ini kemungkinan menjelaskan, setidaknya sebagian, mengapa sekitar 10 persen
kehamilan mencapai 42 minggu, namun relaif sedikit janin yang terbukti mengalami
postmaturitas. Karena tidak ada metode untuk mengidentifikasi kehamilan yang benar-
benar memanjang, semua kehamilan yang dietapkan sebagai 42 minggu lengkap harus
ditangani seolah-olah memanjang abnormal.
Patofisiologi
1) Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput,
mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan
maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada
bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biaanya cukup panjang. Biasanya bayi
postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang
turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi postmatur Clifford
mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa
bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.
Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu
masing-masing belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada
sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada
44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan
kemungkinan postmaturitas.
2) Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada
kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor
dan gas darah tali pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan
oksigen pada janin yang postterm.
Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi
tersebut luar biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa
fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut,
meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi antara 38 dan 42
minggu.
3) Gawat janin dan Oligohidramnion
Alas an utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa
dengan diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif
terhadap gawat janin intrapartum, terutama bila disertai dengan ologohidramnion.
Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah
melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam
volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya
mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
4) Pertumbuhan janin terhambat
Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang
seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Divon dkk,. (1998) dan
Clausson., (1999) telah menganalisis kelahiran pada hampir 700.000 wanita antara
1987 sampai 1998 menggunakan akte kelahiran medis nasional swedia. Bahwa
pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia gestasi 42 minggu
atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.
Morniditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang
mengalami hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang
terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan
pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini.
5) Serviks yang tidak baik
Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang
karena pada wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang
belum berdilatasi. Dilatasi serviks adalah indicator prognostic yang penting untuk
keberhasilan induksi dalam persalinan.
IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah
mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan
1000gr)
Penyebab
1. Faktor plasenta
a. Insufisiensi plasenta
b. Infark plasenta
c. Solusio plasenta
d. Plasenta previa
2. Faktor ibu
a. Diabetes melitus
b. Preeklampsi dan eklampsi
c. Nefritis kronis
d. Polihidramnion dan oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit paru atau TBC
i. Inkompatability rhesus
j. AIDS
3. Faktor intrapartum
a. Perdarahan antepartum
b. Partus lama
c. Anastesi
d. Partus macet
e. Persalinan presipitatus
f. Persalinan sungsang
g. Obat-obatan
4. Faktor janin
a. Prematuritas
b. Postmaturitas
c. Kelainan bawaan
d. Perdarahan otak
5. Faktor tali pusat
a. Prolapsus tali pusat
b. Lilitan tali pusat
c. Vassa praevia
d. Tali pusat pendek
6. Tidak diketahui faktor penyebabnya
Gejala klinis dan diagnosis
Untuk menentukan stillbirth dapat ditentukan melalui:
1. Riwayat
Tidak merasakan gerakan janin selama 3 hari, tidak ada pembesaran perut, kadang ada
bercak cairan kecoklatan dari vagina, payudara melembut.
2. Gejala klinis kematian janin
Ukuran uterus mengecil dibandingkan dengan ukuran seharusnya
3. Pemeriksaan hormon untuk melihat fungsi plasenta
Didapatkan kadar estriol urin atau estriol darah yang sangat menurun dibandingkan pada
saat kehamilan.
4. USG
Tidak terlihat djj dan nafas janin, badan dan tunkai janin tidak terliaha bergerak, ukuran
biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak bertambah panjang pada setiap minggu,
terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur janin, terlihat penumpukan tulang
tengkorak, dan reduksi cairan yang abnormal
Manajemen untuk pencegahan kematian janin
1. Memeberikan nasehat pada waktu ANC mengenai keseimbangan diet makanan, jamgan
merokok, tidak meminum minuman beralkohol, obat-obatan dan hati-hati terhadap infeksi
atau bahan-bahan yang berbahaya
2. Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan pemberian pengobatan
3. Medeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distres
Manajemen pada saat IUFD terjadi
1. Pasien di rujuk ke dokter segera setelah diketahui IUFD
2. Bila setelah terdiagnosa pasti bidan dapat melahirkan bayinya di bawah pengawasan
dokter
3. Bidan memberikan dukungan emosional kepada pasien maupun keluarga pasien
Manajemen setelah persalinan
1. Setelah bayi lahir kemudian diperiksa dan ditimbang, membran dan plasenta diperiksa
2. Bidan memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarganya
3. Dokter melakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab kematian
4. Melakuak kunjungan rumah untuk melihat KU pada masa postpartum misalnya laktasi,
involusio rahim, dan perencanaan KB
MANAJEMEN
Sedikitnya 70% wanita akan melahirkan secara spontan dalam 2 minggu kematian
bayi dan lainnya akan lahir kurang dari 2 minggu, jika kelahiran spontan tidak terjadi dalam 3-
4 minggu resiko DIC meningkat. Ini terjadi karena tromboplastin dilepaskan kedalam sirkulasi
dari jaringan janin yang mati dan terjadi mekanisme kloding blood. Akibatnya terjadi
penurunan tingkat fibrinogen serum dan jumlah flatelet untuk mendiagnosis kondisi tersebut
gambaran penggumpalan harus ada pada wanita dengan IUFD dan sekali atau dua kali
seminggu selama wanita itu melahirkan.
4. Kehamilan Ganda
Pengertian
Kehamilan kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Bahaya bagi ibu
tidak begitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan dan
perhatian khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin.
Etiologi
Bangsa, herediter, umur, dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap
kehamilan kembar yang berasal dari 2 telur. Juga obat klomid dan hormon gonadotropin yang
dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dapat menyebabkan kehamilan dizigotik.faktor
tersebut dengan mekanisme tertentu menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de graf
atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel. Jika telur-telur yang diperoleh dapat
dibuahi lebih dari satu dan jika semua embrio yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga
rahim ibu tumbuh berkembang lebih dari satu.
Pada kembar yang lebih dari satu telur, faktor bangsa, hereditas, umur dan paritas
tidak atau sedikit sekali mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar. Diperkirakan sebabnya
ialah faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi. Faktor penghambat
yang mempengaruhi segmentasi sebelum blastula terbentuk menghasilkan kehamilan kembar
dengan 2 amnion, 2 korion dan 2 plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik. Bila
faktor penghambat terjadi setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk, maka akan
terjadi kehamilan kembar dengan 2 amnion, sebelum primitive streak tampak maka akan
terjadi kehamilan kembar dengan 1 amnion. Setelah primitif streak terbentuk maka akan
terjadi kembar dempet dalam berbagai bentuk.
Jenis
1. Kehamila kembar monozigotik
Kehamila kembar yang terjadi dari satu telur disebut kehamilan monozigotik atau disebut
juga identik, homolog atau uni ovuler. Kkira-kira 1/3 kehamilan kembar adalah
monozigotik, mempunyai 2 amnion, 2 korion dan 2 plasenta; kadang-kadang 2 plasenta
menjadi 1. keadaan ini tidak dapat dibedakan dengan kembar dizigotik. 2/3 mempunyai 1
plasenta, 1 korion dan atau 2 amnion. Pada kehamilan kembar monoamniotik kematian
bayi masih sangat tinggi.
2. Kehamilan kembar dizigotik
Kira-kira 2/3 kehamilan kembar adalah dizigotik yang berasal dari 2 telur; disebut juga
heterolog binovuler atau fraternal. Jenis kelamin sama atau berbeda, mereka berbeda
seperti anak-anak lain dalam keluarga. Kembar dizigotik mempunyai 2 plasenta, 2 korion
dan 2 amnion. Kadang-kadang 2 plasenta menjadi 1.
Letak Dan Presentasi Janin
Pada umumnya tidak besar dan cairan amnion lebih banyak daripada biasa, sehingga
sering terjadi perubahan presentasi dan posisi janin. Demikian pula letak janin kedua dapat
berubahsetelah kelahiran janin pertama, misalnya dari letak lintang menjadi letak sungsang.
Yang paling sering ditemukan kedua janin dalam letak memanjang dengan presentasi kepala
kemudian menyusul presentasi kepala dan bokong, keduanya presentasi bokong, presentasi
kepala dan bahu, presentasi bokong dan bahu dan yang paling jarang keduanya presentasi
bahu.
Diagnosis
Diagnosis kehamilan kembar dapat ditegakan jika ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Besarnya uterus melebihi lamanya amenorhoe
2. Uterus tumbuh lebih cepat daripada biasanya pada pemeriksaan ulang
3. Penambahan berat badan ibu yang tidak disebabkan oleh edema atau obesitas.
4. Banyak bagian kecil yang teraba
5. Teraba tiga bagian besar janin
6. Teraba 2 balotemen
Diagnosis pasti dapat ditentukan dengan:
1. Teraba 2 kepala, 2 bokong, dan 1 atau 2 punggung
2. Terdengan 2 denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan
paling sedikit 10 denyut per menit
3. Sonogram dapat mendiagnosa kehamilan kembar pada triwulan pertama
4. Rontgen photo abdomen
Diagnosis Banding
1. Hidramnion
Dapat menyertai kehamilan kembar, kadang kelainan hanya terdapat pada satu kantong
amnion dan yang lainnya oligohidramnion. Pemeriksaan USG dapat enentukan apakah
pada hidramnion ada kehailan kembar atau tidak.
2. Kehamilan dngan mioma uteri atau kistoma ovarii
Tidak terdengarnya 2 jantung pada pemeriksaan berulang, bagian besar dan kecil yang
sukar digerakan, lokasinya yang tidak berubah, dan pemeriksaan rontgen dapat
membedakan kedua hal tersebut.
Komplikasi
1. Ibu
a. Anemia
b. Hipertensi
c. Partus premeturus
d. Atonia uteri
e. Perdarahan pasca persalinan
2. Bayi
a. Hidramnion
b. Malpresentasi
c. Plasenta previa
d. Solusio plasenta
e. Ketuban pecah dini
f. Prolapsus funikuli
g. Pertumbuhan janin terhambat
h. Kelainan bawaan
i. Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat
Penanganan Dalam Kehamilan
Pemeriksaan Antenatal lebih sering. Mulai kehamilan 24 minggu pemeriksaan
dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu tiap minggu, sehingga tanda-tanda
preeklampsi dapat diketahui dini dan penanganan dapat dikerjakan dengan segera.
Setelah kehamilan 30 minggu, perjalanan jauh dan koitus sebaiknya dialarang karena
dapat merupakan faktor predisposisi partus prematurus.
Anemia hipokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan kembar karena kebutuhan besi
2 bayi dan penambahan volume darah ibu sangat meningkat. Pemberian sulfas ferosus
3x100 mg secara rutin perlu dilakukan. Selain zat besi dianjurkan untuk memeberikan asam
folik sebagai tambahan.
Penanganan Dalam Persalinan
Semua persiapan untuk resusitasi dan perawatan bayi prematur disediakan.
Golongan darah ibu sudah ditentukan dan persediaan darah diadakan mengingat
kemungkinan paerdarahan postpartum lebih besar. Pemakain sedative perlu dibatasi.
Episiotomi mediolateral dikerjakan untuk memperpendek kala pengeluaran dan mengurangi
tekanan pada kepala bayi.
Setelah bayi pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar dan vaginal untuk
mengetahui letak dan keadan janin kedua. Bila janin dalam letak memanjang, selaput ketuban
dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan-lahan untuk menghindarkan prolapsus funikulli.
Penderita dianjurkan meneran atau dilakukan tekanan terkendali pada fundus uteri, agar
bagian janin masuk dalam panggul. Janin kedua turun dengan cepat sampai kedasar panggul
dan lahir spontan karena jalan lahir telah dilalui anak pertama.
Bila janin kedua dalam letak lintang denyut jantung janin tidak teratur, terjadi
prolapsus funikulli atau solusio plasenta, atau bila persalinan spontan tidak terjadi dalam 15
menit, maka janin perlu dilakirkan dengan obstetrik karena resiko akan meningkat dengan
meningkatnya waktu. Dalam letak lintang dicoba untuk mengadakan versi luar dan bila tidak
berhasil maka segera disuntdilakukan versi ekstraksi tanpa narkosis. Pada janin dalam letak
memanjang dapat dilakukan ekstraksi cunam pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada letak
sungsang. SC dilakukan atas indikasi janin pertama dalam letak lintang, prolapsus funikuli,
plasenta previa. Bila terjadi interloking, bila keadaan tidak bisa dilepaskan dilakukan
dekapitasi atau SC menurut keadaan janin.
Setelah anak kedua lahir penderita disuntik 10 satuan oksi dan tingginya fundus uteri
diawasi. Jika ada tanda-tanda pelepasan plasenta maka plasenta dilahirkan. Kala IV diawasi
secara cermat agar perdarahan post parrtum dapat diketahui dini dan penanggulangan dapat
dilakukan dengan segera.
Prognosis
1. Anemia
2. Preeklamsi dan eklamsi
3. Operasi obstetrik dan perdarahan post partum
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 4
b. Polihidramnion
Pengertian
Suatu keadaan dimana jumlah air ketubanjauh lebih banyak dari normal, biasanya lebih
dari 2 liter.
Perjalanan penyakit
1) Hidramnion kronis
Pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu atau
bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan lanjut
2) Hidramnion Akut
Terjadi pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu
beberapa hari saja
Hidramnion banyak ditemukan pada kasus-kasus:
1) penyakit jantung
2) nefritis
3) edema umum
4) anamali kongenital (pada anak); seperti anencepali, spinadifida atresia atau
striktur esofagus, hydrocepalus dan struma blockling oesophagus
5) simpul tali pusat
6) DM
7) Gemelli uniovulair
8) Malnutrisi
9) Penyakit kelenjar hipofisis
Diagnosis
1) Anamnesis
a). Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
b). Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak
c). Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat terdapat keluhan-
keluhan
d). Nyeri perut karena tegangnya uterus mual dan muntah
e). Oedema pada tungkai, vulva dan dinding perut
f). Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, berkerigat dingin, sesak.
2) Inspeksi
a). Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak kulit
jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
b). Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah membawa
kandungannya
3) Palpasi
a). Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut, vulva
dan tungkai
b). Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya
c). Bagian janin sukar dikenali
d). Kalau pada letak kepala, kepala janin dapat diraba maka balotement jelas
sekali
e). Karena bebasnya janin bergerak dan tidak terfiksir maka dapat terjadi
kesalahan-kesalahan letak janin
4) Auskultasi
DJJ sukar didengar dan jika terdengar hanya sekali
5) Rontgen foto abdomen
a). Nampak bayangan terselubung kabut, karena banyaknya cairan kadang
bayangan janin tidak jelas
b). Foto rongtgen pada hidramnion bberguna untuk disgnostik dan untuk
menentukan etiologi
6) Pemeriksaan dalam
Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun diluar his
Diagnosa banding
1) Hidramnion
2) Gemeli
3) Asites
4) Kista avanii
5) Kehamilan beserta tumor
Prognesis
1) Pada janin
a). Kongenital anomali
b). Prematuritas
c). Komplikasi karena kesalahan letak anak
d). Eritoblastosis
2) Pada ibu
a). Solusio plasenta
b). Atonia uteri
c). Perdarahan post partum
d). Retensio plasenta
e). Syok
Terapi
Terapi hidramnion dibagi menjadi 3 fase:
1) Waktu hamil
a). Hidramnion ringan, jarang diberi terapi klinis cukup diobservasi dan berikan
terapi simpotomatis
b). Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan harus dirawat di rumah
sakit dan bedrest
2) Waktu partus
a). Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita menunggu
b). Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan transvaginal
melalui servik bila sudah ada pembukaan
c). Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, masukan jari
tangan ke dalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban
keluar pelan-pelan
3) Post partum
a). Periksa Hb
b). Pasang infus
c). Pemberian antibiotik
c. Oligohidramnion
Pengertian
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu
kurang dari ½ liter.
Etiologi
Sebab pasti belum diketahui dengan jelas.
Primer karena pertumbuhan amnion yang kurang baik
Sekunder ketuban pecah dini
Gambaran Klinis
1) Perut ibu kelihatan kurang membuncit
2) Ibu merasa nyeri diperut pada tiap pergerakan anak
3) Persalinan lebih lama dari biasanya
4) Sewaktu his akan terasa sakit sekali
5) Bila ketuban pecah air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar
6. Kelainan Letak
a. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan bagian
rendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Ada 4 tipe letak
sungsang
1) Complete/flexed brech, pada posisi ini paha dan lutut bayi fleksi dan kaki
menutupi bokong. Tipe ini lebih sering pada multigravida
2) Extended brech (frank brech) pada bayi fleksi, tetapi pada kaki ektensi,
sehingga kaki berada dekat kepala, sering terjadi pada primiyang prematur
3) Presentesi kaki, 1 atau kedua kaki di bawah bokong
4) Presentasi lutut, janin berada dalam posisi 1 atau kedua lutut berada di
bawah bokong
Penyebab
Presentasi bokong terjadi kurang lebih 3% pada semua persalinan, penyebab pasti
dari presentasi bokong belum diketahui secara pasti tetapi dapat terjadi pada persalinan
premetur, uterus bikormis, insufisiensi cairan ketuban, plasenta letak rendah atau tumor
yang menghalangi jalan lahir. Selain itu kelainan-kelainan seperti hidrosefalus, gande
multi, polihidramnion memungkinkan terjadinya malpresentasi
Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan pemerikasaan abdominal. Pada palpasi di bagian bawah
teraba bagian yang kurang keras dan kurang bundar, sementara di fundus teraba bagian
yang keras, bundar dan melenting. Denyut jantung janin terdengar di atas pusat.
Penmeriksaan dengan USG atau rontgen dapat mengetahui letak yang sebenarnya pada
pemeriksaan pervaginam teraba bagian lunak anus juga akan teraba bagian sacrum.
Bahaya
Persalinan sungsang tidak menyebabkan bahaya bagi ibu tetapi menimbulkan hal
yang serius bagi bayinya. Kematian bayi pada persalinan sungsang 4 kali lebih besar
daripada persalinan biasa. Pelepasan plasenta dapat terjadi pada kala II akibat tarikan
dari tali pusat. Setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dapat terjadi tekanan
pada kepala pada tali pusat dan ini akan menyebabkan hipoksia janin. Bahaya lain adalah
fraktur, ruptur organ abdomen dan banyak bahaya untuk otot syaraf.
2. Kala II persalinan
Pemeriksaan vaginal dilakukan untuk mengetahui pembukaan
lengkapsebelum menyuruh ibu mengedan.
b. Letak Lintang
Pengertian
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan
kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya
bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada
pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang
(dorsoposterior) atau di bawah (dorsoinferior).
Penyebab
Penyebab paling sering adalah kelemahan otot uterus dan abdomen. Kelaianan letak
paling sering terjadi pada wanita paritas tinggi (grande multipara). Faktor lain yang
mendukung terjadinya letak lintang adalah plasenta previa, selain itu juga ada beebrapa
faktor yang mendukung terjadinya letak lintang yaitu: kehamilan ganda, polihidramnion,
abnormalitas uterus, pengkerutan pelvis, fibroid uterus yang besar.
Diagnosis
Letak lintang mudah didiagnosis dalam kehamilan dari bentuk uterus, terlihat melebar,
lebih menonjol ke salah satu bagian abdomen, engan TFU rendah. Palpasi akan teraba
kepala janin pada salah satu sisi dan bokong pada sisi yang lain, tetapi tidak ada bagian
presentasi yang berada di pelvis. Pada palpasi kepala janin atau bokong ditemukan di
salah satu bagian fossa iliaca. USG dapat digunakan untuk memastikan dignosis untuk
mendeteteksi kemungkinan penyebab.
b. Jantung
Etiologi
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang
sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral
dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi
aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
Faktor Predisposisi
Peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed
preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat
decompensasi cordis, anemia.
Patofisiologi
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan
bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu.
Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja
lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system
kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan
itu terutama disebabkan karena :
a. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya
pada UK 32-36 minggu
b. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke
kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung
mengalami lekukan dan putaran.
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya
peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal
ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi
cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis
pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2
minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum
hamil.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak.
Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata
88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium
mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan
katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan
melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.
Manifestasi Klinis
Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda
dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato
megali, dan peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung
kanan. Namun gejala dan tanda ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya
terdapat riwayat penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis.
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu :
a. Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu
ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum
b. Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam
sirkulasi sistemik sebesar 15 - 20% dan ketika meneran pada partus kala ii, saat arus
balik vena dihambat kembali ke jantung.
c. Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang
hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan
sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi sistemik.
d. 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli
pulmonal dari thrombus iliofemoral.
Gagal jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di
dasar paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3 kali.
Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat
atau progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk
kronis, hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan
vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II,
ejection click, late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat III atau
IV, bising diastolic, dan cardio megali dengan heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.
Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan pemeriksaan :
a. EKG untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, kardiomegali,
tanda penyakit pericardium, iskemia, infark. Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
b. Ekokardigrafi. Meteode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahu
kelainan fungsi dan anatomi dari bilik, katup, dan peri kardium
c. Pemeriksaan Radiologi dihindari dalam kehamilan, namun jika memang
diperlukan dapat dilakukan dengan memberi perlindung diabdomen dan pelvis.
Diagnosis
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari
kriteria :
a. Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus
b. Pembesaran jantung yang jelas
c. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill
d. Arimia berat
Pada wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut jarang menderita
penyakit jantung. Bila terdapat gejala decompensasi jantung pasien harus di golongkan
satu kelas lebih tinggi dan segera dirawat
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan
Kelas I
• Tanpa pembatasan kegiatan fisik
• Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
Kelas II
• Sedikit pembatasan kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan,
jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris
Kelas III
• Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung
Kelas IV
• Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score
rendah, pertumbuhan janin terhambat.
Penatalaksanaan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli
jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung
dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas
jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :
Kelas I
Tidak memerlukan pengobatan tambahan
Kelas II
Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari
aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan
memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan
melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam
cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi
masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan.
Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien
di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran. Lakukan persalinan pervaginam kecuali
terdapat kontra indikasi obstetric. Metode anastesi terpilih adalah epidural
Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat.
Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi,
takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan
sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam.
Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretic.
Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20
menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum
dengan segera
Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat
tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar.
Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi,
bila fisik memungkinkan pasien dapat menusui.
Kelas III
Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic
Kelas IV
Harus dirawat di RS
Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan
abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan
pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak
harus dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan
diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.
Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam lebih aman
namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum. Setelah kala III selesai, awasi
dengan ketat, untuk menilai terjadinya decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang
bagi pasien kelas III dan IV.
Operasi pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum
hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi
bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus dan
akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin
secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung
karena dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus
stenosis aorta atau mitral.
Prognosis
Prognosis tergantung klasifikasi, usia, penyulit lain yang tidak berasal dari jantung,
penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang paling sering menyebabkan
kematian adalah edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi lebih
buruk akibat dismaturitas dan gawat janin waktu persalinan.
c. Sistem Pernafasan
Pneumonia
Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab kematian non obstetric yang
terbesar setelah penyakit jantung. Oleh karena itu pneumonia harus segara diketahui
dalam kehamilan, segera diawat dan diobati secara intensif untuk mencegah timbulnya
kematian janin / ibu, terjadinya abortus, persalinan premature atau kematian dalam
kandungan. Pneumonia dapat di sebabkan oleh virus, bakteri maupun zat kimia. Untuk
keperluan diagnostic dan pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan – pemeriksaan
penunjang :
a. Foto toraks anterior posterior dan lateral
b. Pemeriksaan gas darah ( darah arterial )
c. Sputum diambil dan diperiksa menurut pulasan gram dan di biak
d. Darah diambil dan dibiak
Pada sebagian kasus, jenis – jenis penyakit pneumonia ini mungkin biasa dibedakan satu
sama lain, tetapi hasil foto toraks bukanlah suatu pedoman yang bisa diandalkan untuk
memeperkirakan etiologi pneumonia.
Pengobatan :
a. Penderita diistirahatkan dalam keadaan berbaring
b. Memberi oksigen
c. Tidak memeberikan obat – obatan yang sifatnya narkotik atau
menahan batuk
d. Diberi obat – obat antipiretika untuk menurunkan suhu badan
penderita.
e. Koreksi kelainan elektrolit atu gas darah bila ada berilah antibiotika
karena seringkali pneumonia yang disbabkan oleh virus atau zat kimia disertaipula
oleh infeksi kuman – kuman.
d. Sistem Pencernaan
e. Sistem Hematology
f.Sistem Perkemihan
b. HEPATITIS
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang
paling sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis
infeksiosa terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemingkinan juga dapat karena virus
hepatitis A atau Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt kehamilan dan
mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi
keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin).
Sedangkan pada trimester II dan III sering terjadi premature. Tidak dianjurka untuk
melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan mempertinggi risiko
pada ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta, waktu lahir,
atau masa neonatus; walaupun masih masih kontroversi penularan melalui air susu.
Penatalaksanaan
Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
a. Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang
pentingnya janin dipisahkan dengan ibunya
b. Periksa HbsAg
c. Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT),
serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah, karena
kemungkinan telah ada disseminated intravaskular coagulapathy (DIC)
d. Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik
e. Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena
kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat
f. Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu
g. Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2x24 jam diberi suntikan anti hepatitis
serum
9. Kehamilan Dengan PSM
a. SYPHILIS
Infeksi syphilis (lues) yang disebabkan oleh Treponema pallidum, baik yang
sudah lama maupun yang baru diderita oleh ibu dapat ditularkan kepada janin. Syphilis
kongenita merupakan bentuk penyakit syphilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat
terjadi setiap saat dalam kehamilan, dengan derajat risiko infeksi yang tergantung jumlah
spiroketa (treponema) di dalam darah ibu.
Sudah diketahui secara umum bahwa syphilis mempunyai pengaruh buruk
pada janin: dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus
prematurus. Dalam hal demikian dapat dijumpai gejala-gejala syphilis kongenita,
diantaranya pemfigus syfilitikus, deskwamasi pada telapak kaki dan tangan, serta
rhagade di kanan-kiri mulut. Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik.
Syphilis harus diobati segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang
tuanya kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik
prognosis bagi janin. Syphilis primer yang tidak diobati dengan adekuat, 25% akan
menjadi syphilis sekunder dalam waktu 4 tahun.
Sebelum zaman antibiotika, syphilis diobati dengan neoarsphenamine
(Salvarsan) dan bismuth. Sekarang pengobatan syphilis dalam kehamilan dilakukan
dengan penicillin, dan apabila penderita tidak tahan (alergi) penicillin, dapat diberikan
secara desensitiasi. Eritromisin tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal
untuk mengobati infeksi pada janin.
Untuk syphilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun) dianjurkan
mendapat Benzathine penicillin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik (separuh
di kanan dan separuh di kiri). Untuk syphilis lama (late syphilis) diperlukan dosis yang
lebih tinggi: 7,2 juta satuan (total) dibagi dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta satuam IM
perminggu dalam 3 minggu.
Dosis tunggal penicilline di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi janin
dari penderitaan syphilis. Abortus atau kematian janin selama atau tidak lama setelah
pengobatan biasanya tidak disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi karena
pengobatan terlambat diberikan. Suami juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu
diobati. Bila ragu, darah tali pusat juga diperiksa. Follow up bulanan melalui
pemeriksaan serologik perlu dilakukan sehingga bila perlu pengobatan ulang dapat
segera diberikan.
Untuk lues kongenita pada neonatus dianjurkan pengobatan sebagai nerikut:
100.000-150.000 satuan/kg BB aquaeous crystalline penicilline G perhari (diberikan
50.000 satuan/kg BB secara IV setiap 8-12 jam) atau 50.000 satuan/kg BB Procain
penicillin perhari diberikan 1x IM selama 10-14 hari.
Bayi yang lahir dari ibu dengan syphilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu
tersebut masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.
b. HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi
klinik wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada
penderita infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari
ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan
transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa menunjukkan bahwa risiko
transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui
plasenta, perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian,
WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui bayinya mengingat
manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada
infeksi PHS lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi
toksoplasmik, CMV, TBC dan lain-lain.
Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique,
anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun vagina.
Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit
oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT
(Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya
infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam
kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya
dalam kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya,
yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan tes
terhadap HIV sebelum kehamilan.
Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko infeksi
pada bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan
rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya
pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
a. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong
persalinan
b. Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
c. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
d. Gunakan pelindung mata (kacamata)
e. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang
infeksius
f. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
g. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody
terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan
melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan bayi,
sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini.
Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak
dilakukan tindakan yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan
lakukan sirkumsisi. Perawatan tali pusat harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi
yang menggunakan virus hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut
tidak menderita virus HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan
sampai 15 bulan. Jadi diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan adanya
perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin baru tampak pada usia
12-18 bulan.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 4
b. Postpartum Psikosa
Postpartum psikosa merupakan gangguan yang paling mengkhawatirkan dan
merupakan penyakit jiwa masa nifas yang parah. Wanita dengan psikosis postpartum
tidak berpijak pada realitas lagi. Mereka memperllihatkan masa waras yang berselang-
seling dengan psikosis. Yang juga sering dijumpai adalah gejala-gejala kebingungan
dan disorientasi yang sering tampak pada keadaan toksik atau delirium.
Terdapat dua tipe wanita yang tempaknya rentan mengalami gangguan ini, yaitu
wanita yang pada dasarnya telah memiliki gangguan depresif, manik, skizofrenik, dan
wanita yang pernah mengalami depresi atau kejadian kehidupan berat pada tahun
sebelumnya. Interval yang singkat antara serangan psikiatrik sebelumnya dan
persalinan meningkatkan kemungkinan kekambuhan. Factor risiko lainnya berkaitan
dengan factor biologis dan mencakup usia muda, primiparitas, dan riwayat penyakit jiwa
dalam keluarga.
Sekitar ¼ dari wanita yang pernah mengalami satu kali episode psikosis
postpartum akan mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Awitan puncak
gejala psikotik adalah 10-14 hari postpartum, tetapi risiko tetap tinggi selama beberapa
bulan setelah melahirkan.
perjalanan penyakit dan pengobatan
Perjalanan penyakit bervariasi dan bergantung pada jenis penyebab penyakit.
Bagi mereka dengan psikosis manik-depresif dan skizoafektif, waktu pemulihan adalah
sekitar 6 bulanm(Sneddon, 1992). Yang paling mengalami gangguan fungsi pada saat
pemeriksaan lanjutan adalah mereka yang menderita skizofrenia. Para wanita ini
sebaiknya dirujuk ke psikiater. Keparahan psikosis postpartum mengharuskan
diberikannya terapi farmakologis dan pada sebagian besar kasus dilakukan tindakan
rawat inap. Wanita ynag mengalami psikosis biasanya mengalami kesulitan merawat
bayinya.
Terapi Gangguan Jiwa
Saat ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika untuk mengatasi gangguan
jiwa (Kuller dkk., 1996). Sebagian wanita hamil yang memerlukan farmakoterapi telah
menderita penyakit jiwa berat, misalnya gangguan bipolar, gangguan skizoafektif,
skizofrenia atau depresi mayor berulang. Wanita lain yang memerlukan terapi adalah
mereka yang mengalami gangguan emosi yang berkembang selama kehamilan.
Antidepresan
Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian besar kasus, manfaat
terapi melabihi risikonya. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, doksepin, imipramin,
dan nortriptilin sering digunakan untuk gangguan-gangguan depresif. Efek samping
pada ibu adalah hipotensi ortostatik dan konstipasi. Sedasi juga sering terjadi, sehingga
obat golongan ini sangat bermanfaat bagi masalah tidur yang berkaitan dengan depresi.
Inhibitor monoamin oksidase (MAOI) adalah antidepresan yang sangat efektif yang
semakin jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi ortostatik. Pengalaman
dengan inibitor selektif ambilan ulang serotonin (selective serotonin reuptake inhibitors,
SSRI), termasuk fluoksetin dan sertralin, menyebabkan obat golongan ini menjadi terapi
primer bagi sebagian besar penyakit depresi. Obat-obat ini tidak menimbulkan hipotensi
ortostatik atau sedasi sehingga lebih disukai daripada antidepresan lain.
Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat seperti skizofrenia,
gangguan skizoafektif, atau gangguan bipolar sangat mungkin memerlukan terapi
antipsikotik selama kehamilan. Antipsikotik tipikal adalah golongan antagonis dopamine.
Klozapin adalah satu-satunya antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki
kerja yang berbeda tetapi tidak diketahui. Potensi dan efek samping berbagai
antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat yang berpotensi lebih rendah, klorpromazin dan
tioridazin, memiliki efek antikolinergik yang lebih besar serta bersifat sedatif.
Litium
Keamanan litium selama kehamilan masih diperbebatkan. Selain kekhawatiran
tantang teratogenesitas, juga perlu dipertimbangkan indeks terapetiknya yang sempit.
Pernah dilaporkan toksisitas litium pada neonatus yang mendapat ASI.
Benzidiazepin
Obat golongan ini mungkin diperlukan selama kehamilan bagi wanita dengan
gangguan cemas yang parah atau untuk pasien psikotik yang agitatif atau mengamuk.
Diazepam mungkin menyebabkan depresi neurologis berkepanjangan pada neonatus
apabila pemberian dilakukan dekat dengan kelahiran.
Terapi Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy, ECT)
Terapi dengan kejutan listrik untuk depresi selama kehamilan kadang-kadang
diperlukan pada pasien dengan gangguan mood mayor yang parah dan tidak berespon
terhadap terapi farmakologis. Hasil diperoleh dengan menjalani 11 kali terapi dari umur
kehamilan 23-31 minggu. Mereka menggunakan tiamilal dan suksinilkolin, intubasi, dan
ventilasi bantuan setiap kali terapi. Mereka mendapatkan bahwa kadar epinefrin,
norepinefrin, dan dopamine plasma meningkat 2-3 kali lipat dalam beberapa menit
kejutan listrik. Walaupun demikian, rekaman frekuensi denyut jantung janin serta
frekuensi jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen ibu tetap normal. Miller (1994)
mengkaji 300 laporan kasus terapi kejut listrik selama kehamilan mendapatkan bahwa
penyulit terjadi pada 10%. Penyulit-penyulit tersebut antara lain adalah aritmia transien
jinak pada bayi, perdarahan pervaginam ringan, nyeri abdomen, dan kontraksi uterus
yang swasirna. Wanita yang kurang dipersiapkan juga berisiko lebih besar mengalami
aspirasi, kompresi aortokava, dan alkalosis respiratorik. Langkah-langkah pengkajian
penting adalah pengkajian servik, penghentian obat antikolinergik yang tidak esensial,
pemantauan frekuensi denyut jantung janin dan uterus, hidrasi intravena, pemberian
antasida cair, dan pasien dobaringkan miring kiri. Selama prosedur, hindari
hiperventilasi berlebihan dan jalan napas harus dilindungi.
c. PSIKONEOROSA
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 5
b. Presentasi Dahi
Presentasi dahi jarang terjadi dari pada presentasi muka, terjadi hanya 1 dari 2000
persalinan. Kepala pada pertengahan antara versi dan ekstensi, dengan diameter mento
vertikal 13 cm.
Diagnosis
Pemeriksaan abdomen kepala sangat tinggi dan diameter sangat besar, teraba
lekukan antara oksiput dengan bagian belakang. Pada pemeriksaan vagina, presentasi
tinggi dan tidak bisa diraba. Jika dahi dapat teraba, orbital berada pada satu sisi dan
fontanel anterior berada pada sisi yang lain. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
radiografik atau dengan USG.
Manajemen
Bidan harus dengan cepat menghubungi dokter jika ada suspek atau diagnosa
presentasi dahi dalam persalinan, dan seharusnya ibu dirujuk ke RS. Pada semua
malpresentasi seringnya terjadi KPD dan resiko prolapsus tali pusat lebuh besar. Oleh
karena itu pemeriksaan pervaginam dilakukan sesegera mungkin untuk mendeteksi
prolapsus tali pusat. Jika presentasi dahi didiagnosis segera dalam persalinan dapat
mengubah presentasi muka menjadi ekstensi penuh atau fleksi pada presentasi verteks.
Jika presentasi dahi menetap dan fetus dalam ukuran normal tidak mungkin terjadi
kelahiran pervaginam dan SC harus segera dilakukan. Manuver jarang dilakukan pada
presentasi muka, tindakan yang paling aman untuk ibu dan bayi adalah dengan
menggunakan SC.
c. Presentasi Muka
Presentasi Muka jarang terjadi kira-kira 1 dalam 500 kelahiran. Kepala dan tulang
belakang ekstensi tetapi lutut fleksi sehingga letak fetus dalam uterus dalam bentuk huruf
S. Oksiput berlawanan dari bahu dan muka secara langsung yang berada dibagian os.
Internum.
Penyebab
Pada presentasi muka primer sebelum persalinan berlangsung fetus seringnya
abnormal. Pada anensephalus yang biasa terjadi, vertek tidak ada. Fetus goitre, kepala
tidak dapat versi biasanya tonus otot ekstensor tonus berlebuhan dan bertahan dalam
sikap ekstensi pada beberapa setelah lahir.
Presentasi muka sekunder yang berkembang dalam persalinan sering tidak diketahui
sebabnya. Pada posisi oksipito pesterior defleksi diameter biparietal mungkin mempunyai
kesulitan dalam menjauhi diameter sacro cotyloid dari pelvis maternal. Diameter
bitemporal lebih cepat turun, kepala ekstensi dan muka terlihat. Uterus yang berada disisi
samping (uterus obliq). Kekuatan kontraksi uterus berjalan kearah kepala bagian frontal
supaya kepala ekstensi dan masuk kerongga pelvis. Presentasi muka juga lebih sering
terjadi pada flat pelvis, dalam rongga pelvis dan pada prematuritas dan dimana terjadi
polihidramnion atau kehamilan ganda.
Diagnosis
Presentasi muka tidak mudah didiagnosis dalam kehamilan. Hal ini seharusnya
diperhatikan jika ada lekukan yang dalam antara kepala dengan bagian belakang. Bunyi
jantung terdengar melalui dinding dada anterior pada sisi dimana lutut teraba. Suaranya
terdengar jelas pada posisi mento anterior. Pada posisi mento posterior bunyi jantung
janin lebih sulit terdengar karena dada pada posterior. Ultrasound dalam kehamilan dapat
digunakan untuk memastikan diagnosis presentasi muka.
Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan vagina, dengan palpasi yang lembut
akan teraba orbital dan mulut dengan gusi. Adanya gusi dan mulut dalam presentasi
muka harus dibedakan dari anus pada presentasi bokong. Biasanya fetus akan
membantu diagnosis dengan menghisap jari tangan pemeriksa saat dilakukan
pemeriksaan. Presentasi muka didiagnosa dengan menentukan posisi dagu apakah
anterior atau posterior. Presentasi muka posterior, yang tidak bisa berputar ke posisi
anterior, akan menyebabkan obstruksi persalinan. Kemajuan persalinan menjadi sangat
sulit pada pemeriksaan pervaginam untuk membedakan muka karena muka menjadi
oedemmeriks. Pemeriksaan harus hati-hatiuntuk menghindari trauma pada mata.
Manajemen
Pada posisi mento anteerior seringnya proses persalinan berjalan normal. Pada kala
II kelahiran normal diantisipasi dengan menggunakan episiotomi meskipun diameter sub
mento bregmatika 9,5 cm. Sub mento vertikal 11,5 cm yang dapat merobek perineum
saat kelahiran. Jika kelahiran normal terjadi ekstensi dipertahankan dengan menekan
sinsiput hingga dagu berada di bawah simpisis pubis, kepala difleksikan sehingga
memungkinkan verteks dan oksiput melewati perineum. Posisi mento lateral dan mento
posterior lebih berbahaya. Kelahiran spontan tidak akan terjadi, kemungkinan persalinan
obstruksi dan dibutuhkan penatalaksanaan dengan segera.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi muka, meliputi;
1. Prolapsus tali pusat
2. Obstruksi persalinan, karena;
a. Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat ditangani
b. Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan obstruksi persalinan
3. Kelahiran operasi mungkin dibutuhkan
4. Trauma perineum berat dapat terjadi karena, meskipun diameter sub mento
bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm akan memperlebar vagina dan
perineum. Bentuk tengkorak fetus abnormal disebabkan perdarahan intrakranial.
5. Muka memar dan oedem
Etiologi
Salah satu sebab terjadinya posisi oksipitalis oksiput posterior persisten ialah usaha
penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Misalnya: apabila diameter
anterior posterior lebih panjang dai diameter transfersa seperti pada panggul antropoid
atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android, maka ubun-ubun kecil
akan mengalami kesulitan memutar ke depan. Sebab-sebab lain adalah otot-otot dasar
panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat,
sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin, untuk memutar ke depan.
Mekanisme Persalinan
Bila hubungan antara panggul dengan kepala janin cukup longgar persalianan pada
posisi oksipitalis posterior persisten dapat berlangsung secara spontan tetapi pada
umumnya lebih lama. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah simpisis
dengan mekanisme sebagai berikut.
Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar berada di bawah
shimpisis dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai hipomoklion, oksiput akan lahir
melalui perineum diikuti bagian kepala yang lain. Kelahiran janin dengan ubun-ubun kecil
di belakang menyebabkan regangan yang besar pada vagina dan perineum, hal ini
disebabkan karena kepala yang sudah dalam keadaan fleksi maksimal tidak dapat
menambah fleksinya lagi. Selain itu seringkali fleksi kepala tidak dapat maksimal,
sehingga kepala lahir melalui pintu bawah panggul dengan sirkumferensia
frontooksipitalis yang lebih besar dibandingkan dengan sirkumferensia sub
oksipitooksipitalis, kedua keadaan tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada vagina
dan erineum yang luas.
Prognosis
Jalannya pada proses persalinan posisi oksiput posterior sulit diramalkan hal ini
disebabkan karena kemungkinan timbulnya kesulitan selalu ada. Persalinan pada pada
umumnya berlangsung lebih lama, kemungkinan kerusakan jalan lahir lebih besar.
Sedangkan kematian peeinatal perinatal lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan
dimana ubun-ubun kecil berada di depan.
Penanganan
Menghadapi persalinan dengan UUK di belakang sebaiknya dilakuka pengawasan
persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan spontan. Tindakan untuk
mempercepat jalanya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama atau ada tanda-
tanda bahaya terhadap janin.
Pada presentasi belakang kepala kadang-kadang kala II mengalami kemacetan
dengan kepala janin sudah berada di dasar panggul dan posisi UUK melintang. Keadaan
ini dinamakan posisi lintang tetap rendah (deep tranverse arrest).
Penanganan
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik, presentasi
serta posisii janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Apabila
ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk
melakukan SC. KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta rectum
dikosongkan, apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita
di sarankan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu. Untuk merangsang his selain dengan
pemecahan ketuban bisa diberikan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukan ke dalam
larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes
permenit yang perlahan dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes. Kalau 50 tetes tidak
dapat berhasil bisa dengan memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara pasien harus di
awasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Oksitosin yang diberikan dengan
suntikan IM akan dapat menimbulkan incoordinate uterin action.
b. His Hipertonik (his terlampau kuat)
Walaupun pada golongan koordinate hipertonik uterin contraction bukan merupakan
penyebab distosia namun bisa juga merupakan kelaianan his. His ng terlalu kuat atau
terlalu efisien menyebabkan persalinan selessai dalam waktu yang sangat singkat (partus
presipitatus): sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada
kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada
jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina dan perineum. Sedangkan pada bayi dapat
mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat
dalam waktu sangat singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bagian bawah atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi. Lingkaran tersebut dinamakan dengan lingkaran retraksi
patologis (lingkaran bandl).
Penanganan
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat diilakukan karena biasanya bayi
sudah lahir tanpa ada seseorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah
emengalami partus presipitatus kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada
persaliann selanjutnya. Oleh karena itu sebaiknya wanita di rawat sebelum persalinan,
sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik, danepisiotomi dilakukan pada waktu
yang tepat untuk menghindari ruptur perineum tingkat III.
Penanganan
Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang
dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat
dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat
dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin. Akan tetapi persalinan
tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dan kalau
pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan SC.
b. Vagina
Stenosis vagina kongenital jarang terjadi lebih sering ditemukan septum vagina yang
memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kanan dan bagian
kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang
satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun untuk lahirnya janin.
Tumor apada vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam.
Adanya tumor vagina dapat pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap
mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu
dipertimbangkan apakah persalianan dapat berlangsung pervaginam atau harus
diselesaikan dengan SC
c. Uterus/servik
1) Servik uteri
Kondisi dimana struktur servik abnormal mungkin disebabkan karena
kongenital atau didapat. Kelainan kongenital, jaringan parut servik, stenosis atau
servik tidak berkembang. Distosia karena kelainan yang didapat disebabkan karena
fibrosis dan infeksi, pembedahan dan radiasi. Meskipun kontraksi uterus normal,
servik tidak membuka dan terasa kaku dan keras, oleh karena itu persalinan
pervaginam tidak dapat dilakukan dan dianjurkan untuk SC.
Konglutination orivisii eksterni ialah keadaan yang jarang didapat, disini
dalam kala I uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan
lembaran kerjas di bawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang
kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis tersebut. Dengan jari
dimasukan kedalam lubang itu pembukaan dapat diperlebar dengan mudah dan
dalam waktu yang tidak lama pembukaan dapat menjadi lengkap dengan sendirinya.
2) Uterus
Distosia karena mioma uteri dapat terjadi;
a). apabila letak mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginan
b). apabila berhubungan dangan adanya mioma uteri terdapat kelainan letak
janin
c). mioma uteri menyebabkan inersia uteri dalam persalinan
Apabila mioma uteri merupakan halangan bagi lahirnnya janin pervaginan
perlu dilakukan SC. SC dilakukan secara SCTP. Akan tetapi kadang-kadang
dihubungkan dengan lokasinya perlu dilakukan SC klasik. Miomektomi sesudah SC
tidak dianjurkan karena bahaya berdarahan banyak dan tertinggalnya luka-luka yang
tidak rata pada miometrium yang memudahkan terjadinya infeksi puerpurial. Dalam
masa puerpurium mioma uteri dapat mengecil malahan bisa menjadi lebih kecil dari
padasebelum hamil. Puerpurium perlu diawasi dengan baik karena kemungkinan
bahaya nekrosis selalu ada, jika pengobatan konserfatif tidak berhasil
dipertimbangkan histrektomi. Profilaksis dianjurkan ajar pemberian oksitosin yang
dapat menggangu peredaran darah ke miomata yang kemudian menjadi nekrotik dan
mudah terinfeksi.
Diagnosis
Pemeriksaan yang teliti adanya DKP (disporposi cepalo pelvik) perlu dilakukan.
Besarnya kepala dan tubuh janin dapat diukur dengan menggunakan alat ultrasonik.
Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500gr pada umumnya
tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran terjadi karena distosia bahu dapat
menyebabkan kesukaran kelahiran sehingga bayi dapat meninggal akibat asfiksia. Selain
itu penarikan kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan distosia bahu berakibat
perlukaan pada nervus brachialis dan musculus sterno kleido mastoideus.
Penanganan
Pada CPD karena janin besat, SC perlu dipertimbangkan. Untuk melahirkan bahu
hendaknya dilakukan episiotomi mediolateral yang luas, hidung serta mulut janin
dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam kebawah secara hati-hati dengan kekuatan
yang terukur. Bila tidak berhasil digunakan perasat muller. Pada keadaan dimana janin
telah mati sebelum bahu dilahirkan dapat dilakukan kleidotomi pada salah satu atau
kedua klafikula. Untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
b. Hydrocephalus
Kepala sangat besar yang disebabkan karena peningkatan jumlah cairan
serebrospinal yang meluas ke otak. Tulang kranial lembut, fontanel besar dan sutura
lebar. Keadaan ini dapat menyebabkan obstruksi persalinan jika tidak didiagnosa dengan
segera. Pada palpasi abdomen kepala teraba besar dan dibagian atas pinggir mungkin
teraba bokong. Diagnosis dapat ditetapkan dengan USG, radiogragik atau denga
pemeriksaan vagina. Pada banyak kasus fetus tidak dapat dilahirkan pervaginam dan SC
dibutuhkan. Pada beberapa kasus pembedahan berhasil dengan baik dengan cara
insersi katuk jantung dan kateter dari ventrikel ke vena jugularis dan sisi kanan jantung.
Dengan cara demikian dapat mengurangi cairan sereberal.
Prognosis
Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya rupture uteri akan mengancam.
Rupture uteri pada hidrosephalus dapat terjadi sebelum pembukaan servik lengkap,
karena tengkorak yang besar ikut meregangkan segmen bawah rahim.
c. Anencephalus
Anensephalus adalah kondisi dimana tulang tengkorak tidak ada dan hampir tidak
ada perkembangan otak, yang terbuka dan tampak masa gelap dan merah. Inseden
anensephalus kira-kira 1 dalam 1000 kelahiran. Spina bivida sering menyertai
anensephalus. Fetus mempunyai mata yang besar dan menonjol dan bahu lebar; muka
tampak saat proses persalinan. Biasanya 50% dari kehamilan karena polihidramnion.
Hanya 25% bayi yang dapat hidup, biasanya perempuan dan hampir semua mati dalam
seminggu pertama kelahiran.
d. Kembar siam
e. Gawat janin
Fetal distress disebabkan oleh kekurangan oksigen (hipoksia didalam uterus).
Disalam banyak kasus hal ini banyak menyebabkan kerusakan intrakranial yang
menyebabkan cerebral palsi dan kadang-kadang terjadi IUFD atau kematian neonatus.
Pada waktu lahir bayi mungkin asfiksia dan membutuhkan resusitasi dengan segera.
Mekanisme dimana hipoksia menyebabkan kerusakan otak atau kematian belum
diketahui, tetapi beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu;
1) Insufisiensi aliran darah uterus
2) Insufisiensi aliran darah umbilikus
3) Berkurangnya oksigenasi maternal
Derajat dan Lamanya hipoksia, umur kehamilan dan berat fetus akan mempengaruhi
produk kehamilan.
2. Mekonium
Adanya mekonium terjadi kira-kira pada 20% dari semua kelahiran dan
aspirasi terjadi 1-3% dari semua bayi hidup yang dilahirkan. Kecenderungan
penyebabnya karena relaksasi spinter anus yang disebabkan oleh karena hipoksia
usus yang mengakibatkan aliran darah keorgan vital berkurang. Adanya mekonium
dalam cairan ketuban berhubungan dengan peningkatan resiko neonatus dan
meningkatkan kesakitan dan kematian neonatus.
Manajemen Kala II
Jika detal distres terjadi pada kala II kepala dilindungi dengan melakukan episiotomi,
selain itu dokter harus menyiapkan untuk tindakan SC. Perawatan resusitasi disiapkan
dan dokter anak diharuskan untuk stanby untuk mengatasi kemungkinan bayi mengalami
asfiksia.
2. Atonia Uteri
Uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan
Penyebab
a. Partus lama
b. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada kehamilan
kembar, hidramnion atau janin besar
c. Multiparitas
d. Anastesi yang dalam
e. Anastesi lumbal
Penatalaksanaan
a. Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam
mulut uterus atau di dalam uterus
b. Segera mlai melakukan kompresi bimanual interna.
c. Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan penolong. Jika
uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat
d. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan
bimanual interna sementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai
memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat).
e. Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna
setelah anda memberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV
f. Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk
melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r ujukan
atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125
cc/jam.
3. Retensio Plasenta
Plasenta atau bagian-bagianya dapat tetap berada di dalam uterus setelah bayi lahir.
Penyebab
a. Plasenta belum lepas dari didnding uterus
b. Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya
usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III)
c. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
d. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus
desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
Penatalaksanaan
a. Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika anda dapat
merasakan adanya plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
b. Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung
kemih
c. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakuak dalam
penanganan aktif kala III
d. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
e. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalan untukmengeluarkan plasenta
secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah
sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan
lunak yang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati
f. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan
antibiotik untuk metritis.
4. Emboli Air Ketuban
Emboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir
dengan kematian. Dengan mendadak penderita menjadi gelisah, sesak nafas, kejang-kejang
dan meninggal kemudian. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dengan ketuban yang
biasanya sudah pecah. Karena his kuat, air ketuban dengan mekonium, rambut lanuago dan
vernik kaseosa masuk kedalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-paru.
Pada syok karena emboli air ketuban sering ditemukan gangguan dalam pembekuan darah.
RINGKASAN MATERI
Penatalaksanaan
a. Perbaikan robekan servik
1) Tindakan a dan antiseptik pada vagina dan servik
2) Berikan dukungan emosional dan penjelasan
3) Pada umumnya tidak diperlukan anastesi. Jika robekan luas atau jauh sampai ke
atas, berikan petidin dan diazepam IV pelan-pelan, atau ketamin.
4) Asisten menahan fundus
5) Bibir servik di jepit dengan klem ovum, pindahkan bergantian searah jarum
jamsehingga semua bagian servik dapat diperiksa. Pada bagian yang terdapat
robekan, tinggalkan 2 klem diantara robekan.
6) Jahit robekan servik dengan cut gut kromik 0 secara jelujur, mulai dari apeks
7) Jika sulit dicapai dan diikat, apek dapat dicoba di jepit dengan klem ovum atau klem
arteri dan dipertahankan 4 jam
8) Jika robekan meluas sampai melewati puncak vagina lakukan laparotomi
b. Perbaikan robekan vagina dan perineum
Ada 4 tingkat robekan yang dapat terjadi pada persalinan:
1) Robekan tingkat I yang mengenaimukosa vagina dan jaringan ikat
2) Robekan tingkat II mengenai lat-alat di bawahnya
3) Robekan tingkat III mengenai m. sfingter ani
4) Robekan tingkat IV mengenai mukosa rektum
6. Inversio Uteri
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri.
Tingkatan inversio uteri menurut perkembangan inversio uteri:
a. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
b. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina
c. Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar
vagina
Penanganan
a. Kaji ulang indikasi
b. Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus
c. Berikan petidin dan diazepam IV dalam semprit berbeda secara perlahan-lahan, atau
anestesia umumjika diperlukan
d. Basuh uterus dengan larutan antiseptik dan tutup dengan kain basah (dengan NaCl
hangat) menjelang operasi
7. Perdarahan Kala IV
Perdarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak satu
pembalut wanita perjam selama enam jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika
perdarahan lebih banyak dari ini, maka ibu tersebut hendaknya diperiksa lebih sering dan
penyebab-penyebab dari perdarahan berat seharusnya diselidiki. Apakah ada laserasi pada
vagina atau servik? Apakah uterus berkontraksi dengan baik? Apakah kandung kencingnya
kosong?
8. Syok Obstetrik
Syok pada waktu kehamilan mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam
kandungan. Peristiwa-peristiwa yang dalam praktek kebidanan dapat menimbulkan syok
adalah:
a. perdarahan
b. infeksi berat
c. solusio plasenta
d. perlukaan dalam persalinan
e. inversio uteri
f. emboli air ketuban
g. wanita hamil lanjut menunjukkan hipotensi sewaktu tidur telentang, peristiwa yang
dinamakan supine hypotensive syndrome.
Penanganan Syok
Pemberian cairan intravena melalui infus pada waktu persalinan sebagai tindakan
pencegahan untuk menghindari hipovolumia besar manfaatnya, terutama pada penderita
yang menunjukkan predisposisi terhadap syok. Pertolongan pada penderita syok: pertama-
tama kelancaran ventilasi harus dijamin untuk ini perlu ditentukan apakah jalan nafas bebas,
jika tidak hal itu perlu diusahakan dengan segera, kemudian karena syok selalu ada
pengurangan volume darah dalam sirkulasi umum, diberi cairan melalui infus intra vena.
Setelah tindakan diatas diusahakan silekasnya menanggulangi peristiwa yang menjadi
penyebab syok dengan tindakan yang bersifat medis maupun pembedahan. Pada syok yang
tidak jelas penyebabnya sebaiknya dilakukan pemeriksaan vaginal. Selama perawatan perlu
terus menerus diadakan pengawasan keadaan penderita. Secara berkala diadakan
pengukuran nadi, tekanan darah, suhu, pernafasan, diorisis, dan bila perlu tekanan vena
pusat (CVP), dan pemeriksaan laboratorium. Hasil penilaian pengukuran-pengukuran ini
menentukan tindakan selanjutnya.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 6
A. Infeksi Nifas
1. Endometritis
Uterus, tubavalopi, ovarium, pembuluh-pembuluh darah dan limfe, jaringan ikat di sekitarnya
dan peritoneum yang menutupi alat-alat tersebut iatas merupakan kesatuan fungsional.
Radang dapat menyebar dengan cepat dari kavum uteri ke seluruh genetalia interna. Radang
edometrium dinmakan endometritis, radang otot-otot uterus, dinamakan miometritis atau
metritis dan radang peritoneum disekitar uterus dinamakan perimetritis.
a. Endometritis akut
Pada endometritis akut endommetrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edem, dan infiltrasi leukosit berinti polimorf
yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah
infeksim gonores dan infeksi pada abortus dan partus
Infeksi gonorea mulai sebagai servicitis akut dan radang menjalar keatas dan
menyebabkan endometritis akut. Infeksi posttabortum dan postpartum sering terdapat
karena luka-luka pada serviks uteri, lika pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang
merupakan porte d’entrée bagi kuman-kuman patgen. Selain itu alat-alat yang digunakan
pada abortus dan partus dan tidak steril dapat membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
Pada abortus septic dan sepsis peurperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan
melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar ke para metrium, tuba dan
ovarium, dan ke peritoneum disekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut yaitu penderita
panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta
daerah di sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus diluar partus
atau abortus, kerokan endometrium, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan
IUD, dsb. Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa
patogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri dibantu dengan pelepasan
lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam endometritis akut yang
paling penting ialah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
b. Endometritis kronik
Endometritis kronik tidak seberapa sering terdapat oleh karena infeksi yang tidak dalam
masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri karena plepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
banyak sel-sel plasma dan limfisit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel
itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.
Gejal-gejala klinis endometrium kronika ialah leukore dan menoragi. Pengobatannya
tergantung dari penyebabnya. Endometritis kronika ditemukan :
1) Pada TBC
2) Jika tertinggal sisa-sisa abortus dan partus
3) Jika terdapat korpus alien di cavum uteri.
4) Pada polip uterus dengan infeksi
5) Pada tumor ganas uterus
6) Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvis.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tuberculosis
genetal. Pada pemeriksaan mikroskopik, ditemukan tubercle ditengah-tengah
endometrium yang beradang menahun. Pada abortus incomplit dengan sisa-sisa
tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili corialis ditengah-tengah radang
menahun endometrium. Pada partus pada sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus,
terdapat peradangan dan ogranisasi dari jaringan tersebut disertai dengan gumpalan
darah dan terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta. Endometritis kronik yang lain
umumnya akibat infeksi terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor
dengan infeksi da dalam cavum uteri.
2. Peritonitis
Kadang-kadang infeksi uterus meluas lewat system limfatik sehingga mencapai
cavum abdomen dan menyebabkan peritonitis. Komplikasi ini sekarang dengan terapi segera
sudah jarang dijumpai, tetapi masih dapat ditemukan pada infeksi sesudah SC jika terjadi
nekrosis dan terbukanya luka insisi uterus. Kadangkala dalam stadium lanjut perjalanan
selulitis pelvic, abses parametrium bias mengalami ruptur dan menimbulkan peritonitis
generalisata yang merupakan malapetaka bagi penderitanya.
Peritonitis generalisata merupakan komplikasi yang fatal, dan eksudat fibrinopurulen
yang khas akan menimbulkan perlekatan usus, dan diantara gelung usus yang saling melekat
itu dapat terbentuk gumpalan-gumpalan nanah. Ruang subdiafragma dan cul-de-sac
kemudian dapat menjadi tempat pembentukan abses.
Secara klinis, peritonitis puerperalis menyerupai peritonitis bedah, kecuali rigiditas
abdomen yang terjadi biasanya kurang begitu menonjol. Rasa nyeri bias hebat. Distensi
usus yang nyata merupakan akibat ileus paralitik, dan penyebab peritonitis generalisata harus
dicari. Jika infeksi dimulai dalam uterus dan kemudian meluas ke dalam peritoneum,
pengobatan biasanya secara medis. Sebaliknya, peritonitis yang terjadi akibat lesi pada usus
atau organ tambahannya harus diatasi dengan pembedahan.
Terapi antimikroba harus mencakup preparat yang paling besar kemungkinan
khasiatnya terhadap infeksi Peptostreptococcus, Peptococcus, Bacteroides, Clostridium dan
jenis-jenis bakteri koliformis aerob. Pemberian infus cairan dan elektrolit merupakan terapi
penting mengingat pada peritonitis generalisata akan terjadi pelepasan sejumlah besar cairan
ke dalam cavum peritonei. Vomitus, diare dan febris juga menjadi penyebab hilangnya cairan
dan elektrolit. Volume cairan dan jumlah elektrolit yang diperlukan untuk menggantikan
jumlah yang lepas ke dalam cavum abdomen, yang terserap dari dalam usus dan yang hilang
lewat keringat (diaforesis) biasanya cukup besar, tetapi tidak begitu massif sehingga terjadi
kelebihan isi sirkulasi. Karena ileus paralitik biasanya merupakan gambaran yang menonjol,
distensi traktus gastrointestinal harus dikurangi dengan pemasangan selang lambung.
Pemberian makanan per oral harus dihentikan selama proses pengobatan sampai fungsi usus
pulih kembali dan sudah tejadi flatus, dan pemberian obat-obat untuk menstimulasi peristaltic
tidak ada manfaatnya.
3. Bendungan Asi
Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi lacteal, payudara
sering mengalami distensi, menjdi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan ini disebut sebagai
bendungan air susu atau “caked breast”, sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup hebat
dan bias disertai dengan kenaikan suhu yang sepintas. Kelinan tersebut menggambarkan
aliran darah vena normal yang berlebihan dan penggembungan limfatik dalam payudara yang
merupakan precursor reguler untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan akibat overdistensi
system lacteal oleh air susu.
Demam nifas akibat distensi payudara sering terjadi. Demam tersebut
mengkhawatirkan terutama bila kemungkinan infeksi tidak dapat disingkirkan pada wanita
yang baru saja menjalani SC. Lamanya panas yang terjadi berkisar 4-16 jam dan suhu
tubuhnya berkisar dari 38 hingga 390C. Ditegaskan bahwa penyebab panas yang lain
khususnya panas yang disebabkan oleh infeksi, harus disingkirkan dahulu.
Pengobatan keadaan ini terdiri atas tindakan menyanggah payudara dengan
menggunakan pembalut atau BH, kompres kantong es dan bila perlu pemberian kodein sulfat
60mg per oral atau preparat analgesik lainnya. Tindakan memompa air susu atau
memerahnya secara manual mungkin diperlukan untuk pertama kalinya, namun dalam
beberapa hari keadaan ini biasanya mereda dan bayi sudah dapat menetek kembali secara
normal.
4. Infeksi Payudara
Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan pada mammae terutama pada
primipara. Tanda-tanda adanya infeksi adalah rasa panas dingin disertai dengan kenaikan
suhu, penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu makan. Penyebab infeksi adalah
staphilococcus aureus. Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah,
membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses.
Berdasarkan tempatnya infeksi dibedakan menjadi :
a. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mamae.
b. Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses ditempat itu.
c. Mastitis pada jaringan dibawah jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot dibawahnya.
Pencegahan
Perawatan putting susu pada laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah
mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan putting susu dengan minyak baby oil sebelum
dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Selain
itu juga memberi pertolongan kepada ibu menyusui bayinya harus bebas infeksi dengan
stafilococus. Bila ada luka atau retak pada putting sebaiknya bayi jangan menyusu pada
mammae yang bersangkutan, dan air susu dapat dikeluarkan dengan pijitan.
Pengobatan
Segera setelah mastitis ditemukan pemberian susu pada bayi dihentikan dan
diberikan antibiotic, penisilin dalam dosis tinggi dapat diberikan. Bila ada abses, nanah perlu
dikeluarkan dengan sayatan sedikit mungkin pada abses, dan nanah dikeluarkan sesudah itu
dipasang pipa ketengah abses, agar nanah bisa keluar. Untuk mencegah kerusakan pada
duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus.
5. Trombophlebitis
Trombophlebitis menyerang permukaan pembuluh darah subkutan di ekstremitas
atas dan bawah, yang disebabkan oleh terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose
superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang
ditandai dengan kemerahan atau nyeri. Penyebab trombophlebitis pada ekstremitas atas
yang paling sering adalah infus intravena terutama jika memasukkan larutan asam atau
hipertonik yang disebabkan karena factor pemasangan dan factor kelancaran aliran cairan
infus. Lancar atau tidaknya cairan infus dapat meningkatkan aktivasi system koagulasi.
Turbulensi dan hambatan aliran darah atau stasis mengganggu pembersihan factor koagulasi
yang teraktivasi dan menyebabkan terjadinya kontak antar trombosit dengan dinding
pembuluh darah di daerah tersebut, dimana hambatan aliran darah dan perubahan komponen
factor pembekuan darah dapat menyebabkan trombophlebitis.
Trombophlebitis disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh yang terjadi pada hari ke-
4 sampai 10 setelah melahirkan hingga mencapai 40,50C. trombophlebitis juga disebabkan
karena kurangnya ambulasi dini atau immobilisasi. Beberapa mekanisme pada peningkatan
frekuensi trombophlebitis pada usia lanjut yang dikaitkan dengan keadaan prethrombotik
akibat maningkatnya factor-faktor koagulasi. Demikian pula, efisiensi pompa otot betis juga
menurun sejalan dengan meningkatnya usia, mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena.
Imobilisasi ini akan menyebabkan terjadinya akumulasi leukosit teraktivasi dan akumulasi
trombosit yang teraktivasi. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan pada sel-sel endotel
dan juga memudahkan terjadinya treombosis.
Murray et all (1998) menjelaskan bahwa trombophlebitis disebsbkan oleh nekrosis
pembuluh darah, peningkatan pembuluh darah, dan keadaan darah. Nekrosis vena dapat
terjadi akibat pemasangan kateter, trauma, infeksi penyakit buerger atau iritasi zat/injeksi.
Peningkatan pembekuan darah cenderung disebabkan oleh tumor malignant, penyakit
genetic, diet tinggi lemak, dan kontrasepi oral. Selain itu juga disebabkan oleh karena
istirahat baring yang lama karena ketidakatifan bentuk bekuan darah, suplay darah yang
membeku dan matinya pembuluh darah.
Menurut Varney (1997) tanda dan gejala trombophlebitis yaitu nadi cepat, demam
(40,50C), dingin, hipotensi, pleurisy dan pneumonia, didahului tanda dan gejala dari
endometritis dan jika wanita mempunyai trombophlebitis femur, dia akan menunjukkan tanda
dan gejala trombophlebitis vena bagian dalam.
Ciri-ciri trombophlebitis menurut Seller (1993) adalah kemerahan yang berlebihan
yang berpengaruh pada daerah vena supervacial, kelembutan vena betis dan kaki, anggota
badan terasa panas bila disentuh, sedikit oedema pada kaki, pireksia, meningkatnya nadi,
mati rasa pada kaki, tanda positif pada saat diperiksa teraba kasar pada dorsofleksi kaki, akan
menyebabkan nyeri pada lutut, dan diagnosis thrombosis vena superficial dibuat berdasarkan
observasi dari nyeri dan bengkak pada kaki, terutama pada daerah betis dan juga bisa sampai
ke daerah femur yang disebabkan oleh tingginya temperatur post SC.
Factor predisposisi dari trombophlebitis menurut Sally (2000) adalah obesitas,
peningkatan umur maternal dan tingginya paritas, riwayat sebelumnya dari trombophlebitis
vena, anastesi dan pembedahan dengan kemungkinan trauma yang lama pada keadaan
pembuluh vena, anemia maternal, hipotermi atau penyakit jantung, endometritis, dan
varicosities.
Manifestasi yang khas dari trombophlebitis permukaan adalah timbul akut disertai
rasa sakit atau nyeri akibat terbakar dan nyeri tekan permukaan. Trombophlebitis permukaan
biasanya lebih nyeri daripada trombosis vena dalam karena letak proses peradangannya
berdekatan dengan ujung-ujung syaraf kulit. Kulit sepanjang vena tersebut akan menjadi
eritematosa dan hangat, mungkin terlihat sedikit bengkak, vena dapat teraba.
6. Luka Perineum
Tanda dan gejala infeksi laserasi episiotomi adalah munculnya:
a. Nyeri local
b. Disuria
c. Temperatur naik 38,3 °C
d. Nadi < 100x/ menit
e. Tanda dan gejala dapat akut atau tiba-tiba pada udara dingin dan pada suhu 104ºF
( 40ºC )
f. Edema
g. Peradangan dan kemerahan pada tepi
h. Pus atau nanah warna kehijauan
i. Luka kecoklatan atau lembab
j. Lukanya meluas
Setelah luka diperbaiki harus dipantau secara rutin agar tidak terjadi tanda dan gejala
infeski khususnya poin f, g, h, dan I di atas. Pengobatan pada infeksi termasuk pada derajat
luka jahitan meliputi: membuka, debridement, dan membersihkan luka.Serta obat anti
mikroba.Pada episiotomi atau laserasi, truma, termasuk memar,abrasi termasuk jahitan luka
kecil dan hematoma yang disebabkan oleh objek dari luar dari vagina (jamur).
Perdarahan post partum paling sering diartikan sebagai keadaan kehilangan darah lebih
dari 500 mL selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi. Perdarah postpartum adalah
merupakan penyebab penting kehilangn darah serius yang paling sering dijumpai di bagian
ostetrik. Sebagai penyebab langsung kematian ibu, perdarah postpartum merupakan penyebab
sekitar ¼ dari keseluruhan kematian akibat perdarahan obstetric yang diakibatkan oleh
perdarahan postpartum.
Penyebab Langsung
Dua penyebab factor perdarahan langsung yang sering dijumpai adalah karena adanya
miometrium yang hipotonik (atonia uteri)dan laserasi vagina serta serviks. Retensi bagian
plasenta adalah penyebab yang lebih jarang ditemukan, dapat mengakibatkan perdarahan
langsung atau perdarahan kemudian atau keduanya.
Faktor Predisposisi
Pada sebagian besar kasus, perdarahan postpartum dapat diramalkan sebelum
persalinan, contoh-contoh kasus dengan trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
postpartum adalah kelahiran bayi yang besar, persalinan forcep tengah dan pemuratan dengan
forcep, persalinan dengan servik yang belum berdilatasi lengkap, insisi duhrssen pada serviks,
setiap tindakan manipulasi intrauterine dan mungkin persalinan pervaginam dengan riwayat SC,
atau insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang dapat menyebabkan erdarahan postpartum apat
diantisipasi dengan preparat anestesi yang akan melemaskan uterus. Uterus yang over distensi
kemungkinan besar akan menjadi hipertonik setelah persalinan, jadi wanita dengan persalinan
janin besar, janin lebih dari satu, atau dengan hidramnion, cenderung akan mengalami
perdarahan akibat atonia uteri. Wanita yang persalinanya ditandai dengan aktifitas uterus yang
sangat kuat atau yang tidak efektif juga mengahdapi kemungkinan untuk mengalami perdarahan
yang berlebihan akibat atonia uteri setelah persalinan. Demikian pula, persalinan baik yang
diinduksi maupun yang diperkuat oleh preparat oksitosin, lebih besar kemungkinannya untuk
diikuti dengan atonia uteri post partum dan perdarahan postpartum. Wanita dnegan paritas tinggi
menghadapi resiko perdarahan akibat atonia uteri yang semakin meningkat. Dalam keadaan yang
lazim dijumpai, kesalahan penanganan kala III persalinan meliputi upaya untuk mempercepat
persalinan plsenta dengan melakukan tindakan pengeluaran plasenta secara manual. Peremasan
dan pemijatan yang dilakukan secara terus-menerus pada uterus yang telah berkontraksi
kemungkinan akan merintangi mekanisme fisiologis pelepasan plasenta, dengan konsekwensi
pemisahan plasenta yang tidak lengkap dan peningkatan hilangnya darah.
Ciri-Ciri Klinis
Perdarahan postpartum sebelum pengeluaran plasenta disebut perdarahan tahap ke III.
Khususnya perdarahan setelah pengeluaran plasenta, perembesan darah secara terus-menerus
selama waktu beberapa jam dapat mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Efek yang
ditimbulkan perdarahan ini sampai taraf yang cukup tinggi tergantung pada besarnya volume
darah sebelum hamil, derajat hipervolumia darah yang diakibatkan oleh kehamilan, dan derajat
anemia pada saat melahirkan
Gambaran yang khas pada perdarahan postpartum adalah denyut nadi dan tekanan
darah yang tidak menunjukan perubahan jelas sampai jumlah darah yang hilang cukup banyak.
Wanita dnegan tekanan darah normal dapat mengalami sedikit hipertensi sebagai respon
terhadap perdarahan ini, sedikitnya pada saat permulaan perdarahan. Sedangkan pada wanita
yang sudah menderita tekanan darah tinggi, tekanan darahnya dapoat ditafsirkan normal
meskipun berada dalam keadaan hipovolemia yang berat. Tragisnya, keadaan hipovolemia ini
bias saja tidak diketahui sampai keadaannya sudah terlambat. Wanita dengan preeklamsia berat
biasanya kehilangan cir-ciri hipervolemia yang ada pada kehamilan normal, dan dengan demikian
wanita tersebut sering sangat peka atau bahkan intoleran terhadap kehilangan darah yang
normal. Karena itu bila pada seorang wanita hamil dengan hipertensi berat yang ditimbulkan oleh
kehamilannya dicurigai akan mengalami perdarahan hebat, kita harus segera mengetahui hasil
pemeriksaan klinis maupun laborat yang akan menentukan pemberian infus dan tranfusi secara
cepat
Diagnosis
Diagnosis perdarahan postpartum seharusnya tampak jelas, kecuali jika penumpukan
darah intra uteri serta intra vagina tersebut tidak diketahui, atau pada beberapa kasus ruptur uteri
yang disertai dengan perdarahan intra peritoneum. Membedakan antara perdaraha akibat atonia
uteri dan perdarahan akibat laserasi dilakukan dengan memeriksa kondisi uterus. Jika perdarahan
terus terjadi tetapi uterus teraba keras dan kontraksinya baik kemungkinan besar penyebab
perdarahannya adalah laserasi. Untuk memastikan peranan laserasi sebagai penyebab
perdarahan, inspeksi yang teliti terhadap vagina, servik dan uterus merupakan tindakan yang
penting. Kadang-kadang perdarahan dapat disebabkan oleh atonia dan trauma, khususnya
setelah persalinan dengan tindakan. Pemeriksaan terhadap kavum uteri, serviks dan seluruh
vagina sangat pnting sesudah kelahiran dengan ekstraksi bokong, sesudah versi podalik dalam
dan setelah menyelesaikan persalinan pervaginam pada wanita dengan riwayat SC dalam
persalinan sebelumnya.
Prognosis
Ada bahaya lain yang menyertai perdarahan postpartum. Komplikasi serius yang
terutama terjadi adalah kegagalan ginjal sebagai akibat hipotensi yang lama sehingga pervusi
renal tidak segera pulih kembali. Sebaliknya terdapat pula koplokasi yang terjadi sesudah
dilakukan tranfusi darah yang tepat. Koplikasi ini mencakup reaksi segera yang disebabkan oleh
ketidak cocokan golongan darah resipien dengan donor dan kadang-kadang edema pulmoner
ayng terjadi akibat cedera kapiler alvioler. Komplikasi yang timbul kemudian adalah hepatitis yang
berkaitan dengan tranfusi darah.
C. gangguan Psikologis Masa Nifas
1. Depresi Postpartum
Depresi postpartum mempengaruhi sekitar 15% ibu dan khususnya terjadi pada
minggu dan bulan awal-awal postpartum dan dapat bertahan sampai satu tahun atau lebih.
Depresi bukan satu-satunya gejala yang ada meskipun biasanya terlihat jelas. Gejala lainnya
meliputi kelelahan, mudah marah, kesedihan, kurangnya energi dan motivasi, adanya
perasaan tidak mendapat bantuan dan putus asa, hilangnya libido dan nafsu makan, serta
adanya gangguan tidur. Sakit kepala, asma, nyeri punggung, adanya cairan dari vagina, dan
nyeri abdomen juga dapat ditemui. Gejala lain yang dapat timbul yaitu adanya pikiran
obsesional, ketakutan akan melukai diri sendiri ataupun bayinya, terpikir untuk bunuh diri, dan
depresonalisasi.
Prognosis untuk depresi postpartum cukup baik diatasi dengan diagnosis dini dan
terapi. Adanya orang yang menemani selama proses persalinan dapat menghindarkan
terjadinya depresi postpartum.
Setelah pemulihan, ibu yang mengalami depresi postpartum membutuhkan konseling
psikologis dan bantuan praktis. Umumnya dengan cara:
• Berikan dukungan psikologis dan bantuan nyata (pada bayi dan asuhan di
rumah)
• Dengarkan dan berikan dukungan serta besarkan hati ibu
• Yakinkan ibu bahwa pengalaman tersebut marupakan hal biasa dan banyak
ibu lain yang mengalami hal yang sama
• Bantulah ibu untuk memikirkan kembali gambaran keibuan dan bantulah
pasangan ini untuk memikirkan peran masing-masing sebagai orang tua baru
• Jika depresinya cukup parah, pertimbangkan pemberian obat-obatan anti
depresan jika ada
4. Postpartum Blues
Penyakit yang juga disebut post partum blues anin adalah ganggaun suasana hati
yang dialami oleh sekitar 50 % wanita dalam 3 sampai 6 hari setelah melahirkan (Kendell
dkk., 1987). Terdapat bukti bahwa kemurungan (blues) ini dipicu oleh turunnya progesterone
(Harris dkk., 1994).
Walaupun mungkin muncul berbagai gejala, gambaran utamanya adalah insomnia,
mudah sedih, depresi, ansietas, gangguan konsentrasi, iritabilitas, dan labilitas afek. Maka
dapat disimpulkan abhwa ini adalah tanda-tanda dari depresi minor atau bahkan mayor.
Labilitas afek dialami oleh banyak dari wanita ini. Mereka mungkin mudah menangis selama
beberapa jam dan kemudian pulih sempurna, namun mudah menangis kembali keesokan
harinya. Yang utama, gejala-gejala yang tampak bersifat ringan dan biasanya berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Diindikasikan terapi suportif, dan wanita yang
bersangkutan dapat diyakinkan bahwa disforia yang dialami bersifat sementara dan
kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan hormon. Mereka harus diapanyau untuk
mendeteksi kemungkinan timbulnya gangguan jiwa yang lebih parahtermasuk depresi atau
psikosis postpartum.
5. Postpartum Psikosa
Postpartum psikosa merupakan gangguan yang paling mengkhawatirkan dan
merupakan penyakit jiwa masa nifas yang parah. Wanita dengan psikosis postpartum tidak
berpijak pada realitas lagi. Mereka memperllihatkan masa waras yang berselang-seling
dengan psikosis. Yang juga sering dijumpai adalah gejala-gejala kebingungan dan
disorientasi yang sering tampak pada keadaan toksik atau delirium.
Terdapat dua tipe wanita yang tempaknya rentan mengalami gangguan ini, yaitu
wanita yang pada dasarnya telah memiliki gangguan depresif, manik, skizofrenik, dan wanita
yang pernah mengalami depresi atau kejadian kehidupan berat pada tahun sebelumnya.
Interval yang singkat antara serangan psikiatrik sebelumnya dan persalinan meningkatkan
kemungkinan kekambuhan. Factor risiko lainnya berkaitan dengan factor biologis dan
mencakup usia muda, primiparitas, dan riwayat penyakit jiwa dalam keluarga.
Sekitar ¼ dari wanita yang pernah mengalami satu kali episode psikosis postpartum
akan mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Awitan puncak gejala psikotik
adalah 10-14 hari postpartum, tetapi risiko tetap tinggi selama beberapa bulan setelah
melahirkan.
Perjalanan Penyakit Dan Pengobatan
Perjalanan penyakit bervariasi dan bergantung pada jenis penyebab penyakit. Bagi
mereka dengan psikosis manik-depresif dan skizoafektif, waktu pemulihan adalah sekitar 6
bulanm(Sneddon, 1992). Yang paling mengalami gangguan fungsi pada saat pemeriksaan
lanjutan adalah mereka yang menderita skizofrenia. Para wanita ini sebaiknya dirujuk ke
psikiater. Keparahan psikosis postpartum mengharuskan diberikannya terapi farmakologis
dan pada sebagian besar kasus dilakukan tindakan rawat inap. Wanita ynag mengalami
psikosis biasanya mengalami kesulitan merawat bayinya.
Terapi Gangguan Jiwa
Saat ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika untuk mengatasi gangguan jiwa
(Kuller dkk., 1996). Sebagian wanita hamil yang memerlukan farmakoterapi telah menderita
penyakit jiwa berat, misalnya gangguan bipolar, gangguan skizoafektif, skizofrenia atau
depresi mayor berulang. Wanita lain yang memerlukan terapi adalah mereka yang
mengalami gangguan emosi yang berkembang selama kehamilan.
Antidepresan
Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian besar kasus, manfaat terapi
melabihi risikonya. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, doksepin, imipramin, dan
nortriptilin sering digunakan untuk gangguan-gangguan depresif. Efek samping pada ibu
adalah hipotensi ortostatik dan konstipasi. Sedasi juga sering terjadi, sehingga obat golongan
ini sangat bermanfaat bagi masalah tidur yang berkaitan dengan depresi. Inhibitor monoamin
oksidase (MAOI) adalah antidepresan yang sangat efektif yang semakin jarang digunakan
karena menyebabkan hipotensi ortostatik. Pengalaman dengan inibitor selektif ambilan ulang
serotonin (selective serotonin reuptake inhibitors, SSRI), termasuk fluoksetin dan sertralin,
menyebabkan obat golongan ini menjadi terapi primer bagi sebagian besar penyakit depresi.
Obat-obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik atau sedasi sehingga lebih disukai
daripada antidepresan lain.
Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat seperti skizofrenia, gangguan
skizoafektif, atau gangguan bipolar sangat mungkin memerlukan terapi antipsikotik selama
kehamilan. Antipsikotik tipikal adalah golongan antagonis dopamine. Klozapin adalah satu-
satunya antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja yang berbeda tetapi
tidak diketahui. Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat
yang berpotensi lebih rendah, klorpromazin dan tioridazin, memiliki efek antikolinergik yang
lebih besar serta bersifat sedatif.
Litium
Keamanan litium selama kehamilan masih diperbebatkan. Selain kekhawatiran
tantang teratogenesitas, juga perlu dipertimbangkan indeks terapetiknya yang sempit. Pernah
dilaporkan toksisitas litium pada neonatus yang mendapat ASI.
Benzidiazepin
Obat golongan ini mungkin diperlukan selama kehamilan bagi wanita dengan
gangguan cemas yang parah atau untuk pasien psikotik yang agitatif atau mengamuk.
Diazepam mungkin menyebabkan depresi neurologis berkepanjangan pada neonatus apabila
pemberian dilakukan dekat dengan kelahiran.
Terapi Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy, ECT)
Terapi dengan kejutan listrik untuk depresi selama kehamilan kadang-kadang
diperlukan pada pasien dengan gangguan mood mayor yang parah dan tidak berespon
terhadap terapi farmakologis. Hasil diperoleh dengan menjalani 11 kali terapi dari umur
kehamilan 23-31 minggu. Mereka menggunakan tiamilal dan suksinilkolin, intubasi, dan
ventilasi bantuan setiap kali terapi. Mereka mendapatkan bahwa kadar epinefrin, norepinefrin,
dan dopamine plasma meningkat 2-3 kali lipat dalam beberapa menit kejutan listrik.
Walaupun demikian, rekaman frekuensi denyut jantung janin serta frekuensi jantung, tekanan
darah, dan saturasi oksigen ibu tetap normal. Miller (1994) mengkaji 300 laporan kasus terapi
kejut listrik selama kehamilan mendapatkan bahwa penyulit terjadi pada 10%. Penyulit-
penyulit tersebut antara lain adalah aritmia transien jinak pada bayi, perdarahan pervaginam
ringan, nyeri abdomen, dan kontraksi uterus yang swasirna. Wanita yang kurang
dipersiapkan juga berisiko lebih besar mengalami aspirasi, kompresi aortokava, dan alkalosis
respiratorik. Langkah-langkah pengkajian penting adalah pengkajian servik, penghentian obat
antikolinergik yang tidak esensial, pemantauan frekuensi denyut jantung janin dan uterus,
hidrasi intravena, pemberian antasida cair, dan pasien dobaringkan miring kiri. Selama
prosedur, hindari hiperventilasi berlebihan dan jalan napas harus dilindungi.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 7
A. Definisi
Ketidak mampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat reproduksi dan mengatur
kesuburannya (fertilitas) tidak dapat menjalani kehamilan dan persalinan secara aman serta tidak
mendapatkan bayi tanpa resiko apapun atau well health mother dan well born baby dan
selanjutnya tidak dapat mengembalikan kesehatan dalam batas normal
B. Tujuan
- menurunkan angka m,ortalitas dan
morbiditas khususnya pada wanita
- memberikan KIE dan motifasi gejala dini
tentang gangguan sistem reproduksi wanita
- KIE untuk menghindari keganasan penyakit
sistem reproduksi dan memperkecil faktor predisposisi
- Meningkatkan pendidikan masyarakat
tentang kesehatan
2. Fibriodenoma
Penyakit fibriodenoma adalah penyakit wanita muda dengan frekuensi yang paling
tinggi pada wanita yang berumur 20-25 tahun. Benjolan-benjolan tersebut sama sekali bukan
berarti suatu penyakit karena kadang-kadang akibat pertumbuhan berlebih pada lobulus
payudara. Tercatat 6 dari 10 benjolan ditemukan pada wanita dibawah 20 tahun dan relatif
tidak berkembang menjadi benjolan lainnya dikemudian hari. Menurut wilson dalam buku
Cristoper-Davis, ada hubungan dengan kadar hormon wanita dalam darah dan penyakit ini,
karena dapat timbul pada binatang percobaan dengan pemberian estrogen.Tumor ini dapat
timbul soliter atau multiple, gampang digerakkan, berbentuk licin, sama sekali bebas dari
jaringan payudara disekitarnya dan tidak berubah-rubah besarnya dengan siklus haid. Putting
susu tidak memperlihatkan ada perubahan dan sama sekali tidak nyeri spontan atau nyeri
tekan.
4. Sarkoma
5. Kanker Payudara
a. Jenis
Klasifikasi kanker payudara terdiri dari 2 macam yaitu klasifikasi patologik dan klinik.
1) Klasifikasi patologik terdiri dari:
- Kanker puting payudara atau pagets disease
Pagets disease adalah bentuk kanker dalam taraf permulaan manifestasinya
sebagai eksema menahun putting susu yang biasanya merah dan menebal.
Suatu tumor sub areoler bisa teraba. Sedang pada umumnya kanker payudara
yang berinfiltrasi ke kulit mempunyai prognosis yang buruk, lain halnya dengan
pagets disease ini prognosisnya lebih baik. Sebenarnya penyakit ini adalah suatu
kanker intra duktal yang tumbuh di bagian terminal dari duktus laktiferus secara
patologik ciri-cirinya ialah: sel-sel pagets (seperti pasir) hypertrofi sel epidermoid,
infiltrsi sel-sel bundar dibawah epidermis.
- Kanker duktus laktiferus:papillary, comedo, adenocarsinoma dengan banyak
fibrosis (scirrhus), medullary carsinoma dengan infiltrasi kelenjar, semuanya
infiltrating.
Non infiltrating papillari karsinoma bisa terbentuk dalam setiap dukutus
laktiferus dari yang terbesar sampai yang sekecil-kecilnya. Kadang-kadang sulit
sekali dibedakandari papilloma.
Comedo karsinoma terdiri dari sel-sel kanker non papillary dan intra ductal,
sering dengn nekrosis sentral, sehingga pada permukaan potongan terlihat
seperti isi kelenjar. Jarang sekali comedo karsinoma pada saluran saja, biasanya
mengadakan infiltrasi ke sekitarnya, menjadi infiltrating comedo carsinoma.
Adenokarsinoma dengan infiltrasi dan fibrosis. Ini adalah kanker payudara
yang lazim ditemukan. 75 % dari kanker payudara adalah tipe ini oleh karena
banyak fibrosis, umumnya agak besar dan keras. Juga disebut kanker tipe
scirrbus : tumor mengadakan infiltrasi kekulit dan kedasar.
- Kanker dari lobulus: infiltrating dan non-infiltrating
Ini yang timbul sering sebagai carcinoma insitu dengan lobulus yang membesar.
Secara miskroskopis kelihatan lobulus atau kumpulan lobulus dengan berisi
kelompok sel-sel asinus dengan beberapa mitosis. Kalau mengadakan infiltrasi,
hampir tidak bisa dibedakan dari tipe scirrhus.
Sepatah kata tentang karsinomatosa, suatu penyakit yang sangat ganas dan
sangat cepat jalannya. Penyakit ini dapat timbul pada waktu menyusui, akan
tetapi juga diluar waktu tersebut. Dapat kita ketahui bahwa oprasi dapat
mengakibatkan penyebaran yang sangat cepat dan kematian. Pendapat umum
ialah mastitis karsinomatosa dibiopsi dan diradiasi saja dengan atau tanpa
hormon.
2) Klasifikasi klinik
kanker payudara, disamping klasifikasi patologis, juga mempunyai klasifikasi klinik.
Sebelum 1968, diklinik bedah sering dipakai klasifikasi steinthal.
Steinthal 1 : kanker payudara sampai 2cm besarnya dan tidak mempunyai anak
sebar.
Steinthal 2 : kanker payudara 2cm atau lebih dengan mempunyai anak sebar
dikelenjar ketiak.
Steinthal 3 : kanker payudara 2cm atau lebih dengan anak sebar, dikelenjar ketiak,
infra dan supra klafikula; atau infiltrasi vasia pektoralis atau kekulit;
atau kanker yang apert (memecah kekulit).
Steinthal 4 : kanker payudara dengan metastasis jauh, misalnya ketengkorak, atau
tulang punggun, atau paru-paru, atau hati dan panggul.
b. Etiologi
Etiologi kanker payudara belum dapat di jelaskan. Terdapat faktor genetik karena kanker
payudara cenderung terjadi pada keluarga. Melahirkan sebelum usia 30 tahun tampaknya
bersifat protektif.
1) Tumor jinak pada vagina
a. Tumor Kistik
Tumor di vagina pada umumnya mempunyai sifat yang sama dengan yang
didapatkan pada vulva. Tumor vulva dan vagina hendaknya dibedakan dari
vaginitis emfisematosa. Dapat juga kista saluran muller terjadi di dekat
serviks biasanya soliter akan tetapi dapat multipel. Kista ini dilapisi epitel
seperti endoserviks, berisi cairan musin.
b. Tumor Solid
Pada umumnya juga mempunyai sifat yang sama pada uretra dan
yang terdapat pada vulva, kecuali granuloma, tumor muksoid serta adenosis
vagina.
Granuloma: bukan neoplasma yang sebenarnya. Jaringan
merupakan granulasi yang berbatas-batas, seringkali berbentuk polip
terutama terjadi pada bekas operasi kolporasi dan histerektomi total dan
dapat bertahan sampai berthun-tahun.
Tumor muksoid vagina: konsistensi lunak seperti kista berisi jaringan seperti
miksomatosa, jarigan pengikat dan jaringan lemak seperti yang biasa
terdapat pada daerah glutea, fossa iskheorektalus, serta apabila terdpat di
vagina berada pada daerah parakolpos. Kadang-kadang kambuh kembali dan
dapat juga menjadi ganas.
Adenosis vagina: berasal dari sisa saluran paranesonefridikus muller berupa
tumor jinak vagina, terutama dekat serviks uteri terdiri dari epitel torak, yang
mengeluarkan mukus. Adeosis vagina ini dapat disebabkan karena
pemberian dietil still bestrol atau hormon sistesis lain diberikan pada ibu
penderita pada waku hamil muda ( syndrom Dees ). Diagnosis ditegakan
dengan kolkoskopi yang terlihat sebagai ulserasi kemudian dilanjutkan
dengan biopsi dan pemeriksaan histopatologi.
2) Tumor jinak pada vulva
Tumor jinak di daerah vulva yang banyak dijumpai adalah kista kelenjar bartolini d an
fibroma vulva.
a. Kista kelenjar bartolini
Kista kelenjar bartolini merupakan bentuk radang menahun Bartholini. Abses
kelenjar bartholini diserap isinya, sehingga tinggal kantung yang mngandung
cairan yang disebut kista bartholini. Pengobatan kista bartholini adalah dengan
mengangkat seluruh kista dan marsivialisasi. Opersi ini memerlukan keahlian
sehingga perlu dilakukan di rumah sakit.
b. Fibroma vulva
Fibroma vulva merupakan tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat vulva,
bertangkai, dan berlokalisasi seringkali di bibir besar ( labium mayus).
Diameternya dapt beberapa sentimeter, sampai mempunyai berat beberapa
kilogram. Pengobatan fibroma vulva adalah dengan jalanmemotong tangkainya
serta menjahit kembali sehingga tidak terjadi perdarahan.
3) Tumor jinak pada uterus
a. Mioma Uteri
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya,
sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan
lunak karena otot rahimnya dominan. Kejadian mioma utri sukar ditetapkan
karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan
tindakan operasi. Sebagian penderita mioma uteri tidak memberikan keluhan
apapun dan ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan.
Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi, karena
adanya rangsangan estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai
sebelum datang haid (menarche) dan akan mengalami pengecilan setelah
mati haid (menopause). Bila pada masa menopause tumor yang berasal dari
mioma uteri masih tetap besar dan tambah besar,kemungkinan degenerasi
ganas menjadi sarkoma uteri. Bila dijumpai pembesaran abdomen sabalum
menarche, hal itu pasti bukan mioma utri tetapi kista ovarium dan
kemuingkinan besar menjadi ganas.
Patologi pertumbuhan mioma uteri
Berdasarkan teori genitoblast (sel nest) Meyer dan de Snoo, dan rangsangan
terus – menerus setiap bulan dari estrogen, maka perumbuhan mioma uteri
terjadi :
1. berlapis seperti berambang
2. lokalisasi bervariasi :
a. subserosa
- dibawah lapisan peritonium
- dapat bertangkai dan melayang dalam kavum
(ruangan) abdomen
b. intramural
- didalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat
dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan
c. submukosa
- di bawah lapisan dalam rahim
- memperluas permukaan ruangan rahim
- bertangkai dan dapat dikeluarkan melalui kanalis
servikalis
d. servikal mioma
- tumbuh di daerah servik uteri
Gejala klinik mioma uteri
Gejala klinik mioma uteri adalah :
1. pendarahan tidak normal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,
menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang
mejadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah :
a. pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium
sampai adenokarsinoma endometrium.
b. permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
c. Atrofi endometrium di atas mioma sub mukosa.
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak
dapat mejepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2. penekanan rahim yang membesar
penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat terjadi :
a. terasa berat di abdomen bagian bawah
b. sukar miksi atau defekasi
c. terasa nyeri karena tertekannya urat saraf.
3. gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi :
a. kehamilan dapat mengalami keguguran
b. persalinan prematuritas
c. gangguan saat proses persalinan
d. tertutupnyan saluran indung telur menimbulkan infertilitas
e. kala tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
Diagnosis
Sering kali penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya
benjolan pada perut bagian bawah. Pemeriksaan bimanual akan
mengungkapkan tumor padat uterus, yang umumnya terletak di garis tengah
atau pun agak ke samping, sering kali teraba berbenjol-benjol. Mioma
suberosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri akan menyebabkan
kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan
uterus sonde. Mioma submukosum kadang kala dapat teraba dengan jari
yang masuk ke dalam kanalis servikalis, dan tersanya benjolan pada
permukaan kavum uteri.
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian
bawah atau panggul ialah mioma sub serosum dan kehamilan; mioma
submukosum yang dilahirkan harus di bedakan dengan inversio uteri; mioma
intramural harus di bedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma,
karsinoma korposis uteri atau suatu sarkoma uteri. USG abdominal dan
trasvaginal dapat membantu dan dugaan klinis.
b. Adenomiosis Uteri
Endenomiosis adalah implantasi jaringan endometrium di luar kavum uteri.
Pembagian endometriosis:
1). Endomeriosis eksterns (endometriosis) adalah implantasi jaringan
endometrium di luar kavum uteri
2). Endometriosis interna (adenomiosis) adalah implantasi jaringan
endometrium dalam otot rahim
Akibat implantasi endometrium yang masih aktif dalam otot rahim terjadi
perubahan pada saat menstruasi atau aktivitasnya mengikuti perubahan
hormonal. Pada saat menstruasi, endometrium mengalami proses menstruasi
tetapi darah tidak mempunyai saluran untuk keluar sehingga terjadi timbunan
darah. Timbunan darah ini saat menstruasi menimbulkan rasa sakit.
Mekanisme terjadi endometriosis inteerna atau adenomiosis karena jaringan
otot terbuka saat kontraksi persalinan atau waktu kuretase sehingga terjadi
invasi endometrium kedalam otot rahim.
Gejala klinis adenomiosis:
Gejala klinik yang dijumpai pada adenomiosis adalah:
1. Menoragia: perdarahan banyak saat menstruasi
2. Dismenorea sekunder: rasa sakit saat menstruasi
3. Dispareunia: rasa sakit saat hubungan seksual
c. Endometriosis
Endometriosis (endometriosis eksterna) merupakan implantasi jaringan
endometrium di luar uterus yang di jumpai pada umur relatif muda.
Lokalisasi sebaran endometrium dapat terjadi di:
1. ovarium, dalam bentuk kista coklat
2. peritonium, sekitar uterus menyebabkan infertilitas
3. septum rektovaginalis
4. umbilikus
5. apendiks
6. bekas luka: episiotomi, laparatomo (SC)
Terjadinya penyebaran endometrium ke berbagai tempat dapat di jelaskan
dengan beberapa teori sebagai berikut:
1. Teori regurgitasi sampson
a. darah menstruasi mengalir ke dalam kavum abdomen
b. sel endometrium dapat tertanam tumbuh dan hidup
c. rangsangan hormonal berpengaruh sehingga terjadi proses
mengikuti siklus menstruasi
2. Teori metaplasia meyer
a. sel yang berasal dari selom tumbuh dan menerima rangsangan
hormonal ekstroge dan progestero
b. sel mengalami metaplasi menjadi jaringan endometrium dan
meliputi siklus menstruasi
3. Penyebaran secara limfogen dari halban
a. sel endometrium masuk ke sirkulasi aliran limfa dan menyebar
pada beberapa tempat
b. sel hidup dan mendapat rangsangan ektrogen dan progesteron
dalam proses siklus menstruasi
4. penyebaran mengikuti aliran darah
5. penempelan kembakli sel endometrium
a. dapat menerangkan tumbuh kembangnya ssel endometrium
pada bekas operasi SC atau sekitar uterus
b. bekas irisan operasi episiotomi
b. Melanoma vulva
Melanoma vulva adalah keganasan nomor dua pada vulva sesudah karsinoma. Hampir
5 % dari semua melanoma maligna muncul divulva yang merupakan hanya 1 % dari kuit
permukaan seluruhn tubuh. Tempat predilekasidilabia minora dan klitoris, sering meluas
kevagina dan urethra beruba benjolan (nodul)yang berwarna hitam kebiruan. Menyebar
secra limfogen dengan membentuk satelit sekeliling tumor primer untuk kemudian
bermetastasis ke kelenjar limfa regional. Bila terjadi penyebaran secra hematogen, anak
sebar terdapat di paru-paru (tersering), kemudian otak hati dan jantung juga tidak jarang.
c. Adenokarsinoma
Pada vulva jarang dan umumnya berasal dari kelenjar bartholin.
d. Basolioma (basal sel karsinoma)
Biasanya ditemukan didaerah berambut, sesekali pada labiya mayora sebagai makula
kemerahan/kecoklatan atau sebagai nodul kecil yang mengalami ulserasi di tenghanya
(ulkus rodens). Lesi ini hamir tak pernah menyebar ke kelenjar getah bening, sebab itu
eksis lokal yang luas sudah memadai untuk tujuan kuratif.
e. Penyakit paget
Merupakan lesi intra epitel vulva, yang sering bersama-sam dengan munculnya
adenokarsinoma kelenjar apokrin.
f. Karsinoma verukosa
Karsinoma ini adalah keganasan pada vulva berbentuk tumor eksofitik seperti papil
dalam kondiluma akuminata, atau seperti bunga kol.
g. Sarkoma pada vulva
Sarkoma vulva sangat jarang tapi metastasis berjarak jauh umum terjadi. Tumor ini
histoligik dapat berupa leiomiosarkoma (paling sering), liposarkoma, rhabdomiosarkoma,
fibrosrakoma, angiosarkoma, limfosarkoma, dan epitelioidsarkoma. Penyebaranya
sangat cepat, karena secra hematogen. prognosis sangat buruk. Peran radioterapi dan
kemoterapi sebagai adjuvans perlu dipertimbangkan.
h. Tumor ganas sekunder pada vulva
Berasal dari jaringan dekat vulva seperti serviks uteri, vagina, uterus, yang merembet
langsung atau secra limfogen atau embolisasi melalui pembuluh darah balik. Paling
sering ditemukan adalah metastasis kariokarsinoma yang memberi gambaran khas
berwarna biru kehitaman. Penangana dengan kemotherapi tunggal (MTX) atau
kombinasi, tergantung dari faktor resikonya.
VAGINA
Jenisnya
a. Karsinoma vagina
Epidemologi
Kanker vagina jarang terjadi, biasanya diderita oleh wanita berumur 50 tahun ke atas.
Insidens < dari 1 kasus baru per 100.000 populasi setahun.
Patologi
Lesi yang biasanya muncul pada sepertiga bagian proksimal dinding belakang vagina,
yang kemudian akan melibatkan septum rektovaginal. Tumor mulai sebagai lesi ulseratif
dengan tepi induratif yang mudah berdarah pada sentuhan.
Gambaran klinik
Karsinoma in situ labih sering didapat sebagai proses yang multifokal. Ia dapat ditemukan
bersama-sama dengan tumor sejenis dibagian yang lain dari truktus genitalis, atau setelah
pembedahan yang tidak radikal pada karsinoma in situ servik uterus, atau pasca radiasi
karsinoma servik uterus. Adenokarsinoma yang jarang, dapat berasal dari urethra, kelenjar
bartholin, atau sebagai metastasis dari karsinoma endometrium atau ovarium. Mengingat
dinding vagina begitu tipis, kebanyakan kanker vagina yang invasi pada saat didiagnosa,
ditemukan dalam tingkat II. Jika seorang penderita merasa sakit waktu bersetubuh
(dispareunia) dan berdarah kemungkinan ia mengidap tumor ganas hal ini perlu dipikirkan.
Pada tingkat penyakit yang sudah lanjut, disertai flour albus dan foetor (berbau busuk).
Pada pemeriksaan in spekulo dapat ditemukan ulkus dengan tepi yang induratif atau
pertumbuhan tumor yang eksofitik seperti bunga kol yang mudah berdarah pada sentuhan.
Biopsi harus dibuat pada daerah yang dicurigai, sehingga bukti histologik dapat menegakan
diagnosis.
TUBA FALOPI
ADNEKSA
Tumor ganas primer tuba sangat jarang, lebih sering yang sekunder berasal dari tumor ganas
ovarium, uterus, kolorektak, lambung dan payudara.
Etiologi
Hsu, Taymor dan Hertig membagi histologik tumor ini menjadi 3 jenis menurut keganasannya.
1. jenis papiler ; tumor belum mencapai otot tuba dan diferensiasi selnya masih baik,
batas daerah normal dengan tumor masih dapat di tunjukan.
2. jenis papilo-alveoler (adenomatosa), tumor telah memasuki otot tuba dan
memperlihatkan gambaran kelenjar.
3. jenis alveo-meduler, terlihat mitosis yang atipik dan terlihat ivasi sel ganas ke dalam
saluran linfa tuba.
Prognosis
Tergantung dari tingkatan klinik dan jenis histologik tumor. Karena umumnya penyakit di
temukan terlambat maka AKH-5 tahun tidak seberapa baik (34,4%).
Gambaran klinik
Deteksi dini tumor ganas tuba fallopi sukar di upayakan. Perlu dapat perhayian khusus bila
wanita usia 45-55 tahun, di temukan tumor adneksa di sertai rasa nyeri dan adanya getah
vagina yang semula kekuning-kuningan kemudian bercampur darah, perlu di curigai adanya
kemungkinan adanya tumor ganas tuba terutama pada nulipara atau primipara. Wanita
beranak satu (sterilitas satu anak) biasanya oleh karena mengalami infeksi gonokokus yang
menimbulkan peradangan tuba dan menjadi buntu. Perasaan nyeri ini dapat intermiten atau
terus menerus dan menjalar ke pangkal paha dan punggung bagian bawah.
Disgerminoma
Paling umum dari kelompok tumor ini, merupakan homolog dari seminoma testis, biasanya
terdapat pada wanita muda dan sangat radiosensitif. Tumor dengan permukaan rata,
konsistensi kenyal, kecuali di bagian-bagian yang mengalami degenerasi, berwarna sawo
matang sampai keabu-abuan. Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat gambaran- gambaran
sel telur yang besar, bundar, ovoid, atau poligonal, terpisah oleh septa jaringan ikat.
Teratoma
Diduga berkembang dari jaringan embrional yang pluripoten dan mampu membentuk elemen-
elemen dari ketiga lapisan embrional. Teratoma pvarium bisa ditemukan dalam bentuk kistik
maupun solid, bentuk kistik sudah dibicarakan sebagai kista dermoid yang tidak ganas.
Teratoma ganas biasanya ditemukan pada anak-anak dan penderita pada masa pubertas.
Tumor ini tumbuh cepat dan mempunyai prognosis yang buruk. Pada pemeriksaan klinik
ditemukan tumor disamping uterus, kadang kala disertai perdarahan dari uterus dan ascites.
Tumor sering bilateral, mengadakan penyebaran didaerah sekitarnya sampai tempat-tempat
diluar rongga panggul.
Tumor Sinus Endodermal
Umumnya ditemukan pada gadis atau wanita muda (20 th) dan sangat ganas. Jarang yang
dapat bertahan hidup dari sejak diagnosis dibuat dan ditangani secara benar, sampai lebih
dari 6-18 bulan.
Khorikarsinoma
Tumor ini berasal dari ovarium jarang ditemukan mempunyai ciri-ciri seperti khorikarsinoma
sesudah kehamilan.
Gonadoblastoma
Tumor ini dijumpai dalam ovarium atau testis yang disgenetik, terdiri dari sel-sel telur dan sel-
sel yang menyerupai sertoli-leidig. Kebanyakn penderitanya wanita dan sering menunjukkan
kario-tipe yang abnormal dengan mengandung kromosom y dan mempunyai potensi untuk
menjadi ganas.
Sarkoma Ovarium
Dijumpai pada segala umur, tumor ganas ini diklasifikasikan sebagai berikut:
- Sarkoma teratoid sering terdiri dari elamen-elemen tanpa diferensi, akan tetapi unsur-unsur
teratoid masih dapat dikenal. Tumor tumbuh cepat dengan prognosi jelek.
- Stromal sarkoma: berasl dari jaringan mesenkhim dan dapat ditemukan dalam 2 jenis yaitu
stromal –cell sarkomna dan leiomiosarkoma. Prognosisny baik apabila tumor belum meluas
pada saat operasi dilakukan.
- Sarkoma Paramesonefrik: merupakan mixsed mesodermal tumor, terdi atas sel-sel epitel
yang tersusun tidak rata dan stoma yang berproliferasi cepat. Tumor ditemukan pada usia
lanjut tumbuh cepat dan dapat menimbulkan rasa nyei di perut bagian bawah.
UTERUS
Jenis-jenisnya
a. Karsinoma servik uterus
Penyebabnya
Sebab langsung dari kanker servik belum diketahui. Ada bukti kuat kejadianya
mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang
penting : jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka
yang kawin dari pada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama
dialami pada usia amat muda (kurang 16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya
paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial
ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek, aktifitas seksual yang sering berganti-
ganti pasangan) jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sikumsisi),
sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksivirus HPV.
Patofisisologi
Karsinoma servik timbul dibatas antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan
endoservik kanalis servik yang disebut sebagai squamous-columnar junction (SCJ).
Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous komplek) dari portio dengan epitel
silindris pendek selapis bersilia dari endoservik kanalis servik. Pada wanita muda SCJ
ini berada diluar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berumur lebih dari 35
tahun, SCJ berada dalam kanalis servik. Pada awal perkembanganya kanker servik tak
memberi tanda-tanda dan keluhan. Tumor dapat tumbuh :
a. Eksofitik mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferatif
yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
b. Endofitik mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma servik dan cenderung
untuk mngadakan infiltrasi menjadi ulkus
c. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan servik
dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Gambaran klinis
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahan yang
dialami segera habis senggama merupakan gejala karsinoma servik (75-80 %).
Perdarahan yang tibul akibat terbukanya pembuluh darah makin lam akan lebih sering
terjadi, juga diluar senggama. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik
yang lebih lanjut terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Adanya perdarahan
spontan pervaginam saat berdefekasi perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma
servik tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya
karsinoma anemia akan menyertai sebagai akibat perdarah pervaginam yang berulang.
Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf memerlukan pembiusan umum
untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen
vagina yang sempit dan dinding yang seklerotik dan meradang. Gejala lain yang dapat
timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir,
penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesis, kegagaln faal ginjal akibat
nfiltrasi tumor ke urether sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan
obstruksi total.
b. Korpus uterus
Tumor ganas korpus uterus dianggap primer jika berasall dari endometrium atau
miometrium. Jika tredapat proses diendometrium dan endoserviks dan tidak dapat
dipastikan dari mana asalnya maka tumor ganas tersebut dianggap sebagai tumor
ganas uterus bila hasil histologik menunjukan jenis epidermoid. Dianggap sebagai
tumor ganas endometrium bila histologik berjenis adeno karsinoma. Frekuensi tumor
ganas endometrium akhir-akhir ini meningkat karena usia wanita maningkat, disamping
faktor-faktor lain yang memberi predisposisi hingga mempunyai resiko tinggi. Golongan
resiko tinggi ialah penderita DM, hipertensi menahun, obesitas, perdarahan
difungsional pada wanita subfertil akibat hiperestrogenisme, wanita dengan tumor
ovarium yang memproduksi estrogen (tumor sel granulosa), usia perimenopausal (50-
60 tahun).
Patologi
90 % tumor ganas korpus uterus adalah adenokarsinoma. Sisanya ialah karsinoma
epidermoid, adenoakantoma, sarkoma dan karsino sarkoma.
Gambaran klinik
Pada awal dari penyakit pemeriksaan ginekologi tidak menghasilkan apa-apa. Penyakit
biasanya tersembunyi dan membahayakan. Dalam banyak kejadian gejalanya
dikaitkan dengan menopause berubah getah vagina kemerahan atau sesudah
menopause. Rasa sakit dan perasaan rahim berkontraksi sering dikeluhkan. Dengan
berlanjutnya proses berbagai keluhan tekanan akibat membesarnya korpus uterus
dapat ditemukan. Pembesaran dan fiksasi uterus akibat infiltrasi sel ganas kedalam
para metrium baru terjadi pada tingkatan lanjut. Setiap wanita pada masa klimakterium
atau menepause yang mengalami perdarahan abnormal dari rahim, harus dicurigai
akan adanya karsinoma endometrium.
c. Khoriokarsinoma
Merupakan neoplasma ganas yang timbul dari korion embrional dimana kedua lapisan
epitel trofoblas terlibat. Uterus merupakan lokasi utama dari pertumbuhan dari primer
tumor ini. Koriokarsinoma yang primer dapat berasal dari ovarium.
Etiologi
Kehamilan dalam jarak interval pendek : mal nutrisi dengan defisiensi protein diduga
sebagai faktor penyebabnya.
Gejala klinik
Dapat menyerupai kelainan ginekologi seperti abortus, atau perdarahan difungsional.
Ditemukannya sel koriokarsinoma dalam kuretemen diagnostik. Akan tetapi bila mana
pertumbuhan sel ganas terdapat didalam miometrium, akan luput dari sendok kuret,
maka hasil biopsi dapat menjadi negatif palsu. Ciri khas koriokarsinoma adalah bahwa
tumor itu mensekresi HCG yang dapat dideteksi dalam air kemih penderita.
OVARIUM
Karsinoma ovarium metastatik
Karsinoma ini biasanya bilateral dan solid.tumor primernya berasal dari korpus uterus, usus-
usus,kelenjar tiroid. Kurang lbih 6 % dari karsinoma ovarium yang ditemukan saat operasi
adalah metastatik. Termasuk dalam golongan ini adalah tumor krukenberg, yang mempunyai
gambaran mikroskopik khas, berupa sel-sel yang menyerupai cincin signed ditengan-tengah
stroma.
Gejala-gejala karsinoma metastatik pada umumnya mempunyai hubungan dengan tumor
primernya,akan tetapi kadang kala adanya tumor yang mengisi rongga panggul disertai
ascites menutupi gejala tumor primernya.
Diagnosis didasarkan atas 3 gejala atau tanda yang biasanya muncul dalam perjalanan
penyakitnya yang sudah agak lanjut :
1. gejala desakan yang dihubungkan dengan pertumbuhan primer dan infiltrasi
kejaringan sekitar
2. gejala diseminasi atau penyebaran yang diakibatkan oleh implantasi peritoneal dan
bermanifestasi adanya ascites
3. gejala hormonal yang bermanifestasi sebagai defeminisasi, maskulinisasi atau
hiperestrogenisme : intensitas gejala ini sangat berfariasi dengan tipe histologi tumor
dan usia penderita.
Prosedur pemeriksaan
1. keganasan pada vulva
melakukan konsultasi ke dokter untuk mendapat penmeriksaan sikologi cairan
luka(ulkus) dan biopsi ulkus
2. keganasan vagina
dalam menghadapi keganasan vagina atau keganasan alat reproduksi unmunya, bidan
selalu harus melakukan pemeriksaan dalam dan melihat dengan spekulum. Keganasan
vagina dapat dalam bentuk perlukaan dengan tepi padat dan menonjol, ulkus mudah
berdarah, berntuk bunga kol dan tampak cairan yang bercampur darah. Bidan sebagai
tenaga terlatih dapat mengambil cairan untuk pemeriksaan sitologi. Lebih lanjut bidan
melakukan rujukan bila mencurigai kemungkinan keganasan ke dokter ahli, puskesmas
atau RS.
3. keganasan mulut rahim
gejala klinis stadium muda yaitu tanpa keluhan di temukan secara kebetulan, beser putih
yang sulit sembuh, kontak berdarah, dan spoting gangguan patrun menstruasi. Gejala
klinis tersebut merupakan gejala stadium dini keganasan mulut rahim yang perlu
mendapat perhatian bidan.
Gejala klinis dalam stadium lanjut di antaranya beser putih di sertai darah, beser puti
yang berbaau perdarahan berkelanjutan dan di sertai gejala anaksbar (metastase )
keganasan. Bidan mengannurkan pemeriksaan pasca persalinan atau masa perpurium
yaitu hari ke 42 (6 minggu) karena perlukaan servik (porti uteri). Setelah persalinan
dapat menjadi tityik awal degenerasi ganas mulut rahim. Mulut rahim yang luka perlu di
obati dengan nitrosargenti tinguna, albutil tingtura,temokauter, komisassi. Di samping itu
di anjurakan untuk pemeriksaan papsmir.
Tehnik pengambilan cairan adalah
- spekulum di pasang tanpa melakukan pembilasan vulva
- ambilah lidi kapas, untuk mengambil cairan yang dapat pada kanalis servik (portio),
uteri, daerah vornik posterior, daerah vornik lateralis
- ioleskan pada objek gelas
- masukan ke dalam kantong plastik
- bilas dengan alkohol 95 %-96% sekitar 5 menit
- keringakan di udara terbuka
- paparan parsmir telah siap di kirim ke dokter ahli patologi anatomi
- data -data lengkap tentang penderita jangan lupa di tuliskan
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 8
Suatu pasangan diklasifikasikan sebagai infertile atau subfertil apabila tidak hamil dalam satu
tahun, tidak ada pembatasan koitus, dan tidak menggunakan alat kontrasepsi. Pasangan usia subur
yang rata-rata berumur 20-an, dengan frekuensi koitus 3-4x/minggu, mempunyai 1 dari 4
kemungkinan kehamilan tiap bulan.
Infertilitas dapat terjadi pada berbagai kalangan, ras/bangsa, atau berbagai latar belakang
social, dan infertilitas sering dikatakan sebagai masalah perempuan.
Penyebab
Penyebab infertilitas dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Masalah perempuan
Pada wanita yang tidak terjadi ovulasi tidak memproduksi dan melepas ovum. Apabila
wanita tersebut berovulasi tetapi tidak teratur/tidak sering dapat mengurangi kesempatannya
untuk hamil, atau fertilisasi menjadi semakin sulit.
Semakin tua wanita tersebut menjadi kurang kesuburannya, kehamilan mungkin terjadi lebih
lama, akan meningkatkan terjadinya abortus, dan peningkatan terjadinya kelainan pada janin.
Berikut adalah penyebab adanya masalah pada perempuan:
a. Viabilitas sel telur
Saat dilahirkan, sel telur wanita berbentuk in situ. Sisa dalam tubuhnya tidak diubah sampai
dilepaskan sebagian pada siklus menstruasi. Telur yang diproduksi oleh wanita yang lebih tua
mempunyai kualitas yang lebih rendah, pengeluaran tidak teratur dan mudah menjadi tidak subur;
keadaan ini tidak seperti pada laki-laki. Sperma diproduksi mulai saat pubertas sampai
seterusnya. Untuk mencapai maturitas sperma mamarlukan waktu 3 bulan sehingga fertilitas laki-
laki dapat lebih lama, sperma juga tidak terbatas usia dan fertilitasnya hanya akan sedikit
berkurang pada usia 60 tahun.
b. Kerusakan tuba fallopi
Wanita yang mengalami kerusakan tuba fallopi akan menghalangi sel telur dan sperma
bertemu dan mencegah terjadinya pembuahan. Jika terjadi pembuahan, telur yang dibuahi tidak
bergerak menuju uterus maka akan tertanam di tuba, dan akan menjadi kehamilan ektopik, dimana
tumbuhnya hasil konsepsi setiap saat dapat memecah tuba dan menyebabkan perdarahan.
Walaupun dapat didiagnosa awal dan ada penanganan, tetapi seringnya dilakukan tindakan
salpingektomi, sebagian atau seluruh bagian tuba, dimana kemungkinan lebih lanjutnya adalah
tertuju pada kesuburan wanita tersebut.
c. Kelainan uterus
Wanita mungkin dapat mempunyai kelainan pada uterusnya dimana dapat mencegah proses
implantasi, contohnya kelainan struktur fibrosa seperti uterus bikornu atau septum yang
bercabang-cabang.
d. Endometriosis
Endometriosis yang dapat menyebabkan rasa sakit kadang tidak diperhatikan kecuali jika
cukup banyak menyebabkan kerusakan atau menyebabkan kista ovarium yang dinamakan
endometriomas.
2. Masalah laki-laki
Masalah pada laki-laki yaitu tidak diproduksinya sperma, jumlah sperma yang kurang atau
adanya kelainan pada sperma. Jika sperma yang diproduksi tidak mampu bergerak maka tidak
akan mampu melakukan pembuahan.
Berikut adalah karakteristik sperma normal (WHO, 1994):
Volume : 2-4 ml
Lama pencairan : mencair sempurna dalam 30 menit
Jumlah : 20 juta/ml atau lebih
Gerakan : 40% (bergerak ke depan)
Morfologi : 30% lebih berbentuk normal (oval)
Volume sperma yang sedikit mengindikasikan bahwa sample tidak lengkap. Tetapi jika hal
ini menetap, mungkin terjadi sumbatan duktus ejakulatorius atau tidak adanya sperma sejak lahir.
Pemeriksaan sperma dilakukan tidak boleh kurang dari 36 jam dan lebih dari 72 jam sejak
ejakulasi. Jika terdapat <10 juta sperma/ml disebut sebagai “oligospermia”.
a. Azoospermia (tidak adany spermatozoa)
Jika tidak dilihat adanya sperma pada 2x pemeriksaan maka laki-laki tersebut
dinamakan azoospermic sehingga pembuahan tidak dapat terjadi.
b. Kelainan sperma
Cairan sperma biasanya mengandung hingga 30% kelainan yang mungkin dapat terjadi
di kepala, badan, atau ekor sperma. Apabila terdapat >60% kelainan pada sperma, dapat
menyebabkan masalaj dalam fertilitas.
c. Gerakan sperma
Sperma bergerak sangat cepat. Sekurang-kurangnya 50% dari seluruh jumlah sperma
bergerak maju, dan jika tidak maka pembuahan tidak akan terjadi.
d. Impotensi
Pasangan laki-laki dapat juga terjadi impotensi atau tidak dapat berereksi sehingga
tidak mungkin dapat melakukan koitus. Penyebabnya mungkin karena factor organic
misalnya DM, hiperprolaktinemia, atau riwayat pembedahan sebelumnya, atau mungkinjuga
factor psikologis. Selain itu, ejakulasi dini, dimana laki-laki tidak dapat berejakulasi di dalam
vagina atau terjadi ejakulasi lambat juga akan mencegah terjadinya kehamilan.
e. Kerusakan saluran
Saluran dari testie menuju uretra dapat terjadi kerusakan karena mungkin terluka
sebelumnya. Kerusakan dapat berupa genetic, namun lebih sering terjadi karena infeksi atau
karena vasektomi.
f. Varicocele
Varicocele yaitu suatu keadaan dimana adanya dilatasi vena (menyerupai vena
varicose), yang dapat dideteksi dengan teraba lembek di atas testis. Aliran darah yang terlalu
banyak menyebabkan pembuluh darah di sekitar testis membesar sehingga dapat
meningkatkan suhu testis dan keadan ini berpengaruh terhadap produksi sperma.
1. Pengertian klimaterium
Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir tahap reproduksi, berakhir pada awal
senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65 tahun.
2. Pengertian menopause
Menopause adalah kondisi fisiologis dimana terjadi berakhirnya menstruasi yang rata-rata
terjadi pada umur 51 tahun.
3. Tanda-tanda awal dari klimaterium dan menopause
Tanda awal klimaterium
Masa ini ditandai denngan berbagai macam keluhan endokrinologis dan vegetatif. Yaitu;
a. Terjadi perubahan pada ovarium seperti sclerosis pembuluh darah, berkurangnya
jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks. Lalu henti haid.
b. Dan ditandai dengan turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran
gonadotropin.
Tanda awal menopause
a. Perubahan kejiwaan
Perubahan yang dialami oleh wanita dengan menjelang menopause adalah; merasa
tua, mudah tersinggunga, mudah kaget sehingga jantung berdebar, takut tidak bias memenuhi
kebutuhan seksual suami, rasa takut bahwa suami akan menyeleweng. Keinginan seksual
menurun dan sulit mencapai kepuasan (otgasme), dan juga merasa tidak berguna dan tidak
menghasilkan sesuatu, merasa memberatkan keluarga dan orang lain.
b. Perubahan fisik
Pada perubahan fisik seorang wanita mengalami perubahan kulit. Lemak bawah kulit
menghilang sehingga kulit mengendor, sehingga jatuh dan lembek. Kulit mudah terbakar sinar
matahari dan menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam.pada kulit tumbuh bintik hitam,
kelenjar kulit kurang berfungsi sehingga kulit menjadi kering dan keriput.
Karena menurunnya estrogen dapat menimbulkan perubahan kerja usus menjadi
lambat, dan mereabsorbsi sari makanan makin berkurang. Kerja usus halus yang semakin
berkurang maka akan menimbulkan gangguan buang iar besar berupa obstipasi.
Perubahan yang terjai pada alat genetalia meliputi liang senggama terasa kering,
lapisan sel liang senggama menipis yang menyebabkan mudah terjadi (infeksi kandung kemih
dan liang senggama). Daerah sensitive makinsulit untuk dirangsang. Saat berhubungan
seksual dapat menjadi nyeri.
Perubahan pada tulang terjadi oleh karena kombinasi rendahnya hormon paratiroid.
Tulang mengalami pengapuran, artinya kalium menurun sehingga tulang keropos dan mudah
terjadi patah tulang trutama terjadi pada persendian paha.
4. Gangguan klimaterium dan menopause
a. Gangguan pada klimakterium ialah
1) Gangguan neurovegetatif, yang disebut juga gangguan vasomotorik dapat
muncul sebagai gejolak panas (hot flushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit
kepala, desing dalam telinga, tekanan darah yang goyah, berdebar-debar, susah
bernafas, jari-jari atrofi dan gangguan usus.
2) Gangguan psikis muncul dalam bentuk mudah tersinggung, depresi,
kelelahan, semangat berkurang, dan susah tidur. Gangguan somatic, selain gangguan
haid atau amenorea, mencakup pula kolpitis atrofikans, ektropium treter, osteoporosis,
atritis, aterosklerosis, sclerosis koroner, dan adipositas.
b. Gangguan menopause ialah jadwal menopause
1) Menopause premature
• Terhentinya haid pada umur 40 tahun
• Terdapat gejal premenopause hot flushes, kenaikan gonadotropin
2) Menopause terlambat
• Berhentinya haid setelah umur 55 tahun
• Terdapat gejala menopause
c. Kelainan organic pada masa menopause
Dengan rangsangan estrogen terus-menerus tanpa selingan progesterone memberikan peluang
terjadinya keadaan patologis organ tujuan estrogen dalam bentuk :
1) Perdarahan disfungsional semakin meningkat
2) Terjadi perubahan alat genetalia menjadi tumor jinak; mioma uteri, polip
endometrial, polip servikal
3) Karsinoma korpus uteri
4) Keganasan payudara
5. Manajemen kebidanan klimakterium dan menopause
Bagaimana bidan menghadapi masalah klimaterium di tengah masyarakat. Seperti dikemukakan
bahwa hanya sekitar 25 % wanita mengeluh karena terjadi penurunan estrogen tubuh dan
memerlukan tambahan hormon sebagai substitusi. Pemberian substitusi hormon tanpa diikuti
pengawasan ketat adalah berbahaya, karena bidan dapat mengambil langkah :
a. Melakukan KIEM sehingga wanita denngan keluhan menopause dapat memeriksakan diri
ke dokter puskesmas
b. Bidan berkonsultasi dengan dokter puskesmas atau dokter ahli
c. Setelah pengobatan, bidan dapat meneruskan pengawasan
d. Bidan dapat merujuk penderita ke Rumah Sakit
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 10
2. ENDOMETRITIS
Jenis infeksi tang paling sering dialami ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki
endometrium, biaanya pada luka bekas insersio lpasenta, dan dalam waktu singkat
mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama dengan bekuan darah
menjadi nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keeping-keping nekrotis serta
cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas
leukosit-leukosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah
penjalaran.
Gambaran klinik tergantung dari jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan
derajata trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang locea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta,
dan selaput ketuban. Kedaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu
yang segera hilang setelah rintangan diatasi. Uterus pada endometritis agak membesar, serta
nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari
pertam merasa kurang sehat dan perut nyeri. Mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat,
akan tetapi dalam beberapa hari suhu normal kembali. Lochea pada endometritis, biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau. Tetapi hali ini tidak boleh menimbulakan anggapan
bahwa terjadi infeksi betar, tetapi infeksi berat kadang-kadang disertai lochea yang sedikit dan
tidak berbau.
3. ENDOMETRIOSIS
Endometriosis yang aktif dan berat merupakan komplikasi yang tidak sering ditemukan pada
kehamilan. Namun demikian, wanita dengan endometriosis dapat hamil dan dalam perjalanan
kehamilannya, kadang-kadang meninjukan gejala klinis yang aneh serta sangat mengganggu.
Komplikasi yang langka dalam endomeriosis ovarium dalam kehamilan adalah ruptura kista
endometrium dengan gambaran klinis yang memberikan kesan ke arah pielonefritis, apendisitis
akut atau kehamilan tuba. Gambaran klinis lainnya adalah pembesaran endometrioma pelvic
yang menyebabkan distosia persalianan. Namun demikian, sebagian besar wanita dnegan
endometriosis yang tidak dikenali, jelas dapat menjalani kehamilan dan persalinannya tanpa
komplikasi apapun.
4. MYOMETRITIS
5. PARAMETRITIS (SELLULITIS PELVIKA)
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu
tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dfi kiri atau kanan dan nyeri pada
pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan selulitis pelvika. Pada
perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala sellulitis pelvika menjadi lebih jela.
Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini
yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-
tengan jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi
secara menetap menjadi naik-turun disertai dengan menggigil. Penderita nampak sakit, nadi
cepat, dan perut nyeri. Dalam 2/3 kasus tidak terjadi pembentukan abses, dan suhu menurun
dalam beberapa minggu. Tumor di sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit, dan akhirnya
terdapat parametrium yang kaku.
Jika terjadi abses, nanah harus dikeluarkan karena selalu ada bahaya bahwa abses
mencari jalan ke rongga perut yang menyebabkan peritonitis, ke rectum, atau ke kandung
kencing.
6. ADNEXITIS
Pada infeksi masa puerperalis, kelainan yang mengenai tuba falopi seringkali hanya
perisalpinitis tanpa diikuti oklusi tuba, sterilisasi di kemudian hari dan kemandulan. Salpingitis
primer karena penyakit gonore selama masa puerperalis jarang ditemukan. Abses ovarium dapat
terjadi sebagai komplikasi infeksi masa puerpuralis yang munkin akibat invasi bakteri melalui
ruptura selubung ovarium. Abses biasanya unilateral dan pasien biasanya datang 1 sampai 2
minggu setelah melahirkan. Pada banyak kasus, ruptura bases akan menyebabkan peritonitis
tampak jelas, tindakan yang dilakukan pada mulanya berupa pemberian preparat entibiotik
intravena saja, tetapi drainase biasanya juga diperlukan dan juga bias mendorong dilakukannya
eksplorasi bedah.
7. PERITONITIS
Penyulit ini jarang dijumpai apabila terapi segera diberikan, akan tetapi nisa ditemukan pada
pasien infeksi pascasesio sesarea apabila terjadi nekrosis dan terlepasnya insisi, dan juga bias
terjadi karena meluasnya endometritis. Tetapi juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-
ooforotis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellusitis pelvika
mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Peritonitis juga
kadang dijumpai pada wanita dengan riwayat SC dan menjalani persalinan pervaginam.
Secara klinis, peritonitis nifas mirip dengan peritonitis bedah, kecuali bahwa rigidaitas
abdomen biasanya kurang meninjol karena pada kehamilan terjadi peregangan abdomen.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejalanya tidak
seberat pada peritonitis umum, penderita demam, nyeri perut bagian bawah, yaitu karena distensi
usus yang hebat terjadi karena ileus paralitik. Tetapi keadaan umum tetap baik. Pada
pelvioperitonitis bias terjadi pertumbuhan bases. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum
Douglas harus di keluarkan dnegan kolpotomi posterior untuk mencegah keluarnya melalui rectum
atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit
berat. Suhu mneingkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri ada defense
musculire. Muka menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingain; terdapat apa yang dinamakan
facies hippocratica.
Kausa peritonitis generalisata perlu diidentifikasi. Apabila infeksi dimulai di uterus dan
kemudian ke peritoneum, terapi biasanya bersifat medis. Sebaliknya, peritonitis akibat lesi usus
atau nekrosis insisi uterus sebaiknya diterapi secara bedah. Terapi antimikroba dilanjutkan.
Penanganan perimetritis :
a. Pasang selang nasogastrik
b. Infus cairan Ringr Laktat
c. Berikan antibiotik kombinasi, sampai 48 jam bebas panas
• Ampisilin 2 g I.V. tiap 24 jam
• Ditambah gentamisin 5 mg/kg .I.V. tiap 24 jam
• Ditambah metronidasol 500 mg I.V. tiap 8 jam
d. Jika perlu lakukan laparatoni untuk drainase
8. PELVIKSISTIS
Meskipun segera dilakukan pengobatan antibiotika yang tepat untuk mengatasi metritis,
kadang-kadang suatu flegmon parametrium akan mengalami supurasi sehingga terbentuk massa
benjolan pada ligamentum latum yang berfluktuasi dan bias menonjol diatas ligamentum inguinale
pouparti. Dalam keadaan ini, wanita tersebut mungkin tidak menunjukan gejala yang semakin
memburuk tetapi panas tetap bertahan. Begitu trdapat ruptura abses ke dalam kavum peritonii,
peritonitis yang bias membawa kematian dapat terjadi. Kemungkinan lebih besar lag, trjadi
robekan ke arah anterior sehingga tidak terjangkau dengan tindakan drainase lewat jarum yang
diarahkan oleh tomografi komputer. Kadang-kadang robekan terjadi ke arah posterior lewat ruang
retroperitonium ke dalam septum rektovaginalis di mana drainase operatif mudah di laksanakan.
SALPINGITIS AKUT
Salpingitis menjalar ke ovarium hingga juga terjadi oophoritis. Salpingitis dan oophoritis diberi
nama adnexitis.
Etiologi :
Paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococ, streptococ dan bac
tbc.
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
a) Naik dari cavum uteri
b) Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari appendiks yang meradang
c) Haematogen terutama salpingitis tuberculosa
Salpingitis biasanya bilateral.
Gejala-gejala
- Demam tinggi dengan menggigil, pasien sakit keras.
- Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan
- Defense ki dan ka di atas lig Poupart
- Mual dan muntah; jadi ada gejala abdomen akut karena terjadi perangsangan peritoneum.
- Kadang-kadang ada tenesmi ad anum karena proses dekat pada rectum atau sigmoid.
- Toucher : nyeri kalau portio digoyangkan, nyeri kiri dan kanan dari uterus, kadang-kadang ada
penebalan dari tuba, tuba yang sehat taj dapat diraba.
Harus diketahui bahwa tekanan pada ovarium selalu menimbulkan nyeri walaupun tidak
meradang.
ADNEXITIS KRONISA
Adnexitis kronis terjadi :
a) Sebagai lanjutan dari adnexitis akut.
b) Dari permulaan sifatnya kronis seperti adnexitis tuberculosa.
Gejala-gejala
- Anamnetis telah menderita adnexitis akut
- Nyeri di perut bagian bawah : nyeri ini bertambah sebelum dan sewaktu haid. Kadang-kadang
nyeri di pinggang atau waktu buang air besar
- Dysmenorrhoe
- Menorrhagi
- Infertilitas
Diagnosa
Dengan toucher dapat teraba adnex tumor. Adnex tumor ini dapat berupa pyosalpinx atau
hydrosalpinx. Karena perisalpingitis dapat terjadi perlekatan dengan alat-alat sekitarnya. LED
meninggi dan biasanya ada leko disebut salpingitis isthmica nodosa dimana proses radang hanya
nampak pada pars isthmica berupa tonjolan kecil yang dapat menyerupai myoma. Adnexitis pada
seorang virgo harus menimbulkan kecurigaan pada adnexitis tuberculosa.
DD :
Kalau adnex tumor bilateral maka diagnosa boleh dikatakan pasti.
Adnex tumor yang unilateral harus dibedakan dari :
- Appendicitis chronica
- Kehamilan ektopik yang terganggu (abortus tubair)
Terapi :
- Antibiotika dan istirahat
- UKG
- Kalau tidak ada perbaikan dipertimbangkan terapi operatif.
TUMOR OVARIUM
Berbagai jenis tumor ovarium pada komplikasi kehamilan. Insidensi tumor pada kelainan sel
yang terjadi pada kelompok beberapa usia diketahui melalui pemeriksaan USG secara rutin
selama kehamilan. Dari hasil kilas balik KAT 2 dan kawan-kawan tahun 1983 menemukan rata-
rata insidensi pada masa adneksal 1-200 kehamilan. Whitecar dan asosiasi (1999) melaporkan
insidensi pada 1300 kehamilan dengan tumor dilakukan laparotomi. Koonings dan rekan kerja
(1988) dilaporkan pada satu neoplasma adneksa pada setiap 197 persalinan sectio caesarea.
Kebanyakan tumor ovarium dan gangguan sel Whitecar dan asosiasi (1999) menjelaskan
130 masa adneksal diagnosa selama kehamilan, 30% terutama gangguan sel 28% serous or
mucinous cystadenomas, 13% korpus luteal dan 70% gangguan sel lainnya.
Manajemen
Di awal kehamilan ovarium akan membesar, mengakibatkan suspeksi pada neoplasma.
Ovarium berkurang 6 cm dari biasanya dan dari bentuk corpus lotium. Thornton and Wells (1987)
melaporkan dari hasil USG pendekatan konservatif pada manajemen gangguan ovarium dapat
berdasarkan pada karakteristik USG. Mereka merekomendasikan penelitian pada kehamilan
diameternya meningkat 10 cm karena meningkatnya bahaya pada kanker dan membesarnya sel-
sel pembesaran sel 5 cm atau kurang dapat dikesampingkan sendiri pembesaran sel harus
diketahui jika memiliki pendekatan pada pembesaran sel sederhana. Whiccer dan rekan kerja
perhatian karena setengah dari 41 wanita dengan pembesaran sel sederhana memiliki
neoplasma.
10. SALPINGITIS
Salpingitis ialah karena infeksi gonore dapat terjadi dalam trimester pertama kehamilan,
akibat migrasi bakteri ke atas dari serviks hingga mencapai endosalping. Begitu terjadi penyatuan
korion dengan desidua sehingga menyumbat total kavum uteri alam trimester kedua, lintasan
untuk penyebaran bakteri yang asenderen ini melalui mukosa uterus akan terputus. Dengan
demikian inflamasi akut primer pada tuba dan ovarium jarang terjadi sekalipun abses tubo-
ovarium dapat terbentuk dalam struktur yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan itu.
Organisme penyebab infeksi ini diperkirakan mencapai tuba falopii dan ovarium yang sebelumnya
sudah cidera tersebut lewat cairan limfe atau darah. Pada salah satu dari dua kasus tubo-ovsrium
yang menjadi komplikasi dalampertengahan kehamilan dan di rawat di RS dilakukan histerektomi
di samping salpingo-ooforektomi bilateral. Pasien dapat disembuhkan setelah menjalani proses
kesembuhan pasca bedah yang sangat rumit.
Walaupun terjadi perlekatan yang luas dalam rongga panggul akibat infeksi pelvis
sebelumnya, pasien biasanya tidak mengalami efek yang selama kehamilannya.
RINGKASAN MATERI POKOK BAHASAN 13
“Sistem Rujukan”
Tujuan system rujukan adalah meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelakasanaan
pelayanan. System rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tenggungjawab secara timbal balik atas
masalah yang timbul, baik secara vertical maupun secara horizontal kepada fasilitas pelayanan yang
lebih kompeten, terjangkau dan rasional.
Tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Dengan pengertian tersebut, maka merujuk berarti
meminta pertolongan secara timbale balik kepada fasilitas pelayanan yang lebih kompeten untuk
penanggulangan masalah yang sedang dihadapi.
1. Jenis rujukan
Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Rujukan medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. |
Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan
pemeriksaan.
b. Rujukan kesehatan masyarakat
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan
kesehatan (promosi), rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.
2. Tingkat rujukan
Tingkatan rujukan berdasarkan pada bentuk pelayanan
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat
sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Oleh karena jumlah
kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar (kurang lebih 85%), pelayanan yang
diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basib health services).
Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas
keliling dan balkesmas.
b. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health services)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan
perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.
Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D dan memerlukan tersedianya
tenaga spesialis
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak
dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sreekunder. Pelayanan sudah komplek, dan
memerlukn tenaga-tenaga super spesialis. Contoh di Indonesia: RS tipe A dan B.
3. Rujukan Upaya Kesehatan
Rujukan upaya kesehatan ini pada dasarnya meliputi :
a. Rujukan Kesehatan
Rujukan kesehatan terutama berkaitan dengan upaya peningkatan dan pencegahan.
Rujkan horizontal dapat dilakukan melalui wadah-wadah koordinat yang
Permintaan bantuan dapat diajukan dari tingkat bawah termasuk masyarakat kepada
puskesmas pembantu. Jika puskesmas pembantu tidak dapat memenuhinya, maka ia akan
melanjutkan kepada puskesmas dan seterusnya: untuk rujukan tertentu yang berkaitan
dengan kesehatan, permintaan bantuan dapat juga diajukan oleh puskesmas kepada sector-
sector teknis lain diluar kesehatan, seperti pekerjaan umum , pembangunan desa,
peternakan, dan swasta.
Rujukan ada tiap tingkatan upaya kesehatan seperti Lembaga ketahanan Masyarakat
Desa di tingkat desa, badan-badan koordinasi lintas sektoral yang berada di tingkat
kecamatan, kabupaten, dan kotamadya, propinsi, atau tingkat nasional.
Rujukan kesehatan tersebut diatas pada dasarnya mencakup :
1) Bantuan Teknologi
Rujukan ini dapat berupa permintaan bantuan teknologi tertentu baik dalam
bidang kesehatan maupun yang berkaitan dengan kesehatan, dimana eselon-eselon yang
mampu dapat memberikan teknologi tersebut. Teknologi yang diberikan harus tepat guna
dan cukup dibiayai oleh masyarakat yang bersangkutan.
Bantuan teknologi tersebut dapat berupa, antara lain :
a) Pembuatan jamban keluarga dan sarana air minum
b) Pemugaran rumah
c) Pembuangan air limbah
d) Penimbangan bayi untuk pengisian kartu sehat menuju sehat
e) Pemeliharaan
f) Perbaikan dan sarana kalibrasi peralatan kesehatan
2) Bantuan Sarana
Rujukan ini dapat berupa permintaan bantuan baik sarana tertentu dalam bidang
kesehatan maupun sarana yang terdapat pada sector-sector teknis lain.
Bantuan sarana tersebut dapat berupa, antara lain :
a) Obat
b) Peralatan
c) Biaya
d) Bibit tanaman
e) Ikan dan ternak
f) Pangan untuk usaha padat karya
g) Bahan bangunan dan tenaga
3) Bantuan Operasional
Rujukan ini dapat berupa permintaan kepada eselon untuk menyelesaikan suatu
masalah tertentu yang tidak dapat diatasi oleh masyarakat sendiri . Dalam hal ini masalah
tersebut harus diatasi sepenuhnya oleh eselon yang mampu.
Bantuan tersebut dapat diantara lain
a) Survei epidemiologic untuk menentukanbesarnya permasalahan yang
dihadapi serta metode penanggulangan yang penting sesuai dengan situasi dan
kondisi daerah .
b) Mengatasi wabah atau kejadian luar biasa dilapangan oleh tim gerak
cepat tingkat kabupaten dan kotamadya, propinsi atau pusat.
c) Membangun sarana komunikasi
b. Rujukan Medik
Yang dimaksud adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan dan pemulihan. Dalam kaitan ini rumah sakit mempunyai fungsi utama
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi
penderita. Pelayanan dirumah sakit perlu diatur sedemikian rupa sehingga dapat
memanfaatkan sumber-sumber yang ada dengan lebih berkasil guna dan berdaya guna,
karena itu perlu dihindari adanya tumpang tindih antara berbagai upaya yang diselenggarakan
oleh pemerintah atau swasta. Di waktu yang akan datang secara bertahap bahwa pelayanan
dirumah sakit baik untuk rawat jalan maupun rawat tinggal, hanya bersifat spesialistik atau
sub spesialistik, karena pelayanan yang bersifat non spesialistik atau pelayanan dasar harus
dapat dilakukan di puskesmas, ditempat praktik dokter dan unit upaya setingkat.
Demikian pula rumah sakit, yang dimanfaatkan untuk pendidikan calon dokter dan
calon dokterspesialis, harus dapat dibatasi dan mengkhususkan diri untuk menjadi pusat
pelayanan sub spesialistik tertentu dalam suatu wilayah. Dengan demikian dapat dihindari
adanya tumpang tindih pelayanan sub spesialistik sejenis antara pusat-pusat dalam suatu
wilayah, sehingga tercapai efisiensi pemanfaatan sumber daya yang terbatas. Selain itu
masing-masing pusat harus dapat melakukan uji coba terhadap teknologi mutakhir secara
lebih berhasil guna dan berdaya guna.
Dalam kaitan ini perlu ditetapkan penggolongan penyakit, menjadi 3 golongan
diantarannya :
1) Penyakit yang bersifat darurat, yaitu penyakit yang harus segera di tanggulangi, karena
bila terlambat dapat menyebabkan kematian.
2) Penyakit yang bersifat menahun, yang penyembuhan dan pemulihannya memerlukan
aktu yang lama dan dapat menimbulkan beban pembiayaan yang tidak dapat dipikul
oleh penderita dan keluarganya.
3) Penyakit yang bersifat akut tetapi tidak gawat.
Rehabilitas social, bagi penderita yang telah sembuh dari penyakit menahun seperti
kusta dan jiwa yang tidak dapat dikembalikan kepada masyarakat, serta perawwatan
kesehatan bagi orang jompo, terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.
Dalam waktu dekat harus ditetapka cara-cara akreditasi pelayan rumah sakit. Dengan
demikian dapat dilakukan penilaian terhadap mutu dan jangkauan pelayanan rumah sakit
secara berkala, yang dapat dipergunakan untuk menetapkan kebijaksanaan pengembangan
atau peningkatan mutu rumah sakit.
Perubahan kelas suatu rumah sakit atas dasar daya guna dapat membawa
konsekuensi perubahan biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit yang bersangkutan.
Pelayanan medik beserta rujukan dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu :
1) Tingkat pelayanan dasar antara lain terdiri dari unit pelayanan
jenis tertentu :
a) Puskesmas, puskesmas pembantu termasuk BP,
BKIA, dan pos kesehatan.
b) Rumah bersalin
c) Praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktek
berkelompok.
d) Balai laboratorium kesehatan, balai pemeriksaan obat
dan makanan dan laboratorium klinik.
e) Apotek, took obaty berizin dan optic
f) Pengobatan tradisional
2) Tingkat pelayanan spesialistik antara lain terdiri dari unit
pelayanan
a) Rumah sakit pemerintah
b) Rumah sakit khusus
c) Rumah sakit swasta
d) Praktek dokter umum, dokter gigi, spesialis dan praktek berkelompok
e) Balai laboratorium kesehatan, balai pemeriksaan obat dan makanan dan
laboratorium klinik.
MASYARAKAT