You are on page 1of 6

t2.3. vol.

1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

PENDEKATAN ETNOGRAFI DALAM RISET KUALITATIF


Penggunaan
Dalam riset kualitatif, pendekatan etnografi digunakan untuk mempelajari aspek budaya, sosial, dan perilaku
(seseorang maupun kelompok masyarakat) dalam suatu setting natural (Creswell, 1998). Pendekatan ini juga
bertujuan memahami hubungan antara aspek tangible dan less tangible pada situasi dan setting tertentu
(Egbaria, 2002). Dalam terjadinya, suatu situasi selalu melibatkan aspek objektif dan subjektif. Aspek
objektif (tangible) merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan diamati langsung oleh peneliti meliputi setting,
pelaku, artifact, tingkah laku, serta kegiatan. Sedangkan aspek subjektif (less tangible) tidak dapat dilihat
secara langsung, dan menjelaskan nilai yang dianut, kognisi, persepsi, pemikiran, dan rasa.
Pendekatan ini banyak digunakan dalam studi-studi di bidang sosial seperti antropologi, sosiologi, geografi
kemanusiaan, dan studi kebudayaan (Atkinson & Hammersley, 1994). Selain itu pendekatan etnografi juga
digunakan dalam penelitian bidang-bidang kedokteran, misalnya untuk mengetahui mengapa suatu wabah
penyakit melanda kelompok masyarakat tertentu.
Dalam arsitektur, pendekatan etnografi salah satunya dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai dan
budaya yang dianut masyarakat tertentu terhadap bentukan arsitekturnya. Masyarakat di daerah yang
berbeda akan menganut nilai-nilai yang berbeda pula, hal tersebut akan menghasilkan produk arsitektur yang
berbeda pula dengan kekhasannya masing-masing (Rapoport, 1999 dalam Egbaria, 2002). Untuk mengetahui
budaya nilai yang dianut diperlukan pengalaman dan pengetahuan tentang kehidupan keseharian dan
kebiasaan-kebiasaan dari kelompok masyarakat sebagai obyek yang diteliti. Tentang apa, bagaimana, dan
mengapa kegiatan dalam setting tertentu terjadi. Dalam hal itu dibutuhkan observasi dan interpretasi yang
akan sulit dilakukan apabila digunakan pendekatan lain, misalnya grounded theory atau korelasional dengan
kuesioner yang menggunakan pertanyaan close-ended. Untuk tujuan tersebut dipilih pendekatan etnografi
yang memiliki kekhasan dan fleksibilitas dalam proses pengumpulan data maupun analisisnya.
Pendekatan etnografi bertujuan memahami permasalahan sosial budaya pada suatu setting masyarakat
tertentu secara holistik. Karenanya riset yang dilakukan biasanya tidak melibatkan banyak kasus, namun
dipilih beberapa atau bahkan satu kasus studi yang dinilai spesifik dan memiliki keunikan serta kekhasan
tertentu (Atkinson & Hammersley, 1994). Menurut Schensul, (2005) pendekatan etnografi dapat dignakan
untuk menyelesaikan pertanyaan penelitian yang tujuannya:
- Menemukan hal baru (discovery) pada setting yang diteliti.
- Eksplorasi dan deskripsi, bisa berupa konfirmasi maupun mencari hubungan antara beberapa variabel
tangible dan intangible.
- Mengembangkan maupun membuktikan hipotesis.
Pertanyaan penelitian yang digunakan akan menentukan jenis data dan cara pengumpulannya, analisis,
interpretasi, serta cara penyajian hasil penelitian tersebut.
Data dan pengumpulan data
Pada penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi, pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan
wawancara (Jenkins, 2010), kontak dengan artifact barang-barang yang digunakan dan dibuat oleh
masyarakat pada setting yang diteliti (Spradley, 1980 dalam Creswell 1998), dan dokumentasi baik berupa
pembuatan catatan, foto, maupun rekaman (Egbaria, 2002). Walaupun pendekatan ini lebih banyak
menggunakan data primer, data sekunder berupa dokumen yang berhubungan dengan kasus penelitian
misalnya statistik kondisi penduduk dan deskripsi lokasi tetap dibutuhkan (Egbaria, 2002). Data sekunder
digunakan sebagai pendukung yang akan membantu memberikan gambaran mengenai setting yang diteliti.
Observasi yang banyak digunakan pada pendekatan etnografi adalah observasi partisipatif (Atkinson &
Hammersley, 1994; Groat & Wang, 2002). Teknik observasi partisipatif dipilih agar peneliti akan lebih mudah
memahami setting penelitian, karena terlibat langsung didalamnya. Dalam teknik observasi partisipatif,

1
t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

peneliti dapat memilih perannya sebagai insider yang tinggal di daerah penelitian, maupun sebagai outsider
yang melakukan pengamatan dengan menggunakan alat, misalnya video perekam (Groat & Wang, 2002;
Jorgensen, 1989 dalam Creswell, 1998). Pilihan teknik observasi ini akan menentukan jenis data yang
didapatkan. Dalam observasi, peneliti mengamati interaksi dan hubungan sosial masyarakat, kebiasaan-
kebiasaan, apa yang mereka katakan, serta apa yang mereka gunakan dan hasilkan atau artifact (Spradley,
1980 dalam Cresswell 1998). Dalam observasi ini peneliti membuat catatan-catatan, melakukan pengambilan
gambar dan rekaman, serta mengumpulkan jejak fisik baik berupa artifact maupun cerita maupun mitos yang
dipercaya dibalik budaya dan ritual yang dilakukan. Untuk dapat memahami dengan baik fenomena dalam
setting yang diteliti, maka observasi yang dilakukan bersifat ekstensif dan biasanya dalam waktu yang lama.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (in-depth interview) maupun wawancara informal
tak terstruktur. Wawancara dilakukan untuk mengetahui alasan, dan makna dari tindakan serta kebiasaan
dari sudut pandang responden juga hal-hal lain yang tak dapat diketahui hanya dengan observasi (aspek
intangible). Pertanyaan dalam wawancara merupakan pertanyaan terbuka yang open-ended, bertujuan
untuk eksplorasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan kunci yang sangat memahami kondisi
pada setting yang diteliti, misalnya ketua adat. Sedangkan wawancara informal tak terstruktur dilakukan
terhadap masyarakat, sebagai bentuk percakapan sehari-hari.
Analisis dan Intepretasi
Berbagai jenis data yang terkumpul dari pendekatan etnografi baik berupa hasil observasi, wawancara, foto,
rekaman, dan lain-lain membutuhkan teknik pengolahan data yang tepat sehingga tidak akan terjadi bias
dalam interpretasinya nanti.
Proses pengolahan data pada penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi menurut Tesch, (1990) dalam
Egbaria, (2002) dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
- Mengorganisasikan data, diawali dengan membaca ulang keseluruhan data sehingga didapat
pemahaman secara menyeluruh terhadap fenomena yang diteliti. Selanjutnya dilakukan content analysis
dan sorting dengan mencari kata-kata kunci pada data.
- Melakukan kodifikasi dan mengagregatkan data kedalam tema dan kerangka konsep yang sejenis.
- Melakukan interpretasi, memetakan kondisi atau fenomena yang terjadi dengan skema yang
menunjukkan hubungan antar variabel, membandingkan, dan membuat tabel yang menggambarkan
kategorisasi.
Proses analisis dan penyajian hasil penelitian pada pendekatan etnografi sangat ditentukan oleh pertanyaan
penelitian yang digunakan. Pada umumnya pendekatan etnografi digunakan untuk menjelaskan fenomena
sosial budaya pada setting tertentu, sehingga hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif-induktif
dimana data disajikan diawal, dan diakhiri dengan penyimpulan yang membangun teori. Sebaliknya
penelitian etnografi yang bertujuan konfirmatori dan menguji hipotesis menggunakan teknik penyajian
deskriptif-deduktif. Pada teknik penyajian ini teori disajikan diawal untuk memberikan gambaran mengenai
fenomena yang akan diteliti sebagai dasar sekaligus penelitian. Menurut Fetterman,(1989) dalam Cresswell,
(1998) dua jenis teori yang banyak digunakan sebagai dasar penelitian etnografi adalah ideational theories,
yang mengatakan bahwa perubahan adalah hasil dari perubahan nilai yang dianut dan materialistic teories
yang mengatakan kondisi material seperti sumberdaya dan uang merupakan penggerak perubahan yang
terjadi. Produk analisis dan intepretasi dalam pendekatan etnografi memberikan gambaran menyeluruh
mengenai fenomena melibatkan sudut pandang masyarakat dalam setting yang diteliti (emic) yang
diinterpretasikan oleh peneliti melalui sudut pandang ilmu pengetahuan (etic).
Validitas dan Reliabilitas
Hasil dari penelitian kualitatif termasuk yang dilakukan dengan pendekatan etnografi seringkali diragukan
obyektivitas dan akurasinya. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya subyektivitas peneliti yang dilibatkan

2
t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

dalam proses interpretasi data, selain juga proses pengumpulan datanya sendiri yang memiliki banyak
kelemahan misalnya observasi dan wawancara yang dilakukan tak terstruktur.
Untuk menjamin dan menambah akurasi data, maka beberapa cara yang dapat dilakukan menurut Creswell,
(1998); Egbaria, (2002) dan Hegelund, (2005) adalah:
- Memperpanjang masa observasi yang memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang
dikumpulkan selain dapat menguji informasi dari responden dan membangun kepercayaan responden
terhadap peneliti juga kepercayaan diri peneliti sendiri.
- Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan
dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti dan memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
- Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data, menggunakan beberapa cara untuk mendapatkan satu jenis
data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
- Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain) yaitu mendiskusikan hasil sementara atau hasil
akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan atau kelompok peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, P. & Hammersley, M, (1994), “Ethnography and participant observation” in Denzin, N. & Lincoln, Y.
(eds.), Handbook of Qualitative Research, Sage Publication, London
Creswell, John, (1998), Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing Among Five Traditions, Sage
Publication: Thousand Oaks London
Egbaria, Kassem, (2002), Ethnography: An Alternative Approach For Housing Investigation With Reference To
Residential Development Of The Israeli Arab Ethnic Minority Group, Department of Environmental
Planning and Urban Design, Birzeit University, Palestine
Groat, Linda & David Wang, (2002), Architectural Research Methods, John Willey and Sons. Inc
Hegelund, Alan, (2005), Objectivity and Subjectivity in the Ethnographic Method, Journal of Qualitative
Health Research 2005; 15; 647, http://qhr.sagepub.com/cgi/content/abstract/15/5/647
Jenkins, Mercilee, (2010), Ethnographic Writing Is as Good as Ten Mothers, Journal of Qualitative Inquiry
2010; 16; 83, http://qix.sagepub.com/cgi/content/abstract/16/2/83
Schensul, Jean. J, (2005), What is Ethnography, Introduction to Ethnographic Research, Institute for
Community Research, www.incommunityresearch.org

3
t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

Jurnal dengan pendekatan etnografi

DWELLING AS REPRESENTATION: VALUES OF ARCHITECTURE IN AN ECUADORIAN SQUATTER


SETTLEMENT
Christien Klaufus
Journal of Housing and the Built Environment 15: 341–365, 2000

Studi
Penelitian ini dilatar belakangi oleh teori bahwa budaya atau nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat akan
mempengaruhi preferensi tersebut terhadap hunian. Apabila budaya berubah, maka tentunya hal tersebut
akan merubah perferensi terhadap hunian. Untuk membuktikan hipotesis tersebut pada setting khusus,
dipilih studi kasus yang spesifik berupa perubahan budaya yang dialami oleh masyarakat squatter Santa
Victoria di kota kecil Riobamba, dataran tinggi ekuador. Masyarakat squatter tersebut merupakan penduduk
asli dari desa Andean yang bermigrasi untuk tinggal di kota modern yang memiliki budaya dan nilai yang
berbeda dengan tempat asalnya. Disatu sisi permukiman tersebut mengalami pergeseran budaya secara
cepat kearah budaya kota yang modern, disisi lain dasar masyarakatnya menganut budaya desa yang masih
menjaga sejarah dan budaya asal mereka dimana hal tersebut tercermin dalam kebiasaan sehari-hari.
Bagaimana cara masyarakat squatter Santa Victoria mengartikulasikan budaya baru dan lama yang akan
menunjukkan status sosial dalam hunian yang mereka bangun merupakan fokus utama penelitian ini. Lebih
jauh penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanan perubahan budaya dalam konteks setting
tertentu dapat mempengaruhi pemilihan masyarakatnya akan hunian.

Desain riset dan proses penelitian


Untuk mengawali studi ini terlebih dahulu dilakukan studi literatur tentang bagaimana suatu nilai-nilai
budaya dapat mempengaruhi bentukan arsitektur (hunian) masyarakat dan bagaimana hunian dapat menjadi
suatu alat komunikasi yang merupakan representasi atau simbol dari pemiliknya. Studi literatur dan teori
dilakukan untuk mengkerangkakan penelitian, sekaligus mendapatkan dasar hipotesis yang akan dites
keberlakuannya pada setting khusus yang dipilih dalam penelitian ini.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, dilakukan riset dengan metode etnografi. Dipilih metode etnografi
dengan studi kasus karena melalui metode ini hal-hal yang spesifik dan detail terkait perilaku dan kebiasaan-
kebiasaan masyarakat yang menunjukkan budaya dan nilai-nilai yang mereka anut akan dapat diketahui.
Data primer didapat dengan melakukan observasi partisipatif pada lokasi penelitian selama 4 bulan dari akhir
Desember 1998 sampai akhir April 1998. Obserpasi partisipatif dilakukan dengan peran peneliti sebagai

4
t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

insider di lokasi penelitian. Peneliti ikut membantu di kantor housing cooperative yang bertanggungjawab
pada pengelolaan dan legalitas squatter Santa Victoria dimana masyarakat sering berkunjung untuk
membicarakan masalah-masalah seputar hunian dan permukiman mereka. Dengan cara ini peneliti
mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan permukiman yang diteliti.
Membantu di kantor housing cooperative juga memberikan kesempatan untuk berdiskusi dan melakukan
wawancara dengan arsitek, planner, dan wakil pemerintah yang bertanggungjawab dalam masalah legalitas
squatter tersebut. Disamping itu, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan beberapa orang warga,
mengambil foto dan merekam kegiatan sehari-hari mereka terutama yang berhubungan dengan hunian dan
proses pembangunannya. Dengan demikian diketahui bagaimana masyarakat Santa Victoria mengaplikasikan
nilai yang mereka anut kedalam hunian dan proses pembangunannya.
Dipilih lima hunian sebagai studi kasus yang diteliti secara lebih detail. Lima hunian yang dipilih sebagai studi
kasus merupakan tipe unit hunian yang berbeda yang dimiliki oleh penghuni dengan tingkat sosial dan
ekonomi yang berbeda-beda pula. Dilakukan wawancara dengan pemilik rumah mengenai bagaimana proses
pembangunan rumah mereka, alasan apa yang mendasari terciptanya bentukan rumah mereka, apasaja yang
ada dalam interior rumah dan apa artinya bagi mereka. Dilakukan pula pengambilan gambar pada eksterior,
interior, dan proses konstruksi rumah. Selanjutnya dilakukan content analysis untuk mengetahui bagaimana
bentukan rumah di Santa Victoria dapat merepresentasikan pemiliknya.

Temuan
Bagi masyarakat Santa Victoria, pilihan tipe hunian merepresentasikan nilai budaya yang mereka anut, selain
juga diasosiasikan dengan tingkat sosial-ekonomi pemiliknya. Tipe hunian pada daerah ini dibedakan menjadi
tiga yaitu casa, villa, dan mediguas. Casa dan villa berukuran cukup besar dan memiliki bentuk atap datar,
yang memungkinkan untuk pengembangan keatas. Sedangkan mediguas merupakan hunian berukuran kecil
dengan atap miring, dan eksterior tanpa finishing. Pemilik casa dan villa dianggap berstatus lebih tinggi atau
lebih kaya daripada mediguas. Mediguas seringkali diasosiasikan dengan kemiskinan penghuninya. Pilihan
tipe juga merepresentasikan cara hidup dan budaya yang dianut pemiliknya. Kebudayaan di desa asal
masyarakat Santa Victoria, dimana penduduknya merasa cukup dengan mediguas sebagai tempat memasak
dan tidur, membuat mediguas menjadi pilihan hunian bagi masyarakat yang masih menganut nilai
kesederhanaan di desa asalnya. Sementara casa dan villa merupakan tipe-tipe rumah di kota Riobamba
dimana ukurannya lebih besar dan memiliki eksterior atraktif yang memberikan prestise bagi pemiliknya.
Tipe hunian ini cenderung dipilih masyarakat ekonomi menengah di Santa Victoria yang telah terpengaruh
budaya modernitas kota Riobamba.
Prioritas terhadap nilai-nilai transenden dan transient yang dianut oleh masyarakat Santa Victoria
direpresentasikan melalui cara mereka mengatur interior dan eksteriornya huniannya. Nilai transenden
merupakan budaya yang terkait nilai moral, vertikalitas serta hubungan dengan pencipta yang diwariskan
dari generasi ke generasi. Nilai tersebut direpresentasikan dalam interior hunian masyarakat Santa Victoria.
Sedangkan nilai transient merupakan nilai sehari-hari, yang berkaitan dengan hubungan sosial antar
masyarakat dan dapat berubah maupun diperbaharui. Nilai ini direpresentasikan dalam eksterior hunian.
Interior mencerminkan nilai transenden pemiliknya. Barang-barang yang mereka letakkan di dalam ruangan
adalah barang yang memiliki ikatan khusus dari masa lalu mereka. Barang wajib yang ada di rumah mereka
adalah televisi, dan radio. Namun barang-barang selebihnya seperti dekorasi dinding, furniture dan lainnya
merupakan barang-barang yang memiliki ikatan atau kenangan dengan masa lalu mereka,dan berhubungan
dengan religi yang mereka anut. Sehingga keberadaan barang-barang pada interior rumah akan
mencerminkan masa lalu pemilik rumah, pengalaman mereka, dan apa yang telah mereka peroleh dan capai
dalam hidup, namun tidak mencerminkan status sosial atau ekonominya saat ini.

5
t2.3. vol.1 riset tematik 02 astri anindya sari (25209026)

Sementara eksterior rumah merupakan perwujudan dari transient value, seperti prestise dan sosial ekonomi.
Eksterior hunian yang tanpa detail diasosiasikan dengan tingkat ekonomi dan sosial yang rendah dari
penghuninya, sedangkan adanya finishing dan detail-detail eksterior menunjukkan semakin tingginya tingkat
sosial. Atraktifitas eksterior hunian akan memberikan prestise yang penting dalam kehidupan sosial
pengguninya saat ini.
Kompromi atau pertemuan nilai transenden dan transient yang dianut terjadi pada proses pembangunan
rumah mereka, terutama pada bagian atap. Bagi masyarakat Santa Victoria, terutama pemilik tipe hunian
casa dan villa, atap merupakan bagian terpenting dari bangian rumah. Dalam budaya desa, masyarakat
membangun rumahnya secara bersama-sama dengan bantuan kerabat dan saudara. Namun pada kota
modern seperti riobamba, pembangunan rumah menggunakan tukang (maestro) yang dibayar. Nilai yang
dianut oleh masyarakat Santa Victoria menggunakan kompromi keduanya, dalam pembangunan rumah
mereka menggunakan tukang, namun pada bagian yang esensial yaitu atap, keluarga mereka dari desa
seberang dan para tetangga datang untuk membantu. Kebudayaan mereka di desa, setelah selesai
pembangunan atap diadakan upacara perayaan, namun kini karena keadaan ekonomi yang tidak
memungkinkan, hanya ada makan bersama tanpa perayaan besar.

You might also like